Anda di halaman 1dari 18

Obat Anti Psikotik

Oleh :
Nik Ahmad Fadhil N.M.H. 1301-1207-3055
Penguji :
HM Zainie Hassan AR, dr., SpKJ (K)
Tanggal : 24 April 2009

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA


RUMAH SAKIT Dr. HASAN SADIKIN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
BANDUNG
2009

OBAT ANTI PSIKOTIK

Pengertian psikotropik menurut WHO adalah obat yang bekerja pada atau
mempengaruhi fungsi psikis, kelakuan atau pengalaman. Psikofarmakologi berkembang
dengan pesat sejak ditemukannya alkaloid Rauwolfia dan klorpromazin yang ternyata
efektif untuk mengobati kelainan psikiatrik. Berbeda dengan pengobatan antibiotik,
pengobatan dengan psikotropik bersifat simtomatik dan lebih didasarkan pada
pengetahuan empirik.
Berdasarkan penggunaan klinik, psikotropik dibagi menjadi 4 golongan, yaitu :
1. Anti psikosis
2. Anti ansietas
3. Anti depresan
4. Psikotogenik
Neuroleptik bermanfaat pada terapi psikosis akut maupun kronis. Ciri terpenting
obat neuroleptik ialah :

Berefek anti psikosis, yaitu berguna untuk mengatasi agresivitas, hiper


aktivitas dan labilitas emosional pada pasien psikosis.

Dosis besar tidak menyebabkan koma yang dalam ataupun anesthesia.

Dapat menimbulkan gejala ekstra piramidal yang reversible atau


ireversibel.

Tidak ada kecenderungan untuk menimbulkan ketergantungan psikis atau


fisik.

Obat-obat neuroleptika juga disebut tranquilizer mayor, obat anti psikotik atau
obat anti skizofren, karena terutama digunakan dalam pengobatan skizofrenia tetapi juga
efektif untuk psikotik lain, seperti keadaan manik atau delirium. Obat-obat anti psikotik
ini terbagi atas dua golongan besar, yaitu :
I.

Obat anti psikotik tipikal


1. Phenothiazine

Rantai aliphatic

: CHLORPROMAZINE
LEVOMEPROMAZINE
2

Rantai piperazine

: PERPHENAZINE
TRIFLUOPERAZINE
FLUPHENAZINE

II.

Rantai piperidine

: THIORIDAZINE

2. Butyrophenone

: HALOPERIDOL

3. diphenyl-butyl-piperidine

: PIMOZIDE

obat anti psikotik atipikal


1. Benzamide

: SULPIRIDE

2. Dibenzodiazepine

CLOZAPINE
OLANZAPINE
QUETIAPINE

3. Benzisoxazole

: RISPERIDON

Obat-obat neuroleptika tipikal (tradisional) adalah inhibitor kompetitif pada


berbagai reseptor, tetapi efek anti psikotiknya mencerminkan penghambatan kompetitif
dari reseptor dopamin. Obat-obat ini berbeda dalam potensinya tetapi tidak ada satu
obatpun yang secara klinik lebih efektif dari yang lain. Sedangkan obat-obat neuroleptika
atipikal yang lebih baru, disamping berafinitas terhadap Dopamine D2 Receptors juga
terhadap Serotonin 5 HT2 Receptors.
Obat neuroleptika bukan untuk pengobatan kuratif dan tidak menghilangkan
gangguan pemikiran yang fundamental, tetapi sering memungkinkan pasien psikotik
berfungsi dalam lingkungan yang suportif.
Farmakokinetik
Obat-obat anti psikotik dapat diserap pada pemberian peroral, dan dapat
memasuki sistem saraf pusat dan jaringan tubuh yang lain karena obat anti psikotik
adalah lipid-soluble. Kebanyakan obat-obatan antipsikotik bisa diserap tapi tidak
seluruhnya. Obat-obatan ini juga mengalami first-pass metabolism yang signifikan. Oleh
karena itu, dosis oral chlorpromazine and thioridazine mempunyai availability sistemik
25 35%. Haloperidol dimetabolisme lebih sedikit, dengan availability sistemik rata-rata
65%. Kebanyakan obat antipsikotik bergabung secara intensif dengan protein plasma (92

