Anda di halaman 1dari 4

Intan Yulia Safira

K3-2011
1105975

Bumi
By: Intan Yulia Safira

Tawa nan geli,


senyum indah, canda tawa dan guraunya kini
hilang dari kehidupanku. Hari-hari kulewati
hanya sendiri tanpa dirinya lagi. Suasana hati
yang rancu seolah-olah dimengerti burung beo
di teras rumahku. Beo betina yang biasa
kupanggil swilly seakan
mencoba tertawa
bersamaku. Bunga merah di jambangan itu
seolah-olah tersenyum mencoba menghiburku.
Suasana langit sore ini sungguh cerah, sungguh
hari yang cerah untuk jiwa yang sepi. Angin
menyentuh
perlahan
dan
kupu-kupu
beterbangan menghisap madu. Bunga gantung
di teras rumahku menari-nari ditiup angin
mencoba
menghiburku. Ku lepas penat
tubuhku di kursi jati di teras rumahku sambil
menyeduh secangkir teh hangat. Di setiap hela
nafasku ada namanya, BUMI dia adalah
sahabat
terbaikku. Bumi bagiku adalah sosok seorang
sahabat impian. Laki-laki berwajah Indo
Jerman, berkulit putih, tinggi semampai itu
adalah inspirator dalam hidupku.
Dia adalah sosok yang begitu dewasa, sabar
menghadapi sikapku yang kekanak-kanakan.
Bumi sering mengajarkanku tentang arti hidup
yang sebenarnya. Aku bangga memiliki seorang
sahabat bernama Bumi Pratama. Tapi sosoknya
yang gagah tak akan pernah tanpak lagi di
pelupuk mataku, suara
lembutnya tak kan berirama lagi di telingaku.
Dia pergi dariku, dari kehidupanku. Entah
kapan aku akan bertemu dengannya lagi ,
melihat sosoknya yang penuh wibawa,
humoris, dan religius itu.
Jika kembali ke masa lalu mungkin
hidupku
lebih
bahagia
dibandingkan
keadaanku saat ini. Pertengahan tahun 2010
dimulailah awal perkenalanku dengan Bumi.
Pada suatu pagi di salah satu SMA di Jakarta.
Prak.buku-buku
yang
kubawa jatuh berserakan. Seorang laki-laki
menabrak bahu kiriku. Heh punya mata
nggak sih liat nih buku aku berserakan, kan
aku jadi repot
Maaf aku buru- buru ujarnya
dengan nafas tersenggal senggal.

Diapun pergi tanpa


menolongku, aku benar benar kesal dengan
laki laki itu . Akupun menggerutu sambil
merapikan buku-buku yang berserakan tadi.
Seperti biasa , kalau hatiku sedang
kasal, marah, dan sedih bangku kecil di bawah
beringin di taman sekolah adalah tujuan
utamaku. Di sana udara terasa sejuk, semua
masalah rasanya lenyap. Ketika fikiranku
sudah mulai agak tenang tiba-tiba terdengar
suara bernada tinggi memekakkan telingaku .
Woi..minggir loe! gue mo istirahat
! seru Bobi, siswa ternakal di SMA dan
telah berulang kali berurusan dengan kepala
sekolah . Melihat tampangnya yang sangar
,kulit hitam dan tubuhnya yang tinggi itu
rasanya hari itu adalah akhir hidupku .
Duit dong kata Bobi
sambil
menarik tasku .
Duit apa Bob? aku nggak punya
duit. jawabku gemetaran.
Itu apa
kalau bukan duit ?
teriaknya .
Ini duit buat bayar buku .Bobi
kelihatan sangat kesal dan melayangkan
tangannya ke pipi ku, tapi tangan Bobi tidak
sampai
mendarat
di
pipiku , dan
ternyata,,,,,,,,,
Maaf sama perempuan jangan kasar
dong ! seseorang membelaku sambil
memegaang tangan Bobi yang hendak
mendarat di pipiku.
Siapa loe brani brani nyegah gw ?
jawab Bobi kesal.
Nggak penting siapa aku, yang
penting jangan pernah menyakiti perempuan,
ibu kamu kan seorang perempuan dan bila
kamu menyakiti perempuan sama halnya kamu
menyakiti ibumu sendiri. dengan bijaknya
laki laki itu berkata .
Bobi pun langsung pergi dengan wajah
kesal karena tidak berhasil mendapatkan uang
dariku.
Siapa laki laki ini ? pertanyaan
itulah yang ada di benakku saat itu.

