Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nuran
i, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di
hadapan hokum, dan hak untuk tidak dituntuk atas dasar hokum yang berlaku surut
, adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun.
Contoh kasus pelanggaran HAM sesuai dengan Pasal 28I Ayat 1 tersebut adalah :
Tragedi Semanggi
Tragedi Semanggi menunjuk kepada dua kejadian protes masyarakat terhadap pelaksa
naan dan agenda Sidang Istimewa yang mengakibatkan tewasnya warga sipil. Kejadia
n pertama dikenal dengan Tragedi Semanggi I terjadi pada 11-13 November 1998, ma
sa pemerintah transisi Indonesia, yang menyebabkan tewasnya 17 warga sipil. Keja
dian kedua dikenal dengan Tragedi Semanggi II terjadi pada 24 September 1999 yan
g menyebabkan tewasnya seorang mahasiswa dan sebelas orang lainnya di seluruh ja
karta serta menyebabkan 217 korban luka
luka.
Tragedi Semanggi II
Pada 24 September 1999, untuk yang kesekian kalinya tentara melakukan tindak kek
erasan kepada aksi-aksi mahasiswa.Kala itu adanya pendesakan oleh pemerintahan t
ransisi untuk mengeluarkan Undang-Undang Penanggulangan Keadaan Bahaya (UU PKB)
yang materinya menurut banyak kalangan sangat memberikan keleluasaan kepada mili
ter untuk melakukan keadaan negara sesuai kepentingan militer. Oleh karena itula
h mahasiswa bergerak dalam jumlah besar untuk bersama-sama menentang diberlakuka
nnya UU PKB.Mahasiswa dari Universitas Indonesia, Yun Hap meninggal dengan luka
tembak di depan Universitas Atma Jaya.
Pengadilan HAM ad hoc
Harapan kasus Tragedi Trisakti dan Semanggi I dan II untuk menggelar pengadilan
HAM ad hoc bagi para oknum tragedi berdarah itu dipastikan gagal tercapai. Badan
Musyawarah (Bamus) DPR pada 6 Maret 2007 kembali memveto rekomendasi tersebut.
Putusan tersebut membuat usul pengadilan HAM kandas, karena tak akan pernah disa
hkan di rapat paripurna. Putusan penolakan dari Bamus itu merupakan yang kedua k
alinya. Sebelumnya Bamus telah menolak, namun di tingkat rapim DPR diputuskan un
tuk dikembalikan lagi ke Bamus. Hasil rapat ulang Bamus kembali menolaknya. Kare
na itu, hampir pasti usul yang merupakan rekomendasi Komisi III itu tak dibahas
lagi.
Rapat Bamus dipimpin Ketua DPR Agung Laksono. Dalam rapat itu enam dari sepul
uh fraksi menolak. Keenam fraksi itu adalah Fraksi Partai Golkar, Fraksi Partai
Demokrat, Fraksi PPP, Fraksi PKS, Fraksi PBR, dan Fraksi Bintang Pelopor Demokra
si (BPD). Sementara fraksi yang secara konsisten mendukung usul itu dibawa ke pa
ripurna adalah Fraksi PDI Perjuangan, Fraksi Kebangkitan Bangsa (FKB), Fraksi PA
N, dan Fraksi PDS.
Keputusan Badan Musyawarah (Bamus) DPR, ini menganulir putusan Komisi III-yan
g menyarankan pimpinan DPR berkirim surat kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyo
no untuk membentuk Pengadilan HAM Ad Hoc-membuat penuntasan kasus pelanggaran ha
k asasi manusia Trisakti dan Semanggi semakin tidak jelas.
Pada periode sebelumnya 1999-2005, DPR juga menyatakan bahwa kasus Tragedi Tr
isakti dan Semanggi I dan II bukanlah pelanggaran berat HAM. 9 Juli 2001 rapat p
aripurna DPR RI mendengarkan hasil laporan Pansus TSS, disampaikan Sutarjdjo Sur
joguritno. Isi laporan tersebut:
F-PDI P, F-PDKB, F-PKB (3 fraksi ) menyatakan kasus Trisakti, Semanggi I dan II
terjadi unsur pelanggaran HAM Berat. Sedangkan F-Golkar, F- TNI/Polri, F-PPP, FPBB, F -Reformasi, F-KKI, F-PDU (7 fraksi) menyatakan tidak terjadi pelanggaran
HAM berat pada kasus TSS.
Pasal 28I Ayat 2
Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar
apapundan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perilaku yang bersifat diskri
minatif itu.
Hendriawan Sie. Mereka tewas tertembak di dalam kampus, terkena peluru tajam di
tempat-tempat vital seperti kepala, leher, dan dada.
Pasal 28J Ayat 2
Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembata
san yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjami
n pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang laindan untuk memenu
hi tuntunan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keama
nan dan ketertiban umum dalam suatu mayarakat demokratis.
Contoh pelanggaran kasus:
Gerakan 30 September
Gerakan 30 September atau yang sering disingkat G 30 S PKI, G-30S/PKI, Gestapu (
Gerakan September Tiga Puluh), Gestok (Gerakan Satu Oktober) adalah sebuah peris
tiwa yang terjadi pada tanggal 30 September 1965 di mana enam pejabat tinggi mil
iter Indonesia beserta beberapa orang lainnya dibunuh dalam suatu usaha pemberon
takan yang disebut sebagai usaha Kudeta yang dituduhkan kepada anggota Partai Ko
munis Indonesia.
PKI merupakan partai komunis yang terbesar di seluruh dunia, di luar Tiongkok
dan Uni Soviet. Anggotanya berjumlah sekitar 3,5 juta, ditambah 3 juta dari per
gerakan pemudanya. PKI juga mengontrol pergerakan serikat buruh yang mempunyai 3
,5 juta anggota dan pergerakan petani Barisan Tani Indonesia yang mempunyai 9 ju
ta anggota. Termasuk pergerakan wanita (Gerwani), organisasi penulis dan artis d
an pergerakan sarjananya, PKI mempunyai lebih dari 20 juta anggota dan pendukung
.
Pada bulan Juli 1959 parlemen dibubarkan dan Sukarno menetapkan konstitusi di
bawah dekrit presiden
sekali lagi dengan dukungan penuh dari PKI. Ia memperkuat
tangan angkatan bersenjata dengan mengangkat para jendral militer ke posisi-pos
isi yang penting. Sukarno menjalankan sistem deklarasi terpimpin . PKI menyambut Dem
okrasi Terpimpin Sukarno dengan hangat dan anggapan bahwa dia mempunyai mandat un
tuk persekutuan Konsepsi yaitu antara Nasionalis, Agama dan Komunis yang dinamak
an NASAKOM.
Pada era Demokrasi Terpimpin , kolaborasi antara kepemimpinan PKI dan kaum burju
is nasional dalam menekan pergerakan-pergerakan independen kaum buruh dan petani
, gagal memecahkan masalah-masalah politis dan ekonomi yang mendesak. Pendapatan
ekspor menurun, foreign reserves menurun, inflasi terus menaik dan korupsi biro
krat dan militer menjadi wabah.