Anda di halaman 1dari 22

Obstructive Sleep Apnea Syndrome (OSAS)

Disusun Oleh:
Avena Athalia Alim
11.2014.230

Pembimbing:
Dr. Opy Dyah, SpA

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK


PERIODE 26 OKTOBER 2015 2 JANUARI 2016
RSUD TARAKAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
JAKARTA
2015-2016

KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kesempatan yang telah diberikan
kepada saya untuk membuat dan mengumpulkan refrat ini tepat waktu. Saya juga berterima
kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu secara langsung maupun secara tidak
langsung. Salah satunya adalah dr. Opy Dyah SpA sebagai pembimbing saya dan sebagai
pemberi ilmu, kritikan, dan saran yang membangun saya untuk lebih baik lagi.
Saya sadar bahwa refrat ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kata sempurna.
Sebisa mungkin saya berusaha untuk membuat refrat yang berguna bagi para pembaca.
Karena itu, saya mengharapkan adanya kritik maupun saran yang membangun dari para
pembaca demi perkembangan saya ke depan.
Saya harap refrat ini dapat berguna untuk kepentingan para pembaca serta dapat
menambah wawasan para pembaca. Akhir kata, saya mengucapkan terima kasih sebesarbesarnya. Selamat membaca.

Jakarta, 29 November 2015

Penulis

BAB I
PENDAHULUAN
Tidur merupakan kebutuhan utama bagi anak, dan berfungsi sebagai restorasi dan
homeostasis seluruh sistem organ tubuh. Tidak jarang seseorang mengalami gangguan tidur
2

mulai dari ringan hingga berat, misalnya sulit tidur, mendengkur (snoring), hingga yang
sangat kompleks seperti sleep apnea syndrome.1
Obstructive sleep apnea syndrome (OSAS) merupakan salah satu bagian dari sleep
apnea syndrome. Sindrom ini pertama kali dilaporkan oleh Guillenimault dkk pada tahun
1976, yaitu terjadi pada delapan anak berusia 5-14 tahun, berdasarkan manifestasi klinis dan
polisomnografi. Setelah dilaporkan adanya OSAS pada anak, beberapa ahli mulai meneliti
lebih jauh tentang OSAS pada anak.1
Kecurigaan adanya OSAS ditandai dengan ditemukannya gejala mendengkur
(snoring) pada anak. Prevalens mendengkur pada anak sekitar 3,2-12,1%, sedangkan
prevalens OSAS sekitar 0,7-10,3%. Adanya perbedaan yang cukup besar tersebut
dikarenakan perbedaan metode yang digunakan. Ada yang menggunakan polisomnografi
(PSG) sebagai alat diagnosis baku emas, ada yang tidak menggunakannya. Selain itu,
terdapat perbedaan mengenai definisi mendengkur.1
Obstructive sleep apnea syndrome pada anak sangat berbeda dengan orang dewasa.
Obesitas merupakan faktor resiko utama terjadinya OSAS pada dewasa, sedangkan pada
anak, walaupun termasuk faktor resiko, obesitas bukanlah faktor resiko utama.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. DEFINISI
Sleep apnea syndrome adalah suatu sindrom yang ditandai oleh adanya episode apnea
atau hipopnea saat tidur. Apnea dapat disebabkan oleh kelainan sentral, obstruktif, atau
campuran. Apnea obstruktif adalah berhentinya aliran udara melalui hidung dan mulut
meskipun disertai usaha bernapas, sedangkan apnea sentral adalah berhentinya pernapasan
3

yang tidak disertai dengan usaha bernapas akibat tidak adanya rangsang napas. Istilah
hipoventilasi obstruktif digunakan untuk menunjukkan adanya hipopnea, yang berarti
terdapat pengurangan aliran udara. Hipoventilasi obstruktif disebabkan oleh obstruksi parsial
aliran udara yang menyebabkan hipoventilasi dan hipoksia.1
Obstructive sleep apnea syndrome adalah sindrom obstruksi komplit atau parsial jalan
napas yang menyebabkan gangguan fisiologis bermakna dengan dampak klinis yang
bervariasi. Istilah primary snoring (mendengkur primer) digunakan untuk menggambarkan
anak dengan kebiasaan mendengkur yang tidak berkaitan dengan apnea obstruktif, hipoksia,
atau hipoventilasi. OSAS perlu dibedakan dari primary snoring, yaitu mengorok tanpa
adanya apnea obstruktif dan gangguan tidur.1,2
Guilleminault dkk mendefinisikan sleep apnea sebagai berikut: adanya episode apnea
sebanyak 30 kali atau lebih dalam 8 jam, lamanya apnea minimal 10 detik, dan terjadi pada
fase tidur rapid eye movement (REM) maupun nonrapid eye movement (NREM). Istilah
apnea index (AI) dan hypopnea index (HI) menggambarkan frekuensi apnea atau hipopnea
per jam. Apnea index dan HI dapat digunakan sebagai indikator berat-ringannya OSAS. Anak
yang memiliki obstructive sleep apnea dapat sewaktu-waktu terjadi kendala dimana udara
tidak dapat masuk dengan normal ke dalam paru-paru saat ia tidur.1-3
2.2. ETIOLOGI
Etiologi obstructive sleep apnea syndrome adalah tonsil dan/atau adenoid yang besar,
obesitas, adanya gangguan pada tonus otot, adanya ketidaknormalan pada wajah atau
tenggorokan, dan terdapat riwayat OSAS pada keluarga.
2.3. EPIDEMIOLOGI
Obstructive sleep apnea syndrome lebih sering terjadi pada dewasa daripada anak.
Kebiasaan mendengkur didapat pada masa anak-anak, dan terjadi pada 7-9% anak pra
sekolah dan anak usia sekolah. Schechter dkk mendapakan bahwa prevalens mendengkur
adalah 3,2-12,1%, bergantung pada kriteria inklusi yang dipakai. Gangguan pernapasan
selama tidur didapakan pada kira-kira 0,7-10,3% anak berusia 4-5 tahun. Obstructive sleep
apnea syndrome terjadi pada anak semua usia, termasuk neonatus.1
Insiden apnea tertinggi terjadi pada usia 3-6 tahun, karena pada usia ini sering terjadi
hipertrofi tonsil dan adenoid. Pada anak, kejadian OSAS tidak berhubungan dengan jenis
kelamin, sedangkan pada dewasa, laki-laki lebih sering mengalami OSAS daripada

