Anda di halaman 1dari 3

Makalah Akhir Pragmatik

Vici Alfanani P
1006741803
Tindak Tutur Mengkritik Warga Negara Asing
Situasi Tuturan
Seorang pembawa acara reality show Bule on Blades, warga negara Australia datang ke sebuah
penginapan di Ngawi, Jawa Timur untuk menginap bersama kamerawannya. Akan tetapi, hanya ada satu
kamar yang tersisa dan pembawa acara itu tetap ingin memesannya. Pemilik penginapan tersebut
mensyaratkannya untuk menunjukkan surat nikah karena presenter tersebut berjenis kelamin perempuan,
sedangkan sang kamerawan berjenis kelamin laki-laki. Menurutnya, alasan ibu tadi tidak masuk akal dan
tidak diatur dalam undang-undang. Dia beralasan bahwa alasan tersebut tidak cukup kuat untuk menolak
mereka yang saat itu sangat kelelahan dan kurang tidur. Saat itu, kamerawan merekam kejadian tersebut.
Pemilik penginapan berusaha menjelaskan, tetapi setiap kali warga asing tersebut tidak puas dengan
jawabannya, dia akan berbicara di depan kamera. Saat berbicara dan berargumen dengan pemilik
penginapan, dia menggunakan bahasa Indonesia, sedangkan ketika di depan kamera dia secara bergantian
berbicara dalam bahasa Inggris (sebagian besar) dan bahasa Indonesia. Terkadang, warga asing tersebut
mengumpat dalam bahasa Inggris di depan kamera.
Data
Karena keteratasan waktu penelitian, makalah ini hanya menganalisis tindak tutur mengkritik
warna negara Australia tersebut. Transkripsi monolog warna asing tersebut tidak disertakan. Video ini
diunduh dari Youtube dengan durasi 06.01. Data penelitian ini hanya mencakup dialog antara warga
negara asing dan pemilik penginapan yang dituturkan dalam bahasa Indonesia.
Kerangka Teoritis
Menurut Searle (1969), tindak tutur adalah satuan dasar atau terkecil di dalam komunikasi. Ketika
melakukan tindak tutur, penutur harus mempertimbangkan hal-hal seperti posisi petutur dalam
masyrarakat, tempat tuturan itu diungkapkan, dan tujuan tindak tutur diungkapkan. Menurut Austin
(1962) terdapat tiga hal di dalam tuturan yaitu lokusi, ilokusi, dan perlokusi. Ilokusi adalah perbuatan
yang dilakukan melalui tuturan. Salah satunya adalah mengkritik. Perlokusi adalah perbuatan yang
dilakukan dengan menuturkan sesuatu dan tuturan itu untuk menimbulkan pengaruh kepada petutur.

