Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN
I.1 LATAR BELAKANG
Kultur jaringan (in vitro) tanaman dapat memproduksi senyawa kimia
berupa alkaloid dan sejenisnya yang tergolong metabolit sekunder. Menurut
Mattel dan Smith (1993), agar produksi metabolit sekunder tinggi maka perlu
optimasi faktor-faktor internal dan eksternal.Optimasi faktor tersebut dapat
dilakukan dalam dua tahap yaitu tahap pertumbuhan dan tahap produksi. Pada
tahap pertumbuhan, kondisi kultur diarahkan untuk memproduksi biomassa sel
dalam waktu dekat, sedangkan tahap produksi dilakukan pemindahan biomassa
sel ke dalam medium produksi dengan tujuan pengkondisian kultur untuk
produksi metabolit sekunder. Selain optimasi pada kedua tahap di atas,
pendekatan lain yang dapat dilakukan secara efektif untuk meningkatkan produksi
biomassa sel dan metabolit sekunder adalah penambahan prekursor (prazat),
elisitasi dan amobilisasi.
Bahan-bahan bioaktif tumbuhan umumnya merupakan metabolit sekunder.
Secara

konvensional

metabolit

sekunder

dapat

diperoleh

dengan

cara

mengekstraksi langsung dari organ tumbuhan. Namun cara tersebut memerlukan


budi daya tanaman dalam skala besar, disamping itu proses ekstraksi, isolasi dan
pemurniannya mahal.Selain itu bila harus dibuat secara sintetis, harganya akan
mahal karena struktur aktifnya sangat kompleks (Balandrin & Klocke,1988).
Beberapa kelemahan metode konvensional tersebut, perlu diatasi dengan
penemuan metode yang lebih baik.
Penggunaan kultur jaringan untuk produksi metabolit sekunder dapat
digunakan sebagai alternatif karena dapat mengatasi berbagai permasalahan di
atas. Metode kultur jaringan tidak memerlukan bahan yang banyak, lahan yang
luas, dapat diproduksi secara terus menerus dan proses pemurniannya lebih
mudah karena sel-sel hasil kultur jaringan tidak banyak mengandung pigmen
sehingga biaya pemrosesannya lebih rendah. Pada kultur jaringan, kultur sel dan
kultur kalus (kumpulan sel yang belum terorganisasi dan belum terdiferensiasi)
berpotensi sebagai sarana produksi metabolit sekunder.

Menurut Mantell & Smith (1993), kandungan metabolit sekunder dalam


beberapa kultur sel dan kultur kalus masih relatif rendah, oleh karena itu
diperlukan metode dalam kultur jaringan yang dapat meningkatkan kandungan
metabolit sekunder termasuk bahan bioaktif tumbuhan. Salah satu metode yang
banyak dikembangkan adalah metode elisitasi.Elisitasi adalah metode untuk
menginduksi secara simultan pembentukan fitoaleksin, metabolit sekunder
konstitutif atau metabolit sekunder lain yang secara normal tidak terakumulasi
(Barz,

et

al.,1990).