99%) sewaktu distribusi dalam dalam darah. Volume distribusi obat-obatan ini juga
besar, biasanya lebih dari 7L/kg.
Obat-obatan ini memerlukan metabolisme oleh hati sebelum eliminasi dan
mempunyai waktu paruh yang lama dalam plasma sehingga memungkinkan once-daily
dosing. Walaupun setengah metabolit tetap aktif, seperti 7-hydroxychloropromazine dan
reduced haloperidol, metabolit dianggap tidak penting dalam efek kerja obat tersebut.
Terdapat satu pengecualian, yaitu mesoridazine, yang merupakan metabolit utama
thioridazin, lebih poten dari senyawa induk dan merupakan kontributor utama efek obat
tersebut. Sediaan dalam bentuk parenteral untuk beberapa agen, seperti fluphenazine,
thioridazine dan haloperidol, bisa dipakai untuk terapi inisial yang cepat.
Sangat sedikit obat-obatan psikotik yang diekskresi tanpa perubahan. Obat-obatan
tersebut hampir dimetabolisme seluruhnya ke substansi yang lebih polar. Waktu paruh
eliminasi (ditentukan oleh clearance metabolic) bervariasi, bisa dari 10 sampai 24 jam.
Mekanisme kerja
Secara umum, terdapat beberapa hipotesis tentang cara kerja antipsikotik, yang
dapat digolongkan berdasarkan jalur reseptor dopamin atau reseptor non-dopamine.
Hipotesis dopamin untuk penyakit psikotik mengatakan bahwa kelainan tersebut
disebabkan oleh peningkatan berlebihan yang relatif dalam aktifitas fungsional
neurotransmiter dopamin dalam traktus tertentu dalam otak. Hipotesis ini berlandaskan
observasi berikut:

Sebagian besar obat antipsikotik memblok reseptor postsinaps pada SSP, terutama
pada sistem mesolimbik-frontal.

Penggunaan obat yang meningkatkan aktivitas dopamin, seperti levodopa


(prekursor dopamin), amfetamin (merangsang sekresi dopamin), apomorfin
(agonis langsung reseptor dopamin) dapat memperburuk skizofrenia ataupun
menyebabkan psikosis de novo pada pasien.

Pemeriksaan dengan positron emission tomography (PET) menunjukkan bahwa


terjadi peningkatan reseptor dopamin pada pasien skizofrenia (baik yang
menjalani terapi ataupun tidak) bila dibandingkan dengan orang yang tidak
menderita skizofrenia.

Pada pasien skizofrenia yang terapinya berhasil, telah ditemukan perubahan


jumlah homovallinic acid (HVA) yang merupakan metabolit dopamin, pada cairan
serebrospinal, plasma, dan urin.

Telah ditemukan peningkatan densitas reseptor dopamin dalam region tertentu di


otak penderita skizofren yang tidak diobati. Pada pasien sindroma Tourette, tic
klinis lebih jelas jika jumlah reseptor D2 kaudatus meningkat.

Hipotesis dopamin untuk penyakit skizofren tidak sepenuhnya memuaskan karena obatobatan antipsikotik hanya sebagian yang efektif pada kebanyakan pasien dan obat-obatan
tertentu yang efektif mempunyai afinitas yang jauh lebih tinggi untuk reseptor-reseptor
selain reseptor D2.
Lima reseptor dopamin yang berbeda telah ditemukan, yaitu D1 D5. Setiap satu
reseptor dopamin adalah berpasangan dengan protein G dan mempunyai tujuh domain
transmembran. Reseptor D2, ditemukan dalam kaudatus-putamen, nukleus accumbens,
kortek serebral dan hipotalamus, berpasangan secara negatif kepada adenyl cyclase. Efek
terapi relatif untuk kebanyakan obat-obatan antipsikotik lama mempunyai korelasi
dengan afinitas mereka terhadap reseptor D2. Akan tetapi, terdapat korelasi dengan
hambatan reseptor D2 dan disfungsi ekstrapiramidal.
Beberapa antipsikotik yang lebih baru mempunyai afinitas yang lebih tinggi
terhadap reseptor-reseptor selain reseptor D2. Contohnya, tindakan menghambat alfaadrenoseptor mempunyai korelasi baik dengan efek antipsikotik kebanyakan obat baru
ini. Inhibisi reseptor serotonin (S) juga merupakan cara kerja obat-obatan antipsikotik
baru ini. Clozapin, satu obat yang mempunyai tindakan menghambat reseptor D 1, D4, 5HT2, muskarinik dan alfa-adrenergik yang signifikan, mempunyai afinitas yang rendah
terhadap reseptor D2. Kebanyakan obat-obatan atipikal yang baru (seperti olanzapin,
quetiapin, resperidon dan serindole) mempunyai afinitas yang tinggi terhadap reseptor 5HT2A, walaupun obat-obat tersebut juga bisa berinteraksi dengan reseptor D2 atau reseptor
lainnya. Kebanyakan obat atipikal ini menyebabkan disfungsi ekstrapiramidal yang
kurang kalau dibandingkan dengan obat-obatan standar.

