PENDAHULUAN
I.1 LATAR BELAKANG
Kultur jaringan (in vitro) tanaman dapat memproduksi senyawa kimia
berupa alkaloid dan sejenisnya yang tergolong metabolit sekunder. Menurut
Mattel dan Smith (1993), agar produksi metabolit sekunder tinggi maka perlu
optimasi faktor-faktor internal dan eksternal.Optimasi faktor tersebut dapat
dilakukan dalam dua tahap yaitu tahap pertumbuhan dan tahap produksi. Pada
tahap pertumbuhan, kondisi kultur diarahkan untuk memproduksi biomassa sel
dalam waktu dekat, sedangkan tahap produksi dilakukan pemindahan biomassa
sel ke dalam medium produksi dengan tujuan pengkondisian kultur untuk
produksi metabolit sekunder. Selain optimasi pada kedua tahap di atas,
pendekatan lain yang dapat dilakukan secara efektif untuk meningkatkan produksi
biomassa sel dan metabolit sekunder adalah penambahan prekursor (prazat),
elisitasi dan amobilisasi.
Bahan-bahan bioaktif tumbuhan umumnya merupakan metabolit sekunder.
Secara
konvensional
metabolit
sekunder
dapat
diperoleh
dengan
cara
et
al.,1990).
Elisitasi
dapat
dilakukan
dengan
elisitor.Elisitoradalahsuatusenyawabiologisdannonbiologis
menambahkan
yang
dapat
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Elisitasi
II.1.1 Definisi Elisitasi
Elisitasi merupakan penimbulan, atau perekayasaan proses dengan
penambahan suatu elisator, pada sel tumbuhan dengan tujuan menginduksi dan
meningkatkan pembentukan metabolit sekunder. Selain itu, elisitasi merupakan
suatu respon dari suatu sel untuk menghasilkan metabolit sekunder. Dalam hal ini
adanya interaksi patogen dengan inang akan menginduksi pembentukan
fitoaleksin pada tumbuhan. Fitoaleksin itu sendiri merupakan senyawa antibiotik
yang mempunyai berat molekul rendah, dan dibentuk pada tumbuhan tingkat
tinggi sebagai respons terhadap infeksi mikroba patogen.Senyawa yang
merupakan bagian dari mekanisme tersebut dapat dianalogikan dengan antibody
yang terbentuk sebagai respons imun pada hewan (Yoshikawa&Sugimito, 1993).
Kegunaan elisitasi yaitu merangsang suatu tanaman untuk menghasilkan
fitoaleksin.Suatu tanaman dapat menghasilkan fitoaleksin jika tanaman tersebut
mendapatkan cekaman.Cekaman tersebut dapat berupa serangan ataupun
perlukaan pada sel tanaman. Sel tersebut akan merespon serangan dengan
mekanisme pertahanan, dan zat yang dihasilkan dari mekanisme pertahanan
tersebut merupakan fitoaleksin.
dinding sel ini, disebabkan oleh suatu serangan pathogen. Dinding sel
yang rusak dan terluka oleh karena aktivitas enzim hidrolisis dari serangan
pathogen.
b) Elisator eksogen, bisa berasal dari dinding jamur misalnya kitin, atau
glukan. Selain itu dapat berupa senyawa yang disintesis, misalnya protein
(enzim) (Salisburry & Ross.,1995).
Senyawa yang berperan dalam proses elisitasi disebut elisitor. Elisitor
mengaktifkan gen dalam tumbuhan yang mengkode enzim yang diperlukan untuk
sintesis fitoaleksin. Elisitor selain menginduksi pembentukan fitoaleksin juga
meningkatkan berbagai metabolit sekunder dan enzim lain. Pada kultur kalus dan
kultur sel penambahan elisitor juga dapat menginduksi senyawa metabolit
sekunder yang bukan fitoaleksin (Eilert et al., 1986).
Setiap tipe elisitor berdasarkan karakteristiknya masing-masing dapat
menginduksi respon spesifik yang tergantung pada interaksi kultur tumbuhan dan
elisitor.Elisitor biotik berasal dari makhluk hidup, dari patogen atau dari
tumbuhan itu sendiri.Elisitor abiotik berupa faktor fisik atau senyawa
kimia.Contoh elisitor abiotik berupa senyawa kimia contohnya yaitu asam salisilat
seperti elisitor asam salisilat yang digunakan pada jurnal penelitian Zayedo dan
Winka (2004) yang melaporkan bahwa pada kultur akar rambut B. suaveolens
yang diberi perlakuan elisitasi dengan menambahkan elisitor metiljasmonat,
kuersitin dan asam salisililat untuk mempelajari pembentukan alkaloida tropan di
antaranya hiosiamin. Perlakuan dengan elisitasi 200 m metil jasmonat
meningkatkan akumulasi hiosiamin sebanyak 25 kali.
Selain itu elisitor abiotik yaitu bias berasal dari senyawa anorganik dan
radiasi secara fisik seperti UV (ultraviolet), logam berat dan detergen
(Vasconsuelo & Boland. 2007). Salah satu pengaruh yang ditimbulkan oleh
elisitor adalah adanya depolarisasi sel tumbuhan yang berarti aktivasi saluran ion
endogen
oleh
elisitor.