Elisitasi

dapat

dilakukan

dengan

elisitor.Elisitoradalahsuatusenyawabiologisdannonbiologis

menambahkan
yang

dapat

menyebabkan peningkatan produksi fito aleksin bila ditambahkan pada tumbuhan


atau kultur sel tumbuhan (Buitelaaretal.,1991). Elisitor terdiri atas dua kelompok,
yaitu elisitor abiotik dan elisitor biotik (Angelovaet al.,2006). Menurut Namdeo
(2007) Elisitor biotik dapat di kelompokkan dalam elisitor endogen dan elisitor
eksogen. Elisitor endogen umumnya berasal dari bagian tumbuhan itu sendiri,
seperti bagian dari dinding sel (oligogalakturonat) yang rusak oleh suatu serangan
patogen melalui aktivitas enzim hidrolisis atau membranplasma yang mengalami
kerusakan karena luka. Sedangkan elisitor eksogen adalah elisitor yang berasal
dari luar tumbuhan atau dari luar sel misalnya elisitor yang berasal dari komponen
dinding sel jamur.
Untuk mengetahui respon pertumbuhan agregat sel yang diberi perlakuan
elisitasi, menemukan kandungan senyawa pada setiap sel yang diberi perlakuan
elisitasi, menemukan media yang diberi elisitor.
I.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana teknik elusitasi ?
2. Apa manfaat penambahan prazat ?
3. Bagaimana teknik imobilisasi ?
I.3 Tujuan Penulisan Makalah
1. Mengetahui teknik elisitasi.
2. Mengetahui manfaat penambahan prazat.
3. Mengetahui teknik imobilisasi.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Elisitasi
II.1.1 Definisi Elisitasi
Elisitasi merupakan penimbulan, atau perekayasaan proses dengan
penambahan suatu elisator, pada sel tumbuhan dengan tujuan menginduksi dan
meningkatkan pembentukan metabolit sekunder. Selain itu, elisitasi merupakan
suatu respon dari suatu sel untuk menghasilkan metabolit sekunder. Dalam hal ini
adanya interaksi patogen dengan inang akan menginduksi pembentukan
fitoaleksin pada tumbuhan. Fitoaleksin itu sendiri merupakan senyawa antibiotik
yang mempunyai berat molekul rendah, dan dibentuk pada tumbuhan tingkat
tinggi sebagai respons terhadap infeksi mikroba patogen.Senyawa yang
merupakan bagian dari mekanisme tersebut dapat dianalogikan dengan antibody
yang terbentuk sebagai respons imun pada hewan (Yoshikawa&Sugimito, 1993).
Kegunaan elisitasi yaitu merangsang suatu tanaman untuk menghasilkan
fitoaleksin.Suatu tanaman dapat menghasilkan fitoaleksin jika tanaman tersebut
mendapatkan cekaman.Cekaman tersebut dapat berupa serangan ataupun
perlukaan pada sel tanaman. Sel tersebut akan merespon serangan dengan
mekanisme pertahanan, dan zat yang dihasilkan dari mekanisme pertahanan
tersebut merupakan fitoaleksin.

II.1.2 Penggolongan Elisitor


Elisator ada 2 kelompok, yaitu elisator abiotik dan elisator biotic.
1. Elisitor abiotik, bisa berasal dari senyawa anorganik , radiasi secara fisik,
seperti ultraviolet, logam berat, dan detergen
2. Elisator biotik dapat dikelompokkan dalam elisator endogen,dan elisator
eksogen,yaitu :
a) Elisator endogen, umumnya berasal dari bagian tumbuhan itu sendiri,
seperti bagian dari dinding sel (oligogalakturonat) yang rusak. Rusaknya

dinding sel ini, disebabkan oleh suatu serangan pathogen. Dinding sel
yang rusak dan terluka oleh karena aktivitas enzim hidrolisis dari serangan
pathogen.
b) Elisator eksogen, bisa berasal dari dinding jamur misalnya kitin, atau
glukan. Selain itu dapat berupa senyawa yang disintesis, misalnya protein
(enzim) (Salisburry & Ross.,1995).
Senyawa yang berperan dalam proses elisitasi disebut elisitor. Elisitor
mengaktifkan gen dalam tumbuhan yang mengkode enzim yang diperlukan untuk
sintesis fitoaleksin. Elisitor selain menginduksi pembentukan fitoaleksin juga
meningkatkan berbagai metabolit sekunder dan enzim lain. Pada kultur kalus dan
kultur sel penambahan elisitor juga dapat menginduksi senyawa metabolit
sekunder yang bukan fitoaleksin (Eilert et al., 1986).
Setiap tipe elisitor berdasarkan karakteristiknya masing-masing dapat
menginduksi respon spesifik yang tergantung pada interaksi kultur tumbuhan dan
elisitor.Elisitor biotik berasal dari makhluk hidup, dari patogen atau dari
tumbuhan itu sendiri.Elisitor abiotik berupa faktor fisik atau senyawa
kimia.Contoh elisitor abiotik berupa senyawa kimia contohnya yaitu asam salisilat
seperti elisitor asam salisilat yang digunakan pada jurnal penelitian Zayedo dan
Winka (2004) yang melaporkan bahwa pada kultur akar rambut B. suaveolens
yang diberi perlakuan elisitasi dengan menambahkan elisitor metiljasmonat,
kuersitin dan asam salisililat untuk mempelajari pembentukan alkaloida tropan di
antaranya hiosiamin. Perlakuan dengan elisitasi 200 m metil jasmonat
meningkatkan akumulasi hiosiamin sebanyak 25 kali.
Selain itu elisitor abiotik yaitu bias berasal dari senyawa anorganik dan
radiasi secara fisik seperti UV (ultraviolet), logam berat dan detergen
(Vasconsuelo & Boland. 2007). Salah satu pengaruh yang ditimbulkan oleh
elisitor adalah adanya depolarisasi sel tumbuhan yang berarti aktivasi saluran ion
endogen

