LAPORAN PENDAHULUAN
SKIZOFRENIA
I.
Menurut pendapat lain, skizofrenia merupakan aktivitas dopamin otak yang berlebihan,
dilaporkan juga bahwa kadar 5-hydroxiindoleacetic acid (SHIAA) menurun pada
skizofrenia kronik dan pada pasien skizofrenia dengan pelebaran ventrikel.
C. Klasifikasi Skizofrenia
Kraepelin membagi skizofrenia dalam beberapa jenis berdasarkan gejala utama antara lain :
1. Skizofrenia Simplek
Sering timbul pertama kali pada usia pubertas, gejala utama berupa kedangkalan emosi
dan kemunduran kemauan. Gangguan proses berfikir sukar ditemukan, waham dan
halusinasi jarang didapat, jenis ini timbulnya berlahan-lahan.
Suatu kelainan yg tidak lazim dimana ada perkembangan yg bersifat perlahan tetapi
progresif mengenai keanehan tingkah laku, ketidak mampuan untuk memenuhi tuntutan
masyarakat dan penurunan kinerja secara menyeluruh.
Waham, halusinasi tidak ada.
Dapat berkembang menjadi gelandangan, pendiam, malas, tanpa tujuan.
Penarikan diri secara sosial.
2. Skizofrenia Hebefrenia
Permulaannya perlahan-lahan atau sub-akut dan sering timbul pada masa remaja atau
antara usia 15 25 tahun. Gejala yang mencolok adalah gangguan proses berfikir,
gangguan kemauan dan adanya depersonalisasi atau double personallity. Gangguan
psikomotor seperti mannerium, neologisme atau perilaku kekanak-kanakan sering
terdapat, waham dan halusinasi banyak sekali.
Kriteria umum diagnosis skizofrenia harus dipenuhi.
Perubahan afektif tampak jelas, dangkal dan tak wajar.
Waham dan halusinasi mengambang dan terputus-putus (fragmentary).
Sering disertai cekikikan (giggling), rasa puas diri, senyum sendiri, sikap angkuh, tertawa
menyeringai, mannerisme, mengibul secara seloroh, sifat kekanak-kanakan.
Hipokondrik Perilaku tak bertanggung jawab dan sulit diramalkan, menyendiri, tanpa
tujuan.
Proses pikir mengalami disorganisasi, pembicaraan tak menentu, inkohorensia.
Pramorbid kepribadian pemalu, suka menyendiri.
Prognosa buruk karena gejala negatif sangat cepat berkembangnya.
3. Skizofrenia Katatonik
Timbulnya pertama kali umur15 30 tahun dan biasanya akut serta sering didahului oleh
stress emosional. Mungkin terjadi gaduh gelisah katatonik atau stupor katatonik.
Kriteria umum diagnosis skizofrenia harus dipenuhi.
Gangguan psikomotor sangat menonjol, berva-riasi antara kondisi ekstrem hiperkinesis
dan stupor.
Gangguan: stupor, gelisah, negativisme, katalepsi, fleksibilitas serea, otomatisme.
4. Skizofrenia Paranoid
Gejala yang mencolok ialah waham primer, disertai dengan waham-waham sekunder dan
halusinasi. Dengan pemeriksaan yang teliti ternyata adanya gangguan proses berfikir,
gangguan afek emosi dan kemauan.
Tipe skizofrenia yg plng sering dijumpai.
Kriteria umum diagnosis skizofrenia harus dipenuhi.
Gambaran klinis didominasi oleh waham, sering bersifat paranoid dan halusinasi,
terutama hal.pendengaran dan ggan persepsi lainnya.
Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembica-raan, dan G/katatonik tidak
menonjol.
Selalu dijumpai ggan suasana perasaan (afektif) berupa iritabilitas,kemarahan yg tiba2,
ketakutan, kecurigaan, tidak serasi.
Perjalanan penyakit : dapat episodik dgn remisi sebahagian atau sempurna, atau menjadi
kronis.