Efek kerja
Penghambatan reseptor dopamin adalah efek utama yang berhubungan dengan
keuntungan terapi obat-obatan antipsikotik lama. Terdapat beberapa jalur utama dopamin
diotak, antara lain :
1. Jalur dopamin nigrostriatal
Jalur ini berproyeksi dari substansia nigra menuju ganglia basalis. Fungsi jalur
nigrostriatal adalah untuk mengontrol pergerakan. Bila jalur ini diblok, akan terjadi
kelainan pergerakan seperti pada Parkinson yang disebut extrapyramidal reaction
(EPR). Gejala yang terjadi antara lain akhatisia, dystonia (terutama pada wajah dan
leher), rigiditas, dan akinesia atau bradikinesia.
2. Jalur dopamin mesolimbik
Jalur ini berasal dari batang otak dan berakhir pada area limbic. Jalur dopamin
mesolimbik terlibat dalam berbagai perilaku, seperti sensasi menyenangkan, euphoria
yang terjadi karena penyalahgunaan zat, dan jika jalur ini hiperaktif dapat
menyebabkan delusi dan halusinasi. Jalur ini terlibat dalam timbulnya gejala positif
psikosis.
3. Jalur dopamin mesokortikal
Jalur ini berproyeksi dari midbrain ventral tegmental area menuju korteks limbic.
Selain itu jalur ini juga berhubungan dengan jalur dopamine mesolimbik. Jalur ini
selain mempunyai peranan dalam memfasilitasi gejala positif dan negative psikosis,
juga berperan pada neuroleptic induced deficit syndrome yang mempunyai gejala
pada emosi dan sistem kognitif.
4. Jalur dopamin tuberoinfundibular
Jalur ini berasal dari hypothalamus dan berakhir pada hipofise bagian anterior. Jalur
ini bertanggung jawab untuk mengontrol sekresi prolaktin, sehingga kalau diblok
dapat terjadi galactorrhea.

Tindakan-tindakan penghambatan relatif pada reseptor oleh obat-obatan antipsikotik


terdapat pada tabel berikut.
Tindakan penghambatan relatif pada reseptor oleh obat-obatan neuroleptik
Obat
Kebanyakan
phenothiazin
e
dan
thioxanthene
Thiordazine
Haloperidol
Clozapin
Molindone
Olazapin
Quetiapin
Risperidon
Sertindole

D2
++

D4
-

Alfa1
++

5-HT2
+

M
+

H1
+

++
+++
++
+
+
++
++

++
-

++
+
++
+
+
+
+
+

+
++
++
++
++
+++

+++
++
+
+
+
+
-

+
+
+
+
+
+
-

INDIKASI PENGGUNAAN
Gejala sasaran antipsikosis (target syndrome) : SINDROM PSIKOSIS, yaitu :

Hendaya berat dalam kemampuan daya menilai realitas (reality testing ability),
bermanifestasi dalam gejala : kesadaran diri (awareness) yang terganggu, daya
nilai norma sosial (judgement) terganggu, dan insight terganggu.

Hendaya berat dalam fungsi-fungsi mental, bermanifestasi dalam gejala :


gangguan asosiasi pikiran (inkoherensi), isi pikiran yang tidak wajar (waham),
gangguan persepsi (halusinasi), gangguan perasaan (tidak sesuai dengan situasi),
dan perilaku yang aneh atau tidak terkendali (disorganized).

Hendaya berat dalam fungsi kehidupan sehari-hari, bermanifestasi dalam gejala :


tidak mampu bekerja, hubungan sosial dan melakukan kegiatan rutin.