perempuan, dengan perbandingan 8:1. Diketahui pula adanya kecenderungan familial untuk
terjadinya OSAS. Prevalensi OSAS pada kelompok etnik yang berbeda tidak diketahui.1
2.4. PATOGENESIS
Patogenesis OSAS pada anak belum banyak diketahui. Obstructive sleep apnea
syndrome timbul jika terdapat gangguan pada faktor yang mempertahankan patensi saluran
respiratori dan komponen jalan napas-atas (misalnya ukuran anatomis) yang menyebabkan
kolapsnya jalan napas. Faktor-faktor yang memelihara patensi saluran respiratorik adalah: a)
respon pusat ventilasi terhadap hipoksia, hiperkapnia, dan sumbatan jalan napas, b) efek
pusat rangsang dalam meningkatkan tonus neuromuskular jalan napas-atas, dan c) efek dari
keadaan tidur dan terbangun.1
Terdapat dua teori patofisiologi obstruksi (kolaps) jalan napas, yaitu1 :
1. Teori balance of forces

Ukuran lumen faring bergantung pada keseimbangan antara tekanan negatif


intrafaring yang timbul selama inspirasi dan aksi dilatasi otot-otot jalan napas atas.
Tekanan transmural pada saluran respiratorik atas yang mengalami kolaps disebut
closing pressure. Dalam keadaan bangun, aktivasi otot jalan napas atas akan
mempertahankan tekanan transmural agar lebih besar dari closing pressure, sehingga
jalan napas atas tetap paten. Pada saat tidur, tonus neuromuskular berkurang dan
mengakibatkan lumen faring mengecil, sehingga aliran udara menjadi terbatas atau
terjadi obstruksi.
2. Teori starling resistor
Jalan napas atas berperan sebagai starling resistor, yaitu perubahan tekanan yang
memungkinkan faring mengalami kolaps, dan menemukan aliran udara yang melalui
saluran respiratorik atas.
Faktor-faktor yang mempengaruhi tekanan intraluminal dan fungsi otot saluran
respiratorik atas, yang mempermudah terjadinya kolaps jalan napas ketika tidur, telah
diketahui. Obstructive sleep apnea syndrome terjadi ketika terdapat faktor yang menyebabkan
peningkatan resistensi jalan napas, disertai dengan gangguan pengaturan (kontrol) susunan
saraf pusat terhadap fungsi otot-otot saluran respiratorik atas. Diperlukan kombinasi dari
faktor-faktor tersebut dalam mekanisme terjadinya OSAS. Hal ini menjelaskan mengapa pada
beberapa anak dengan kelainan struktur mengalami OSAS, sedangkan anak lain dengan
derajat penyempitan saluran respiratorik yang sama menunjukan pernapasan yang normal
selama tidur.1

2.5. FAKTOR RESIKO


Faktor resiko terjadinya OSAS pada anak antara lain adalah hipertrofi adenoid dan
tonsil, disproporsi kraniofasial, obesitas, dan lain-lain. Hipertrofi adenoid dan tonsil
merupakan keadaan yang paling sering menyebabkan OSAS pada anak. Adenoid ialah massa
yang terdiri dari jaringan limfoid yang terletak pada dinding posterior nasofaring, termasuk
dalam rangkaian cincin Waldeyer. Secara fisiologik adenoid ini membesar pada anak usia 3
tahun dan kemudian akan mengecil dan hilang sama sekali pada usia 14 tahun. Ukuran
adenoid dan tonsil tidak berbanding lurus dengan berat ringannya OSAS. Ada anak dengan
hipertrofi adenoid cukup luas, tetapi OSAS yang terjadi masih ringan, sebaliknya ada anak
dengan hipertrofi adenoid ringan yang menunjukkan gejala OSAS yang cukup berat.
Hipertrofi adenoid dan tonsil dapat juga menyebabkan penyulit pada anak dengan kelainan
dasar

tulang.