Fraser (1978) pemelajar bahasa asing tidak hanya mempelajari dan menguasai bunyi, tata, bahasa,
dan kosakata baru. akan tetapi, ia juga dituntut untuk menguasai kompetensi sosial seperti (1) mampu
memilih tuturan sesuai dengan konteks (rules of discourse), (2) kemampuan untuk memilih tuturan sesuai
dengan konteks (probability rules of occurrence), dan kemampuan untuk memilih strategi di dalam
komunikasi (communication strategies).
Mengkritik adalah salah satu kegiatan dalam komunikasi yang membutuhkan perhatian dan
kehati-hatian penutur untuk mengungkapkannya. Hal ini disebabkan oleh pengaruh kritik yang seringkali
negatif kepada penutur dan petutur. Setiap bahasa, yang dipengaruhi budaya penutur bahasa tersebut,
memiliki cara yang berbeda untuk mengkritik. Penutur bahasa Indonesia memiliki cara mengkritik yang
berbeda dengan penutur asli bahasa Inggris.
Terdapat tiga parameter yang digunakan yaitu kekuasaan, solidaritas, dan publik.
Tindak tutur dapat dibandingkan di dalam berbagai bahasa. Penelitian tersebut sering disebut
pragmatik antar bahasa (interlanguage pragmatics). Kasper dan Rose (1999: 82) menjelaskan bahwa
pragmatik antar bahasa adalah ilmu yang mengkaji bagaimana pengalihan dan perkembangan pragmatis
antar bahasa pertama dan bahasa asing yang sedang dipelajari. Dalam penelitian Blum-Kulka (1983), ia
menemukan bahwa setiap bahasa memiliki prosedur, realisasi kebahasaan, dan daya ilokusioner dari
strategi tindak tutur tidak langsung yang berbeda-beda. Kebudayaan mempengaruhi setiap bahasa dan
faktor sosial penutur bahasa.
Tindak tutur mengkritik merupakan tindak tutur ekspresif karena mengkritik berisi tuturan yang
mmenunjukkan sikap penutur terhadap hal yang telah dilakukan atau dikatakan petutur.
Mengkritik merupakan tindak tutur verdictive yang bertujuan untuk mengungkapkan
ketidakpuasan, ketidaksenangan, dan ketidaksetujuan penutur terhadap hal yang telah dilakukan atau telah
dikatakan orang lain. Austin.
Brown dan Levinson (1987) : tindak tutur mengkritik berpotensi untuk mengancam muka orang
lain. Oleh karena itu, setiap partisipan perlu melakukan strategi agar tidak mengancam muka partisipan
lain dan meyelamatkan muka rang lain.
Kesantunan menurut Trosborg (1995:27) adalah keinginan untuk melindungi citra diri. Penutur
harus menjaga muka dan citra diri petutur melalui beberapa strategi berdasarkan kekuasaan, jarak sosial,
dan tingkat pelanggaran yang terjadi.

Analisis
Situasi tutur yang dianalisis dalam makalah ini melibatkan dua partisipan yaitu warga negara
Australia berjenis kelamin perempuan dan pemilik penginapan yang juga berjenis kelamin perempuan.
Warga asing tersebut merupakan penutur Jati bahasa Inggris yang dapat berbahasa Indonesia, sedangkan
pemilik penginapan tersebut berasal dari etnis jawa, khususnya Jawa Timur. Penduduk di kota Ngawi
masih menggunakan bahasa Jawa yang halus dibandingkan kota-kota lain di Jawa Timur seperti Surabaya
dan Ponorogo karena daerahnya yang dekat dan berbatasan langsung dengan Propinsi Jawa Tengah.
Kebudayaan jawa di kota Ngawi juga masih kuat dipertahankan. Dengan demikian, dapat diasumsikan
bahwa tingkat kesantunan di kota tersebut masih tinggi.
Dalam menaggapi penutur B (warga negara asing) yang tidak terima dengan syarat yang
diajukan, Penutur A (pemilik penginapan) melanggar prinsip kesantuanan yaitu kesetujuan.
Dalam kondisi marah dan kesal, prinsip-prinsip kesantunan dilanggar oleh kedua partisipan.
di dalam situasi tutur tersebut adalah pembawa acara Bule on Blades yang merupakan seorang
warga negara Australia berjenis kelamin perempuan dan pemilik penginapan berjenis kelamin perempuan.
Berdasarkan ketiga parameter kekuasaan (K), solidaritas (S), dan Publik (P), hubungan mereka tidak
akrab (+K, -S, +P). Dalam hal ini, pemilik penginapan memiliki kekuasaan yang lebih tinggi
dibandingkan pengunjung yang ingin menginap di penginapan tersebut. Solidaritas tidak ada dalam
situasi tutur karena keduanya berasal dari suku bangsa, etnis, dan agama yang berbeda. Ruang publik
hadir dalam situasi tutur ini karena penginapan tersebut berada di ruang publik. Selain itu, kamerawan
acara reality show tersebut merekam tuturan kedua partisipan tersebut kemudian seseorang
mengunggahnya di Youtube, sehingga ruang publik kembali muncul. Ada tidaknya orang ketiga di dalam
situasi tutur.
Situasi tutur tersebut mungkin dihadiri atau tidak dihadiri oleh orang ketika yang ikut menyaksikan atau
mendengarkan kritik.
Kesimpulan

Anda mungkin juga menyukai