Anda di halaman 1dari 28

1

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular yang masih menjadi
permasalahan di dunia kesehatan hingga saat ini. Dalam situasi TB di dunia yang
memburuk dengan meningkatnya jumlah kasus TB dan pasien TB yang tidak
berhasil disembuhkan terutama di 22 negara dengan beban TB paling tinggi di
dunia, World Health Organization (WHO) melaporkan dalam Global Tuberculosis
Report 2011 terdapat perbaikan bermakna dalam pengendalian TB dengan
menurunnya angka penemuan kasus dan angka kematian akibat TB dalam dua
dekade terakhir ini. Insidens TB secara global dilaporkan menurun dengan laju
2,2% pada tahun 2010-2011. Walaupun dengan kemajuan yang cukup berarti ini,
beban global akibat TB masih tetap besar. Diperkirakan pada tahun 2011 insidens
kasus TB mencapai 8,7 juta (termasuk 1,1 juta dengan koinfeksi HIV) dan 990
ribu orang meninggal karena TB. Secara global diperkirakan insidens TB resisten
obat adalah 3,7% kasus baru dan 20% kasus dengan riwayat pengobatan. Sekitar
95% kasus TB dan 98% kematian akibat TB di dunia terjadi di negara
berkembang.1 (hal 1)
Sekitar 75% pasien TB adalah kelompok usia yang paling produktif secara
ekonomis (15-50 tahun). Diperkirakan seorang pasien TB dewasa, akan
kehilangan rata-rata waktu kerjanya 3 sampai 4 bulan. Hal tersebut berakibat pada
kehilangan pendapatan tahunan rumah tangganya sekitar 20-30%. Jika ia
meninggal akibat TB, maka akan kehilangan pendapatannya sekitar 15 tahun.
Selain merugikan secara ekonomis, TB juga memberikan dampak buruk lainnya
secara sosial stigma bahkan dikucilkan oleh masyarakat.2 (hal 1)
Pada tahun 2011 Indonesia (dengan 0,38-0,54 juta kasus) menempati
urutan keempat setelah India, Cina, Afrika Selatan. Indonesia merupakan negara
dengan beban tinggi TB pertama di Asia Tenggara yang berhasil mencapai target
Millenium Development Goals (MDG) untuk penemuan kasus TB di atas 70% dan
angka kesembuhan 85% pada tahun 2006.1(hal 1)

1.2 Rumusan masalah


Rumusan masalah dalam penulisan adalah bagaimana definisi, etiologi,
patofisiologi, gejala klinis, penegakan diagnose, dan penanganan dari
tuberkulosis paru
1.3 Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui definisi,
etiologi, patofisiologi, gejala klinis, penegakan diagnosa, serta penanganan dari
tuberkulosis paru.
1.4 Manfaat
Makalah ini diharapkan mampu memberikan tambahan pengetahuan dan
landasan teori mengenai tuberkulosis paru dan prinsip penanganannya.

BAB II
ANALISA KASUS
2.1 IDENTITAS
Nama
: Ny. M
Umur
: 44 tahun
Jenis Kelamin
: Perempuan
Pekerjaan
: Penjual makanan di kantin sekolah
Agama
: Islam
Alamat
: Kanigoro-Blitar
Status Perkawinan
: Menikah
Suku
: Jawa
Tanggal MRS
: 15 Februari 2016
No DMK
: 15-612616
2.2 ANAMNESIS
1 Keluhan Utama : Pusing berputar
2 Riwayat Penyakit Sekarang: Pasien datang ke Poli Paru RSUD untuk
control TBC rutin. Pasien merasakan keluhan pusing berputar sejak 3
hari yang lalu, keluhan disertai mual dan muntah, keluhan dirasakan
terutama saat berdiri, dan berkurang jika digunakan untuk berbaring atau
tidur. Pasien juga merasakan penglihatan menjadi dua (dobel), nafsu
makan menurun, berat badan menurun, serta badan terasa lemah. Pasien
juga sering mengalami kejang sejak 5 hari yang lalu. Pasien mengatakan
sudah tidak ada keluhan batuk,sesak, berdebar, demam sejak pengobatan 2
3

bulan lalu.
Riwayat Penyakit Dahulu :
a. Menderita Sakit Serupa
b. Riwayat Mondok

: Disangkal
: (+)Kejang (Epilepsi) dengan pengobatan

rutin sejak juli 2015, TBC (dalam pengobatan 2 bulan ini), Efusi
Pleura Pungsi 2x, WSD.
c. Hipertensi
: Disangkal
d. Diabetes Melitus
: Disangkal
e. Alergi obat dan makanan : Disangkal
4 Riwayat Penyakit Keluarga :
a. Menderita Sakit Serupa : Disangkal
b. Riwayat Mondok
: Disangkal
c. Hipertensi
: Disangkal
d. Diabetes Melitus
: Disangkal
e. Asma
: Disangkal
f. Alergi obat dan makanan : Disangkal
5 Riwayat Kebiasaan :
a. Riwayat Merokok
: Disangkal
b. Riwayat Konsumsi Kopi : 1-2 gelas /hari