Sindroma psikosis dapat terjadi pada :


- Sindrom psikosis fungsional

: Skizofrenia, psikosis paranoid, psikosis afektif,


psikosis reaktif singkat, dll.

- Sindrom psikosis organik

: delirium, dementia, intoksikasi alkohol, dll.

Penggunaan obat antipsikosis


Pengobatan skizofrenia
Antipsikosis merupakan satu-satunya pengobatan efektif untuk skizofrenia. Tetapi
tidak semua pasien responsif dan normalisasi tingkah laku yang komplit jarang dicapai.
Antipsikosis tradisional (tipikal) paling efektif dalam pengobatan gejala skizofrenia yang
positif (delusi, halusinasi, dan gangguan pemikiran). Obat-obat baru dengan aktifitas
penghambat serotonin (atipikal) efektif untuk pasien-pasien yang resisten dengan obat
tradisional, terutama pengobatan dengan gejala negatif dari skizofrenia (menarik diri,
emosi buntu, kemunduran dalam komunikasi dengan orang lain.
Klorpromazin (CPZ) berefek antipsikosis dan bersifat sedasi. Indikasi utama
fenotiazin adalah skizofrenia, dengan gangguan psikosis. Gejala psikosis yang
dipengaruhi oleh fenotiazin dan antipsikosis lain adalah ketegangan, hiperaktivitas,
combativeness, hostality, halusinasi, delusi akut, susah tidur, anoreksia, perhatian diri
yang buruk, negativisme dan kadang-kadang mengatasi sifat menarik diri. Sedangkan
pengaruh fenotiazin kurang terhadap insight, judgement, daya ingat dan orientasi.
Butirofenon diantaranya adalah haloperidol berguna untuk menenangkan keadaan
mania penderita psikosis yang karena hal tertentu tidak dapat diberi fenotiazin.

Buirofenon merupakan obat pilihan untuk mengobati sindrom Gilles de la Tourette, suatu
kelainan neurologik yang ditandai dengan kejang otot hebat, menyeringai (grimacing)
dan explosive utterances of foul expletives (koprolalia, mengeluarkan kata-kata jorok).
Dibenzodiazepin bersifat atipikal, diantaranya klozapin efektif untuk mengontrol
gejala-gejala psikosis dan skizofrenia baik yang positif (iritabilitas) maupun yang negatif
(social disinterest, incompetence, dan personal neatness).
Pemberian antipsikosis sangat memudahkan perawatan pasien. Walaupun
antipsikosis sangat bermanfaat untuk mengatasi gejala psikosis akut, namun penggunaan
antipsikosis saja tidak cukup untuk merawat pasien psikotik. Perawatan, perlindungan
dan dukungan mental-spiritual terhadap pasien sangatlah penting.

Pencegahan mual dan muntah yang hebat


Antipsikosis (umumnya proklorperazin) berguna untuk pengobatan mual akibat
obat. Semua antipsikosis kecuali mesoridazin, molindon, tioridazin, dan klozapin
mempunyai efek antiemetik.
Domperidon diindikasikan untuk mengatasi mual dan muntah, efek obat ini secara
klinis sangat mirip metoklopramid, yaitu mencegah refluks esofagus berdasarkan efek
peningkatan tonus sfingter bagian bawah.
Penggunaan lain
Antipsikosis dapat digunakan sebagai tranquilizer untuk mengatur tingkah laku
yang agitatif dan disruptif. CPZ merupakan obat terpilih untuk pengobatan cegukan yang
menetap yang berlangsung berhari-hari dan sangat mengganggu. Prometazin digunakan
untuk pengobatan pruritus karena sifat-sifat antihistaminnya.
Apabila antipsikosis tertentu tidak memberikan respon klinis dalam dosis yang
sudah optimal setelah jangka waktu yang memadai, dapat diganti dengan antipsikosis lain
(sebaiknya dari golongan yang tidak sama), dengan dosis ekuivalennya, dimana profil
efek samping belum tentu sama.