Onset cenderung pada usia lebih tua dari pada bentuk hebefrenia dan katatonia.
5. Episode Skizofrenia Akut
Gejala skizofrenia timbul mendadak sekali dan pasien seperti dalam keadaan mimpi.
Kesadarannya mungkin berkabut. Dalam keadaan ini timbul perasaan seakan-akan dunia luar
maupun dirinya sendiri berubah, semuanya seakan-akan mempunyai suatu arti yang khusus
baginya.
6. Skizofrenia Residual
Keadan skizofrenia dengan gejala primernya Bleuer, tetapi tidak jelas adanya gejala
sekunder. Keadaan ini timbul sesudah beberapa hari serangan skizofrenia.
Suatu stadium kronis dari skizofrenia yg lebih lanjut ditandai dgn gejala negatif yg
panjang, walaupun belum tentu irreversibel.
Gangguan negatif : perlambatan psikomotor, aktivitas menurun, afek tumpul, sikap pasif
tak punya inisiatif, banyak diam, perawatan diri buruk, kinerja sosial buruk.
Keadaan ini sudah berlangsung 1 thn.
Farmakoterapi
Obat neuroleptika selalu diberikan, kecuali obat-obat ini terkontraindikasi, karena 75%
penderita skizofrenia memperoleh perbaikan dengan obat-obat neuroleptika. Kontraindikasi
meliputi neuroleptika yang sangat antikolinergik seperti klorpromazin, molindone, dan
thioridazine pada penderita dengan hipertrofi prostate atau glaucoma sudut tertutup. Antara
sepertiga hingga separuh penderita skizofrenia dapat membaik dengan lithium. Namun,
karena lithium belum terbukti lebih baik dari neuroleptika, penggunaannya disarankan
sebatas obat penopang.
Intervensi Psikososial
Hal ini dilakukan dengan menurunkan stressor lingkungan atau mempertinggi
kemampuan penderita untuk mengatasinya, dan adanya dukungan sosial. Intervensi
psikososial diyakini berdampak baik pada angka relaps dan kualitas hidup penderita.
Intervensi berpusat pada keluarga hendaknya tidak diupayakan untuk mendorong eksplorasi
atau ekspresi perasaan-perasaan, atau mempertinggi kewaspadaan impuls-impuls atau
motivasi bawah sadar.
Tujuannya adalah :
1. Pendidikan pasien dan keluarga tentang sifat-sifat gangguan skizofrenia.
2. Mengurangi rasa bersalah penderita atas timbulnya penyakit ini. Bantu penderita
memandang bahwa skizofrenia adalah gangguan otak.
3. Mempertinggi toleransi keluarga akan perilaku disfungsional yang tidak berbahaya.
Kecaman dari keluarga dapat berkaitan erat dengan relaps.
4. Mengurangi keterlibatan orang tua dalam kehidupan emosional penderita. Keterlibatan
yang berlebihan juga dapat meningkatkan resiko relaps.
5. Mengidentifikasi perilaku problematik pada penderita dan anggota keluarga lainnya dan
memperjelas pedoman bagi penderita dan keluarga.
Isolasi Sosial adalah kondisi kesepian yang diekspresikan oleh individu dan dirasakan
sebagai hal yang ditimbulkan oleh orang lain dan sebagai suatu keadaan negatif yang
mengancam.
Dengan karakteristik : tinggal sendiri dalam ruangan, ketidakmampuan untuk berkomunikasi,
menarik diri, kurangnya kontak mata. Ketidak sesuaian atau ketidakmatangan minat dan aktivitas
dengan perkembangan atau terhadap usia. Preokupasi dengan pikirannya sendiri, pengulangan,
tindakan yang tidak bermakna. Mengekspresikan perasaan penolakan atau kesepian yang
ditimbulkan oleh orang lain. Mengalami perasaan yang berbeda dengan orang lain, merasa tidak
aman ditengah orang banyak. (Mary C. Townsend, Diagnose Kep. Psikiatri, 1998; hal 252).
Seseorang dengan perilaku menarik diri akan menghindari interaksi dengan orang lain.