Elisitor
juga
dapat
membentuk
pori
sehingga
memungkinkan ion menembus membran tanpa perlu terikat pada reseptor dan
aktivasi saluran ion (Kluasener & Weiler. 1999). Elisitasi dipengaruhi oleh
spesifikasi elisitor, konsentrasi elisitor yang ditambahkan dan kondisi kultur
(Vanconseulo & Boland 2007, Rhijwani & Shanks. 1998). Konsentrasi elisitor
elisitor terlalu banyak, justru akan mengurangi pertumbuhan sel, hal itu
disebabkan adanya pengaruh feedback inhibition
f) Membutuhkan senyawa spesifik untuk setiap metabolit sekunder
(Verpoorte et al,1994).
secara
eksogen,
misalnya
terjadi
infeksi
akibat
mikroba
patogen.Akibatnya dinding sel menjadi rusak lalu ada mekanisme dari fitoaleksin
untuk meregenerasi sel-sel yang rusak tersebut.
Metode elisitasi digunakan saat kita ingin memproduksi metabolit
sekunder yang menghasilkan fitoaleksin dan enzim spesifik penghasil metabolit
sekunder serta medium paling tepat sudah diketahui agar berhasil meningkatkan
2.
Beragam sistem kultur sel pada tanaman tidak memberikan metabolit yang
b.
timbul
karena
perlakuan
tersebut
kemungkinan
akan
terbentuknya senyawa baru yang tidak terdapat dalam tumbuhan asal (de
novo synthesis), akan tetapi umumnya memberikan hasil yang
menguntungkan. Jenis stress yang umum, misalnya kekurangan air
(draught), kekurangan cahaya, kekurangan nutrisi (mineral), suhu di atas
atau
di
bawah
optimal.
proses
biosintesis
atau
dengan
kata
lain
untuk
II.3 Imobilisasi
II.3.1 Pengertian
Imobilisasi adalah pembatasan mobilitas sel dalam ruang yang terbatas.
Imobilisasi sel sebagai biokatalis hampir secara umum digunakan pada imobilisasi
enzim. Imobilisasi sel mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan kultur
tersuspensi yaitu antara lain menghasilkan konsentrasi sel tinggi, sel dapat
digunakan kembali dan mengurangi biaya pemisahan sel, mengurangi sel yang
terbawa pada laju dilusi yang tinggi, kombinasi konsentrasi sel tinggi dan laju
aliran tinggi memungkinkan memperoleh produktivitas volumetris yang tinggi,
menguntungkan kondisi lingkungan mikro yaitu kontak antar sel, gradien produk
nutrisi, gradien pH untuk sel, menghasilkan unjuk kerja yang lebih baik sebagai
biokatalis (sebagai contoh, perolehan dan laju yang tinggi), memperbaiki stabilitas
genetik (pada beberapa kasus tertentu), melindungi sel dari kerusakan akibat
pergeseran (Shuler dan Kargi, 1992).
II.3.2 Keuntungan Teknik Imobilisasi
Keuntungan lain teknik imobilisasi adalah :
1)
2)
3)
4)
10
11
BAB III
PENUTUP
III.1 KESIMPULAN
Penggunaan Elisitasi dalam kultur jaringan tanaman, elisitasi merupakan
proses yang sebenarnya terjadi secara alami di alam. Dalam kultur jaringan
tanaman, penambahan elisitor dimaksudkan untuk meningkatkan produksi
metabolit sekunder dari tanaman tersebut.
III.2 SARAN
Untuk meningkatkan produktivitas kultur akar berambut ini dapat
dilakukan salah satunya adalah dengan cara elisitasi menggunakan elisitor pada
sel tumbuhan dengan tujuan untuk menginduksi dan meningkatkan pembentukan
metabolit sekunder.
12
DAFTAR PUSTAKA
Balandrin & Klocke,. (1988). Medicinal, Aromatic and Industrial Materials from Plants.
Biotechnology in Agricultuer and Forestry 4.Ed.Bajaj,Y.P.S. Berlin: Springer
Verlag, 3-29
Collin HA, Edwards S. 1998. Plant Cell Culture.UK : BIOS Scientific Publisher. Hlm
103- 112
Couto, S.R, Sanroman, M.A., Hofer, D., Gbitz, G.M. (2004), Production of Laccase
by Trametes hirsuta Grown
in an immersion Bioreactor and its Application in The Docolorization of Dyes
from a Leather Factory, Engineering in Life Science, 4, hal. 233-238.
Eilert U, Constabel F, Kurz WGW.1986. Elicitor- Stimulation of Monoterpene Indole
Alkaloids Formation in Suspension Culture of Catharanthus roseus. Journal of
Plant Physiology 126: 11-22.
Habibah NA. 1995. Kandungan Alkaloid Senesionin dalam Kultur Suspensi Agregat Sel
Crotalaria anagyroides H.B.K. Skripsi. Bandung: Institut Teknologi Bandung.
Mattel, SH.dan H. Smith. 1993. Cultural factor that influence secondary metabolites
accumulation in plant cell and tissue cultures. Dalam : Plant Biotecnology. S.H.
Mattel & H.Smith (Eds).CambridgeUniversity. London. P. 75-102
Shuler, M.L., Kargi, F. (1992), BIOPROCESS ENGINEERING : Basic Concepts,
Prentice-Hall International,
13
S.H.,
Hardiyati,
E.,
Wisjnuprapto,
(2000),
Karakterisasi
Aktivitas
14