oleh

elisitor.

Elisitor

juga

dapat

membentuk

pori

sehingga

memungkinkan ion menembus membran tanpa perlu terikat pada reseptor dan
aktivasi saluran ion (Kluasener & Weiler. 1999). Elisitasi dipengaruhi oleh
spesifikasi elisitor, konsentrasi elisitor yang ditambahkan dan kondisi kultur
(Vanconseulo & Boland 2007, Rhijwani & Shanks. 1998). Konsentrasi elisitor

yang ditambahkan ke dalam kultur suspensi sel sangat berpengaruh terhadap


pertumbuhan kultur sel dan sintesis metabolit sekunder dalam kultur suspensi sel
tersebut (Flocco et al. 1998). Jumlah elisitor yang ditambahkan ke dalam kultur
sel biasanya sangat kecil dan ditambahkan pada tahapan pertumbuhan kultur
tertentu (Collin & Edward. 1998).
II.1.3 Keuntungan dan Kerugian Elisitasi
Keuntungan Elisitasi keuntungan diantaranya:
a) Merangsang tanaman untuk memproduksi fitoaleksin untuk pertahanan
dirinya,
b) Memproduksi metabolit sekunder dalam skala besar yang relatif singkat,
c) Menginduksi sintesis dan aktivitas enzim, serta ada peningkatan secara
nyata bagi senyawa yang diharapkan.
Kerugian Elisitasi memiliki banyak kerugian diantaranya :
a) Prosedur kompleks, misal untuk mendapatkan hasil maksimum diperlukan
kultur dengan dua tahap. Elisitasi melalui dua tahap proses yaitu pertama
medium pertumbuhan tanpa elisitor untuk biomassa maksimum sedangkan
pada tahap kedua Jaringan akar rambut yang terakumulasi ditransfer
kedalam medium yang mengandung elisitor sebagai medium produksi
yang membatasi pertumbuhan tetapi merangsang biosintesis alkaloida
(Yu.et.al, 2000).
b) Kadar konsentrasi elisitor harus optimum, konsentrasi elisitor adalah titik
kritis dalam keberhasilan elisitasi. Jika penambahan kurang tepat malah
akan mengurangi produksi metabolit sekundernya.
c) Sulit untuk meningkatkan produksi dua atau lebih metabolit sekunder yang
kita inginkan dalam satu sistem elisitasi.
d) Tidak semua metabolit sekunder yang dihasilkan berupa fitoaleksin
sehingga dapat mengganggu peningkatan produksi metabolit sekunder.
e) Pemberian elisitor yang menyebabkan luka sehingga nutrisi yang terdapat
dalam tanaman digunakan untuk menutupi luka, akibatnya tidak ada
nutrisi yang digunakan untuk pertumbuhan sel. Serta jika penambahan

elisitor terlalu banyak, justru akan mengurangi pertumbuhan sel, hal itu
disebabkan adanya pengaruh feedback inhibition
f) Membutuhkan senyawa spesifik untuk setiap metabolit sekunder
(Verpoorte et al,1994).