Individu merasa bahwa ia kehilangan hubungan akrab dan tidak mempunyai kesempatan untuk
membagi perasaan, pikiran dan prestasi atau kegagalan. Ia mempunyai kesulitan untuk
berhubungan secara spontan dengan orang lain, yang dimanivestasikan dengan sikap
memisahkan diri, tidak ada perhatian dan tidak sanggup membagi pengalaman dengan orang
lain (DepKes, 1998).
Perilaku menarik diri merupakan percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang
lain, menghindari hubungan dengan orang lain. (Rawlins, 1993, dikutip Budi Anna Keliat).
Kerusakan Interaksi sosial adalah suatu keadaan dimana seorang individu berpartisipasi
dalam suatu kualitas yang tidak cukup atau berlebihan atau kualitas interaksi sosial yang tidak
efektif, dengan karakteristik :
Menyatakan secara verbal atau menampakkan ketidaknyamanan dalam situasi-situasi sosial.
Menyatakan secara verbal atau menampakkan ketidakmampuan untuk menerima atau
mengkomunikasikan kepuasan rasa memiliki, perhatian, minat, atau membagi cerita. Tampak
menggunakan perilaku interaksi sosial yang tidak berhasil. Disfungsi interaksi dengan rekan
sebaya, keluarga atau orang lain. Penggunaan proyeksi yang berlebihan tidak menerima
tanggung jawab atas perilakunya sendiri. Manipulasi verbal. Ketidakmampuan menunda
kepuasan.
Faktor Predisposisi Dan Presipitasi
Faktor predisposisi terjadinya perilaku menarik diri adalah kegagalan perkembangan yang dapat
mengakibatkan individu tidak percaya diri, tidak percaya orang lain, ragu takut salah, putus asa
terhadap hubungan dengan orang lain, menghindar dari orang lain, tidak mampu merumuskan
keinginan dan meresa tertekan.
Sedangkan faktor presipitasi dari faktor sosio-cultural karena menurunnya stabilitas keluarga dan
berpisah karena meninggal dan fakto psikologis seperti berpisah dengan orang yang terdekat atau
kegagalan orang lain untuk bergantung, merasa tidak berarti dalam keluarga sehingga
menyebabkan klien berespons menghindar dengan menarik diri dari lingkungan (Stuart and
Sundeen, 1995).
Data Subjektif :
Sukar didapati jika klien menolak berkomunikasi. Beberapa data subjektif adalah menjawab
pertanyaan dengan singkat, seperti kata-kata tidak , iya, tidak tahu.
Data Objektif :
Observasi yang dilakukan pada klien akan ditemukan :
Apatis, ekspresi sedih, afek tumpul.
Menghindari orang lain (menyendiri), klien nampak memisahkan diri dari orang lain,
misalnya pada saat makan.
Komunikasi kurang / tidak ada. Klien tidak tampak bercakap-cakap dengan klien lain /
perawat.
Tidak ada kontak mata, klien lebih sering menunduk.
Berdiam diri di kamar / tempat terpisah. Klien kurang mobilitasnya.
Menolak berhubungan dengan orang lain. Klien memutuskan percakapan atau pergi jika
diajak bercakap-cakap.
Tidak melakukan kegiatan sehari-hari. Artinya perawatan diri dan kegiatan rumah tangga
sehari-hari tidak dilakukan.
Posisi janin pada saat tidur.
1. Karakteristik Perilaku
Tidur berlebihan.
Kurang bergairah.
Kegiatan menurun.
Immobilisasai.
Pohon Masalah
Resiko Mencederai Diri dan Orang Lain (efek)
Isolasi Sosial Menarik Diri (masalah utama)
Gangguan Konsep Diri Harga Diri Rendah (etiologi)
Tujuan:
Klien dapat berhubungan dan berinteraksi dengan orang lain, keluaraga, lingkungan dan
masyarakat
SP I P
Cara berkenalan dengan orang lain
Intervensi:
1.
2.