c. Riwayat minum alkohol : Disangkal


d. Riwayat olah raga
: Tidak pernah melakukan olahraga
6 Riwayat Sosial Ekonomi :
Pasien tinggal bersama suami, 1 anak dan 1 keponakannya, sehari-hari
pasien bekerja sebagai penjual makanan yang dibuatnya sendiri di SD
dekat rumahnya. Rumah pasien tergolong yang berventilasi kurang, dan
pasien menggunakan tungku kayu untuk memasak.
2.3 PEMERIKSAAN FISIK (2 Maret 2016)
1 Keadaan Umum : Tampak lemah, compos mentis (GCS 456), status gizi
kesan kurang.
Tanda Vital :
a. Tensi : 130/80 mmHg
b. Nadi : 88x /menit
c. RR
: 20x /menit
d. Suhu : 36o C
3 BB: 38 kg, TB: 150 cm BMI =16,9 kurus (gizi kurang)
BB turun 20 kg selama 2 bulan
4 Kulit
: Sawo matang, turgor baik, ikterik (-), pucat (-), ptechie (-),
2

5
6

keriput (-)
Kepala : bentuk mesocephal, luka (-),
Mata
: Conjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor,

reflek kornea (+/+), radang (-/-), pandangan dobel


Hidung : Cuping Hidung (-/-), Sekret (-/-), epistaksis (-/-), deformitas

hidung (-/-)
8 Mulut : Bibir pucat (-), bibir kering (+), lidah kotor (-), gusi berdarah (-)
9 Telinga : Nyeri tekan mastoid (-/-), sekret (-), pendengaran berkurang (-/-)
10 Tenggorokan : Tonsil membesar (-/-), pharing hiperemis (-)
11 Leher : Trakea di tengah, pembesaran kelenjar tiroid (-), pembesaran
KGB submandibula (+), spasme (-/-), lesi pada kulit (-)
12 Thorax : Normochest, simetris, pernafasan thoracoabdominal
a. Cor :
I : ictus cordis tak tampak
P: ictus cordis kuat angkat
P: batas kiri atas : tidak dapat di evaluasi
batas kanan atas
: ICS III para sternalis dekstra
batas kiri bawah
: tidak dapat dievaluasi
batas kanan bawah: ICS V para sternalis dekstra
A : BJ III intensitas normal, regular, murmur (-)
b. Pulmo
:
I: Normochest, pengembangan dada kanan dan kiri: asimetris, retraksi
intercostal (+), retraksi jugular (-), terdapat bekas luka WSD pada
dada kiri sedikit menonjol .

P: nyeri tekan (-), fremitus taktil +/


P: sonor/redup
A: suara dasar vesikuler /
Ronchi
-

Wheezing

13 Abdomen:
Inspeksi
Auskultasi
Palpasi

: Cekung
: Bising usus (+) normal
: supel, nyeri epigastrium (-), hepar dan lien tidak teraba,

turgor baik, massa (-), asites (-)


Perkusi
: Timpani diseluruh lapang perut
14 Ekstremitas :
akral dingin
-

oedem

ulkus

2.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pemeriksaan Foto thorax
(6 November 2015)

(1 Desember 2015)

(12 November 2015)

(8 Desember 2015)

Pemeriksaan Penunjang Lainnya

Hasil tes

Jenis Tes
2.5

Nilai Normal
Darah

15-2-2016

16-2-2016

17-2-2016

Lengkap
-Hemoglobin
-Leukosit
-LED
-Hitung Jenis

11,5-16g/dL
4000-11000/CMM
0-20/jam
1-2//0-1/3-5/54-

8,94
9.720
127-140
7/-/-/67/18

9,77
11.800
101-127
6/1/-/77/11

11,7
11.500
92-121
5/1/-/70/1

-Eritrosit
-Trombosit
-Hematokrit
MCV/MCH/

62/25-33/3-7
3.0-6.0jt/cmm
150.rb-450rb/cmm
35-47%
80-97fl/27-

/8
3.340.000
497.000
27,7
82,9/26,8/

/5
3.710.000
440.000
31,4
84,8/26,4/

7/7
4.550.000
446.000
38,0
83,4/25,7/

MCHC
Serum

31pg/32-36%
0,5-1,2mg/dL

32,3
0,9

31,1

30,9

Creatinin
BUN
Asam Urat
GDA
Bilirubin

4,7-23,4mg/dL
2,5-6.0mg/dL
70-140mg/dL
s.d 1.00 mg/dL

14
6,8
82
0,41

Total
Bilirubin

s.d 0,25 mg/dL

0,12

Direct
Alkali

100-290u/L

674

Phosfatase
SGOT
SGPT
Albumin
Gama GT

<31u/L
<31u/L
3.8-5.1 g/dL
9-37U/L

20
13
2,83
264

136-145mmol/L
3,5-5,1 mmol/L
98-106 mmol/L
8,8-10,5 mg/dl
3.8-5.1 g/dL

26-2-2016
136,93
3,57
96,26
10,96
3,0

Elektrolit
Na
K
Cl
Ca
Albumin
RESUME

3,10

Pasien datang ke Poli Paru RSUD untuk control TBC rutin. Pasien
merasakan keluhan pusing berputar sejak 3 hari yang lalu, keluhan disertai mual
dan muntah, keluhan dirasakan terutama saat berdiri, dan berkurang jika

