A. IDENTITAS PASIEN
Nama
Jenis Kelamin
Umur
Agama
Suku/Bangsa
Pekerjaan
Alamat
No. Register RS
Tanggal Pemeriksaan
Rumah Sakit
Dokter Penanggung Jawab
: Nn. GD
: Perempuan
: 9 Tahun
: Kristen Protestan
: Tionghoa/Indonesia
: Pelajar
: BTN Kumala Sari No. 17
: 07-80-xx
: 23 November 2015
: Balai Kesehatan Mata Masyarakat
: dr. Purnamanita Syawal, Sp.M
B. ANAMNESIS
Anamnesa dilakukan secata autoanamnesis dan alloanamnesis (Ibu
Kandung)
Keluhan utama
Disangkal
Disangkal
Riwayat Pengobatan
Disangkal
Disangkal
Riwayat alergi
Disangkal
C. PEMERIKSAAN FISIS
Status Generalis
Keadaan Umum
: Baik
Kesadaran
: Composmentis
Tanda Vital
TD
Nadi
: 90 x/menit
Pernafasan
: 20 x/menit
Suhu
D. PEMERIKSAAN OFTALMOLOGI
1. Inspeksi
PEMERIKSAAN
Palpebra
Apparatus Lakrimalis
Silia
Konjungtiva
Mekanisme Muskular
Kornea
OD
OS
tampak normal.
tampak normal.
tampak mengarah ke
tampak mengarah ke
dalam mata
dalam mata
Hiperemis (-)
Hiperemis (-)
Jernih
Jernih
Kesan normal
Coklat
Bulat central
Jernih
Kesan normal
Coklat
Bulat central
Jernih
OD
OS
Tn
(-)
(-)
Pembesaran (-)
Tn
(-)
(-)
Pembesaran (-)
2. Palpasi
PEMERIKSAAN
Finger Tension
Nyeri Tekan
Massa Tumor
Glandula Preaurikuler
3. Tonometri
TOD
TOS
4. Visus
VOD
: 20/30
VOS
: 20/40
5. Campus Visual
Tidak dilakukan evaluasi
6. Colour Sense
Tidak dilakukan evaluasi
7. Light Sense
Tidak dilakukan evaluasi
8. Penyinaran Oblik
PEMERIKSAAN
Konjungtiva
Kornea
BMD
Iris
OD
OS
Hiperemis (-)
Jernih
Kesan normal
Coklat, Krypte (+)
Hyperemis (-)
Jernih
Kesan normal
Coklat, Krypte (+)
Pupil
Lensa
langsung (+)
Jernih
langsung (+)
Jernih
9. Slit Lamp
Konjungtiva hiperemis (-), tes fluoresensi pada kornea tampak
SLOD
abrasi pada daerah perifer arah jam 4-8, BMD normal, iris coklat
krypte (+), pupil bulat central RC (+), lensa jernih.
Konjungtiva hiperemis (-), tes fluoresensi pada kornea tampak
SLOS
abrasi pada daerah perifer arah jam 4-8, BMD normal, iris coklat
krypte (+), pupil bulat central RC (+), lensa jernih.
E. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Tidak dilakukan evaluasi
F. RESUME
Seorang anak perempuan berusia 9 tahun datang ke Balai
Kesehatan Mata Masyarakat ditemani oleh ibunya dengan keluhan kedua
bulu mata bawah masuk kedalam. Hal ini kemungkinan dialami sejak
lahir, namun baru diketahui + 5 minggu yang lalu saat diadakan
pemeriksaan kesehatan mata oleh dinas kesehatan di sekolah pasien.
Orang tua pasien menyatakan bahwa sering melihat anaknya
mengusap-usap matanya akibat air mata yang sering keluar dan terdapat
kotoran mata berlebih. Selain itu ketika diperhatikan pasien berkedip lebih
banyak dibandingkan anak-anak seusianya. Pasien juga sering mengeluh
kepada orang tua bahwa matanya seperti ada yang mengganjal, gatal dan
terasa kabur, namun orang tua mengira mungkin hal itu terjadi akibat
terkena debu.