Pada

sebagian

besar

anak,

OSAS

membaik

setelah

dilakukan

adenotonsilektomi, sedangkan pada sebagian kecil akan menetap setelah dioperasi. Pada
suatu penelitian didapatkan bahwa sebagian kecil anak dengan OSAS yang telah berhasil
diatasi dengan adenotonsilektomi akan mengalami rekurensi gejala pada masa remaja. 1,3-5
(Lihat Gambar 1)

Gambar 1. Cincin Waldeyer

Anak dengan anomali kraniofasial yang mengalami penyempitan struktur saluran


respiratorik yang signifikan (mikrognasi dan hipoplasia midfasial) akan mengalami OSAS.
Anak dengan disproporsi kraniofasial dapat mengalami sumbatan saluran respiratorik
meskipun tidak disertai hipertrofi adenoid. OSAS dapat pula terjadi pada pasien yang
memiliki dagu kecil atau tenggorokan yang sempit, lidah berukuran lebih besar, dan adanya
6

celah pada langit-langit mulut.1,3 (Lihat Gambar 2)

Gambar 2. Hipoplasia midfasial

Salah satu penyebab OSAS yang lain adalah obesitas. Pada dewasa, obesitas
merupakan penyebab utama OSAS, sedangkan pada anak, obesitas bukanlah penyebab
utama. Penentuan obesitas dapat dilakukan dengan menghitung indeks massa tubuh/IMT
(body mass index, BMI) dan mengukur lingkar leher. Untuk menentukan OSAS,
penghitungan lingkar leher lebih berperan daripada penghitungan IMT. Lingkar leher yang
besar atau obesitas pada tubuh bagian atas berhubungan dengan peningkatan penyakit
kardiovaskular. Selain itu, diduga juga berhubungan dengan gejala mendengkur dan OSAS.1,5
Mekanisme terjadinya OSAS pada obesitas adalah terjadinya penyempitan saluran
respiratorik-atas akibat penumpukan jaringan lemak di dalam otot dan jaringan penunjang di
sekitar saluran respiratorik, serta kompresi eksternal leher dan rahang. Selain penumpukan
lemak di daerah leher yang diduga dapat membuat saluran respiratorik atas menjadi lebih
sempit, kemungkinan lain adalah velofaring pada pasien obesitas dengan leher yang besar
lebih mudah mengalami kolaps, sehingga dapat mempermudah terjadinya sumbatan saluran
respiratorik atas saat tidur.1
Adanya masalah pada tonus otot. Pasien memiliki kesulitan bernapas saat tidur
dikarenakan otot-otot pada tenggorokan berelaksasi dan menutup jalan napas. Hal ini dapat
terjadi pada siapa saja, terutama pada pasien dengan muscular dystrophy dan palsi serebral.3
2.10. PATOFISIOLOGI
7

Pasien dengan OSAS mampu mempertahankan patensi saluran respiratorik atas


selama bangun/tidak tidur, karena pada saat itu terjadi peningkatan tonus otot saluran
respiratorik akibat masukan dari pusat kortikal yang lebih tinggi. Selama tidur, jalan napas
atas mengalami kolaps pada saat inspirasi dan kadang-kadang menyebabkan peningkatan
usaha bernapas. Anak-anak lebih sering mengalami periode obstruksi parsial saluran
respiratorik yang berkepanjangan dan hipoventilasi daripada orang dewasa.1
Apnea lebih jarang terjadi pada anak dan umumnya memiliki durasi lebih singkat
daripada orang dewasa. Hipoksia dan hiperkapnia terjadi akibat siklus obstruksi parsial atau
komplit. Apnea obstruktif menyebabkan peningkatan aktivitas otot-otot dilatator saluran
respiratorik-atas dan mengakibatkan berhentinya apnea. Pada anak dengan OSAS, arousal
(terbangun) jauh lebih jarang dan obstruksi parsial dapat berlangsung terus selama berjamjam tanpa terputus.1,6
2.6. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis yang terbanyak adalah kesulitan bernapas pada saat tidur yang
biasanya timbul perlahan-lahan. Sebelum gejala kesulitan bernapas terjadi, gejala yang
ditemukan adalah mendengkur. Pada anak, dengkuran dapat terjadi hilang timbul, terusmenerus (setiap tidur) atau hanya posisi tertentu saja. Umumnya, setiap sedang tidur anak
akan mendengkur keras sehingga terdengar dari luar kamar, serta terdapat episode apnea yang
mungkin diakhiri dengan refluks gastroesofagus atau terbangun. Adanya suara seperti
terengah-engah atau suara seperti tercekik, napas yang terhenti selama beberapa saat lalu
kembali bernapas, dan kesulitan bernapas dengan hidung sehingga pasien membuka mulut.
Sebagian kecil anak tidak menunjukkan gejala berupa dengkuran yang klasik, tetapi hanya
berupa dengusan, hembusan napas, atau pernapasan yang berbunyi/ribut (noisy breathing).
Timbulnya usaha bernapas ditunjukkan dengan adanya retraksi. Untuk mempertahankan
patensi jalan napas, posisi saat tidur biasanya tengkurap, setengah tidur, atau leher
hiperekstensi.1,3
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan hal-hal sebagai berikut: anak bernapas
melalui mulut, dapat ditemukan fasies adenoid, hipoplasia midfasial, retro/mikrognasi, atau
kelainan kraniofasial lainnya; obesitas; gagal tumbuh; dan stigmata alergi, misalnya alergic
shiners atau lipatan horizontal hidung. Pada pemeriksaan patensi hidung, perlu diperhatikan
adakah deviasi septum atau polip hidung, ukuran lidah, integritas palatum, daerah orofaring,
mukosa palatum yang berlebih, ukuran tonsil, dan ukuran uvula. Pada pemeriksaan dada
dapat ditemukan pectus excavatum. Pada pemeriksaan auskultasi, paru biasanya normal.
8