digunakan untuk berbaring atau tidur. Pasien juga merasakan penglihatan menjadi
dua (dobel), nafsu makan menurun, berat badan menurun, serta badan terasa
lemah. Pasien juga sering mengalami kejang sejak 5 hari yang lalu. Pasien
mengatakan sudah tidak ada keluhan batuk,sesak, berdebar, demam sejak
pengobatan 2 bulan lalu. Pasien memiliki Riwayat penyakit Epilepsi, TBC, dan
Efusi Pleura.
Pada pemeriksaan fisik, didapatkan TD 130/80 mmHg, dan BMI kurus,
penurunan berat badan 20 kg dalam 2 bulan. Pulmo didapatkan Inspeksi:
Normochest, pengembangan dada kanan dan kiri: asimetris, retraksi intercostal
(+), bekas luka WSD(+) , palpasi : nyeri tekan (-), fremitus taktil +/,
Perkusi: sonor/pekak, Auskultasi: suara dasar vesikuler +/. Pada
pemeriksaan foto thoraks nampak perselubungan penuh pada paru kiri, dan trakea
terdorong ke kanan.
2.6 DIAGNOSA
WDX : TB dengan vertigo
DD : Efusi Pleura, Massa Paru
2.7 PENATALAKSANAAN
a. IVFD
:
Ringer Laktat 20 tpm
b. Obat Injeksi
: Ciprofloxacin 2 x 400 mg
Ketorolac 2 x 30 mg
c. Obat oral : RHZE 1x3 kapsul (pagi)
d. Konsul dr. Sp.S untuk pusing, agar mendapat penatalaksanaan secara
spesifik
e. Planing : Foto Thorax AP, PA dan Lateral , EKG, CT-Scan Dada
2.8 FOLLOW UP
Tanggal

2-3-2016

Pusing,

TD: 130/80
TB
+ IVFD:
N: 88x/menit
pandangan
dengan Ringer Laktat 20 tpm
RR: 20x/menit
Obat Injeksi :
dobel,
T: 36C
Vertigo Ciprofloxacin 2x400 mg
Pulmo:
Ketorolac 2x 30 mg
belum enak
I:
Normochest,

makan,

pengembangan dada

mual, lemah

kanan

dan

asimetris,
intercostal

kiri:
retraksi
(+),

retraksi jugular (-).


P: nyeri tekan (-),
fremitus taktil D/
P: sonor/pekak
A:
suara
dasar
vesikuler +/
Ronkhi
Wheezing

Obat oral
RHZE1x3kapsul (pagi)
Planning:
PA, Lateral
Scan Dada

Foto Thorax AP,


dan EKG, CT-

10

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Tuberkulosis
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh
kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB
menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya. Penyakit
infeksi paru tersebut disebabkan oleh Mikobakterium Tuberkulosis. Ada 3
varian M. Tuberkulosis:
1. Var. Humanus
2. Var. Bovinum
3. Var. Avium
Yang paling banyak ditemukan pada manusia adalah M. Tuberkulosis
Humanus.3 (hal 538)
3.2 Kuman Penyebab TB
Mycobacterium tuberculosis adalah bakteri batang tipis lurus
berukuran sekitar pajang 1-10 mikron dan lebar 0,2 0,6 mikron. 2 (hal 2)

Gambar 3.1
Mycobacterium tuberculosis pada pewarnaan tahan asam
(di ambil dari google dengan kata kunci Mycobacterium tuberculosis)

Gambar di atas adalah Mycobacterium tuberculosis

yang dilihat

dengan pewarnaan tahan asam dan berwarna merah. Sebagian besar bakteri
ini terdiri atas asam lemak (lipid), peptidoglikan dan arabinoman. Lipid inilah
yang menyebabkan kuman mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap

11

asam pada pewarnaan sehingga disebut pula sebagai Bakteri Tahan Asam
(BTA).2 (hal 2)
Di dalam jaringan Mycobacterium tuberculosis hidup sebagai parasit
intraseluler yakni dalam sitoplasma makrofag. Sifat lain bakteri ini adalah
aerob, sifat ini menujukan bahwa kuman lebih menyenagi jaringan yang
tinggi kandungan oksigennya, sehingga bagian apikal merupakan tempat
predileksi penyakit tuberculosis.4 (hal 2232)
3.3 Cara Penularan
Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif melalui percik renik
dahak yang dikeluarkannya. Namun, bukan berarti bahwa pasien TB dengan
hasil pemeriksaan BTA negatif tidak mengandung kuman dalam dahaknya.
Hal tersebut bisa saja terjadioleh karena jumlah kuman yang terkandung
dalam contoh uji dari 5.000 kuman/cc dahak sehingga sulit dideteksi
melalui pemeriksaan mikroskopis langsung. Pasien TB dengan BTA negatif
juga masih memiliki kemungkinan menularkan penyakit TB. Tingkat
penularan pasien TB BTA positif adalah 65%, pasien TB BTA negatif dengan
hasil kultur positif adalah 26% sedangkan pasien TB dengan hasil kultur
negatif dan foto Toraks positif adalah 17%. Infeksi akan terjadi apabila orang
lain menghirup udara yang mengandung percik renik dahak yang infeksius
tersebut. Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara
dalam bentuk percikan dahak (droplet nuclei / percik renik). Sekali batuk
dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak.2 (hal 3)
3.4 Patofisisologi
a. Infeksi primer
Infeksi primer terjadi saat seseorang terpapar pertama kali dengan
kuman tuberkulosis. Droplet yang terhirup sangat kecil ukurannya, sehingga
dapat melewati sistem pertahanan mukosilier bronkus dan terus berjalan
sampai ke alveolus dan menetap di sana. Infeksi dimulai saat kuman
tuberkulosis berhasil berkembang biak dengan cara membelah diri di paru
yang mengakibatkan radang dalam paru. Saluran limfe akan membawa
kuman ke kelenjar limfe di sekitar hilus paru, dan ini disebut kompleks

12

primer. Waktu terjadinya infeksi sampai pembentukan kompleks primer


adalah 3-8 minggu.4(hal

2232)

Adanya infeksi dapat dibuktikan dengan terjadi

perubahan reaksi tuberkulin dari negatif menjadi positif. Kelanjutan setelah


infeksi primer tergantung kuman yang masuk dan besarnya respon daya tahan
tubuh (imunitas seluler). Pada umumnya respon daya tahan tubuh tersebut
dapat menghentikan perkembangan kuman tuberkulosis. Meskipun demikian,
ada beberapa kuman menetap sebagai kuman persisten atau dormant (tidur).
Kadang-kadang daya tahan tubuh tidak mampu menghentikan perkembangan
kuman. Akibatnya dalam beberapa bulan yang bersangkutan akan menjadi
pasien tuberkulosis. Masa inkubasi mulai dari seseorang terinfeksi sampai
menjadi sakit, membutuhkan waktu sekitar 6 bulan. 5
b. Tuberkulosis pasca primer (post primary tuberculosis)
Tuberkulosis pasca primer biasanya terjadi setelah beberapa bulan
atau tahun sesudah infeksi primer, misalnya karena daya tahan tubuh
menurun akibat terinfeksi HIV atau status gizi yang buruk. Ciri khas dari
tuberkulosis pasca primer adalah kerusakan paru yang luas dengan terjadinya
kavitas atau efusi pleura. 4(hal 2233), 5
3.5 Diagnosis
Diagnosis TB paru ditegakkan berdasarkan diagnosis klinis,
dilanjutkan dengan pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan
pemeriksaan radiologis.
a. Diagnosis klinis
Diagnosis klinis adalah diagnosis yang ditegakkan berdasarkan ada
atau tidaknya gejala pada pasien. Pada pasien TB paru gejala klinis utama
adalah batuk terus menerus dan berdahak selama 2 minggu atau lebih. Gejala
tambahan yang mungkin menyertai adalah dahak bercampur darah, batuk
darah,sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan turun,
rasa kurang enak badan (malaise), berkeringat malam walaupun tanpa
kegiatan dan demam/meriang lebih dari sebulan. 2(hal 13-14)
b. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan pertama pada keadaan umum pasien mungkin ditemukan
konjungtiva mata atau kulit yang pucat karena anemia, suhu demam

13

(subfebris), badan kurus atau berat badan menurun. Pada pemeriksaan fisik
pasien sering tidak menunjukkan suatu kelainan terutama pada kasus-kasus
dini atau yang sudah terinfiltrasi secara asimtomatik. Pada TB paru lanjut
dengan fibrosis yang luas sering ditemukan atrofi dan retraksi otot-otot
interkostal. Bila TB mengenai pleura, sering terbentuk efusi pleura sehingga
paru yang sakit akan terlihat tertinggal dalam pernapasan, perkusi
memberikan suara pekak, auskultasi memberikan suara yang lemah sampai
tidak terdengar sama sekali. Dalam penampilan klinis TB sering asimtomatik
dan penyakit baru dicurigai dengan didapatkannya kelainan radiologis dada
pada pemeriksaan rutin atau uji tuberkulin yang positif. 4 (hal 2234)
c. Pemeriksaan Labolatorium
Dahak mikroskopis langsung
Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai
keberhasilan

pengobatan

dan

menentukan

potensi

penularan.