Apabila dalam riwayat penggunaan antipsikosis sebelumnya, jenis antipsikosis


tertentu yang sudah terbukti efektif dan ditolerir dengan baik efek sampingnya, dapat
dipilih kembali untuk pemakaian sekarang.
SEDIAAN ANTIPSIKOSIS dan DOSIS ANJURAN
No Nama Generik
Nama Dagang
Sediaan
1
Chlorpromazine
LARGACTIL
Tab. 25 mg, 100 mg
PROMACTIL
MEPROSETIL
ETHIBERNAL
Amp.25 mg/ml
2
Haloperidol
SERENACE
Tab. 0,5 mg, 1,5&5
mg
Liq. 2 mg/ml
HALDOL
Amp. 5 mg/ml
GOVOTIL
Tab. 0,5 mg, 2 mg
LODOMER
Tab. 2 mg, 5 mg
HALDOL DECATab. 2 mg, 5 mg
NOAS
Amp. 50 mg/ml
3
Perphenazine
TRILAFON
Tab. 2 mg, 4&8 mg
4
Fluphenazine
ANATENSOL
Tab. 2,5 mg, 5 mg
FluphenazineMODECATE
Vial 25 mg/ml
decanoate
5
Levomepromazine NOZINAN
Tab.25 mg
Amp. 25 mg/ml
6
Trifluoperazine
STELAZINE
Tab. 1 mg, 5 mg
7
Thioridazine
MELLERIL
Tab. 50 mg, 100 mg
8
Sulpiride
DOGMATIL
Tab. 200 mg
FORTE
Amp. 50 mg/ml
9
Pimozide
ORAP FORTE
Tab. 4 mg
10 Risperidone
RISPERDAL
Tab. 1,2,3 mg
NERIPROS
Tab. 1,2,3 mg
NOPRENIA
Tab. 1,2,3 mg
PERSIDAL-2
Tab. 2 mg
RIZODAL
Tab. 1,2,3 mg
11 Clozapine
CLOZARIL
Tab. 25 mg, 100 mg
12 Quetiapine
SEROQUEL
Tab. 25 mg, 100 mg,
200 mg
13 Olanzapine
ZYPREXA
Tab. 5 mg, 10 mg
PENGATURAN DOSIS
Dalam pengaturan dosis perlu mempertimbangkan :
- Onset efek primer (efek klinis)

: sekitar 2 4 minggu

10

Dosis Anjuran
150-600 mg/h

5-15 mg/h

50 mg / 2-4
minggu
12-24 mg/h
10-15 mg/h
25 mg / 2-4
minggu
25-50 mg/h
10-15 mg/h
150-600 mg/h
300-600 mg/h
2-4 mg/h
Tab 2-6 mg/h

25-100 mg/h
50-400 mg/h
10-20 mg/h

Onset efek sekunder (efek samping)


- Waktu paruh

: sekitar 2 6 jam
: 12 24 jam (pemberian obat 1-2 x perhari)

- Dosis pagi dan malam dapat berbeda untuk mengurangi dampak dari efek samping
(dosis pagi kecil, dosis malam lebih besar) sehingga tidak begitu mengganggu kualitas
hidup pasien.
Pengobatan dimulai dengan dosis awal sesuai dengan dosis anjuran
dinaikkan setiap 2 3 hari
sampai mencapai dosis efektif (mulai timbul peredaan Sindrom Psikosis)
dievaluasi setiap 2 minggu dan bila perlu dinaikkan
dosis optimal
dipertahankan sekitar 8 12 minggu (stabilisasi)
diturunkan setiap 2 minggu
dosis maintenance
dipertahankan 6 bulan sampai 2 tahun (diselingi drug holiday 1- 2 hari/minggu
tappering off (dosis diturunkan tiap 2 4 minggu)
stop

LAMA PEMBERIAN
Untuk pasien dengan serangan Sindrom Psikosis yang multi episode, terapi
pemeliharaan (maintenance) diberikan paling sedikit selama 5 tahun. Pemberian yang
cukup lama ini dapat menurunkan derajat kekambuhan 2,5 5 kali.
Efek antipsikosis secara relatif berlangsung lama, sampai beberapa hari setelah
dosis terakhir masih mempunyai efek klinis. Sehingga tidak langsung menimbulkan
kekambuhan setelah obat dihentikan, biasanya satu bulan kemudian baru gejala Sindrom
Psikosis kambuh kembali. Hal tersebut disebabkan metabolisme dan ekskresi obat sangat
lambat, metabolit-metabolit masih mempunyai keaktifan antipsikosis.
Pada umumnya pemberian antipsikosis sebaiknya dipertahankan selama 3 bulan
sampai 1 tahun setelah semua gejala psikosis mereda sama sekali. Untuk Psikosis