Riwayat penglihatan silau ada, riwayat mata merah ada, keluhan
sakit kepala, mual dan muntah serta riwayat trauma disangkal oleh pasien.
I.
PROGNOSIS
Quo ad vitam
: bonam
Quo ad functionam
: bonam
J. DISKUSI
1. Identifikasi Masalah
-
Sering berkedip
2. Analisa Kasus
Dari anamnesis didapatkan bahwa keluhan utama pasien datang ke
balai kesehatan mata masyarakat dengan keluhan utama kedua bulu mata
bawah masuk kedalam yang kemungkinan dialami sejak lahir, namun baru
diketahui + 5 minggu yang lalu saat diadakan pemeriksaan kesehatan mata
oleh dinas kesehatan di sekolahnya. Selain itu diperoleh pula adanya
riwayat air mata dan kotoran mata berlebih, mata merah, mata terasa gatal
dan seperti ada yang mengganjal, penglihatan silau serta penglihatan
terasa kabur yang menunjukkan bahwa pernah terdapat tanda-tanda iritasi
oculi, namun karena telah mendapatkan pengobatan maka tanda- tanda
tersebut menghilang.
Pada pemeriksaan fisis, didapatkan bahwa bagian nasal/media
palpebra inferior dari kedua mata tampak melipat ke dalam, diikuti silia
pada margo inferior kedua mata yang juga tampak mengarah ke arah
dalam
mata.
Pada
pemeriksaan
fluoresensi (+) dan terdapat abrasi pada daerah perifer kornea arah jam 4
hingga 8 pada kedua mata.
Berdasarkan riwayat penyakit yang telah dijelaskan tadi dan
mengarah pada tinjauan pustaka, maka pasien ini dapat didagnosis sebagai
epiblefaron yang memiliki keluhan berupa sensasi menggajal (seperti
adanya benda asing) yang merupakan keluhan terbanyak. Keluhan
lainnya dapat berupa adanya kotoran mata, fotofobia, hiperlakrimasi,
penurunan tajam penglihatan, sering menggosok mata, gatal dan sering
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Epiblefaron adalah kelainan kongenital pada kelopak mata di
mana terdapat lipatan kulit yang horizontal dan muskulus orbikularis di
bawahnya yang mendorong bulu mata mengarah ke bola mata dengan posisi
kelopak mata yang normal. Selain itu, epiblefaron juga dapat diartikan
sebagai suatu kelainan kongenital bilateral di mana muskulus lamela pada
kulit margo palpebra bagian anterior berada di atas margo palpebra yang
menyebabkan bulu mata mengarah ke dalam bola mata.1
Epiblefaron memiliki penampakan yang mirip dengan entropion,
namun etiologinya cukup berbeda. Epiblefaron disebabkan oleh ketiadaan
lipatan kelopak mata bawah dan terdapat perlekatan fascia yang
menyatukan lamela anterior dan posterior pada daerah tersebut. Dengan
kontraksi muskulus orbikularis, lamela anterior akan naik di atas margo
palpebra, dan memutar bulu mata ke dalam. Epiblefaron lebih sering
dan
pada
normal.1
B. ANATOMI PALPEBRA
Mata bagian luar terdiri atas kelopak mata, bulu mata (silia), puntum
lakrimalis, karunkula, plika seminularis, kornea dan konjungtiva.5
Pada kasus ini, palpebra akan dibahas lebih lanjut.
Kelopak
mata
atau
palpebra terdiri
dan
dalam.
Lapisan
kelenjar
keringat,
kelenjar sebasea
orbicularis oculi,
yang
berfungsi
untuk
menutup
mata.
Lapisan
dalam
terdiri
luar
yang
membentuk
kelopak mata. selain itu, yang juga termasuk lapisan dalam adalah tarsal otot
- otot polos levator palpebra yang masuk ke dalam tarsal plate dan
konjungtiva palpebra.
di
mana
10
11
2. Otot Protaktor
Otot Orbikularis okuli merupakan otot protraktor utama dari
kelopak
mata.