II.1.4 Hubungan Metode Elisitasi dengan Teknik Kultur Jaringan Tanaman


Kultur akar berambut seperti pada jurnal penelitian yang dilakukan oleh
zozy aneloi noli dan netty ws Jurusan biologi fak. Matematika dan ilmu
pengetahuan alam Universitas andalas yang berjudul Pertumbuhan dan produksi
kandungan triterpenoid dari kultur akar rambut Centella asiatica hasil
transformasi Agrobacterium rhizogenes dengan pemberian elisitor yang
bertujuan untuk untuk memperoleh teknologi produksi senyawa bioktif campuran
triterpenoid secara in vitro dengan memanfaatkan transfer T-DNA Plasmid Ri
Agrobacterium rhizogenes yang membentuk akar rambut tanaman Centella
asiatica. Diharapkan manipulasi peningkatan produksi metabolit sekunder dapat
diupayakan dengan penambahan enzim-enzim tertentu sebagai elisitor sehingga
hasil penelitian ini dapat memberi informasi teknologi produksi metabolit
sekunder secara in vitro
Hubungan elisitasi dengan teknik kultur jaringan tanaman memberikan
korelasi positif. Elisitor dalam hal ini merupakan serangan atau pemacu yang
dapat meningkatkan metabolit sekunder yaitu dengan cara perlukaan baik secara
endogen maupun eksogen. Misalnya pada perlukaan secara endogen yaitu
keluarnya asam jasmonic sehingga selnya merespon bahwa telah terjadi luka,
kemudian sel tersebut mengeluarkan pertahanan dirinya yang disebut fitoaleksin
(senyawa antibiotik yang mempunyai berat molekul rendah, dan dibentuk pada
tumbuhan tinggi sebagai respons terhadap infeksi mikroba pathogen).Pada
perlukaan

secara

eksogen,

misalnya

terjadi

infeksi

akibat

mikroba

patogen.Akibatnya dinding sel menjadi rusak lalu ada mekanisme dari fitoaleksin
untuk meregenerasi sel-sel yang rusak tersebut.
Metode elisitasi digunakan saat kita ingin memproduksi metabolit
sekunder yang menghasilkan fitoaleksin dan enzim spesifik penghasil metabolit
sekunder serta medium paling tepat sudah diketahui agar berhasil meningkatkan

produksi metabolit sekunder.Serta menghasilkan biomassa dalam jumlah besar


dan dalam waktu yang relatif singkat yang jika secara konvensional tidak bisa
dilakukan.
Waktu penggunaan metode elisitasi :
1.

Ketika penggunaan metode kultur jaringan konvesional (Kultur suspensi sel,

2.

dsb) memberikan hasil metabolit yang tidak optimal (sedikit).


Sudah diketahui enzim spesifik penghasil metabolit sekuder serta medium
paling tepat agar berhasil meningkatkan produksi metabolit sekunder.

Alasan pemilihan metode elisitasi :


a.

Beragam sistem kultur sel pada tanaman tidak memberikan metabolit yang

b.

bernilai tinggi (Amid dan Jamal,2009).


Dibandingkan dengan berbagai macam metode untuk meningkatkan
produksi metabolit sekunder seperti optimasi media,cell line selection, cell
immobilization,penambahan precursor,transformasi genetic,kultur rambut
akar;elisitasi merupakan metode yang paling berhasil memproduksi
metabolit sekunder dalam kultur sel dari berbagai tanaman (Amid dan
Jamal,2009).
Pada proses elisitasi, walau terjadi peningkatan asupan hara tetapi

pertumbuhan tanaman terhambat. Hal ini dikarenakan tumbuhan memerlukan


banyak energi untuk membentuk metabolit sekunder sebagai pertahanan diri atas
serangan patogen.
II.I.5 Metode Elisitasi
1. Persiapan alat dan medium
a) Pemilihan medium untuk induksi kalus
b) Disiapkan Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang akan digunakan disiapkan terlebih dahulu, bahan
diidentifikasi bagian yang dianggap mengandung metabolit sekunder
c) Sterilisasi medium dan alat-alat yang akan digunakan di autoklaf pada
suhu 121oC pada tekanan 15 Psi selama 15 menit
d) Alat-alat selanjutnya disrerilisasi dalam oven pada suhu 170 oC selama 1
jam
2. Persiapan eksplan
a) Pemilihan eksplan