Pemeriksaan dahak untuk penegakan diagnosis dilakukan dengan


mengumpulkan 3 contoh uji dahak yang dikumpulkan dalam dua hari
kunjungan yang berurutan berupa dahak Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS):
S (sewaktu): dahak ditampung pada saat terduga pasien TB datang
berkunjung pertama kali ke fasyankes. Pada saat pulang, terduga pasien
membawa sebuah pot dahak untuk menampung dahak pagi pada hari
kedua.
P (Pagi): dahak ditampung di rumah pada pagi hari kedua, segera
setelah bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas
di fasyankes.
S (sewaktu): dahak ditampung di fasyankes pada hari kedua, saat
menyerahkan dahak pagi. 2 (hal 14)
Pemeriksaan Biakan
Pemeriksaan biakan untuk identifikasi Mycobacterium tuberkulosis
(M.tb) dimaksudkan untuk menegakkan diagnosis pasti TB pada pasien
tertentu, misal: Pasien TB ekstra paru, Pasien TB anak, Pasien TB
dengan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis langsung BTA negatif. 2(hal
14)

14

Pemeriksaan uji kepekaan obat


Uji kepekaan obat bertujuan untuk menentukan ada tidaknya
resistensi M.tb terhadap OAT. Untuk menjamin kualitas hasil
pemeriksaan, uji kepekaan obat tersebut harus dilakukan oleh
laboratorium yang telah tersertifikasi atau lulus uji pemantapan
mutu/Quality Assurance (QA). Hal ini dimaksudkan untuk memperkecil
kesalahan dalam menetapkan jenis resistensi OAT dan pengambilan
keputusan paduan pengobatan pasien dengan resistan obat.
d. Pemeriksaan radiologis
Pada saat ini pemeriksaan radiologis dada merupakan cara yang
praktis untuk menemukan lesi TB. Lokasi lesi TB umumnya di daerah apex
paru tetapi dapat juga mengenai lobus bawah atau daerah hilus menyerupai
tumor paru. Pada awal penyakit saat lesi masih menyerupai sarang-sarang
pneumonia, gambaran radiologinya berupa bercak-bercak seperti awan dan
dengan batas-batas yang tidak tegas. Bila lesi sudah diliputi jaringan ikat
maka bayangan terlihat berupa bulatan dengan batas yang tegas dan disebut
tuberkuloma. 4(hal 2234
Pada kalsifikasi bayangannya tampak sebagai bercak-bercak padat
dengan densitas tinggi. Gambaran tuberkulosa milier terlihat berupa bercakbercak halus yang umumnya tersebar merata pada seluruh lapangan paru.
Pada TB yang sudah lanjut, foto dada sering didapatkan bermacam-macam
bayangan sekaligus seperti infiltrat, garis-garis fibrotik, kalsifikasi, kavitas
maupun atelektasis dan emfisema. 4(hal 2234)
3.6 Diagnosa TB pada orang Dewasa
a. Diagnosis TB Paru
- Harus ditegakkan dahulu dengan pemeriksaan bakteriologis
-

pemeriksaan mikroskopis langsung, biakan dan tes cepat.


Bakteriologis (-) diagnosis ditegakan menggunakan hasil klinis

dan penunjang (setiak-tidaknya foto thorax) yang sesuai


Sarana terbatas penegakan diagnosis secara klinis dilakukan stelah
pemberian antibiotika spectrum luas (Non OAT dan Non Kuinolon)

yang tidak memberikan perbaikan klinis.


Diagnosis TB dengan pemeriksaan serologis tidak dibenarkan
Diagnosis TB hanya berdasarkan Foto Thorax saja tidak dibenarkan.

15

Diagnosis TB hanya berdasarkan Ujii Tuberkulin saja tidak


dibenarkan.

Pemeriksaan Dahak Mikroskopis langsung


-

Untuk kepentingan diagnosis dengan cara pemeriksaan dahak secara


mikroskopis langsung, terduga pasien TB diperiksa (contoh uji dahak

SPS)
Ditetapkan sebagai TB apabila minimal 1 dari pemeriksaan contoh

dahak SPS hasilnya BTA positif


b. Diagnosis TB ekstra Paru
- Gejala dan keluhan tergantungpada organ yang terkena, misalkan
kakukuduk meningitis TB, nyeri dada TB pleura (pleuritis),
perbesaran kelenjar limfe superfisialis limfadenitis TB, deformitas
-

tulang belakan spondilitis TB, dan lain-lainnya.


Diagnosis pasti pemeriksaan klinis, bakteriologis, dan atau

histopatologis.
Dilakukan pemeriksaan bakteriologis apabila ditemukan keluhan dan
gejala yang sesuai, untuk menemukan kemungkinan adanya TB paru

16

Gambar 3.2
Alur dan tindak lanjut TB Paru pada pasien dewasa. 2(Hal 16)

Keterangan:

Pemeriksaan klinis secara cermat dan hasilnya dicatat sebagai data dasar

kondisi pasien dalam rekam medis.


Hasil pemeriksaan BTA negatif pada semua contoh uji dahak (SPS) tidak
menyingkirkan diagnosis TB. Apabila akses memungkinkan dapat dilakukan
pemeriksaan tes cepat dan biakan. Untuk pemeriksaan tes cepat dan
dilakukan hanya dengan mengirimkan contoh uji.