Kontraksi
dari
ini
otot
dapat
12
Bagian orbital dari otot orbikularis berasal dari sisi anterior dari
tendon kantus medial, prosesus orbitalis dari os frontal, dan procesus
frontalis dari otot maksilla di depan dari puncak lakrimal anterior. Serat
ototnya membentuk elips dan berinsersi tepat dibawah origonya. Dekat
dengan ujung dari kelopak mata, terdapat struktur otot khusus, berupa otot
Riolan yang terletak lebih posterior dari otot orbikularis dan membentuk
garis abu-abu. Otot Riolan ini berperan dalam ekskresi dari kelenjar
meibom, proses berkedip, dan posisi dari bulu mata.2
3. Septum Orbita
Merupakan struktur jaringan fibrosa berlapis berasal dari
periosteum pinggian kavum orbita superior dan inferior pada arkus
marginalis.2
4. Lemak Orbita
Terletak di posterior dari septum orbita dan anterior dari
aponeurosis
levator
palpebra
pada
kelopak
atas,
dan
fascia
13
palpebra karena struktur ini terletak dibawah dari septum orbita dan di
didepan dari aponeurosis levator.2
5. Otot Retraktor
Otot retraktor dari kelopak mata berupa otot levator disertai dengan
aponeurosisnya serta otot superior tarsal (Otot Muller). Pada kelopak mata
bawah, retraktornya berupa fascia capsulopalpebral, dan otot tarsal
inferior.2
Retraktor kelopak mata atas memiliki origo di apex dari orbita,
terdapat pula suatu ligament transversus superior (Ligamen Whitnall) pada
area transisi dari otot levator ke aponeurosis levator. Ligamen ini berfungsi
sebagai penahan dari kelopak mata atas dan jaringan orbital superior.
Ligamen Whitnall ini analog dengan ligament Lockwood di kelopak mata
inferior. Otot Levator dipersarafi oleh percabagan superior dari Nervus
Sentralis III, yang juga mempersarafi otot rektus superior. Otot Muller
berorigo di bawah dari aponeurosis levator palpebra. Otot ini diinervasi
oleh sistem saraf simpatis. Fascia kapsulopalpebral di palpebra inferior
analog dengan aponeurosis levator pada palpebra superior. Otot tarsal
inferior analog dengan otot Muller.2
6. Tarsus
Tarsus merupakan jaringan ikat padat, kuat dan berfungsi sebagai
penunjang dari palpebra. Panjang dari tarsus pada palpebra superior sekitar
10-12 mm. Ukuran vertikal pada pertengahan palpebra sekitar 4 mm.
Tarsus memiliki perlekatan kuat dengan periosteum melalui tendon kantus
baik medial maupun lateral. Tarsus ini dapat bergeser secara horizontal
seiring bertambahnya usia dengan peregangan dari tendon lateral dan
medial. Tarsus memiliki tebal sekitar 1 mm dan berkurang pada sisi medial
dan lateral. Dalam tarsus juga terdapat suatu kelenjar sebasea holokrin.2
14
7. Konjungtiva
Konjungtiva terdiri dari epitel skuamosa non keratinisasi.
Terbentuk di lapisan posterior dari palpebra dan mengandung sel goblet
dan kelenjar lakrimal aksesorius Wolfring dan Krause. Kelenjar lakrimal
aksesorius ini terutama terdapat pada kelopak mata atas dan bawha.