11

Reaktif Singkat penurunan obat secara bertahap setelah hilangnya gejala dalam kurun
waktu 2 minggu 2 bulan.
Antipsikosis tidak menimbulkan gejala lepas obat yang hebat walaupun diberikan
dalam jangka waktu lama, sehingga potensi ketergantungan obat kecil sekali. Pada
penghentian yang mendadak dapat timbul gejala Cholinergic Rebound, yaitu :
gangguan lambung, mual, muntah, diare, pusing, gemetar, dll. Keadaan ini akan mereda
dengan pemberian anticholinergic agent (injeksi Sulfas Atropin 0,25 mg (IM), tablet
Trihexyphenidyl 3 x 2 mg/h).
Oleh karena itu, pada penggunaan bersama antipsikosis + antiparkinson, bila
sudah tiba waktu penghentian obat, antipsikosis dihentikan lebih dahulu, kemudian baru
menyusul obat antiparkinson yang dihentikan.
Pada penggunaan parenteral, antipsikosis long-acting (Fluphenazine Decanoate
25 mg/ml atau Haloperidol Decanoas 50 mg/ml, IM, untuk 2 4 minggu) sangat berguna
untuk pasien yang tidak mau atau sulit teratur makan obat ataupun yang tidak efektif
terhadap medikasi oral.
Sebaiknya sebelum penggunaan parenteral diberikan per oral dahulu beberapa
minggu untuk melihat apakah terdapat efek hipersensitivitas.
Dosis mulai dengan ml setiap 2 minggu pada bulan pertama, kemudian baru
ditingkatkan menjadi 1 ml setiap bulan.
Pemberian antipsikosis long-acting hanya untuk terapi stabilisasi dan
pemeliharaan (maintenance therapy) terhadap kasus Skizofrenia. 15-25% kasus
menunjukkan toleransi yang baik terhadap efek samping ekstrapiramidal.

PEMILIHAN SEDIAAN
Pemilihan antipsikosis dapat didasarkan atas struktur kimia serta efek farmakologi
yang menyertai. Mengingat perbedaan antargolongan antipsikosis lebih nyata daripada
perbedaan masing-masing obat dalam golongannya, maka cukup dipilih salah satu obat
dari satu golongan saja. Pedoman terbaik dalam memilih obat secara individual ialah
riwayat respon pasien terhadap obat.

12

Kecenderungan pengobatan saat ini ialah meninggalkan antipsikosis berpotensi


rendah misalnya CPZ dan tioridazin, kearah penggunaan obat berpotensi tinggi, misalnya
tiotiksen, haloperidol dan flufenazin.
Pedoman pemilihan antipsikosis adalah sebagai berikut :
1. Bila resiko tidak diketahui atau tidak ada komplikasi yang tidak diketahui
sebelumnya, maka pilihan jatuh pada fenotiazin berpotensi tinggi.
2. Bila kepatuhan penderita menggunakan obat tidak terjamin, maka pilihan jatuh
pada flufenazin oral dan kemudian tiap 2 minggu diberikan suntikan flufenazin
enantat atau dekanoat.
3. Bila penderita mempunyai riwayat penyakit kardiovaskular atau stroke, sehingga
hipotensi merupakan hal yang membahayakan, maka pilihan jatuh pada fenotiazin
piperazin, atau haloperidol.
4. Bila karena alasan usia atau faktor penyakit, terdapat resiko efek samping
ekstrapiramidal yang nyata, maka pilihan jatuh pada tioridazin.
5. Tioridazin tidak boleh digunakan apabila terdapat gangguan ejakulasi.
6. Bila efek sedasi berat perlu dihindari, maka pilihan jatuh pada haloperidol atau
fenotiazin piperazin.
7. Bila penderita memiliki kelainan hepar atau cenderung menderita ikterus,
haloperidol merupakan obat yang paling aman pada stadium awal pengobatan.
Apabila antipsikosis tertentu tidak memberikan respon klinis dalam dosis yang
sudah optimal setelah jangka waktu yang memadai, dapat diganti dengan antipsikosis lain
(sebaiknya dari golongan yang tidak sama), dengan dosis ekuivalennya, dimana profil
efek samping belum tentu sama.
Apabila dalam riwayat penggunaan antipsikosis sebelumnya, jenis antipsikosis
tertentu yang sudah terbukti efektif dan ditolerir dengan baik efek sampingnya, dapat
dipilih kembali untuk pemakaian sekarang.
EFEK SAMPING DAN PENANGANAN
1. KLORPROMAZIN DAN DERIVAT FENOTIAZIN