Intan Yulia Safira


K3-2011
1105975
Oh ya kenalin nama aku Bumi
Pratama, kamu bisa manggil aku Bumi
ujarnya lembut.
Hai Bumi kenalin juga namaku Biru
Marcellia jawabku tersipu malu.
Maafin aku ya tadi aku buru-buru, aku
murid baru di sekolah ini jadi aku harus tau di
mana kelasku nanti .
Nggak papa kok, makasih banget ya
kamu udah nolong aku.O ya apa sih arti nama
kamu Bumi? tanyaku padanya penasaran .
Bumi sangat bermanfaat bagi orang
banyak, jadi ayahku menginginkan aku juga
menjadi anak yang berguna dan arti nama kamu
apa biru ? .
Panggil aku Ayu aja, kata ibu sih biru
artinya ketenangan jadi ibu memberi namaku
biru .
Kamu kelas berapa,Yu ? .
Aku kls x dan kelasku yang ada bunga
mawar di sebelah pintunya itu .
Itu kelas xb ya? kelasku juga di sana
jadi kita sama masuk aja ajak Bumi.
Itulah awal perkenalanku dengaan
Bumi, perkenalan yang cukup mengesankan .
Aku melihat sosok yang pemberani darinya.
Semakin hari pertemananku dengan Bumi
semakin dekat, aku sudah mengaggapnya
sahabat begitu juga sebaliknya. Dia bagai
setetes air di gurun pasir yang gersang bagai
angin di padang yang tandus dan bagai
bintang di malam yang gelap .
Suatu sore Bumi mengajakku
ke
sebuah taman yang begitu indah .
Tumben kamu ajak aku ke sini biasanya ke
toko buku atau nggak ke perpus selaku
padanya.
Gimana Yu kamu suka tempat ini?
tanya Bumi lembut .
Suka banget Bumi, taman ini benarbenar mengagumkan, hijau terbentang luas,
kupu-kupu beterbangan , angin berhembus
perlahan dan bunga-bunga bermekaran, aku
benar2 suka tempat ini dan makasih ya udah
ngaajak aku ke sini. ujarku sambil
membentangkan tangan dan mennghirup
udara segar.

Akupun berbaring di rumput nan hijau


sambil memandang ke arah langit yang
cerah .Bumi pun berbaring tepat di sebelaahku
dan berkata
Yu seandainya Bumi tidak ada
apakah langit akan tetap bewarna biru?
tanya Bumi padaku. Pertanyaan Bumi
sungguh membuatku heran, ada makna di balik
perkataan Bumi tadi .
Menurutku tidak Bumi, langit tanpak
biru karena hijau Bumi dan ketentraman Bumi
jawabku singkat .
Yu aku benar-benar takut
Takut
kenapa
mi ? tanyaku
penasaran. Tapi Bumi langsung bangun dan
menggelitikku seolah-olah dia mengelak dari
pertanyaanku tadi. Karena kesal aku pun bagkit
dan mengejar Bumi. Suasana di sore itu terasa
amat menyenangkan dan mengesankan .
Ternyata kebersamaan di sore itu
adalah yang terakhir kalinya. Bumi mulai
menghindariku. Setiap ku sapa dia selalu
memalingkan wajahnya dariku. Setiap aku ajak
bicara dia selalu menolak dengan seribu
alasan. Aku bingung dengan perubahan sikap
Bumi itu. Rasanya itu bukan Bumi yang ku
kenal .
Di suatu sore hatiku terasa gelisah,
fikiranku melayang kemana-mana, . perasaanku
tidak enak, aku teringat Bumi, aku takut
sesuatu yang buruk menimpanya. Langit
mendung ketika ku mulai tenggelam dalam
lamunanku. Kebisuan membuahkan kesunyian.
Kelamnya hati mempengaruhi warna langit
yang semakin lama semakin kelabu. Dalam
sore kelabu aku berusaha menenangkan hatiku
yang gundah. Rasa pedih amat menusuk ulu
hatiku karena diacuhkan sahabat. Tanpa fikir
panjang ku ambil kunci motorku dan aku
langsung pergi ke rumah Bumi karena rasa
penasaran di hatiku menyayat kalbu. Susana
langit menambah kegundahan hatiku, langit
bergemuruh dan
angin bertiup kencang.
Setibanya di rumah Bumi ku ketok pintu
rumahnya dan ternyata dugaanku benar,
menurut penuturan pembantunya Bumi dirawat
di rumah sakit karena dia menderita penyakit