Pemeriksaan jantung dapat memperlihatkan tanda hipertensi pulmoner, misalnya peningkatan


komponen pulmonal bunyi jantung II, atau pulsasi ventrikel kanan. Pemeriksaan neurologis
harus dilakukan untuk mengevaluasi tonus otot dan status perkembangan.1,3
Kurangnya tidur di malam hari dapat menyebabkan kesulitan untuk beraktivitas
sehari-hari. Hal tersebut menyebabkan kurangnya perhatian atau fokus di sekolah, hiperaktif,
perubahan sikap menjadi lebih murung, pengumpat, atau cepat marah, sering mengantuk, rasa
lelah yang berlebihan, dan sakit kepala terutama di pagi hari.3
2.7. DIAGNOSIS
2.7.1. Polisomnografi
Polisomnografi merupakan alat uji diagnostic mengevaluasi gangguan tidur,
dilakukan pada saat malam hari di laboratorium tidur. Laboratorium tidur biasanya terdapat di
klinik atau rumah sakit tetapi ruangan ini di desain sedemikian rupa sehingga tidak
memberikan kesan sarana kesehatan. Pemeriksaan terdiri dari elektroensefalogram (EEG),
electromyogram (EMG), elektrookulogram (EOG), parameter respirasi, electrocardiogram
(ECG), saturasi oksigen dan mikrofon untuk merekam dengkuran. Penderita dimonitor
selama 6 jam 10 menit. Beberapa variabel yang direkam selama penelitian tidur adalah
stadium tidur, upaya pernapasan, aliran udara, saturasi oksihemoglobin arteri, posisi tubuh,
gerakan anggota badan, irama dan denyut jantung. Alat ini dapat menyediakan informasi
komprehensif mengenai efisiensi tidur, arsitektur tidur, arousal dan penyebabnya, kejadian
gangguan nafas, perubahan saturasi oksigen, serta aritmia jantung selama periode tidur.
Tujuan penelitian tidur ini untuk konfirmasi diagnosis SA, beratnya apnea, pemilihan terapi,
dan evaluasi respon terapi. Tingkat tidur sendiri dinilai dengan EEG, EOG, dan EMG.
Gambaran polisomnogram yang berbeda antara obstructive apnea dengan central apnea dan
hasil polisomnografi dapat dilihat pada Gambar 3 dan Gambar 4.7
Polisomnografi merupakan pemeriksaan baku emas untuk menegakkan diagnosis
OSAS. Untuk mendapatkan diagnosis definitif, pemeriksaan dilakukan ketika anak sedang
tidur. Tanda dan gejala obstructive sleep apnea pada anak lebih ringan daripada dewasa,
sehingga

diagnosisnya

lebih

sulit

dan

harus

dipertegas

dengan

polisomnografi.

Polisomnografi juga akan menyingkirkan penyebab gangguan respiratorik selama tidur yang
lain. Pemeriksaan ini merupakan pengukuran obyektif beratnya penyakit dan dapat digunakan
sebagai data dasar untuk mengevalusi keadaan setelah operasi.1,7

Kategori beratnya apnea tidur berdasarkan Apnea/Hypopnea Index (AHI) terdiri dari
apnea tidur ringan dengan AHI 5-15, saturasi oksigen 86%, dan keluhan ringan. Apnea tidur
sedang dengan AHI 15-30, saturasi oksigen 80-85%, dan keluhan mengantuk serta sulit
konsentrasi. Apnea tidur berat dengan AHI 30, saturasi oksigen kurang dari 80%, dan
gangguan tidur. AHI sendiri didapat dengan menghitung jumlah apnea/hypopnea yang
lamanya lebih dari 10 detik setiap satu jam selama penderita tidur.7

Gambar 3. Polisomnografi apnea obstruktif dengan apnea sentral

Gambar 4. Hasil rekaman polisomnografi

2.7.2. Uji Tapis (Screening Test)

10

Mengingat bahwa pemeriksaan polisomnografi memerlukan waktu, biaya yang mahal,


dan belum tentu tersedia di fasilitas kesehatan, maka diperlukan suatu metode lain sebagai uji
tapis. Uji tapis yang banyak digunakan adalah dengan menggunakan kuesioner. Brouillette
dkk menunjukkan bahwa tidur yang abnormal dapat diprediksi dengan suatu skoring
(penelitian) menggunakan kuesioner, yaitu skor OSAS.1
Skor OSAS = 1,420 D + 1,41 A + 0,71 S 3,85
D : kesulitan bernapas (0: tidak pernah, 1: sekali-sekali, 2: sering, 3: selalu)
A: apnea (0: tidak ada, 1: ada)
S: mendengkur/snoring (0: tidak pernah, 1: sekali-sekali, 2: sering, 3: selalu)
Dengan rumus di atas, kemungkinan OSAS ditentukan berdasarkan nilai sebagai berikut.
Skor <-1