Kelenjar Wolfring terletak pada pinggir dari tarsus, dan kelenjar Krause
ditemukan terutama pada forniks.2
8. Margo Palpebra
Pinggir dari palpebra terdiri dari lapisan mukosa berupa
konjungtiva, ujung dari otot orbikularis, dan epitel kutaneus. Selain itu
juga terdapat bulu mata dan kelenjar yang berfungsi melindungi
permukaan bola mata. Tautan mukokutaneus dari pinggir palpebra sering
disebut sebagai Gray Line. Gray line ini rupakan bagian terisolasi dari
otot orbikularis (Riolan) terletak anterior dari tarsus. Tautan mukokutaneus
ini terletak di posterior dari muara kelenjar meibom. Panjang fisura
palpebralis kurang lebih 30 mm. Bagian utama dari margin palpebra
disebut sebagai Ciliary margin memiliki batas yang tegas antara sisi
anterior dan posterior.2
15
Vaskularisasi
Jaringan vaskuler dari palpebra dapat mempercepat penyembuhan
dan pertahanan terhadap infesi. Suplai arteri dari palpebra berasal dari 2
cabang utama, yakni (1) Arteri karotis interna melalui arteri oftalmika dan
percabangannya (arteri lakrimal dan supraorbita) dan (2) Karotis eksterna
melalui percabangan dari wajah (arteri angularis dan temporalis). Terdapat
sirkulasi kolateral dari kedua sistem ini, yang beranastomosis di palpebra
superior dan inferior.2
Drainase vena dapat dibagi menjadi dua yakni pretarsal dan
posttarsal. Jaringan pretarsal berjalan menuju vena angularis pada sisi
medial dan juga vena temporal superfisial pada sisi lateral. Drainase
posttarsal menuju ke vena orbitalis dan percabangan dari vena fasialis serta
pleksus pteriogoid. Pembuluh limfe pada sisi medial menuju ke nodulus
limfatikus submandibular. Pada sisi lateral, menuju ke nodus preaurikuler
superfisial dan kemudian menuju ke nodus servikal.2
C. EPIDEMIOLOGI
Prevalensi epiblefaron adalah sekitar 10% dari populasi pediatrik
dengan predileksi pada kelompok umur yang lebih muda, yaitu 46% hingga
52,2% pada infant, 24% pada usia 1 tahun, 7% pada usia 5-6 tahun, dan 2%
pada usia 10-18 tahun. Tidak terdapat perbedaan prevalensi epiblefaron pada
laki-laki dan perempuan.6,7
16
dengan
ras
kauskasoid,
bangsa
Asia
dengan
terlipat ke atas.7,9
Salah satu faktor yang berkontribusi pada pathogenesis epiblefaron
adalah kegagalan otot retraktor kelopak mata untuk memeroleh akses ke
kulit. Terdapat bukti yang mendukung teori ini adalah walaupun dengan
traksi kulit tidak mengubah arah bulu mata dan fakta bahwa epiblepharon
akan membaik seiring dengan bertambahnya usia dan maturasi tulang wajah
yang akan menarik otot retraktor palpebra inferior, menyebabkan inversi
spontan bulu mata.10
17
permukaan
kulit.
Namun
demikian,
sebaiknya
diingat
namun
hal
ini
mikroskopis.11
Sehingga secara ringkas, terdapat 2 hal yang diduga sebagai
penyebab epiblefaron adalah perkembangan otot retraktor palpebra inferior
yang tidak adekuat, yang ditandai dengan ketiadaan perlekatan otot retraktor
pada kelopak mata bawah dan otot orbikularis pretarsal menyisip terlalu
dekat dengan margo palpebra. Kemudian, kulit dan otot yang terletak di
depan
lempeng
menyebabkan hipertrofi otot dan kulit. Dengan kulit palpebra yang berlebih
dan kurangnya adesi otot orbikularis okuli pada lempeng tarsal, sehingga
menyebabkan berpindahnya lipatan kulit di atas lempeng tarsal. Lapisan
kulit
ini
menyebabkan
silia
terbalik
ke
arah
19
F. DIAGNOSIS
1. Anamnesis
Pada epiblefaron yang dimana kausanya diduga merupakan
kongenital, maka bisa didapatkan informasi mengenai perlangsungannya.
