Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Bidang manufaktur saat ini berkembang sangat pesat dan


alumunium merupakan salah satu jenis logam yang

berperan penting

dalam perkembangan tersebut. Misalnya, untuk memenuhi kebutuhan


transportasi dibutuhkan komponen mesin yang memiliki kekerasan tinggi
dan ketahanan aus yang baik, tetapi sayangnya material- material yang
memenuhi kriteria seperti itu biasanya berat dan mahal. Alumunium
merupakan solusi untuk menjawab permasalahan tersebut karena
alumunium memiliki sifat yang baik seperti keras, tahan aus, ringan,
murah,

konduktifitas

panas

dan

listrik

yang

baik,

mudah

dibentuk/diproses, tidak beracun.


Sebagai bahan struktur, diperlukan suatu usaha agar kekerasan dan
keausan pada alumunium semakin meningkat. Dengan meningkatnya
kekerasan, keausan maka kualitasnya semakin membaik dan lifetimenya
pun semakin tinggi. Salah satu usaha untuk meningkatkan kekerasan dan
keausan

adalah

dengan

anodisasi.

Anodisasi

merupakan

proses

elektrokimia dimana pada permukaan logam akan terbentuk lapisan


oksida. Selain untuk meningkatkan kekerasan dan keausan, anodisasi ini
berguna untuk meningkatkan ketahanan terhadap korosi dan untuk tujuan
dekoratif(dengan pemberian warna).
Selain alumunium proses anodisasi dapat dilakukan pada material
lain, seperti titanium, niobium, magnesium, tantalum, zinc.
1.2 TUJUAN
1. Melakukan proses pewarnaan aluminium melalui proses anodisasi

2. Membandingkan proses perlakuan pada kedua plat alumunium yang


berberda.

BAB II
TEORI DASAR

Proses anodisasi merupakan proses elektrokimiadimana pada permukaan


benda kerja terdapat pembentukan lapisan oksida(lapisan yang tipis seperti lapisan
film). Anodisasi dapat dilakukan pada alumunium, titanium, magnesium, zinc,
dsb. Variasi dari larutan elektrolit, kondisi pengoperasian(seperti konsentrasi dan
komposisi dari larutan elektrolit), temperatur, arus dapat mempengaruhi
keberagaman dalam proses anodisasi. Pengaplikasiannya tergantung pada
keinginan kita.
Proses anodisasi ini memiliki banyak kegunaan, diantaranya:

Menaikkan ketahanan terhadap korosi


Penutupan lapisan oksida pada alumunium menghasilkan ketahanan
terhadap korosi dan menghasilkan ketahanan yang baik terhadap atmosfer
dan serangan air air garam. Penutupan lapisan ini akan melindungi logam
dengan menjadi hambatan yang akan berperan sebagai corrosive agent.
Untuk bisa memperoleh ketahanan yang korosi yang optimal dibutuhkan
adanya tahap sealing. Tahap ini dapat dilakukan langsung dengan
menggunakan air asam yang sangat panas, air mendidih, larutan krom
panas, larutan nikel asetat.

Menghasilkan wujud yang lebih dekoratif


Semua pelapisan menghasilkan permukaan yang mengkilat. Derajat kilat
dari pelapisan ini tergantung dari kondisi logam dasar sebelum
dianodisasi. Melalui proses etching yang baik, larutan elektrolit yang

jernih dapat meningkatkan derajat kilap. Selain itu, wujud akhir dari benda
kerja yang telah dianodisasi dapat berupa wujud murni ataupun wujud
yang

berpola.

Kebanyakan

alumunium

yang

digunakan

dalam

pengaplikasian arsitekturil adalah alumunium yang telah dianodisasi.

Meningkatkan ketahanan terhadap abrasi


Tingkat lanjutan dari proses anodisasi adalah menghasilkan lapisan oksida
yang sangat tebal. Dengan demikian, permukaan benda kerja menjadi
sangat keras dan sulit untuk mengalami abrasi dibanding alumunium
biasa(tanpa anodisasi). Pada aplikasi yang membutuhkan ketahan abrasi
yang tinggi proses anodisasi sangat bermanfaat.

Meningkatkan adhesi terhadap cat/zat pewarna


Seperti yang kita tahu, proses anodisasi dapat digunakan untuk keperluan
pewarnaan dan pengerasan. Alumunium memiliki pori- pori pada
permukaannya akibat lapisan oksidanya. Pori- pori yang ada ini
menghasilkan kekosongan sehingga daya serap terhadap zat pewarna
sangat kuat, sehingga saat zat pewarna ini masuk dan setelah itu dilakukan
tahap sealing maka lapisan oksida akan menjadi berwarna.