: bukan OSAS

Skor -1 sampai 3,5

: mungkin OSAS, mungkin bukan OSAS

Skor > 3,5

: sangat mungkin OSAS

Kemungkinan adanya OSAS dapat diprediksi dengan menggunakan skor tersebut,


tetapi meskipun skor >3,5, penegakan diagnosis pasti tetap memerlukan pemeriksaan
polisomnografi. Beberapa peneliti dapat menerima penggunaan skor tersebut, tetapi banyak
pula yang tidak menyetujuinya. Skoring tersebut mempunyai nilai sensitivitas 73% dan
spesifitas 83% bila dibandingkan dengan polisomnografi.1
3.7.3. Observasi selama tidur
Obstructive sleep apnea syndrome dapat didiagnosis melalui observasi langsung
terhadap anak yang tidur di tempat praktek dokter. Selain itu, OSAS dapat didiagnosis
dengan merekam anak yang sedang tidur di rumah dengan video. Beberapa variable yang
dinilai adalah kekuatan dan tipe inspirasi, refluks gastroesofagus selama tidur, frekuensi
terbangun, jumlah episode apnea, retraksi, dan bernapas melalui mulut. Cara tersebut
mempunyai nilai sensitivitas 94%, spesifitas 68%, nilai prediksi positif 83% dan nilai
prediksi negatif 88%.1
Observasi selama tidur dapat dilakukan dengan menggunakan pulse oxymetry. Ketika
tidur, penurunan nilai saturasi oksigen dipantau menggunakan pulse oxymetry. Pencatatan
11

pulse oxymetry secara kontinu selama tidur dianjurkan sebagai uji tapis dan dapat
memperlihatkan desaturasi siklik yang karakteristik, yang menandai adanya suatu OSAS.
Akan tetapi, cara ini tidak dapat mendeteksi pasien OSAS yang tidak mengalami hipoksia.
Dengan menggunakan metode ini, nilai prediksi positif adalah 97% dan nilai prediksi negatif
adalah 53%. Berarti, jika terjadi penurunan saturasi selama tidur, kemungkinan pasien
mengalami OSAS cukup besar, tetapi jika penurunan saturasi tidak terdeteksi pada
pemantauan dengan pulse oxymetry, pemeriksaan polisomnografi masih diperlukan.1,6
2.8. ANAMNESIS
Anamnesis yang dapat dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosa OSAS2 :

Tidur mendengkur (hampir) setiap tidur (habitual snoring). Anak dengan OSAS

mendengkur keras (sering dapat didengar dari luar kamar tidur).


Retraksi dan adanya episode peningkatan usaha pernapasan yang berkaitan dengan
kurangnya aliran udara. Episode ini diikuti dengan hembusan napas, chocking noises

movement (gelagapan), atau seperti akan terbangun (arousal).


Kegelisahan saat tidur.
Sianosis atau pucat.
Tidur dalam posisi tidak wajar, dalam usaha untuk mempertahankan patensi jalan

napas misalnya tengkurap, duduk, atau dengan hiperekstensi leher.


Mungkin didapatkan gejala pada siang hari yang berkaitan dengan hipertrofi adenoid

dan tonsil seperti pernapasan mulut.


Rasa mengantuk berlebihan di siang hari (excessive daytime sleepiness).
Sering terjadi indeksi saluran napas atas dan otitis media.
Anak dengan tonsil yang sangat besar dapat mengalami disfagia atau kesulitan

artikulasi.
Seringkali ada riwayat keluarga dengan OSAS atau mendengkur.

2.9. PEMERIKSAAN FISIK


Pemeriksaan fisik pada kasus OSAS meliputi2 :

Pemeriksaan fisik dalam keadaan bangun secara keseluruhan biasanya normal. Hal ini

menyebabkan keterlambatan diagnosis.


Penilaian pertumbuhan anak: berat badan, tinggi badan, dan IMT (Indeks Massa

Tubuh). Nilai adanya obesitas atau gagal tumbuh.


Stigmata alergi: allergic shiners atau lipatan horizontal hidung.
Pernapasan mulut, adenoidal facies, midfacial hypoplasia, retro/mikrognasi atau
kelainan kraniofasial lainnya.
12

Patensi pasase hidung


harus dinilai. Perhatikan adanya septum deviasi atau polip hidung.
Pemeriksaan mulut dan tenggorok. Perhatikan ukuran lidah, integritas palatum,

daerah orofaring, redundant mukosa palatum, ukuran tonsil, dan ukuran uvula.
Mungkin ditemukan pectum excavatum.
Paru-paru biasanya normal pada pemeriksaan auskultasi.
Pemeriksaan jantung dapat memperlihatkan tanda-tanda hipertensi pulmonal misalnya
peningkatan komponen pulmonal bunyi jantung II dan pulsasi ventrikel kanan.

Kadang-kadang didapatkan gagal jantung kongesif.


Pemeriksaan neurologis harus dilakukan untuk mengevaluasi tonus otot dan status
perkembangan. Distrofi otot berhubungan dengan hipoventilasi obstruktif kronik

akibat kelebihan otot orofaring.


Pada observasi tidur dapat terdengar suara dengkuran, kesulitan bernapas, takipnea,
napas cuping hidung, retraksi (terutama supra sternal), dan pergerakan dada
paradoksal selama inspirasi. Selama periode obstruksi komplit akan terlihat upaya
bernapas tetapi tidak terdengar dengkuran, tidak terdeteksi adanya aliran udara, dan
suara napas tidak dapat di auskultasi. Episode apnea mungkin diakhiri dengan
gerakan badan atau terbangun.