b) Eksplan yang digunakan dicuci terlebih dahulu di bawah air mengalir


selama 15 menit
3. Sterilisasi eksplan
a) Direndam dalam etanol 70% selama 6 menit
b) Dibilas dengan aquades steril
c) Dimasukkan dalam LAF/kotak pemindahan beraliran udara
4. Diinduksi kalus
a) Penanaman dan induksi kalus dilakukan di dalam LAF
b) Medium induksi kalus yang telah siap tanam, alat-alat dan eksplan yang
sudah steril dimasukkan dalam LAF
c) Setelah penanaman semua botol kultur disimpan dalam ruang kultur pada
suhu kamar
d) Kalus yang terbentuk di subkulturkan untuk perbanyakan sampel dan
sebagai cadangan untuk penelitian
5. Penyiapan elisitor
Ditambahkan dalam konsentrasi kecil ke dalam aquades steril, kemudian
disterilisasi dengan autoklaf.Jika yang digunakan jamur/bakteri, dipanen pada
fase stasioner dengan cara membuat kurva pertumbuhan mikroba.Kemudian
disterilkan dan dimurnikan dengan autoklaf.
6. Tahap selanjutnya
a) Elisitasi dilakukan dengan cara aseptik, dengan menambahkan elisitor
pada konsentrasi tertentu pada kulturagregat/suspensi sel
b) Dilakukan pemanenan pada saat terjadi perubahan warna menjadi
kecoklatan, warna kecoklatan menandakan bahwa senyawa metabolit
sekunder tersebut mengandung fenol. Selain perubahan warna, diukur
berat kering biomassa yang menandakan adanya akumulasi metabolit
sekunder pada medium dan kalus sehingga siap untuk dipanen. Pemanenan
metabolit sekunder pada medium dan kalus.
c) Analisis kualitatif dan kuantitatif kandungan metabolit sekunder.
II.2 Prazat
II.2.1 Pengaruh Penggunaan Prazat
Dengan penambahan substrat, prekursor, atau enzim yang berperan.
Salah satu metode pendekatan yang dapat digunakan untuk meningkatkan
produksi metabolit sekunder dalam kultur in vitro adalah dengan penambahan
prazat. Penambahan prazat ke dalam medium kultur dapat merangsang aktivitas
enzim tertentu yang terlibat dalam jalur biosintesis, sehingga dapat meningkatkan
produksi metabolit sekunder. Salah satu penelitian yang dilakukan oleh Zakiah,

dkk (2003) menunjukkan bahwa penambahan squalen sebagai prazat dapat


meningkatkan produksi Azadirahtin pada kultur kalus (Azadirachta indica A.Juss)
dengan penambahan zat pengatur tumbuh 2,4-D dan BAP. Penambahan skualen
dilakukan setelah kalus suspensi sel berumur 6 hari yang memberikan kadar
azadirahtin di dalam sel saat sedang meningkat. Pemberian azadirahtin dilakukan
dengan 3 konsentrasi yaitu 10 M, 100 M, dan 1000 M. Hasil penelitian
membuktikan bahwa produksi azdirahtin meningkat pesat pada hari ke-4 setelah
penambahan azadirahtin pada kultur yang berumur 10 hari dengan kadar 0,0076
0,006 g/g BK atau peningkatan mencapai 85, 366% dibandingkan kandungan
azadirahtin tertinggi pada control (0,041 g/g BK).
1. Aktivasi enzim yang berperan dalam jalur biosintesis.
2. Rekayasa faktor lingkungan.
Penambahan prazat dimaksudkan untuk mempersingkat proses
biosintesis atau dengan kata lain untuk meningkatkan produksi metabolit
sekunder. Selain penambahan Prazat, pemberian stress pada kultur juga
dapat mempengaruhi produksi metabolit sekunder. Kejadian yang
mungkin

timbul

karena

perlakuan

tersebut

kemungkinan

akan

terbentuknya senyawa baru yang tidak terdapat dalam tumbuhan asal (de
novo synthesis), akan tetapi umumnya memberikan hasil yang
menguntungkan. Jenis stress yang umum, misalnya kekurangan air
(draught), kekurangan cahaya, kekurangan nutrisi (mineral), suhu di atas
atau

di

bawah

optimal.

