Anda di halaman 1dari 5

40

RS Marga Husada ; Standar Asuhan Keperawatan Penyakit Bedah

ASUHAN KEPERAWATAN
PASIEN OBSTRUKSI INTESTINAL
I. TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
Obstruksi intestinal (illeus) adalah gangguan penghantaran isi
usus yang terjadi ketika terjadi rintangan terhadap aliran normal
dari isi (Barbara C. Long, perawatan medikal Bedah, 1996).
B. Patofisiologi.
Ketika obstruksi saluran pencernaan terjadi, gelombang
peristaltik proximal meningkat pada daerah obstruksi dalam usaha
untuk menggerakkan isi dari daerah obstruksi. Gerakan peristaltik
ini menghasilkan suara perut dengan nada tinggi.
Ketika peristaltik berhenti, daerah usus yan terlibat akan
menjadi kembung dengan gas dan cairan. Dalam satu hari kurang
lebih 8 liter cairan dikeluarkan kedalam lambung dan usus halus.
Secara normal sebagian besar cairan ini di re absorbsi di dalam
kolon ketika peristaltik berhenti. Bagaimanapun akan banyak cairan
tertimbun/ tertahan di dalam lambung dan usus halus.
Cairan yang tertahan ini meningkatkan tekanan pada dinding
mukosa dan jika tidak dikeluarkan mengakibatkan iskemia,
nekrosis, invasi bakteri dan akhirnya menjadi peritonitis. Kehilangan
cairan menimbulkan shock hypovolemia dan dehidrasi. Kehilangan
sodium dan ion-ion klorida menyebabkan keluarnya potasium dari
sel, menyebabkan alkalosis hipokalemik.
Kembungnya abdomen akibat usus yang kembung, akan
menyebabkan ventilasi paru terganggu oleh tekanan pada
diafragma.
Tekanan pada kandung kemih dapat menyebabkan retensio urine.
Konstpasi terjadi pada obstruksi mekanik karena sebagian dari
faeses biasanya lewat daerah obstruksi.
Jika peristaltik berhennti sepenuhnya , seperti pada illeus
paralitik atau obstruksi organik yang komplit, maka tidak terjadi
defekasi sama sekali.

C. Etiologi
Penyebab obstruksi intestinal :
1. Faktor mekanik
a. Perengketan.
Perlengketan merupakan penyebab yang paling mungkin pada
obstruksi usus.

41
RS Marga Husada ; Standar Asuhan Keperawatan Penyakit Bedah

Perlengketan juga sering terjadi pada pasien post operasi perut, tetapi
apabila sebsb-sebsbnya tidak diketahui dapat menyebabkan suatu
keadaa yang lebih serius.
Iritasi yang terjadi setelah prosedur operasi dapat juga mempercepat
terjadinya perlengketan, jaringan ikat bekas luka akan menimbulkan
penyempitan dari usus.
Timbulnya perlengketan yang luar biasa, sangat mungkin untuk
terjadinya obstruksi.
b. Hernia.
Suatu hernia incarserata kadang-kadang bisa menjadi penyebab
obstruksi, tergantung kepada ukuran cincin hernia itu sendiri.
Pada hernia strangulasi selalu terjadi obstruksi karenausus tidak
berfungsi dimana suplai darah terhalang.
c. Volvulus.
Volvulus adalah terpelintirnya usus yang sering menimbulkan
terhentinya isi rongga usus. Hal ini bisa terjadi pada usus halus atau
usus besar, dan dapat kembali tanpa tindakan operasi, apabila
penekanan pada usus dapat berhasil diperbaiki.
Volvulus usus besar kadang-kadang dapat bebas apabila diberikan
barium enema.
d. Intususepsi.
Intususepsi adalah suatu penyarungan atau masuknya satu segmen
usus dari usus di atasnya.
2. Faktor neurogenik
a. Manipulasi terhadap organ-organ dalam abdomen selama
pembedahan abdomen.
b. Peritonitis.
c. Nyeri yang berasal dari thorakolumbal.
d. Sepsis.
e. Hypokalemia yang menyebabkan menurunnya tekanan otot usus.
f. Iskemia usus.
3. Faktor vaskuler
Kemacetan/hambatan total (meseteric Infaction).
Setiap kemaccetan suplai darah arteri ke usus besar, seperti
pada mesenteric thrombosis, akan menghentikan fungsi usus
besar.
D. Tanda dan gejala
1. Bising usus
a. Suara yang keras, sering dan nada tinggi terdengar pada
keadaan obstruksi sedang berlangsung terjadi.
b. Bising usus tidak terdengar ketika peristaltik berhenti.