13

Efek samping
Batas keamanan CPZ cukup lebar, sehingga obat ini cukup aman. Efek samping
umumnya merupakan perluasan efek farmakodinamiknya. Gejala idiosinkrasi
mungkin timbul, berupa ikterus, dermatitis dan leukopenia. Reaksi ini disertai
eosinofilia dalam darah perifer.
Efek endokrin
CPZ menghambat ovulasi dan menstruasi, juga menghambat sekresi ACTH. Hal ini
dikaitkan dengan efeknya terhadap hipotalamus.
Semua fenotiazin, kecuali klozapin menimbulkan hiperprolaktinemia lewat
penghambatan efek sentral dopamin.
Kardiovaskular
Dapat menimbulkan hipotensi berdasarkan :

Refleks presor yang penting untuk mempertahankan tekanan darah yang


dihambat oleh CPZ.

Berefek bloker

Menimbulkan efek inotropik negatif pada jantung

Toleransi dapat timbul terhadap efek hipotensif CPZ


Neurologik
Dapat menimbulkan gejala ekstra piramidal seperti parkinsonisme pada dosis
berlebihan. Dikenal 6 gejala sindrom neuroleptik yang karakteristik pada obat ini,
empat diantaranya terjadi sewaktu obat diminum, yaitu distonia akut, akatisia,
parkinsonisme dan sindroma neuroleptik malignant, sedangkan dua gejala lain timbul
setelah pengobatan berbulan-bulan sampai bertahun-tahun, berupa tremor perioral
dan diskinesia tardif.
2. BUTYROPHENONE
Efek samping dan intoksikasi
Menimbulkan reaksi ekstra pyramidal terutama pada pasien usia muda. Dapat terjadi
depresi akibat reversi keadaan mania atau sebagai efek samping. Leukopenia dan
agranulositosis ringan dapat terjadi. Haloperidol sebaiknya tidak diberikan pada
wanita hamil.
14

Susunan saraf pusat


Haloperidol menenangkan dan menyebabkan tidur pada orang yang mengalami
eksitasi, menurunkan ambang rangsang konvulsif, menghambat sistem dopamin dan
hypothalamus, juga menghambat muntah yang ditimbulkan oleh apomorfin.
Sistem saraf otonom
Dapat menyebabkan pandangan kabur. Obat ini menghambat aktifitas reseptor yang
disebabkan oleh amin simpatomimetik.
Sistem kardiovaskular dan respirasi
Menyebabkan hipotensi, takikardi, dan dapat menimbulkan potensiasi dengan obat
penghambat respirasi.
Efek endokrin
Menyebabkan galaktore
3. DIBENZODIAZEPIN
Efek samping dan intoksikasi
Agranulositosis merupakan efek samping utama pada pengobatan dengan klozapin.
Gejala ini timbul paling sering 6-18 minggu setelah pemberian obat, dengan resiko
1,2% pada penggunaan setelah 4 minggu. Penggunaan obat ini tidak boleh lebih dari
6 minggu kecuali bila terlihat ada perbaikan. Dapat pula terjadi hipertermia,
takikardia, sedasi, pusing kepala, hipersalivasi, kantuk, letargi, koma, disorientasi,
delirium, depresi pernapasan, aritmia dan kejang.

EFEK SAMPING DAN EFEK ANTIEMETIK OBAT ANTIPSIKOSIS


OBAT ANTI PSIKOSIS

A. DERIVAT FENOTIAZIN
1. Senyawa dimetilaminopropil :
Klorpromazin
Promazin
Triflupromazin
2. Senyawa piperidil :
Mepazin

EFEK
EKSTR
APIRA
MIDAL

EFEK
ANTIE
METIK

EFEK
SEDATIF

EFEK
HIPOTE
NSIF

++
++
+++

++
++
+++

+++
++
+++

++
+++
+

++

++

+++

++

15

Tioridazin
3. Senyawa piperazin :
Asetofenazin
Karfenazin
Flufenazin
Perfenazin
Proklorperazin
Trifluoperazin tiopropazat
B. NON-FENOTIAZIN
Klorprotiksen
C. BUTYROPHENONE
Haloperidol