17

Sebaiknya pembacaan hasil foto toraks oleh seorang ahli radiologi


Pemberian antibiotika non OAT yang tidak memberikan efek pengobatan

TB termasuk golongan kuinolon


Untuk memastikan diagnosis TB
Dilakukan TIPK (Tes HIV atas Inisiatif Pemberi Pelayanan Kesehatan dan

Konseling)
Bila hasil pemeriksaan ulang tetap BTA negatif, lakukan observasi dan
assesment lanjutan oleh dokter untuk faktor-faktor yang bisa mengarah ke
TB

3.7 Klasifikasi dan Tipe pasien TB 4(hal 18-20)


1. Definisi Pasien TB:
- Pasien TB berdasarkan hasil konfirmasi pemeriksaan Bakteriologis:
Adalah seorang pasien TB yang dikelompokkan berdasar hasil
pemeriksaan contoh uji biologinya dengan pemeriksaan mikroskopis
langsung, biakan atau tes diagnostik cepat yang direkomendasi oleh
Kemenkes RI (misalnya: GeneXpert).
Termasuk dalam kelompok pasien ini adalah:
a. Pasien TB paru BTA positif
b. Pasien TB paru hasil biakan M.tb positif
c. Pasien TB paru hasil tes cepat M.tb positif
d. Pasien TB ekstraparu terkonfirmasi secara bakteriologis, baik
dengan BTA, biakan maupun tes cepat dari contoh uji jaringan
yang terkena.
e. TB anak yang terdiagnosis dengan pemeriksaan bakteriologis.
- Pasien TB terdiagnosis secara Klinis:
Adalah pasien yang tidak memenuhi kriteria terdiagnosis secara
bakteriologis tetapi didiagnosis sebagai pasien TB aktif oleh dokter, dan
diputuskan untuk diberikan pengobatan TB.
Termasuk dalam kelompok pasien ini adalah:
a. Pasien TB paru BTA negatif dengan hasil pemeriksaan foto
toraks mendukung TB.
b. Pasien TB ekstraparu yang terdiagnosis secara klinis maupun
laboratoris dan histopatologis tanpa konfirmasi bakteriologis.

18

c. TB anak yang terdiagnosis dengan sistim skoring.


2. Klasifikasi pasien TB:
Selain dari pengelompokan pasien sesuai definisi tersebut datas, pasien
juga diklasifikasikan menurut :
a. Klasifikasi berdasarkan lokasi anatomi dari penyakit:
- Tuberkulosis paru:
Adalah TB yang terjadi pada parenkim (jaringan) paru. Milier TB
dianggap sebagai TB paru karena adanya lesi pada jaringan paru.
Limfadenitis TB dirongga dada (hilus dan atau mediastinum) atau
efusi pleura tanpa terdapat gambaran radiologis yang mendukung TB
pada paru, dinyatakan sebagai TB ekstra paru. Pasien yang menderita
TB paru dan sekaligus juga menderita TB ekstra paru, diklasifikasikan
sebagai pasien TB paru.
-

Tuberkulosis ekstra paru:


Adalah TB yang terjadi pada organ selain paru, misalnya: pleura,
kelenjar limfe, abdomen, saluran kencing, kulit, sendi, selaput otak
dan tulang. Diagnosis TB ekstra paru dapat ditetapkan berdasarkan
hasil pemeriksaan bakteriologis atau klinis. Diagnosis TB ekstra paru
harus diupayakan berdasarkan penemuan Mycobacterium tuberculosis.
Pasien TB ekstra paru yang menderita TB pada beberapa organ,
diklasifikasikan sebagai pasien TB ekstra paru pada organ
menunjukkan gambaran TB yang terberat.

b. Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya:


1) Pasien baru TB: adalah pasien yang belum pernah mendapatkan
pengobatan TB sebelumnya atau sudah pernah menelan OAT namun
kurang dari 1 bulan ( dari 28 dosis).
2) Pasien yang pernah diobati TB: adalah pasien yang sebelumnya pernah
menelan OAT selama 1 bulan atau lebih ( dari 28 dosis).
Pasien ini selanjutnya diklasifikasikan berdasarkan hasil pengobatan TB
terakhir, yaitu:
Pasien kambuh: adalah pasien TB yang pernah dinyatakan sembuh
atau pengobatan lengkap dan saat ini didiagnosis TB berdasarkan

19

hasil pemeriksaan bakteriologis atau klinis (baik karena benarbenar kambuh atau karena reinfeksi).
Pasien yang diobati kembali setelah gagal: adalah pasien TB yang
pernah diobati dan dinyatakan gagal pada pengobatan terakhir.
Pasien yang diobati kembali setelah putus berobat (lost to followup): adalah pasien yang pernah diobati dan dinyatakan lost to
follow up (klasifikasi ini sebelumnya dikenal sebagai pengobatan
pasien setelah putus berobat /default).
Lain-lain: adalah pasien TB yang pernah diobati namun hasil akhir
pengobatan sebelumnya tidak diketahui.
3) Pasien yang riwayat pengobatan sebelumnya tidak diketahui.
c. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan uji kepekaan obat
Pengelompokan pasien disini berdasarkan hasil uji kepekaan contoh uji
dari Mycobacterium tuberculosis terhadap OAT dan dapat berupa :
Mono resistan (TB MR): resistan terhadap salah satu jenis OAT lini
pertama saja
Poli resistan (TB PR): resistan terhadap lebih dari satu jenis OAT lini
pertama selain Isoniazid (H) dan Rifampisin (R) secara bersamaan
Multi drug resistan (TB MDR): resistan terhadap Isoniazid (H) dan
Rifampisin (R) secara bersamaan
Extensive drug resistan (TB XDR): adalah TB MDR yang sekaligus
juga resistan terhadap salah satu OAT golongan fluorokuinolon dan
minimal salah satu dari OAT lini kedua jenis suntikan (Kanamisin,
Kapreomisin dan Amikasin)
Resistan Rifampisin (TB RR): resistan terhadap Rifampisin dengan atau
tanpa esistensi terhadap OAT lain yang terdeteksi menggunakan
metode genotip (tes cepat) atau metode fenotip (konvensional).
d. Klasifikasi berdasarkan status HIV
1) Pasien TB dengan HIV positif (pasien ko-infeksi TB/HIV) : adalah
pasien TB dengan :
-