42
RS Marga Husada; Standar Asuhan Keperawatan Penyakit Bedah

2.

3.
4.
5.
6.

c. Bising usus yang lemah dan keluarnya flatus tanda adanya


peristaltik (flatus merupakan tanda yang signifikan).
Muntah
a. Banyak, muntah non fekal terlihat pada obstruksi usus kecil
bagian proksimal.
b. Muntah jenis fekal yang berulang-ulang terlihat pada
obstruksi usus bagian distal.
Rasa sakit pada perut
a. Kram (cramping) terjadi akibat perkembangan obstruksi.
b. Rasa nyeri menjadi konstan dan menyebar pada distensi.
Distensi abdomen.
Output urine menurun (tanda dehidrasi)
Tanda-tanda vital
Panas, takikardi dan hipotensi terlihat pada pasien dehidrasi
juga umumnya merupakan indikasi dari obstruksi atau
peritonitis.

E. Pemerksaan Penunjang
1. Foto rontgent abdomen (berbaring dan tegak) untuk
mengidentifikasi daerah obstruksi yang terisi udara dan cairan.
2. Laburatorium.
a. Serum darah : perubahan konsentrasi darah (hemokonsentrasi) jika terjadi dehidrasi.
b. Penurunan sodium (Na+) dan potasium.
c. Peningkatan hematokrit.
d. Peningkatan plasma bikarbonat.
e. Peningkatan nitrogen ureum darah (Blood Urea Nitrogen).
II. Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
1. Bising usus
a. Suara yang keras, sering dan nada tinggi terdengar pada
keadaan obstruksi sedang berlangsung terjadi.
b. Bising usus tidak terdengar ketika peristaltik berhenti.
c. Bising usus yang lemah dan keluarnya flatus tanda adanya
peristaltik (flatus merupakan tanda yang signifikan).
2. Muntah
a. Banyak, muntah non fekal terlihat pada obstruksi usus kecil
bagian proksimal.
b. Muntah jenis fekal yang berulang-ulang terlihat pada
obstruksi usus bagian distal.
3. Rasa sakit pada perut
a. Kram (cramping) terjadi akibat perkembangan obstruksi.
b. Rasa nyeri menjadi konstan dan menyebar pada distensi.
4. Distensi abdomen.
5. Output urine menurun (tanda dehidrasi)

43
RS Marga Husada ; Standar Asuhan Keperawatan Penyakit Bedah

6. Tanda-tanda vital
Panas, takikardi dan hipotensi terlihat pada pasien dehidrasi
juga umumnya merupakan indikasi dari obstruksi atau peritonitis
B. Diagnosa dan Perencanaan Keperawatan
1. Devisit volume cairan berhubungan dengan muntah
Tujuan :
Pasien tidak dehidrasi.
Kriteria :
Selaput mukosa dan kulit lembab, turgor kulit baik.
Intervensi :
a. Observasi intake dan output cairan.
b. Batasi intake oral
c. Kolaborasi medis dalam pemberian cairan parenteral
d. Monitor tanda-tanda kelebihan cairan (batuk, distensi vena
jugularis, irama dan frekuensi nadi).
2. Tidak efektifnya pola nafas berhubungan dengan distensi
abdominal yang menyebabkan tekanan pada diafragma.
Tujuan :
Pola napas efektif
Kritera :
Pasien tidak sesak, tidak ada tekanan pada diafragma, expansi
dada normal, RR normal.
Intervensi :
a. berikan posisi fowler untuk mengurangi tekanan pada
diafragma.
b. Berikan latihan nafas dalam.
c. Usahakan pasien bernafas melalui hidung dan tidak
menelan udara untuk mencegah bertambahnya kembung.
d. Pasang NGT untuk mengeluarkan cairan gastrik/intestinal
3. Gangguan rasa nyaman, nyeri daerah perut berhubungan
dengan distensi abdominal akibat obstruksi intestinal
Tujuan :
Rasa nyaman terpenuhi, nyeri hilang/berkurang.
Kriteria :
Pasien menyatakan nyer berkurang/hilang, pasien terlihat
tenang dan nyaman.
Intervensi :
a. Bantu pasien untuk posisi tidur yang nyaman.
b. Dekompresi (pasang NGT) untuk mengurangi rasa tidak
nyaman akibat kembung.
c. Berikan latihan relaksasi dan alihkan perhatian (membaca,
musik )
d. Kolaborasi dengan dokter (operasi)

44
RS Marga Husada; Standar Asuhan Keperawatan Penyakit Bedah

Anda mungkin juga menyukai