Intan Yulia Safira


K3-2011
1105975
kanker darah stadium akhir. Aku kaget
mendengar kenyataan itu, kenapa aku tak
pernah tau tentang hal itu. Bumi memang pintar
menyembunyikan penderitaannya. Tanpa fikir
panjang lagi aku langsung pergi ke RS tempat
Bumi dirawat. Di perjalanan ke RS air mataku
tak terbendung lagi. Butiran air mata jatuh
membasahi pipiku. Isak tanggis bercampur
kegundahan hati melengkapi penderitaanku
kala itu. Ingin rasanya berteriak dan berkata
Bumi kenapa kamu merahasiakan hal ini
dariku? belum sempat kalimat itu terucap dari
mulutku sebuah mobil kijang melintas di
depanku. Tanganku tak berdaya menghentikan
skuter yang ku kendarai. Dalam waktu sekejap
motorku yang berkecepatan tinggi menabrak
badan kijang tersebut. Aku terpelanting jauh
dan motorku masuk ke kolong mobil tersebut.
Masih dalam keadaan setengah sadar hanya
satu nama yang teringat olehku yaitu Bumi dan
langit seolah menangis melihat kejadian tragis
yang menimpaku. Darah bercampur air hujan
menggenangi
jalan
raya.
Orang-orang
berkerumunan melihat keadaanku. Mereka
langsung membawaku kerumah sakit dimana
Bumi juga dirawat disana. Tiga hari aku tak
sadarkan diri. Keadaan Bumi juga sangat
memprihatinkan, untuk bernafas saja dibantu
dengan peralatan medis, sama halnya dengan
ku. Setelah sadar dari koma aku terkejut
mendapati kaki ku hanya satu. Hidup ku akan
pincang karna satu kaki ku di amputasi. Ingin
rasanya berteriak dan menangis sekeraskerasnya, tapi apalah daya aku tak mampu
melakukan hal itu. Dalam hati ku berbisik
Tuhan,
lengkap
sudah
penderitaanku,
sahabatku terbaring lemah dan kini aku akan
hidup dengan satu kaki.
Bu .... hidup Ayu rasanya nggak
artinya lagi, aku cacat Bu dan aku akan hidup
dengan bantuan kursi roda dan bantuan orang
lain. Lebih baik Ayu mati Bu dari pada Ayu
nyusahin Ibu. ratapku.
Ayu jangan bicara begitu, kamu kan
anak ibu, ibu tak akan merasa direpotkatn
olehmu. Dan yang harus Ayu ingat semua ini