Umumnya dalam fase pertumbuhan, biosintesis metabolit sekunder


berlangsung amat lambat bahkan sering belum mulai. Setelah fase
pertumbuhan berakhir, maka fase produksi atau biosintesis metabolit
sekunder mulai berlangsung. Penambahan prazat dimaksudkan untuk
mempersingkat

proses

biosintesis

atau

dengan

kata

lain

untuk

meningkatkan produksi metabolit sekunder.


II.2.2 Manfaat Penambahan Prazat
Beberapa manfaat penambahan prazat yaitu :

1. Untuk senyawa yang dikehendaki dapat ditingkatkan jumlahnya dengan


cara memanipulasi media maupun dengan penambahan senyawa
prekursor/prazat ,merangsang aktivitas enzim tertentu yang terlibat dalam
jalur biosintesis, sehingga dapat meningkatkan produksi metabolit
sekunder, contohnya penambahan skualen yang memberi pengaruh nyata
dalam meningkatkan kandungan azadirahtin di dalam sel sesuai dengan
penelitian yang dilakukan oleh Zakiah(2003).
2. Mendapatkan metabolisme sekunder yang merupakan bentuk diferensiasi
dari sel-sel tanaman.
3. Untuk memperoleh kandungan metabolit sekunder yang lebih tinggi dari
induknya.

II.3 Imobilisasi
II.3.1 Pengertian
Imobilisasi adalah pembatasan mobilitas sel dalam ruang yang terbatas.
Imobilisasi sel sebagai biokatalis hampir secara umum digunakan pada imobilisasi
enzim. Imobilisasi sel mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan kultur
tersuspensi yaitu antara lain menghasilkan konsentrasi sel tinggi, sel dapat
digunakan kembali dan mengurangi biaya pemisahan sel, mengurangi sel yang
terbawa pada laju dilusi yang tinggi, kombinasi konsentrasi sel tinggi dan laju
aliran tinggi memungkinkan memperoleh produktivitas volumetris yang tinggi,
menguntungkan kondisi lingkungan mikro yaitu kontak antar sel, gradien produk
nutrisi, gradien pH untuk sel, menghasilkan unjuk kerja yang lebih baik sebagai
biokatalis (sebagai contoh, perolehan dan laju yang tinggi), memperbaiki stabilitas
genetik (pada beberapa kasus tertentu), melindungi sel dari kerusakan akibat
pergeseran (Shuler dan Kargi, 1992).
II.3.2 Keuntungan Teknik Imobilisasi
Keuntungan lain teknik imobilisasi adalah :
1)
2)
3)
4)

Memungkinkan untuk dilakukannya reaksi enzim beberapa tahap,


Aktivitas enzim yang tinggi dengan teknik imobilisasi,
Stabilitas operasional secara umum tinggi,
Tidak diperlukan tahap ekstraksi/pemurnian enzim dan

10

5) Biomassa yang diimobilisasi dapat digunakan untuk konsentrasi substrat yang


lebih tinggi dan dapat dilakukan pemisahan sel dengan mudah serta umur sel
dapat diperpanjang (Suhardi, 2000).
II.3.3 Jenis Teknik Imobilisasi
Teknik imobilisasi dibedakan menjadi dua yaitu imobilisasi aktif dan imobilisasi
pasif.
a) Imobilisasi aktif adalah penjebakan (entrapment) atau pengikatan
(binding) oleh gaya fisika atau kimia. Penjebakan secara fisika dapat
menggunakan berbagai macam bahan seperti bahan berpori (agar, alginat,
carrageenan, poliakrilamid, chitosan, gelatin, kolagen), saringan dari
logam berpori, polyurethane, silica gel, polystirene dan selulosa triasetat
b) Imobilisasi pasif menggunakan metode pelekatan (attachment) merupakan
bentuk biofilm, yaitu lapisanlapisan pertumbuhan sel pada permukaan
media pendukung. Media ini bias bersifat inert maupun aktif secara
biologis (Shuler dan Kargi, 1992). Berdasarkan media yang digunakan
terdapat dua jenis imobilisasi yaitu imobilisasi pada media sintetis dan
imobilisasi pada media alami. Kultivasi pada media alami dapat
menggunakan bahan alami seperti limbah industry agro. Media ini dapat
juga sebagai sumber nutrisi mikroorganisme. Sedangkan kultivasi pada
media sintetis dapat menggunakan media antara lain polyurethane foam
dan spon stainless steel (Prasad dkk., 2005). Kultivasi dengan media
sintetis secara umum tidak banyak digunakan walaupun memiliki
kelebihan dibandingkan dengan kultivasi pada media alami yaitu
perbaikan pengendalian proses, pemantauan dan peningkatan konsistensi
proses. Pengambilan produk lebih mudah dibandingkan menggunakan
media alami karena produk ekstraseluler dapat dengan mudah diekstrak
dan produknya sedikit mengandung pengotor. Namun, media sintetis
bukan merupakan media seperti kehidupan mikroorganisme yang
digunakan sehingga pertumbuhannya belum tentu optimal (Couto dkk,
2004).