Hasil tes HIV positif sebelum atau sesudah mendapatkan ART


atau

20

Hasil tes HIV positif pada saat diagnosis TB

2) Pasien TB dengan HIV negative : adalah pasien TB dengan :


-

Hasil tes HIV negative sebelumnya


atau
-

Hasil tes HIV negative pada saat diagnosis TB

3) Pasien TB dengan status HIV tidak diketahui : adalah pasien TB tanpa


ada bukti pendukung hasil tes HIV saat diagnosis TB ditetapkan
3.8 Pengobatan Tuberkulosis 2( hal 20-29)
a. Tujuan Pengobatan TB
Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien dan
memperbaiki produktivita serta kualitas hidup, mencegah kematian,
mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah
terjadinya resistensi kuman terhadap OAT.
b. Prinsip pengobatan
Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip - prinsip sebagai
berikut:

OAT yang tepat menandung mengandung minimal 4 macam obat untuk

mencegah resistensi
Diberikan dalam dosis yang tepat
Ditelan secara teratur dan diawasi secara langsung oleh PMO

(Pengawas Menelan Obat) sampai selesai pengobatan


Pengobatan diberikan dalam jangka waktu yang cukup terbagi dalam

tahap awal serta tahap lanjuttan untuk mencegah kekambuhan.


c. Tahap Pengobatan
Harus selalu diliputi pengobatan tahap awal dan tahap lanjutan
dengan maksud:
Tahap Awal: pengobatan diberikan setiap hari. Panduan pengobatan
pada tahap ini adalah dimaksudkan untuk secara efektif menurunkan
jumlah kuman yang ada dalam tubuh pasien dan meminimalisir
pengaruh dari sebagian kecil kuman yang mungkin sudah resisten sejak
sebelum pasien mendapat pengobatan pengobatan tahap awal pada
semua pasien baru, harus diberikan selama 2 bulan. Pada umumnya
dengan pengobatan secara teratur dan tanpa adanya penyulit, daya
penularan sudah sangat menurun setelah pengobatan selama 2 minggu.

21

Tahap Lanjutan: pengobatan tahap lanjutan merupakan tahap yang


penting untuk membunuh sisa-sisa kuman yang masih ada dalam tubuh
khususnya kuman persister sehingga pasien dapat sembuh dan

mencegah terjadinya kekambuan.


d. Obat Anti TB (OAT) dan kisara dosis dewasa
Tabel. 3.1 OAT dan Kisaran dosis
DOSIS
Harian
Kisaran dosis
(mg/kg BB)
5 (4-6)
10 (8-12)
25 (20-30)
15 (15-20)

OAT
Isoniazid
Rifampisin
Pirazinamid
Etambutol
Streptomisi
n

15 (12-18)

Maksimun
(Mg)
300
600
-

3x/Minggu
Kisaran dosis
Maksimun
(mg/kg BB)
(Mg)
10 (8-12)
900
10 (8-12)
600
35 (30-40)
30 (25-35)
15 (12-18)

1000

Catatan:

Pemberian streptomisin untuk pasien yang berumur >60 tahun atau


pasien dengan berat badan <50 kg mungkin tidak dapat mentoleransi dosis
>500 mg/hari.

e. Panduan OAT yang digunakan di Indonesia


- Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3
- Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3
- Kategori anak : 2(HRZ) /4(HR) atau 2HRZA(S)/4-10HR
- Obat yang digunakan dalam tatalaksana pasien TB resisten terdiri dari
OAT lini ke-2 Kanamisin, Kapreomisisn, Levofloksasin, Etionamide,
Sikloserin, Moksifloksasin dan PAS, serta OAT lini-1 Pirazinamid dan
Etambutol

22

23

24

Pencegahan
1. Pencegahan Primer
a. Meningkatkan daya tahan tubuh dengan cara:
b. Kebersihan Lingkungan
2. Pencegahan Sekunder
a. Case finding
b. Perawatan khusus penderita dan mengobati penderita.
3. Pencegahan Tertier
a. Membuat stategi menyembuhkan penderita TB Paru yaitu pemberian
paduan obat efektif dengan konsep Directly Observed Treatment
Short-course (DOTS).
b. Penderita dengan initial drug resitance yang tinggi terhadap INH
diberi obat etambutol karena jarang initial resitance terhadap INH.
Streptomisin

dapat

dipakai

pada

populasi

tertentu

untuk

meningkatkan complance pengobatan.