3.
4.
5.
Intervensi
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien
2. Memberikan kesempatan kepada klien mempraktekkan cara berkenalan dengan 2 orang atau
lebih
3. Menganjurkan kepada klien memasukkan kedalam jadwal kegiatan harian
SP I K
Intervensi
1. Mendiskusikan masalah yang dirasakn keluarga dalam merawat klien
2. Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala isolasi social yang dialami klien beserta proses
terjadinya
3. Menjelaskan cara cara merawat klien dengan isolasi social
SP II K
Intervensi
1. Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat klien dengan isolasi sosial
2. Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat langsung kepada isolasi sosial
SP III K
Intervensi
1. Membantu keluarga membuat jadwal aktifitas di rumah termasuk minum obat
discharge planning
2. Menjelaskan follow up klien setelah pulang.
I.
Identitas Klien
Inisial Klien
Umur
Jenis Kelamin
Pendidikan
Alamat
Agama
Pekerjaan
Tanggal Masuk RS
Tanggal Pengkajian
Diagnosa Medis
No. RM
Ruangan
Penanggung Jawab
: Ny.S
: 24 tahun
: Perempuan
: SMA
: Masohi
: Islam
:: 16-03-2015
: 30-11-2015, pukul 09.00 wit
: Skizofrenia Kronik
: 01-33-05
: Bangsal Wanita
: Keluarga klien
Hal-hal yang menyebabkan terjadinya gangguan jiwa atau pencetus terjadinya masalah gangguan
jiwa tidak diketahui karena pasien kurang berespon saat dianamnese, bingung, tidak mau berinteraksi
dengan banyak orang,ketidak mampuan menentukan tujuan, kurang adanya komunikasi verbal, afek
datar,suara pelan.
Masalah Keperawatan : gangguan konsep diri Harga Diri Rendah
V. Keadaan Fisik
Tanda-tanda vital
Tanggal : 30-11-2015
Tekanan Darah : 110/70 mmhg
Respirasi
: 18x/m
Nadi
: 84x/m
Suhu
: 36,50C
Pada klien tidak terlihat adanya gangguan fisik
Masalah Keperawatan : VI. Psikososial
Genogram :
X
X
?
24
44
Keterangan:
Laki laki :
Perempuan :
Klien
Hubungan perkawinan :
Meninggal
:X
: Tidak diketahui
Klien mengatakan kedua orang tuanya sudah meninggal, pasien hanya diam tidak dapat
menyebutkan.
Konsep diri
1. Gambaran diri
Klien mengatakan ya saat di tanya apakah menyukai dan menerima bentuk dan keadaan
tubuhnya, ketidakmampuan menentukan tujuan dan menarik diri dari hubungan sosial .
2. Identitas diri
Klien mampu menyebutkan namanya
3. Peran diri
Klien tidak tahu sebelum sakit pernah bertugas atau berperan sebagai apa
4. Ideal diri
Saat ditanya apakah klien berharap cepat sembuh, klien mengatakan ya
5. Harga diri
Hubungan klien dengan orang lain: tidak mau berinteraksi dengan banyak orang
Masalah Keperawatan : gangguan konsep diri Harga Diri Rendah
b. Hubungan sosial
Saat sakit klien terlihat tidak mau berinteraksi dengan banyak orang
Masalah keperawatan : Isolasi Sosial Menarik Diri
c. Spiritual
Pasien beragama islam, pasien jarang berdoa, sebelum dan sesudah makan tidak pernah berdoa
Masalah keperawatan : VII.
Status Mental
a. Penampilan
Penampilan klien sehari-hari bersih, sering mandi pagi, dan berpakaian sesuai
Masalah keperawatan : b. Pembicaraan
Klien susah diajak bicara, kontak mata kurang
Masalah keperawatan : gangguan konsep diri Harga Diri Rendah
c. Aktivitas motorik
Tidak mau berinteraksi dengan banyak orang
Masalah Keperawatan : Isolasi Sosial Menarik Diri
d. Alam perasaan
Ekpresi pasien terlihat putus asa
Masalah keperawatan : gangguan konsep diri Harga Diri Rendah
e. Afek
g. Persepsi
Klien tidak terlihat mengalami halusinasi
Masalah keperawatan : h. Proses pikir
Saat dianamnese pasien hanya menjawab tidak tahu
Masalah keperawatan : i.
j.