2.10. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Untuk penegakan diagnosis dapat dilakukan observasi selama tidur, pemeriksaan
laboratorium selama tidur, pencatatan pulse oxymetry, dan polisomnografi. Pemeriksaan
untuk etiologi OSAS dapat dilakukan pemeriksaan foto rontgen sinus paranasal lateral untuk
melihat pembesaran adenoid, fluoroskopi untuk menggambarkan letak obstruksi pada pasien
dengan kelainan kraniofasial atau dengan penyakit dasar yang lain. Pemeriksaan untuk
komplikasi OSAS adalah pemeriksaan laboratorium, petanda hipoksia kronik seperti
polisitemia atau peningkatan sekresi metabolit ATP, dan pemeriksaan untuk menilai
komplikasi kardiovaskuler (EKG, foto dada, dan ekokardiogram).2
Petanda hipoksia kronik, seperti polisitemia atau peningkatan ekskresi metabolit ATP,
kadang-kadang digunakan sebagai indikator non spesifik OSAS. Pasien dengan hiperkapnia
kronik selama tidur dapat mengalami peningkatan bikarbonat darah yang persisten akibat
kompensasi alkalosis metabolik.1
Beberapa sitokin diketahui mempunyai efek somnogenik dan berperan penting dalam
proses tidur. Interleukin 1 dan TNF- dapat meningkatkan slow wave sleep, sedangkan
pemberian antibodi anti-TNF- dapat menghambat fase NREM. Pada pasien OSAS, irama
13

sirkadian yang ditimbulkan oleh pelepasan TNF- mengalami gangguan, yaitu berupa
hilangnya kadar puncak fisiologis pada malam hari, dan meningkatnya kadar puncak tersebut
pada siang hari.1
2.11. TATALAKSANA
Tatalaksana OSAS pada anak dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu tindakan
bedah dan medis (non bedah). Tindakan bedah yang dilakukan adalah tonsilektomi dan/atau
adenoidektomi, dan koreksi terhadap disproporsi kraniofasial, sedangkan terapi medis dapat
berupa diet pada anak dengan obesitas dan continuous positive airway pressure (CPAP).
Algoritma diagnosis dan tatalaksana OSAS tanpa komplikasi dapat dilihat di Gambar 5.1

14

Gambar 5. Algoritma diagnosis dan tatalaksana OSAS tanpa komplikasi

15

2.11.1. Tindakan non bedah

Pengobatan Darurat
Pemantauan dengan pulse oximetry untuk mendeteksi akibat sumbatan pernapasan,

pemberian oksigen tanpa monitor pCO2 secara stimultan dapat memperpanjang obstruktif
apnea atau menimbulkan gagal napas, dan penempatan pipa nasofaringeal sebagai
pertolongan sementara menunggu pengobatan definitif. Jika pipa nasofaring tidak berhasil
mengatasi obstruksi diperlukan pipa endotrakeal secara elektif.2
Continuous Positive Airway Pressure (CPAP)
Penggunaan CPAP nasal menunjukkan hasil yang baik pada anak, termasuk bayi,
anak dengan obesitas, sindrom Down, akondroplasia, ataupun kelainan kraniofasial. Pada
anak, CPAP terutama berguna untuk pasien obesitas dan pasien dengan OSAS yang menetap
setelah dilakukan tonsilektomi dan/atau adenoidektomi. Indikasi pemberian CPAP adalah 1)
jika setelah dilakukan tonsilektomi dan/atau adenoidektomi pasien masih mempunyai gejala
OSAS; dan 2) pada saat menunggu tindakan tonsilektomi dan/atau adenoidektomi. Kunci
keberhasilan terapi CPAP adalah kepatuhan berobat, yang memerlukan persiapan pasien yang
baik, edukasi, dan pemantauan intensif.1,6
CPAP dapat menjadi penatalaksanaan yang efektif untuk sleep apnea yang tidak dapat
dikoreksi dengan bedah. CPAP adalah sebuah mesin yang kompresor yang mendorong udara
ke hidung melewati masker. Tekanan yang dihasilkan mendorong udara masuk melalui
hidung menuju tenggorokan untuk menjaga agar saluran napas terbuka dan tidak tertutup.
Tujuannya adalah agar pasien sedikit atau tidak mendengkur selama menggunakan CPAP.
Masker yang digunakan tersambung dengan sebuah selang fleksibel yang mengalirkan udara
dari mesin seukuran tissue box. Tekanan udara yang diberikan sedikit lebih besar daripada
tekanan udara di sekitar sehingga cukup untuk membuat saluran napas atas terbuka. Terdapat
tiga tipe masker yang digunakan; masker yang menutupi hidung dan mulut, masker yang
hanya menutupi hidung, dan masker dengan prongs. Masker yang hanya menutupi hidunglah
yang paling sering digunakan.3 (Lihat Gambar 6)
Penggunaan CPAP dengan peningkatan tekanan inspirasi secara bertahap atau dengan
tekanan ekspirasi yang lebih rendah dapat meningkatkan kenyamanan pasien. Efek samping
CPAP biasanya ringan dan berhubungan dengan kebocoran udara di sekitar selang masker.
Keadaan ini dapat menyebabkan mata kering, konjungtivitis dan ruam (rash) pada kulit.
Dekongestan, tetes hidup NaCl fisiologis, atau penggunaan sistem CPAP dengan
16

menggunakan humidifier dapat mengurangi efek samping. Selain itu dapat pula terjadi hidung
kering dan nyeri tenggorokan, hidung berair, dan perut kembung.1