Meningkatkan ikatan adhesif


Meningkatkan emmisivity
Lapisan oksida yang memiliki tebal lebih dari 0.8 m meningkatkan
emmisivity pada alumunium. Lapisan ini memiliki ketahanan penyerapan
panas yang baik hingga mencapai 230 C (450 F).

Meningkatkan ketahanan listrik atau sebagai isolator listrik


Besar voltase dan arus bervariasi mulai dari satuan hingga ribuan voltase
dan itu semua tergantung terhadap ketebalan lapisan oksida hasil
anodisasi. Lapisan oksida pada alumunium sendiri memiliki sifat
dielectric.

Tabel 2. Tabel perbedaan anodisasi dan electroplating

NO
ANODISASI
1 Anoda : benda kerja
Katoda : karbon, platina, stainless steel
(larutan inert)
2
3

ELECTROPLATING
Anoda : bahan pelapis
Katoda : benda kerja

Tidak terjadi penambahan material


lain(no deposition)

Terjadi penambahan material (logam)


lain(electrodeposition)

Terjadi kinetisasi dari logam menjadi


oksida

Terjadi kinetisasi dari bahan pelapis


terhadap benda kerja. dirumuskan dengan:
Q x Ar
M = nxF
dimana:
M = massa(gram)
Q= jumlah listrik dalam Coloumb
Q= i x t (i = kuat arus(A), t= waktu(s))
n= jumlah elektron
F= bilangan faraday(96500 Coloumb)
Ar= nomor massa atom

Merupakan pelapisan logam dari


oksidanya sendiri (oksidanya melekat
pada benda kerja)

Merupakan pelapisan logam dari bahan


pelapis lainnya.

Dari skema proses dapat diketahui bahwa terdapat 4 hal yang sangat penting dan
perlu diperhatikan dalam proses anodisasi, yaitu:
Anoda dihubungkan dengan kutub positif power supply
Katoda dihubungkan dengan kutub negatif power supply
Larutan elektrolit.
Power supply
Pada dasarnya, suatu alumunium dengan sendirinya memiliki lapisan
oksida yang
sangat tipis akibat bereaksi dengan lingkungan(udara). Tetapi dilakukanlah
proses anodisasi untuk didapatkan ketebalan dan kekerasan lapisan oksida yang
diinginkan.
Pada anoda, logam alumunium mengalami reaksi oksidasi menjadi Al3+.
Pada katoda H terreduksi menjadi H2. Selain itu, saat logam alumunium yang

sudah teroksidasi tersebut bereaksi dengan O2- hasil penguraian air (H2O) pada
larutan elektrolit, maka akan dihasilkan Al2O3 yang merupakan lapisan oksida
alumunium. Skemanya:

Gambar 2.2. Skema yang terjadi pada reaksi antar alumunium dan larutan
elektrolit
Struktur dasar lapisan oksida yang dihasilkan berupa sel- sel hexagonal
dengan pori pada tengahnya. Struktur hexagonal ini sangatlah baik karena
merupakan struktur stabil yang memiliki energi terendah. Kekerasan lapisan
semakin tinggi akibat struktur hexagonal yang sangat rapat ini sehingga pori yang
terdapat pada tengah tidak terlalu berpengaruh terhadap hasil uji kekerasan karena
bentuknya yang sangat kecil.

Gambar 2.3. Struktur hexagonal pada lapisan oksida

Seiring berkembangnya waktu, terdapat lebih banyak keragaman dalam proses


anodisasi. Variasi tersebut antara lain:

Chromic Anodizing
Menggunakan larutan elektrolit dari asam krom pada suhu sekitar 100 F
dan memiliki kerapatan sekitar 1.5 to 4.5 A/ft 2. Proses yang dilakukan
kurang lebih 40- 60 menit ini biasanya menghasilkan lapisan berwarna
abu- abu terang dan memiliki ketebalan 2 m (tergantung paduan dan
proses sealingnya). Ketebalan tersebut merupakan perbanding dari seluruh
lapisan, maksudnya 2 m tersebut merupakan 1/3 yang menempel pada
permukaan dan 2/3 nya berpenetrasi. Anodisasi jenis ini sangat berguna
untuk diaplikasikan pada benda kerja yang kompleks dan susah di rinse.
Selain itu, sangat baik diaplikasikan untuk benda- benda dengan toleransi
dimensi yang ketat(tidak boleh merubah dimensi). Contoh aplikasi:
komponen penyambungan/pengelasan, komponen pesawat terbang.