c. Memberi pengobatan secara teratur dan supervisi yang ketat dalam
jangka waktu 9-12 bulan pada acquired resistance (penderita
kambuh setelah pengobatan). 4(hal 2244- 2246)

25

BAB IV
PEMBAHASAN
Diagnosis tuberkulosis dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinik,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan bakteriologik, radiologik dan pemeriksaan
penunjang lainnya. Pada anamnesis tidak didapatkan gejala respiratorik. Gejala
sistemik: berat badan menurun.
Pada pasien ini mengeluh 2 bulan yang lalu sesak, batuk disertai dahak
warna kuning kental, , nafsu makan menurun dan badan semakin kurus.
Sedangkan pemeriksaan fisik pada tuberculosis paru yaitu Inspeksi: Normochest,
pengembangan dada kanan dan kiri: asimetris, retraksi intercostal (+), terdapat
bekas luka post WSD, palpasi : nyeri tekan (-), fremitus taktil D/, Perkusi:
sonor/pekak, Auskultasi: suara dasar vesikuler+/. Pada pemeriksaan foto
thoraks tampak perselubungan penuh pada paru sinistra yang memungkinkan
diagnose TB dan Efusi Pleura sinistra.
Untuk penegakkan diagnosa tuberculosis paru pada pasien ini perlu
dilakukan pemeriksaan penunjang yang meliputi radiologis (rontgen thorak).
Dalam penatalaksanaan tuberculosis paru pada pasien ini diberikan dalam 2 tahap
yaitu:
a. Tahap Intensif (awal) : pengobatan diberikan setiap hari. Panduan
pengobatan pada tahap ini adalah dimaksudkan untuk secara efektif
menurunkan jumlah kuman yang ada dalam tubuh pasien dan meminimalisir
pengaruh dari sebagian kecil kuman yang mungkin sudah resisten sejak
sebelum pasien mendapat pengobatan pengobatan tahap awal pada semua
pasien baru, harus diberikan selama 2 bulan. Pada umumnya dengan
pengobatan secara teratur dan tanpa adanya penyulit, daya penularan sudah
sangat menurun setelah pengobatan selama 2 minggu.
b. Tahap Lanjutan : pengobatan tahap lanjutan merupakan tahap yang
penting untuk membunuh sisa-sisa kuman yang masih ada dalam tubuh
khususnya kuman persister sehingga pasien dapat sembuh dan mencegah
terjadinya kekambuan.

26

Jenis obat anti tuberkulosis yang digunakan antara lain Isoniazid (INH),
Rifampisin (R), Pirazinamid (Z), Streptomisin (S) yang bersifat bakterisid dan
Etambutol (E) yang bersifat bakteriostatik.
Penilaian keberhasilan pengobatan didasarkan pada hasil pemeriksaan
bakteriologi, radiologi, dan klinis. Kesembuhan TB paru yang baik akan
memperlihatkan sputum BTA (-), adanya perbaikan radiologi, dan menghilangkan
gejala.
Perlu juga dilakukan pemeriksaan EKG, serta dilakukan konsul ke dokter
spesialis saraf untuk menagani keluhan pusing berputarnya.

27

BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Tuberkulosis ( TB ) adalah suatu penyakit infeksi menular yang
disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis (MTB) . Robert Koch pertama kali
menemukan MTB pada tahun 1882 2. Laporan TB dunia oleh WHO yang
terbaru, masih menempatkan Indonesia sebagai penyumbang TB terbesar nomor
3 di dunia setelah India dan Cina. Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT)
tahun 1995, menempatkan TB sebagai penyebab kematian ketiga terbesar setelah
penyakit kardiovaskuler dan penyakit saluran pernafasan, dan merupakan nomor
satu terbesar dalam kelompok penyakit infeksi.
Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai
keberhasilan pengobatan dan menentukan potensi penularan. Pemeriksaan dahak
untuk diagnosis pada semua suspek TB dilakukan dengan mengumpulkan 3
spesimen dahak yang dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang berurutan
berupa dahak Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS).
Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah
kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah
terjadinya resistensi kuman terhadap OAT.
5.2 Saran
Agar pengobatan pasien penderita TBC mendapatkan kesembuhan maka
seharusnya pasien dan keluarga menjalin kerja sama dengan tenaga medis dalam
pengobatan mengingat TBC merupakan infeksi yang menular dan membutuhkan
waktu dan ketaatan mengkonsumsi obat yang lama.

28

DAFTAR PUSTAKA

1.

Kementrian Kesehatan RI. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran

2.

Tatalaksana Tuberkulosis. DEPKES RI, Jakarta. 2013


Departemen Kesehatan RI. Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis.

Depkes RI. Jakarta. 2014


3. Harrison Principle Internal Medicine 17th, 2009
4. Bahar, A. Amin, Z.,. Tuberkulosis Paru dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Jilid III, Edisi V. Jakarta : BPFKUI . 2009

Anda mungkin juga menyukai