Gambar 6. CPAP

Penurunan berat badan


Pada pasien obesitas, penurunan berat badan akan menyebabkan perbaikan OSAS,

sebaliknya peningkatan berat badan dapat memperburuk OSAS. Penurunan berat badan ini
merupakan kunci keberhasilan terapi OSAS pada anak dengan predisposisi obesitas.
Sayangnya, penurunan berat badan pada anak lebih sulit dilakukan daripada orang dewasa.
Pendekatan harus dilakukan secara bertahap karena penurunan berat badan drastis tidak
dianjurkan. Pasien obesitas memerlukan kesabaran dan perhatian yang lebih dari tenaga
kesehatan. Idealnya, berat badan turun secara perlahan dan konsisten serta memerlukan
waktu yang lama. Selain menangani diet, hal yang perlu diperhatikan pada obesitas adalah
penyakit lain yang mungkin menyertai, seperti diabetes mellitus atau hipertensi. Oleh karena
itu, sambil menunggu berat badan turun, diperlukan pemasangan CPAP. Continuous positive

17

airway pressure nasal harus digunakan sampai anak mencapai penurunan berat badan yang
cukup.1,3
Penanganan obesitas mencakup modifikasi perilaku, terapi diet, olahraga (exercise),
dan obat-obatan. Pasien OSAS yang berat dan mempunyai komplikasi yang dapat
mengancam hidup memerlukan perawatan di rumah sakit.

Posisi Tidur
Sleep apnea biasanya memburuk ketika posisi pasien berbaring terlentang. Posisikan

pasien tidur menyamping untuk mengurangi sleep apnea. Berikan sebuah bantal di sebelah
tubuh pasien untuk mempertahankan posisi tidur pasien yang menyamping.3
Medikamentosa
Obstruksi hidung merupakan faktor yang biasanya dapat mempermudah terjadinya
OSAS pada anak, dan dapat diobati dengan dekongestan hidung atau inhalasi steroid.
Progesteron digunakan sebagai stimulant pernapasan pada anak dengan sindrom hipoventilasi
obesitas (obesity hypoventilation syndrome). Keberhasilan pemberian obat-obat tersebut
kurang bermakna sehingga kurang dianjurkan. Obat penenang dan obat yang mengandung
alkohol harus dihindarkan karena dapat memperberat OSAS.1,5
2.11.2. Tindakan bedah
Tonsilektomi dan/atau adenoidektomi. Banyak ahli berpendapat bahwa tindakan
tonsilektomi dan/atau adenoidektomi merupakan tindakan yang harus dilakukan karena
keuntungannya lebih besar. Tingkat kesembuhan tindakan ini pada anak adalah sekitar 75100%. Pada anak dengan etiologi hipertrofi adenoid dan tonsil saja, angka keberhasilannya
tinggi, tetapi jika disertai dengan risiko lain seperti obesitas dan disproporsi kraniofasial,
OSAS akan tetap timbul pasca operasi. Meskipun demikian, karena OSAS terjadi akibat
ukuran struktur komponen saluran napas atas relatif kecil dibandingkan dengan ukuran
absolut tonsil dan adenoid, ada yang berpendapat bahwa tindakan tonsilektomi dan/atau
adenoidektomi tetap diperlukan pada keadaan di atas.1,6,7
Pasca tonsilektomi

dan/atau

adenoidektomi

diperlukan

pemantauan

dengan

polisomnografi sebagai tindak lanjut. Kadang-kadang gejala masih ada selama beberapa
minggu, kemudian menghilang. Tatalaksana non medis lainnya, seperti penanganan obesitas,
tetap dilakukan meskipun telah dilakukan tonsilektomi dan/atau adenoidektomi.1,6

18

Trakeostomi merupakan tindakan sementara untuk anak dengan OSAS berat yang
mengancam hidup dan untuk anak yang tinggal di daerah tanpa peralatan operasi yang
memadai.

2.12. KOMPLIKASI
Komplikasi OSAS terjadi akibat hipoksia kronik nokturnal, asidosis, dan sleep
fragmentation.

Komplikasi neurobehavioural
Komplikasi neurobehavioural terjadi akibat hipoksia kronik nokturnal dan sleep
fragmentation. Rasa mengantuk yang berlebihan pada siang hari dilaporkan terjadi
pada 31-84% anak dengan OSAS. Keluhan lain yang dapat menyertai OSAS adalah
keterlambatan perkembangan, gangguan belajar di sekolah, hiperaktivitas, sikap yang
apatis/hiperaktif, dan menarik diri dari kehidupan sosial. Manifestasi gangguan
kognitif yang lebih ringan sering terjadi. Perbaikan pada OSAS berat dapat

memberikan perbaikan nyata pada fungsi kognitif.1


Gagal tumbuh
Gagal tumbuh merupakan komplikasi yang sering terjadi pada anak dengan OSAS,
yaitu kira-kira 27-56%. Penyebab gagal tumbuh pada anak dengan OSAS adalah
anoreksia dan disfagia (sekunder akibat hipertrofi adenoid dan tonsil), peningkatan
upaya bernapas, hipoksia, dan gangguan tidur. Setelah dilakukan adenotonsilektomi,

pertumbuhan anak akan terjadi dengan cepat.1,3


Komplikasi kardiovaskular
Hipoksia nokturnal berulang, hiperkapnia,

dan

asidosis

respiratorik

dapat

mengakibatkan terjadinya hipertensi pulmonal, yang merupakan penyebab kematian


pada pasien OSAS. Keadaan tersebut dapat berkembang menjadi kor pulmonal.
Prevalens hipertensi pulmonal pada anak dengan OSAS tidak diketahui. Brouilette
dkk melaporkan bahwa kor pulmonale terjadi pada 55% dari 22 anak dengan OSAS,
sedangkan