Sulfuric anodizing
Menggunakan larutan asam sulfur pada temperatur ruang sebagai larutan
elektrolit. Kerapatannya berkisar 15 - 22 A/ft2. Proses yang dilakukan
sekitar 30 60 menit ini akan menghasilkan lapisan yang sangat jernih
pada permukaan dan memiliki tebal 8m(tergantung paduan dan proses
sealing). Semakin sedikit logam paduan maka semakin jernih lapisan.
Anodisasi ini bertujuan meningkatkan ketahanan korosi dan ketahanan
aus, insolator yang baik, dan sangat baik digunakan untuk menghasilkan
warna- warna yang beragam.
Selain itu, anodisasi jenis ini mengeluarkan biaya yang lebih murah
dibanding chromic. Contohnya: senjata militer, komponen optik, dll.

Gambar 2.4. contoh produk hasil sulfuric anodizing

Hardcoat Anodizing
Anodisasi menggunakan larutan asam sulfur pada temperatur 32 F
sebagai larutan elektrolit. Kerapatannya dari 23 hingga 37 A/ft2. Proses
yang dilakukan selama 20 hingga 120 menit ini akan menghasilkan lapisan
abu-

abu

yang

gelap

dengan

ketebalan

10m

hingga

50m.

Perbandingannya adalah 50% akan terbentuk dan 50% sisanya akan


berpenetrasi. Anodisasi jenis ini bertujuan untuk meningkatkan ketahanan
korosi dan aus, sebagai isolator listrik, dan dapat memperbaiki permukaan
yang kusam pada alumunium. Contoh aplikasinya adalah pistons, gears,
cams, valves, dll.

Dalam prosedur percobaan, tahap pertama yang harus dilakukan adalah


proses rinsing. Proses ini dilakukan guna membersihkan permukaan dengan
menghilangkan baik pengotor atau lemak yang ada. Proses ini dilakukan
menggunakan deterjen dan air yang mengalir. Selama prosedur percobaan tahap
rinsing ini dilakukan berkali- kali(setiap habis proses) agar kotoran hilang dan
permukaan bersih, karena kita tahu sendiri bahwa banyak faktor yang menjadi
pengotor contohnya saja lemak pada tangan kita yang menempel pada benda
kerja. Setelah di rinsing benda kerja kita etsa menggunakan larutan NaOH 10ml
dan air 90 ml. Proses etching ini digunakan untuk mengkorosikan permukaan atau
dapat dikatakan menghilangkan oksida alumunium yang secara alamiah terbentuk.

Setelah di etsa kita bersihkan kembali dengan air dan deterjen agar
permukaan lebih bersih. Setelah itu barulah dianodisasi. Tahap anodisasi ini
bertujuan untuk membentuk ikatan antar logam alumunium dan larutan
elektrolit(H2SO4) dan menghasilkan lapisan oksida yang kita ingin tinjau
sesungguhnya. Setelah tahap anodisasi ini terdapat pori- pori pada permukaan
alumunium dimana pada tahap selanjutnya yaitu dyeing pori- pori itu berguna
sebagai tempat untuk menangkap zat pewarna. Pemberian zat pewarna dinamakan
proses dyeing. Proses dyeing ini dilakukan menggunakan larutan anoxal blue
yang secukupnya. Zat pewarna tersebut memasukki pori- pori pada alumunium.
Tahap selanjutnya adalah sealing. Tahap ini dilakukan untuk menutup poripori yang tidak dan telah diberi warna agar zat warna tersebut tidak keluar. Proses
ini dilakukan menggunakan air panas pada temperatur sekitar 80oC.
Reaksi pada anoda terjadi antar lapisan metal-oxide dan lapisan oxideelektrolit, dimana metal-oxide-elektrolit diskemakan dengan gambar berikut:

Gambar 2.5. Skema metal-oxide-elektrolit


Reaksi yang terjadi tersebut adalah:
1. Reaksi pada lapisan metal-oxide
2Al + 3H2O ==> Al2O3 + 3H2
2. Reaksi pada lapisan oxide- elektrolit
2Al + 3O2- ==> Al2O3 + 6e-

3. Total reaksi yang terjadi pada anoda


2Al3+ + 3H2O ==> Al2O3 + 6H+
4. Total reaksi yang terjadi pada katoda
2Al ==> 2Al3+ + 6e5. total reaksi yang terjadi selama proses anodisasi
6H+ + 6e- ==> 3H2
6. Reaksi yang terjadi selama proses sealing
Al2O3 + 3H2O ==> 2AlOOH*H2O