adalah rencana Allah, Allah membuktikan kalau


dia menyayangi kamu nak. bisik ibu padaku.
Apa Bumi bisa menerimaku sebagai
sahabatnya lagi kalau dia tau keadaanku?.
Kalau Bumi memang seorang sahabat
dia pasti bisa menerima keadaanmu walau
bagaimanapun" ujar ibuku.
Bu aku ingin bertemu dengan Bumi,
Ayu ingin tau keadaannya Bu! pintaku.
Baiklah ibu ambilkan dulu kursi rodamu
jawab ibuku sambil menghapus air mata yang
mengalir di pipinya. Dengan air mata yang
berjatuhan ku kuatkan hatiku untuk bertemu
dengan Bumi. Jarak kamarku & kamarnya tidak
terlalu jauh tapi terasa amat jauh karena
perasaan yang campur aduk menggeluti hatiku.
Rasanya aku tak sanggup bertemu dengan
bumi, aku memutuskan untuk kembali ke
singgasanaku. Ku lelapkan pelupuk mataku
yang sembab tanda kepiluanku.
Yu bangun, ada ibu Bumi nak kata
ibuku. Ibu Bumi langsung memelukku erat
sambil menangis dan berkata.
Bumi pergi Yu..pergi selamanya,
dia pergi meninggalkan ibu, kamu. Ibu kini
sendiri Yu. Kupeluk ibu malang itu dengan
erat dan aku berteriak Dont leave me. Saat
itu Bumi serasa bergoncang kuat, kepalaku
pusing tak tertahankan, pandangan berkunangkunang dan akupun jatuh pingsan. Setelah
sadar aku langsung meminta ibu untuk
mengantarkanku ke kediaman Bumi. Aku ingin
melihat wajahnya untuk terakhir kalinya
Suasana duka menyelimuti kediaman
Bumi, bagaimana tidak, orang yang dikenal
baik, dermawan, ramah, dan sopan itu tak akan
tanpak lagi sosoknya. Semua orang merasakan
perihnya ditinggal remaja terbaik itu. Ketika
aku diturunkan dari mobil di halaman rumah
Bumi, ternyata Bumi telah dibalut kain putih
dan akan dibawa ke pemakaman keluarga. Aku
benar-benar tak kuasa menahan kesedihan
kehilangan seorang sahabat terbaik
yang
pernah ada. Air mataku jatuh bercucuran
membasahi selendang hitam yang kukenakan.
Ku lihat ayah dan ibu Bumi tak kuasa melepas
anak semata wayangnya pergi. Ibunya pun

Intan Yulia Safira


K3-2011
1105975
tergolek tak berdaya ketika jenazah Bumi
mulai dibawa ke pemakaman. Ku kuatkan
hatiku menghadapi musibah ini. Jika ku harus
memilih lebih baik aku yang mati dari pada
aku harus melihatnya pergi untuk selamanya.
Tapi ini sudah menjadi suratan takdir, aku
sadar tak ada yang abadi. tak tertahankan lagi
rasanya melihat jenazah sahabatku yang
dibalut kain putih dimasukkan ke liang kubur
dan ditimbun dengan tanah yang masih
memerah.
aku tidak percaya kalau yang ada di
bawah itu adalah kamu,semoga kamu tenang di
alam sana Bumi lirihku dalam hati.
Ku taburkan bunga mawar di makamnya, nisan
bertuliskan BUMI PRATAMA yang membuat
kesedihanku semakin memuncak. Semua
pelayat bergegas meninggalkan pemakaman
karena titik- titik hujan mulai jatuh membasahi
Bumi. Aku pun tergolek pingsan di kursi rodaku
Aku terlelap dalam letihku. Dua jam
lebih aku tak sadarkan diri. Ketika aku
membuka mataku perlahan ternyata jarum
infus telah melekat di urat nadiku. Keadaanku
sangat lemah, untuk menggerakkan tangan saja
aku tak berdaya. Aku jenuh berada di rumah
sakit setiap hari. Akhirnya aku di bawa pulang
ke rumah dan menjalani rawat jalan. Aku
benar-benar merasa sendiri di tengah
keramaian, menangis di tengah orang yng
tertawa. Ku buka sepucuk surat dari Bumi
yang bersampulkan hijau. Di akhir surat Bumi
berpesan padaku
jika nanti aku tak ada di sisimu, gapailah
bintang di langit, ukir cita-citamu di sana
dan kembalikan mereka ke laangit berilah
warna hidupmu seindah pelangi dan tetaplah
menjaadi biru walau tanpa Bumi, aku akan
slalu ada dihaatimu selamanya
Akhirnya aku memutuskan untuk
bangkit dari keterpurukan itu, mencoba
mencari cahaya walau habis terang, menutupi
lubang di hati walaau terlanjur dalam. Dengan
bantuan kaki palsu ku mulai memjalani harihari di sekolah. Aku mulai menata
kehidupaanku sebaaik munngkin. Walau

tanpanya akan ku ukir berjuta kenangan yang


terbaik dan terindah. Mungkin kelak akan ku
temukan jalan cahaya yang akan membawaku
ke surga dunia.

Anda mungkin juga menyukai