++

++

++
+++
+++
+++
+++
+++

++
+++
+++
+++
+++
+++

+
++
++
+
++
++

+
++
+
+
+
+

++

++

+++

++

+++

+++

EFEK SAMPING NEUROLOGIK OBAT NEUROLEPTIK


EFEK

GAMBARAN
KLINIS

Distonia akut

Spasme
otot
lidah,
wajah,
leher, punggung ;
dapat menyerupai
bangkitan ; bukan
histeria

1-5 hari

Belum
diketahui

Akatisia

Ketidaktenangan,
motorik, bukan
ansietas
atau
agitasi

5-60 hari

Belum
diketahui

Parkinsonisme

Bradikinesia,
rigiditas, macammacam tremor,
wajah
topeng,
suffling gait
Katatonik, stupor,
demam, tekanan
darah tidak stabil,
mioglobinemia,;
dapat fatal

5-30 hari

Antagonisme
dengan
dopamin

Bermingguminggu, dapat
bertahan
beberapa hari
setelah obat
dihentikan

Ada kontribusi
antagonisme
dengan
dopamin

Sindroma
malignan

Tremor perioral Tremor perioral


(sindroma
(mungkin sejenis
kelinci)
perkinsonisme
yang
dating

WAKTU
MEKANISME
RESIKO
MAKSIMAL

Setelah
Belum
berbulandiketahui
bulan
atau
bertahun-

16

PENGOBATAN
Dapat diberikan
berbagai
pengobatan, obat
anti
Parkinson
bersifat
diagnostik
dan
kuratif
Kurangi
dosis
atau ganti obat;
obat
anti
Parkinson,
benzodiazepin,
atau propanolol
Obat
anti
Parkinson
menolong
Hentikan
neuroleptik
segera; dantrolene
atau bromokriptin
dapat menolong;
obat
anti
Parkinson lainnya
tidak efektif
Obat
antiparkinson
sering menolong

terlambat)
pengobatan
Diskinesia tardif Diskinesia mulutwajah;
koreoatetosis
atau
distonia
meluas

tahun
Setelah
Diduga
berbulankelebihan
bulan
atau dopamin
bertahuntahun
(memburuk
dengan
penghentian)

: Sulit
dicegah,
efek pengobatan tidak
memuaskan

Efek samping yang ireversibel seperti tardif diskinesia (gerakan berulang


involunter pada lidah, wajah, mulut/rahang dan anggota gerak dimana saat tidur gejala
menghilang) yang timbul akibat pemakaian jangka panjang dan tidak terkait dengan
besarnya dosis. Bila gejala tersebut timbul maka obat anti psikotik perlahan-lahan
dihentikan, bias dicoba pemberian Reserpine 2,5 mg/h (dopamine depleting agent).
Penggunaan L-dopa dapat memperburuk keadaan. Obat anti psikotik hampir tidak pernah
menimbulkan kematian sebagai akibat overdosis atau keinginan untuk bunuh diri.

DAFTAR PUSTAKA
1. Ganiswarna SG, Setiabudy R, Suyatna FD, Purwantyastuti, Nafrialdi.
Farmakologi dan Terapi. Edisi 4. Jakarta: Bagian Farmakologi Fakultas
Kedokteran- Universitas Indonesia; 1995.
2. Kaplan HI, Sadock BJ. Kaplan and Saddocks Synopsis of Psychiatry: Behavioral
Science/ Clinical Psychiatry. 8th ed. Maryland: William & Wilkins; 1998.
3. Katzung BG. Basic & Clinical Pharmacology. 8th ed. New York: McGraw-Hill;
2001.

17

4. Maslim R, Panduan Praktis Penggunaan Klini, Obat Psikotropik. Edisi 3. Jakarta:


2001.
5. Mycek MJ, Harvey RA, Champe PC. Lippincotts Illustatrated Reviews:
Pharmacology. 2nd ed. Philadelphia: Lippincott Williams&Wilkins; 2000.
6. Ganiswarna SG, Setiabudy R, Suyatna FD, Purwantyastuti, Nafrialdi.
Farmakologi dan Terapi. Edisi 4. Jakarta: Bagian Farmakologi Fakultas
Kedokteran- Universitas Indonesia; 1995.

18

Anda mungkin juga menyukai