BAB III
DATA PERCOBAAN

3.1. DATA PERCOBAAN


Pada percobaan kali ini digunakan 2 pelat dengan perlakuan/prosedur yang
berbeda, sebagai berikut:
Pelat 1 = Rinsing Etching Rinsing Anodizing Dyeing Sealing
Pelat 2 = Rinsing Anodizing Rinsing Dyeing Sealing
Selain itu digunakan alat dan bahan sebagai berikut:
No

Alat

Bahan

.
1
2
3
4
5
6

Gelas Kimia
Gelas Ukur
Sel Elektrolisis
Pemanas air
Hair dryer
Jangka sorong

Larutan Etsa (Larutan NaOH 10%)


Larutan Elektrolit (Larutan H2SO4 5%)
Anoxal Blue
Air dan Deterjen

I (ampere)

V (Voltage)

Ketebalan

sebelum (mm)
Pelat 1
5
15
1,05
Pelat 2
5
15
1.05
Selain itu selama produser diperlukan waktu dan temperatur sebagai berikut:
Jenis
Rinsing
Etsa
Anodizing
Dyeing
Sealing

Waktu (menit)
2
3
40
15
3

3.1 HASIL PERCOBAAN

Temperatur (oC)
Temperatur Ruang
Temperatur Ruang
Temperatur Ruang
60
80

Setelah dilakukan prosedur pada kedua plat dihasilkan perbedaan


ketebalan sebagai berikut:

Pelat 1
Pelat 2

Ketebalan sesudah
(mm)
0.95
0.7

Gambaran- gambaran proses selama percobaan:

Gambar A
Pelat alumunium A dan B

Gambar C
Larutan etsa NaOH 10%

Gambar B
Tahap Rinsing

Gambar D
Plat 1 hasil etsa

Gambar E
Larutan pada tahap anodisasi

Gambar F
Larutan anoxal

blue
H2SO4 5%

Gambar G
Pelat hasil proses dyeing

pada tahap dyeing

Gambar H
Pelat hasil sealing (sudah
memenuhi semua prosedur)
+ yang atas pelat 2, yang
bawah pelat 1

BAB IV
ANALISIS DATA
Parameter dan efek dari proses anodizing ingin diketahui melalui
percobaan kali ini. Prosedur percobaan dilakukan dengan menggunakan 2 plat
Alumunium (Al) dengan perlakuan yang berbeda. 1 plat Al menerima perlakuan
anodizing dengan tahapan sebagai berikut.
Rinsing > Etching > Anodizing > Dyeing > Sealing
Sedangkan untuk plat kedua tidak dilakukan proses etching. Penjelasan terhadap
tahapan- tahapan diatas adalah sebagai berikut:
a) Rinsing
Tahapan ini bertujuan untuk membersihkan permukaan spesimen dari pengotor
atau lemak yang menempel pada permukaan alumunium. Rinsing dilakukan
dengan air ditambahkan dengan deterjen.
b) Etching
Proses ini merupakan proses pembersihan lanjut yang tidak dapat dilakukan hanya
dengan air dan deterjen saja. Etsa bertujuan untuk mengkorosikan permukaan
logam karena pada permukaan alumunium sudah terbentuk lapisan oksida secara
alamiah. Pada praktikum kali ini larutan etsa yang digunakan adalah larutan
NaOH(10ml) dan air(90ml) selama 3 menit.
c) Anodizing
Proses ini dilakukan dengan elektrolit asam asam sulfat dan air. Pada anoda
ditempatkan benda kerja (alumunium) lalu disambungkan dengan kutub positif
sedangkan pada katodanya karbon disambungkan dengan kutub negatif dari
power supply. Proses ini bertujuan menghasilkan lapisan oksida yang
sesungguhnya.
d) Dyeing
Merupakan proses pewarnaan logam alumunium menggunakan anoxal blue.
e) Sealing
Pori yang telah dan tidak diberi warna ditutup melalui proses ini. Dengan
menutup poros lapisan oksidanya proses korosi pada logam dapat diperlambat