Isi pikir
Klien tidak terlihat mengalami obsesi, fobia, hipokondria, dll
Masalah keperawatan : Tingkat kesadaran
Tempat : saat di tanya sekarang berada di mana? Apakah di RSJ? Klien menjawab ya
Waktu : saat di tanya sekarang jam berapa? Apakah jam 10.10 WIT (sambil menunjukkan
arloji)? Klien menjawab ya
Orang: saat ditanya siapa saya ? klien menjawab suster Anis
Masalah keperawatan : Tidak ditemukan masalah keperawatan
k. Memori
Jangka panjang : saat ditanya tanggal berapa lahir, klien diam, kontak mata kurang, saat
ditanya apakah lupa? Klien mengataan ya
Jangka pendek : saat ditanya tadi pagi mandi pagi tidak? Klien mengatakan ya
Saat ini : saat klien ditanya dengan siapa sekarang ibu Sindar berbincang-bincang? Klien
menjawab dengan suster Anis
Masalah keperawatan : gangguan konsep diri Harga Diri Rendah
l.
Mekanisme Koping
Adaptif
Dapat berkenalan dengan orang lain
Dapat menyesuaikan diri dengan dan berbaur dengan teman-temannya saat makan dan
diajak bermain bersama (saat melakukan TAK)
Maladaptif
Klien tidak mau berinteraksi dengan banyak orang,kurang berespon saat dianamnese, kontak
mata kurang, bingung, kurang adanya komunikasi verbal
Masalah keperawatan :
Isolasi Sosial Menarik Diri dan gangguan konsep diri Harga Diri Rendah
VIII.
Aspek Medik
Diagnosa medis pasien : Skizofrenia Kronik
Terapi medis :
Inj.Stesolid
Govotil (3:1)
X. Klasifikasi Data
Data Subjektif
Klien mengatakan tidak mau melakukan
perkenalan berulang-ulang
Data Objektif
Klien tampak apatis
Saat di anamese pasien menjawab
tidak tahu
Tidak mau berinteraksi dengan
banyak orang
Kurang berespon saat dianamese
Afek datar
Bingung
Kurang adanya komunikasi verbal
Konta mata kurang
Suara pelan
Ketidakmampuan
menentukan
tujuan
2.
XII.
Data
DS : Klien mengatakan tidak mau melakukan
perkenalan berulang-ulang
DO :
Klien tampak apatis
Saat di anamese pasien menjawab
tidak tahu
Tidak mau berinteraksi dengan
banyak orang
Kurang berespon saat dianamese
DS : Klien mengatakan tidak mau melakukan
perkenalan berulang-ulang
DO :
Afek datar
Bingung
Kurang adanya komunikasi verbal
Konta mata kurang
Suara pelan
Ketidakmampuan menentukan tujuan
Masalah Keperawatan
Pohon Masalah
XIII.
Diagnosa Keperawatan
XIV.