Guilleminault

dkk

melaporkan

adanya

gagal

kardiorespiratorik

(cardiorespiratory failure) pada 20% dari 50 pasien.1


Enuresis
Dapat disebabkan oleh adanya kelainan regulasi hormon yang mempengaruhi cairan
tubuh. Enuresis, khususnya yang sekunder, dapat membaik setelah obstruksi saluran

respiratorik-atas teratasi.1,8
Penyakit respiratorik

19

Pasien OSAS cenderung mengalami aspirasi sekret dari saluran respiratorik atas,
sehingga dapat mengakibatkan kelainan respiratorik bawah dan memungkinkan
terjadinya infeksi respiratorik. Keadaan ini dapat membaik setelah dilakukan
tonsilektomi dan/atau adenoidektomi. Beberapa anak dengan tonsil yang besar

mengalami disfagia atau sering merasa tercekik, dan berisiko mengalami aspirasi.1
Gagal napas dan kematian
Berdasarkan laporan kasus, gagal napas dapat terjadi pada pasien dengan OSAS berat
atau akibat komplikasi perioperatif.1

2.13. PROGNOSIS
Prognosis umumnya baik apabila pasien mendapatkan perawatan dan penanganan
cepat. OSAS pada anak-anak biasanya disebabkan oleh pembesaran adenoid atau tonsil,
sehingga semakin cepat dioperasi, maka akan semakin baik prognosisnya.

BAB III
KESIMPULAN
Tidur merupakan salah satu bagian terpenting dari siklus kehidupan seseorang.
Gangguan pada tidur dapat berupa gangguan ringan hingga berat. Obstructive sleep apnea
syndrome merupakan penyebab kesakitan yang cukup sering ditemukan pada anak.
20

Manifestasi klinis OSAS dapat berupa mendengkur dengan episode apnea, bernapas melalui
mulut, dengan atau tanpa hipertrofi adenoid, kelainan kraniofasial, infeksi respiratorik
berulang, gangguan belajar dan tingkah laku, mengantuk pada siang hari, enuresis, hingga
gagal tumbuh. Penentuan diagnosis pasti OSAS adalah dengan pemeriksaan polisomnografi,
yang merupakan pemeriksaan baku emas untuk OSAS. Beberapa pemeriksaan lain seperti
skor OSAS, pulse oxymetry, dan lain-lain dapat digunakan sebagai uji tapis. Tatalaksana
OSAS pada anak dapat dibagi menjadi tatalaksana medis dan bedah. Tatalaksana bedah yaitu
tonsilektomi dan/atau adenoidektomi, sedangkan tatalaksana medis yaitu pemberian CPAP,
dan diet pada pasien dengan obesitas.

Daftar Pustaka
1. Supriyatno B. Obstructive sleep apnea syndrome (OSAS) pada anak. Dalam: Rahajoe
NN, Supriyatno B, Setyanto DB. Buku Ajar Respirologi Anak. Edisi pertama. Jakarta:
Badan Penerbit IDAI; 2012.h.402-10.
2. Pudjiaji AH, Hegar B, Handryastuti S, Idris NS, Gandaputra EP, Harmoniati ED, dkk.
Pedoman pelayanan medis. Jilid 2. Edisi ke-2. Jakarta: Badan Penerbit IDAI;
2011.h.195-99.
3. American Thoracic Society. Obstructive sleep apnea in children. AM J Respir Crit Care
Med. 2012 Aug; Volume 180: 5-6.
21

4. Rusmarjono, Soepardi EA. Faringitis, tonsillitis, dan hipertrofi adenoid. Dalam: Aoepardi
EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorok Kepala & Leher. Edisi ke-6. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia; 2010.h.224-5.
5. Capua M, Ahmadi N, Shapiro C. Overview of obstructive sleep apnea in children:
exploring their role of dentists in diagnosis and treatment. JCDA. 2009 May; 75(4): 2859.
6. Bhatt SP, Guleria R, Kabra SK. Obstructive sleep apnea syndrome in children.
International Invention Journal of Medicine and Medical Sciences. 2014 Feb; 1(2): 14-9.
7. Aurora RN, Zak RS, Karippot A, Lamm CI, Morgenthaler TI, Auerbach SH, et al.
Practice parameters for respiratory indications for polysomnography in children. SLEEP.
2011 Dec; 32(3): 379-85.
8. Kovacevic L, Jurewicz M, Dabaja A, Thomas R, Diaz M, Madgy DN, et al. Enuretic
children with obstructive sleep apnea syndrome: should they see otolaryngology first.
Journal of Pediatric Urology. 2012 Dec; 20(6): 1-6.

22

Anda mungkin juga menyukai