sehingga alumunium hasil anodisasi memiliki lifetime lebih lama dibanding


alumunium pada umumnya. Proses ini dilakukan dengan mencelupkan spesimen
di dalam air pada temperatut 80OC. Reaksi pada sealing adalah:
Al2O3 + 3H20 -> AlOOH*H2O
Dari proses yang dilakukan tampak bahwa pelat 1 menghasilkan warna yang tidak
begitu terang dan merata, sedangkan pelat 2 tidak dilakukan tidak menghasilkan
warna.
Pada pelat 1 dilakukan semua prosedur yang seharusnya namun warna yang
dihasilkan tidak begitu terang dan tidak merata. Berbeda dengan pelat 2 dimana
proses etsa tidak dilakukan. Seperti yang kita ketahui proses etsa berguna untuk
menghilangkan oksida logam yang sudah terbentuk secara alamiah, sehingga
seharusnya pada pelat 1warna yang dihasilkan terang dan merata karena oksida
alamiah sudah terkorosi. Tetapi, pada kenyataanya pelat 1 tidak menghasilkan
warna yang terang dan merata.
Sedangkan pada pelat 2, proses etsa yang tidak dilakukan artinya masih terdapat
lapisan oksida alamiah dan lapisan ini akan mengganggu terbentuknya lapisan
oksida pada anodisasi. Sehingga yang terjadi pada anoda bukan hanya 2Al3+ +
3H2O ==> Al2O3 + 6H+ tetapi juga ada reaksi alumunium oksida alamiah dengan
larutan elektrolit. Adanya lapisan oksida alamiah ini akan sangat menghambat
reaksi terjadi karena membutuhkan lebih banyak O2- untuk bereaksi dan mengikat.
Namun pada kenyataannya O2- yang dimiliki tidak semakin banyak namun tetap.
Sehingga laju pembentukan lapisan oksida untuk pewarnaan semakin lambat
sehingga pelat 2 yang dihasilkan tidak berwarna.
Selain itu dari reaksi:

Reaksi pada lapisan metal menjadi oksida


2Al + 3O2Al2O3 + 6eReaksi pada lapisan oksida dengan elektrolit
2Al3+ + 3H2O
Al2O3 + 6H+
Reaksi pada anoda
Al
Al3+ + 3eReaksi pada katoda (Hydrogen Evolution)

H+ + e H2
Reaksi total anodisasi
2Al + 3H2O
Al2O3 + 3H2
Reaksi pada sealing
Al2O3 + 3H2O
2AlOOH*H2O

Dapat kita lihat bahwa semakin sedikit Al(semakin tebal lapisan oksida alamiah)
maka akan semakin sulit lapisan oksida pada anodisasi terbentuk. Maka akan
semakin sulit zat pewarna karena semakin sempit ruang yang diberikan untuk zat
pewarna.
Pada pelat 1 warna yang tidak terlalu terang ini disebabkan oleh pemberian
voltase pada saat percobaan tidak stabil dan voltase yang digunakan tidak sesuai
dengan seharusnya. Kita tidak bisa menilai kestabilan arus dan voltase karena kita
tidak memiliki standar yang sudah ada. Walaupun semakin tinggi arus maka
semakin cepat reaksi itu terjadi tetapi kita tidak tahu berapa besar pengotor dan
lemak yang menjadi hambatan dalam pembentukan lapisan oksida. Seharusnya
banyaknya hambatan tersebut disesuaikan dengan besarnya arus agar kita
mengetahui berapa arus yang harus digunakan agar reaksi stabil.
Selain itu, pada percobaan ini terjadi pengurangan ketebalan dari plat
sebelum dan sesudah diberikan perlakuan. Hanya bedanya pada pelat 2 yang tidak
dilakukan etsa perubahan ketebalannya sangat besar yaitu 0.25 mm, sedangkan
pada pelat 1 hanya 0.1 mm. Pengurangan ketebalan ini bisa juga disebabkan
karena pada saat proses anodizing laju reaksi untuk membentuk Al3+ lebih cepat
dibandingkan dengan laju pembentukan Al2O3 maksudnya adalah plat Al menipis
lebih cepat/ duluan daripada lapisan oksida yang melapisi permukaanya terbentuk.
Pengurangan juga bisa disebabkan karena pembentukan Al3+ pada anoda sekitar
40% nya larut pada larutan elektrolit dan 60% sisanya berikatan dengan O 2- dan
membentukan lapisan oksida. Sehingga dapat disimpulkan bahwa 40% yang larut
inilah yang menjadi lapisan yang terbuang ke larutan dan menyebabkan lapisan
mengalami penipisan. Ketebalan lapisan oksida yang kecil ini akan menyebabkan
pori juga akan menjadi lebih kecil sehingga semakin sedikit ruang yang tersedia
untuk pewarnaan sehingga warna tidak begitu nampak.

Tidak digunakannya larutan asam oksalat pada anodisasi akan berpengaruh


terhadap wujud warna yang timbul pada alumunium. Karena pada referensi
didapatkan bahwa anodisasi dengan menggunakan campurn oksalat, sulfat, air
akan menghasilkan ketebalan yang baik. Faktor ketebalan ini tentunya akan
menyebabkan semakin banyak ruang untuk diisi zat warna sehingga warna yang
terang akan lebih bisa dihasilkan. Selain itu kita perlu tahu apakah lapisan oksida
hasil oksidasi terbentuk apa tidak karena ini akan berpengaruh dengan pemberian
warna, cara untuk mengetahui lapisan oksida terbentuk adalah dengan uji
kekerasan. Jika dihasilkan kekerasan yang lebih tinggi dari kekerasan alumunium
biasa artinya proses anodisasi berhasil.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 KESIMPULAN
1. Tahapan proses pewarnaan yang dilakukan dalam anodizing adalah
dimana pada tahap selanjutnya yaitu dyeing pori- pori itu berguna sebagai tempat
untuk menangkap zat pewarna. Pemberian zat pewarna dinamakan proses dyeing.
Proses dyeing ini dilakukan menggunakan larutan anoxal blue yang secukupnya.
Zat pewarna tersebut memasukki pori- pori pada alumunium.
Tahap selanjutnya adalah sealing. Tahap ini dilakukan untuk menutup pori- pori
yang tidak dan telah diberi warna agar zat warna tersebut tidak keluar. Proses ini
dilakukan menggunakan air panas pada temperatur sekitar 80oC.

I.

Proses Rinsing
Rinsing dilakukan guna membersihkan permukaan dengan menghilangkan
baik pengotor atau lemak yang ada. Proses ini dilakukan menggunakan
deterjen dan air yang mengalir.
II. Etching
Lapisan oksida alumunium yang terbentuk secara alami dibersihkan pada
tahap ini. Tahap ini menggunakan menggunakan larutan NaOH 10ml dan
air 90 ml sebagai larutan etsa. Proses ini dilakukan selama 1-5 menit.
Lapisan oksida ini harus dihilangkan karena dinilai mengganggu proses
pembentukan oksida yang pada proses Anodisasi.
III. Anodisasi
Proses anodisasi ini harus dilakukan setelah spesimen yang sudah dietsa
dirinsing kembali agar bersih dari pengotor dan lemak. Tahap anodisasi ini
bertujuan untuk membentuk ikatan antar logam alumunium dan larutan
elektrolit(H2SO4) dan menghasilkan lapisan oksida yang kita ingin tinjau
sesungguhnya. Pada anoda ditempatkan alumunium dan karbon pada
katoda. Pada elektrolit terdapat asam sulfat dan air. Dari reaksi antar

alumunium dan elektrolit(katoda tidak ikut bereaksi karena inert) maka


akan terbentuk lapisan oksida pada permukaan alumunium. Lapisan oksida
ini memiliki struktur heksagonal dengan pori- pori pada bagian tengah
sebagai tempat zat pewarna. Proses anodisasi ini dilakukan selama 40
menit pada temperatur kamar.
IV. Dyeing
Sample yang telah dianodisasi diangkat lalu di rinse kembali. Setelah itu
dicelupkan ke dalam zat pewarna, pada percobaan kali ini yang menjadi
zat pewarna adalah anoxal blue. Pori- pori yang terdapat pada lapisan
oksida akan diisi oleh zat pewarna. Proses ini dilakukan selama 15 menit
pada temperatur 60OC.
V. Sealing
Dari dyeing menuju sealing tidak dibutuhkan proses rinse, karena pada
proses seealing digunakan air panas pada temperatur 80OC, dimana benda
kerja dicelupkan ke dalam air panas tersebut. Proses sealing ini berguna
untuk menutup pori yang tidak dan telah diberi warna. Proses ini
dilakukan selama 5 menit.
2. Perbandingannya:
- pelat 1 yang mengalami prosedur etsa menghasilkan warna biru pada
permukaan, namun warna tidak begitu jelas dan tak merata. Selain itu,
perubahan ketebalannya hanyalah 0.1(1.05-0.95).
- pelat 2 yang tidak dilakukan prosedur etsa tidak menghasilkan warna biru
pada permukaannya. Selain itu, perubahan ketebalan sangat besar yaitu
0.25(1.05-0.7).
Analisa terhadap perbandingan di atas terdapat pada bab IV(bab analisa
data).
5.2 SARAN
1. Fasilitas alat di lab harus lebih dilengkapi. Karena tabung- tabung yang
digunakan sebagai wadah pada tahap anodisasi, etsa, dan anoxal blue
menggunakan tabung yang berserakan di tempat pencucian. Walaupun
sudah dicuci terlebih dahulu namun kemungkinan besarnya pengotor
sangat mempengaruhi hasil lapisan oksida.

Alat untuk memanaskan juga harus dikalibrasi kembali karena saat alat
sudah menunjukkan 80OC tapi kenyataanya saat dipegang belum sepanas
itu.
2. Ada baiknya kita mengikuti standar yang ada di modul yang mengatakan
bahwa larutan yang digunakan adalah 5% asam oksalat dan 12% asam
sulfat. Karena pada referensi yang mengikuti standar itu pori yang
terbentuk akan jauh lebih besar dibandingkan dengan pori hasil larutan
asam sulfat saja. Sehingga hal ini dapat mempermudah proses pewarnaan.
3. Untuk mengetahui ada tidaknya lapisan oksida pada alumunium setelah
anodisasi perlu dilakukan uji kekerasan. Karena kita tahu sendiri bahwa
lapisan oksida sangat keras, sehingga dengan uji kekerasan kita akan tahu
apakah lapisan tersebut ada apa tidak. Karena kalau ternyata tidak ada
maka proses pewarnaan yang diinginkan pun tidak akan terjadi.

BAB VI
DAFTAR PUSTAKA

http://www.anoplate.com/finishes/anodizing.html (diakses 14 Oktober


2014 pukul 19.55)

https://archive.today/zQmZ (diakses 14 Oktober 2014 pukul 18.00)

http://www.ihccorp.com/ihc-hard_anod.htm (diakses 14 Oktober 2014


pukul 18.45)

http://www.infometrik.com/2009/08/pelapisan-logam-bagian-1/ (diakses
14 Oktober 2014 pukul 21.33)

http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/124747-R040816-Pengaruh
%20penambahan-Literatur.pdf (diakses 15 Oktober pukul 10.11)

BAB VII
LAMPIRAN
7.1. RANGKUMAN PRAKTIKUM
Anodisasi merupakan proses pelapisan logam dengan membentuk lapisan
oksida pada permukaannya. Pada percobaan kali ini digunakan logam
Alumunium. Logam alumunium memiliki keunikan tersendiri seperti titanium dan
magnesium dimana secara alamiah akan terbentuk lapisan oksida yang tipis pada
permukaan. Terdapat proses pelapisan yang mirip dengan anodisasi, yaitu
Electroplating.
Persamaannya: Keduanya sama- sama merupakan proses elektrokimia.

Tetapi terdapat perbedaan antar keduanya, yakni:


Tabel 2. Tabel perbedaan anodisasi dan electroplating
NO ANODISASI
ELECTROPLATING
1
Anoda : benda kerja
Anoda : bahan pelapis
Katoda : karbon, platina, stainless steel
(larutan inert)
2
3

Katoda : benda kerja

Tidak terjadi penambahan material Terjadi penambahan material (logam)


lain(no deposition)

lain(electrodeposition)

Terjadi kinetisasi dari logam menjadi Terjadi kinetisasi dari bahan pelapis
oksida

terhadap benda kerja. dirumuskan dengan:


M=

Q x Ar
nxF

dimana:
M = massa(gram)
Q= jumlah listrik dalam Coloumb

Q= i x t (i = kuat arus(A), t= waktu(s))


n= jumlah elektron
Merupakan

pelapisan

logam

dari

oksidanya sendiri (oksidanya melekat


4

pada benda kerja)

F= bilangan faraday(96500 Coloumb)


Merupakan pelapisan logam dari bahan
pelapis lainnya.

Berikut adalah skema anodisasi dimana pada anoda terdapat alumunium sebagai
benda kerja.

Gambar 7.1.1 skema anodisasi


Akibat bahan inert(larutan yang tidak akan ikut bereaksi) pada katoda akan
menimbulkan reaksi antar anoda(alumunium) dan larutan elektrolit saja. Akibat
anodisasi ini akan dihasilkan struktur alumunium seperti ini:

Gambar 7.1.2 Struktur lapisan pada alumunium


Dapat dilihat bahwa struktur yang dihasilkan pada bagian atas lapisan adalah
struktur hexagonal. Struktur hexagonal dimana terdapat energi minimum sehingga
struktur ini paling stabil. Karena stabil maka sifat mekanis pada permukaan
alumunium pun akan semakin meningkat. Maka dari itu, kekerasannya pun
meningkat.
Selain itu, lapisan dasar oksida(barrier type oxide film) dan lapisan pori
oksida(porous oxide film) akan terbentuk selama proses anodisasi. Makanya akan
dihasilkan struktur hexagonal dengan pori di tengahnya, sesuai dengan gambar
7.1.2.

Proses pembentukan lapisan oksida dapat dibagi dalam beberapa tahapan:


1. Akibat adanya reaksi oksida pada permukaan logam, lapisan oksida pada
permukaan akan menebal. Lapisan yang menebal ini disebut barrier layer. Akibat
dari penebalan ini maka hambatan untuk arus menjadi semakin besar sehingga
faktor arus berpengaruh terhadap proses anodisasi.
2. Setelah itu, muncul benih- benih pori dekat batas oksida dan larutan.
3. Inisiasi pori ini merupakan awal pembentukan struktur oksida berpori. Bentuk
pori ini masih belum sempurna.

4. Semakin sempurnanya morfologi lapisan oksida maka semakin bisa arus


mengalir dengan baik. Sampai akhirnya struktur pori sempurna maka arus
mengalir akan semakin konstan.
Dijelaskan dengan gambar:

Gambar 7.1.3. Skema pembentukan lapisan oksida, (1) pembentukan


barrier layer, (2) inisiasi pori, (3) pori mulai terbentuk dan berkembang, (4) pori
yang terbentuk semakin stabil.
Selain itu, mekanisasi barrier layer yang tadinya lurus menjadi berbentuk pori
dapat juga dijelaskan dengan gambar berikut:

Penjelasannya:
Saat ketebalan dan kondisi tertentu(mencapai G) maka Al 2O3 yang terbentuk
akan mengalami break down dan terurai kembali menjadi Al 3+ dan O2-, Al3+ akan
berusaha kembali menuju permukaan dan mencari O2- dari luar. Untuk
menemukan O2- maka harus menuju ke tempat dimana terdapat beda potensial
yang tinggi agar cukup untuk memenuhi syarat G yang diperoleh untuk
pembentukan kembali. Tempat dimana beda potensial tinggi adalah di lekukan
permukaan, sehingga semakin banyak Al3+ yang ingin membentuk oksida maka
akan semakin tebal bagian lekukan sehingga lama kelamaan pori di tengah
terbentuk dan menjadi semakin dalam.
Selain itu, perlu untuk diketahui bahwa dari 100% Al 3+ yang terbentuk dan
ingin bereaksi, 40% nya akan larut pada larutan elektrolit dan hanya 60% nya saja
yang berikatan dengan O2- dan membentuk lapisan oksida.
Prosedur yang dilakukan pada percobaan kali ini adalah:
Rinsing

Etching
Rinsing
Anodizing
Rinsing
Dyeing

Sealing

Proses- proses tersebut sudah dijelaskan pada bab II(teori dasar). Pada percobaan
ini kedua pelat dilakukan prosedur yang berbeda, ada yang di etching ada yang
tidak. Etsa sangat penting karena seperti yang kita ketahui bahwa oksida
alumunium yang terbentuk secara alamiah berstruktur amorf, tetapi yang kita
inginkan kristalin. Melalui etsa ini kita dapat menghilangkan oksida alumunium
tersebut agar dibentuk oksida alumunium yang seragam.
Proses Seealing menggunakan air panas. Air panas disini bertujuan untuk
mempercepat reaksi. Karena seperti yang kita ketahui, adanya aliran panas akan
membuat ion-ion aktif bergerak sehingga perpindahan akan semakin cepat.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi proses anodisasi, yaitu:
1) Volt/arus
Semakin tinggi arus atau tegangan yang diberikan artinya semakin cepat
dan besar aliran listrik tersebut, maka lapisan oksida yang terbentuk akan
semakin tebal.
2) Konsentrasi elektrolit
Semakin tinggi konsentrasi pada larutan elektrolit, maka akan semakin
tebal lapisan yang terbentuk. Semakin rendah pH larutan elektrolit maka
akan semakin asam larutan elektrolit tersebut. Seperti yang kita ketahui
larutan yang digunakan pada anodisasi adalah larutan yang bersifat asam.
Asam ini lah yang mempercepat proses pengikisan pori lapisan oksida.
Maka, semakin rendah pH maka akan semakin banyak lapisan oksida/pori
yang terbentuk.
3) Waktu
Semakin lama proses anodisasi maka otomatis semakin tebal lapisan
oksida yang terbentuk. Semakin lama waktu, semakin banyak kesempatan
untuk bisa bereaksi dan berikatan membentuk lapisan oksida.

Anda mungkin juga menyukai