Afek datar
Kontak mata kurang
Bingung
Kurang adanya komunikasi verbal
Suara pelan
Ketidakmampuan menentukan tujuan
Prioritas Masalah
Isolasi Sosial Menarik Diri
Nama Klien
: Ny.S
Ruangan
No.CM
: 01-33-05
Tgl
Diagnosa
Keperawatan
: B.wanita
Perencanaan
Tujuan
Intervensi
30/11/10
SP I P
1. Bina hubungan saling
percaya (BHSP)
2. Mengidentifikasi penyebab
isolasi sosial klien
3. Berdiskusi dengan klien
tentang keuntungan
berinteraksi dengan orang
lain
4. Berdiskusi dengan klien
tentang kerugian
berinteraksi dengan orang
lain
5. Mengajarkan klien cara
berkenalan dengan orang
lain
6. Menganjurkan klien
memasukkan ke dalam
jadwal kegiatan harian
Tgl
01/12/10
Diagnosa
Keperawatan
Perencanaan
Tujuan
Isolasi sosial menarik Klien dapat
diri
berhubungan dan
berinterasi dengan
orang lain, keluarga,
lingkungan dan
masyarakat
Intervensi
SP II P
Memberikan kesempatan kepada
klien
mempraktekkan
cara
berkenalan dengan orang lain untuk
1 orang
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan
klien
2. Memberikan kesempatan klien
mempraktekkan cara
berkenalan dengan orang lain
3. Membantu klien memasukkan
kegiatan latihan kedalam
kegiatan harian
Nama Klien
: Ny.S
Ruangan
No.CM
: 01-33-05
Tgl
Diagnosa
Keperawatan
: B.wanita
Perencanaan
Tujuan
Intervensi
2/12/10
SP III P
Memberikan kesempatan kepada
klien
mempraktekkan
cara
berkenalan dengan orang lain untuk
2 orang atau lebih
1. Mengevaluasi
jadwal
kegiatan harian klien
2. Memberikan
kesempatan
kepada
klien
mempraktekkan
cara
berkenalan dengan 2 orang
atau lebih
3. Menganjurkan kepada klien
memasukkan
kedalam
jadwal kegiatan harian
Nama Klien
: Ny.S
Ruangan
: B.wanita
No.CM
: 01-33-05
d. Bagaimana kalau kita belajar tentang cara untuk menghilangkan perasaan sedih karena sering
sendiri dan tidak mau bicara dengan orang lain dengan cara berkenalan dengan orang lain.
Caranya seperti ini :
Ibu Sindar dekati orang lain yang mau ibu kenal
Setelah itu ibu mengulurkan tangan, minta untuk berkenalan dan sebutkan nama ibu Sindar
Ibu Sindar bisa lakukan cara ini bila ingin berkenalan dengan orang lain.
e. Bagaimana kalau kita membuat jadwal latihan ibu untuk di masukkan ke dalam jadwal kegiatan
ibu Sindar?
3. Terminasi
a. Evaluasi subjektif
Selamat pagi.
Nama saya Ibu Sindar senang dipanggil Sindar
Pagi ini perasaan saya senang
Tidak tahu tentang masalah yang dialaminya
Tidak tahu tentang keuntungan berinterasi sosial
Tidak tahu kerugian tida berinteraksi
Tidak tahu cara berkenalan
Mau memasukan latihan berkenalan ke dalam jadwal kegiatan harian
b. Evaluasi objektif
Klien mau berenalan dengan perawat
Dalam percakapan pasien menjawab pertanyaan perawat dengan kata ya atau tidak
Kontak mata kurang
Suara pelan
Kadang menunduk bila ditanya
Mendengarkan penjelasan perawat dengan baik
c. Rencana tindak lanjut
Baiklah waktu kita sudah selesai saya harap ibu Sindar mengerti yang saya jelaskan
d. Kontrak
Topik
. Bagaimana kalu besok kita bertemu lagi untuk belajar mengatasi isolasi sosial menarik
diri dengan cara berkenalan dengan orang lain untu 1 orang
Waktu
maunya berapa lama besok kita berbincang bincang ?
Bagaimana kalau di tempat bersantai ?
Kalau besok mau di tempat mana ?
Bagabimana kalau di tempat bersantai ?
SP II P
Memberikan kesempatan kepada klien mempraktekkan cara berkenalan dengan orang lain untuk 1
orang
Intervensi :
Strategi Komunikasi
1. Fase awal/orientasi/perkenalan
a. Salam terapeutik
Perawat : selamat pagi ibu
b. Evaluasi/Validasi
Bagaimana perasaan hari ini?
sudah mandi pagi atau belum?
c. Kontrak
Topik : Bagaimana kalau sekarang ini kita mempraktekkan cara berkenalan dengan orang lain
untuk satu orang ?