11

BAB III
PENUTUP
III.1 KESIMPULAN
Penggunaan Elisitasi dalam kultur jaringan tanaman, elisitasi merupakan
proses yang sebenarnya terjadi secara alami di alam. Dalam kultur jaringan
tanaman, penambahan elisitor dimaksudkan untuk meningkatkan produksi
metabolit sekunder dari tanaman tersebut.
III.2 SARAN
Untuk meningkatkan produktivitas kultur akar berambut ini dapat
dilakukan salah satunya adalah dengan cara elisitasi menggunakan elisitor pada
sel tumbuhan dengan tujuan untuk menginduksi dan meningkatkan pembentukan
metabolit sekunder.

12

DAFTAR PUSTAKA

Balandrin & Klocke,. (1988). Medicinal, Aromatic and Industrial Materials from Plants.
Biotechnology in Agricultuer and Forestry 4.Ed.Bajaj,Y.P.S. Berlin: Springer
Verlag, 3-29
Collin HA, Edwards S. 1998. Plant Cell Culture.UK : BIOS Scientific Publisher. Hlm
103- 112
Couto, S.R, Sanroman, M.A., Hofer, D., Gbitz, G.M. (2004), Production of Laccase
by Trametes hirsuta Grown
in an immersion Bioreactor and its Application in The Docolorization of Dyes
from a Leather Factory, Engineering in Life Science, 4, hal. 233-238.
Eilert U, Constabel F, Kurz WGW.1986. Elicitor- Stimulation of Monoterpene Indole
Alkaloids Formation in Suspension Culture of Catharanthus roseus. Journal of
Plant Physiology 126: 11-22.
Habibah NA. 1995. Kandungan Alkaloid Senesionin dalam Kultur Suspensi Agregat Sel
Crotalaria anagyroides H.B.K. Skripsi. Bandung: Institut Teknologi Bandung.
Mattel, SH.dan H. Smith. 1993. Cultural factor that influence secondary metabolites
accumulation in plant cell and tissue cultures. Dalam : Plant Biotecnology. S.H.
Mattel & H.Smith (Eds).CambridgeUniversity. London. P. 75-102
Shuler, M.L., Kargi, F. (1992), BIOPROCESS ENGINEERING : Basic Concepts,
Prentice-Hall International,

13

Inc., New Jersey.


Suhardi,

S.H.,

Hardiyati,

E.,

Wisjnuprapto,

(2000),

Karakterisasi

Aktivitas

Sporotrichum pulverulentum RS01


dalam Proses Biodegradasi Klorolignin, Seminar Nasional Ensim dan
Bioteknologi II, Jakarta, 95 103.
Verpoorte, R. dan Van Der Heidjen . 1993. Plant Biotechnology For The Production of
Alkaloids: Present Status and Prospects. Dalam: The Alkaloids. Vol. 40.Academic
Press.Inc.
Yoshikawa M, Sugimoto K. 1993. A Specific Binding Site on Soybean Membranes for a
Phytoalexin Elicitor Released from Fungal Cell Wall by b-1,3 Endoglucananse.
Plant Cell Physiology 34 (8): 1229-1237.
Zakiah, Zulfa.,dkk. 2003. Peningkatan Produksi Azadirahtin dalam Kultur Suspensi Sel
Azadirachta indica A.Juss melalui Penambahan Skualen dalam Jurnal Matematika
dan Sains Vol. 8 No. 4, Desember 2003, hal 141 146.

14

Anda mungkin juga menyukai