Selain itu, keluhan utama yang membawa pasien datang berobat adalah
adanya sensasi menggajal
(seperti
adanya
benda
asing) yang
20
G. PENATALAKSANAAN
Pada banyak kasus, epiblefaron akan sembuh secara spontan
seiring dengan bertambahnya usia, umumnya pada usia enam atau tujuh
tahun , ketika tulang wajah mengalami perkembangan. Pengobatan
mungkin saja dibutuhkan apabila terdapat beberapa gejala iritasi okuler,
misalnya pemberian lubrikasi topikal yang dapat mengurangi gejala. Akan
tetapi, lubrikasi topikal tidak akan melembutkan bulu mata, tetapi hanya
membuat bulu mata tidak terlalu bersifat merusak.6
Indikasi untuk intervensi operasi meliputi konjungtivitis kronik,
keratopati disertai lakrimasi dan fotofobia, kebiasaan menggosok mata
akibat gatal yang mengganggu, dan sering berkedip, serta apabila gejala
masih menetap hingga usia di atas sembilan tahun.6,9
Adapun tujuan operasi adalah untuk menciptakan perlekatan atau
adesi antara lamela anterior dengan retraktor palpebra inferior yang dapat
21
22
23
pada luka operasi dan kemudian diberikan kompresi dingin pada 12 jam
pertama postoperasi.9
Gambar 12. Prosedur operasi Hotz yang dimodifikasi
24
25
teknik yang paling banyak digunakan hingga saat ini. Prosedur ini relative
sederhana,
tetapi
terdapat
banyak
reseksi
kulit
sehingga
dapat
26
kongenital
(autosomal
umumnya
lebih
halus,
lebih
pendek,
dan
pada
memiliki
ini
27
meibomitis, kondisi sikatrik pada mukosa seperti sindrom StevenJohnsen, luka bakar kimia yang berat, dan trauma pada glandula
Meibom.3
Pertumbuhan bulu mata yang abnormal pada glandula Meibom
dapat diliat dengan lebih baik pada pemeriksaan slit lamp, di mana bulu
mata yang abnormal dapat terlihat baik pada satu atau lebih kelopak
mata, dan barisan bulu mata yang lengkap jarang ditemukan.
Pertumbuhan bulu mata yang abnormal ini dapat menyebabkan iritasi
pada kornea.11
3. Trikiasis
28
Pada trikiasis, bulu mata berada pada arah yang salah setelah
tumbuh melalui folikel dengan sudut yang ganjil, baik melalui glandula
meibom, maupun melalui area pada kelopak mata maupun konjungtiva
yang normalnya bebas dari pertumbuhan bulu mata. Pada trikiasis, margo
palpebra dan barisan bulu mata berada pada posisi yang normal (hanya
bulu mata yang terputar ke dalam dan mengenai kornea), sedangkan
pada entropion, palpebra terbalik ke arah dalam sehingga bulu mata
menggesek bola mata.3,4
Pasien biasa mengeluhkan adanya sensasi benda asing dalam mata
dan iritasi permukaan ocular kronik. Abrasi kornea, injeksio konjungtiva,
secret mukoid, dan epifora biasa ditemukan. Pada kasus yang berat,
ulkus kornea yang nyata dapat terlihat.4
Tabel Perbedaan Epiblefaron, Entropion, Distikiasis, dan Trikiasis
29
Distikiasis : terdapat sebaris bulu mata tambahan, asal dari orifisium glandula
Meibom
Trikiasis : bulu mata tumbuh ke arah mata dengan margo palpebra normal
I. KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat timbul akibat epiblefaron adalah akibat
adanya gesekan antara silia dan permukaan bola mata, sehingga dapat
menimbulkan konjungtivitis, keratopati, keratititis, maupun ulkus kornea.
Selain itu, komplikasi yang dapat timbul adalah adanya gangguan
refraksi dalam hal ini adalah astigmat.
Selain akibat entropion itu sendiri, komplikasi yang dapat timbul
adalah sebagai akibat dari teknik pembedahan, misalnya teknik
penjahitan non insisional Quickert yang memiliki angka rekurensi dan
infeksi yang tinggi yaitu 23% - 29%. Modifikasi Hotz adalah teknik
yang paling banyak digunakan hingga saat ini, tetapi terdapat banyak
reseksi kulit sehingga dapat menyebabkan ektropion dan retraksi kelopak
mata.9
30
J. PROGNOSIS
Prognosis epiblefaron adalah baik di mana re-operasi atau
operasi kembali jarang dilakukan karena sekali koreksi, epiblepharon
tidak mengalami rekurensi.11
DAFTAR PUSTAKA
1. Joshi N., Nadir A.M. Effectiveness of Lash Rotating Sutures for The Correction of
Congenital Epiblepharon. Brunei Int Med J, 2014. P: 133-7.
31
32