Tempat : Dimana tampat yang ibu suka untuk kita mempraktekkanya ? bagaimana kalau kita
disini saja ?
Waktu : maunya kita kita mempraktekkan cara berkenalan dengan orang lain dengan satu orang
ini berapa lama ? bagaimana kalau 10 menit.
2. Fase kerja
Selamat pagi
Bagaimana kabarnya hari ini.
Apakah sudah mandi.
Setelah mandi rapikan tempat tidur dulu..
Hari ini kita akan membicarakan tentang cara berkenalan dengan orang lain untuk 1 orang..
Bagaimana kalau kita berbincang bincang di taman saja
Saat ini sedang berbincang bincang dengan orang lain untuk 1 orang
Caranya seperti ini :
Ibu dekati orang lain yang mau ibu kenal
Setelah itu ibu mengulurkan tangan, minta untuk berkenalan dan sebutkan nama ibu
Ibu Sindar bisa lakukan cara ini bila ingin berkenalan dengan orang lain
Iya bagus ketika akan melakuan perkenalan nanti ibu cukup melakukan hal separti tadi
saja.
Bagaimana kalau kita membuat jadwal latihan ibu untuk di masukkan ke dalam jadwal kegiatan
ibu ?
3. Terminasi
B. Terminasi
b. Evaluasi subjektif
Selamat pagi.
Sudah mandi
Dalam percakapan pasien menjawab pertanyaan perawat dengan kata Ya atau tidak
Baiklah waktu kita sudah selesai saya harap mengerti yang saya jelaskan
d. Kontrak
Topik
. Bagaimana kalau besok kita bertemu lagi untuk belajar mengatasi isolasi sosial
menarik diri dengan cara berkenalan dengan orang lain untuk 2 orang
Waktu
maunya berapa lama besok kita berbincang bincang ?
Bagaimana kalau di tempat bersantai ?
SP III P
Memberikan kesempatan kepada klien mempraktekkan cara berkenalan dengan orang lain untuk 2
orang atau lebih
Intervensi
Strategi Komunikasi
1. Fase awal/orientasi/perkenalan
a. Salam terapeutik
Perawat : selamat pagi ibu
b. Evaluasi/Validasi
Bagaimana perasaan ibu hari ini?
Ibu sudah mandi pagi atau belum?
c. Kontrak
Topik : Bagaimana kalau sekarang ini kita mempraktekkan cara berkenalan dengan 2 orang
atau lebih ?
Tempat : Dimana tampat yang ibu suka untuk kita mempraktekkanya ? bagaimana kalau kita
disini saja ?
Waktu : maunya kita kita mempraktekkan cara berkanalan dengan orang lain dengan satu
orang ini berapa lama ? bagaimana kalau 10 menit.
2. Fase kerja
Selamat pagi
Bagaimana kabarnya hari ini.
Apakah sudah mandi.
Setelah mandi rapikan tempat tidur dulu..
Hari ini kita akan membicarakan tentang cara berkenalan dengan orang lain untuk 1 orang..
Bagaimana kalau kita berbincang bincang di taman saja
Saat ini sedang berbincang bincang dengan orang lain untuk 1 orang
Caranya seperti ini :
Ibu dekati orang lain yang mau ibu kenal
Setelah itu ibu mengulurkan tangan, minta untuk berkenalan dan sebutkan nama ibu
Ibu bisa lakukan cara ini bila ingin berkenalan dengan orang lain
Iya bagus ketika akan melakuan perkenalan nanti ibu cukup melakukan hal separti tadi
saja.
Bagaimana kalau kita membuat jadwal latihan ibu untuk di masukkan ke dalam jadwal kegiatan
ibu ?
3. Terminasi
a. Evaluasi subjektif
Selamat pagi.
Sudah mandi
DAFTAR PUSTAKA
Stuart & Loraia (1998). Principles and Practice of Psychiatric Nursing (6th edition). St.
Lois Mosby Year Book.
Stuart & Sunden (1998). Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC.