Anda di halaman 1dari 11

NAMA : MUHAMMAD ARDIANSYAH

NIM
: 03071181419013

CEKUNGAN SUMATERA TENGAH


A. Apa Itu Cekungan?
Cekungan adalah suatu tempat yang berbentuk wadah menjadi tempat
terakumulasinya material material sedimen menjadi batuan sedimen dan biasanya
membentuk pola perlapisan serta stratigrafi, cekungan tersebar di berbagai tempat di
seluruh dunia dengan berbagai macam dimensi baik itu dari segi ukuran horizontal
maupun dari segi kedalamannya, di dalam suatu cekungan juga biasa terdapat sub sub
cekungan dalam hal ini sub cekungan diibaratkan sebagai wadah kecil dalam suatu
wadah besar, wadah kecil adalah sub cekungan dan wadah besar merupakan cekungan
itu sendiri.
Keberadaan cekungan sangatlah dicari cari oleh para eksplorer karena
sebagaimana kita ketahui bahwa cekungan dapat menyimpan berbagai macam sumber
daya alam (SDA), berbagai macam SDA dapat tersimpan dan terakumulasikan di dalam
suatu cekungan misalnya saja ada gas alam, minyak bumi, batubara, panas bumi dan
lain lain sebagainya, keterdapatan SDA tersebut memiliki kadar kualitasnya masing
masing hal tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satu faktor utamanya adalah
umur dari cekungan tersebut.
B. Tektonik Regional Cekungan Sumatera Tengah
Cekungan Sumatra tengah merupakan cekungan sedimentasi tersier penghasil
hidrokarbon terbesar di Indonesia. Ditinjau dari posisi tektoniknya, Cekungan Sumatra
tengah merupakan cekungan belakang busur.
Cekungan Sumatra tengah ini relatif memanjang Barat laut-Tenggara, dimana
pembentukannya dipengaruhi oleh adanya subduksi lempeng Hindia-Australia dibawah
lempeng Asia (gambar 1). Batas cekungan sebelah Barat daya adalah Pegunungan
Barisan yang tersusun oleh batuan pre-Tersier, sedangkan ke arah Timur laut dibatasi
oleh paparan Sunda. Batas tenggara cekungan ini yaitu Pegunungan Tigapuluh yang
sekaligus memisahkan Cekungan Sumatra tengah dengan Cekungan Sumatra selatan.

Adapun batas cekungan sebelah barat laut yaitu Busur Asahan, yang memisahkan
Cekungan Sumatra tengah dari Cekungan Sumatra utara (gambar 2).

Gambar 1. Peta pergerakan lempeng Daerah Sumatra dan kawasan Asia Tenggara
lainnya pada masa kini
Proses subduksi lempeng Hindia-Australia menghasilkan peregangan kerak di
bagian bawah cekungan dan mengakibatkan munculnya konveksi panas ke atas dan
diapir-diapir magma dengan produk magma yang dihasilkan terutama bersifat asam,
sifat magma dalam dan hipabisal. Selain itu, terjadi juga aliran panas dari mantel ke
arah atas melewati jalur-jalur sesar. Secara keseluruhan, hal-hal tersebutlah yang
mengakibatkan tingginya heat flow di daerah cekungan Sumatra tengah (Eubank et al.,
1981 dalam Wibowo, 1995).

Gambar 2. Lokasi Cekungan Sumatra tengah dan batas-batasnya


Faktor pengontrol utama struktur geologi regional di cekungan Sumatra tengah
adalah adanya Sesar Sumatra yang terbentuk pada zaman kapur. Subduksi lempeng
yang miring dari arah Barat daya pulau Sumatra mengakibatkan terjadinya strong
dextral wrenching stress di Cekungan Sumatra tengah (Wibowo, 1995). Hal ini
dicerminkan oleh bidang sesar yang curam yang berubah sepanjang jurus perlapisan
batuan, struktur sesar naik dan adanya flower structure yang terbentuk pada saat inversi
tektonik dan pembalikan-pembalikan struktur (gambar 3). Selain itu, terbentuknya
sumbu perlipatan yang searah jurus sesar dengan penebalan sedimen terjadi pada bagian
yang naik (inverted) (Shaw et al., 1999).
Struktur geologi daerah cekungan Sumatra tengah memiliki pola yang hampir
sama dengan cekungan Sumatra Selatan, dimana pola struktur utama yang berkembang
berupa struktur Barat laut-Tenggara dan Utara-Selatan (Eubank et al., 1981 dalam

Wibowo, 1995). Walaupun demikian, struktur berarah Utara-Selatan jauh lebih dominan
dibandingkan struktur Barat lautTenggara.
Elemen tektonik yang membentuk konfigurasi Cekungan Sumatra tengah
dipengaruhi adanya morfologi High Low pre-Tersier. Pada gambar 4 dapat dilihat
pengaruh struktur dan morfologi High Low terhadap konfigurasi basin di Cekungan
Sumatra tengah (kawasan Bengkalis Graben), termasuk penyebaran depocenter dari
graben dan half graben. Lineasi Basement Barat laut-Tenggara sangat terlihat pada
daerah ini dan dapat ditelusuri di sepanjang cekungan Sumatra tengah. Liniasi ini telah
dibentuk dan tereaktivasi oleh pergerakan tektonik paling muda (tektonisme PlioPleistosen). Akan tetapi liniasi basement ini masih dapat diamati sebagai suatu
komponen yang mempengaruhi pembentukan formasi dari cekungan Paleogen di
daerah Cekungan Sumatra tengah.
Sejarah tektonik cekungan Sumatra tengah secara umum dapat disimpulkan menjadi
beberapa tahap, yaitu :
1. Konsolidasi Basement pada zaman Yura, terdiri dari sutur yang berarah Barat lautTenggara.
2. Basement terkena aktivitas magmatisme dan erosi selama zaman Yura akhir dan
zaman Kapur.
3. Tektonik ekstensional selama Tersier awal dan Tersier tengah (Paleogen)
menghasilkan sistem graben berarah Utara-Selatan dan Barat laut-Tenggara.
Kaitan aktivitas tektonik ini terhadap paleogeomorfologi di Cekungan Sumatra
tengah adalah terjadinya perubahan lingkungan pengendapan dari longkungan
darat, rawa hingga lingkungan lakustrin, dan ditutup oleh kondisi lingkungan
fluvial-delta pada akhir fase rifting.
4. Selama deposisi berlangsung di Oligosen akhir sampai awal Miosen awal yang
mengendapkan batuan reservoar utama dari kelompok Sihapas, tektonik Sumatra
relatif tenang. Sedimen klastik diendapkan, terutama bersumber dari daratan
Sunda dan dari arah Timur laut meliputi Semenanjung Malaya. Proses akumulasi
sedimen dari arah timur laut Pulau Sumatra menuju cekungan, diakomodir oleh
adanya struktur-struktur berarah Utara-Selatan. Kondisi sedimentasi pada
pertengahan Tersier ini lebih dipengaruhi oleh fluktuasi muka air laut global
(eustasi) yang menghasilkan episode sedimentasi transgresif dari kelompok

Sihapas dan Formasi Telisa, ditutup oleh episode sedimentasi regresif yang
menghasilkan Formasi Petani.
5. Akhir Miosen akhir volkanisme meningkat dan tektonisme kembali intensif
dengan rejim kompresi mengangkat pegunungan Barisan di arah Barat daya
cekungan. Pegunungan Barisan ini menjadi sumber sedimen pengisi cekungan
selanjutnya (later basin fill). Arah sedimentasi pada Miosen akhir di Cekungan
Sumatra tengah berjalan dari arah selatan menuju utara dengan kontrol strukturstruktur berarah utara selatan.
6. Tektonisme Plio-Pleistosen yang bersifat kompresif mengakibatkan terjadinya
inversi-inversi struktur Basement membentuk sesar-sesar naik dan lipatan yang
berarah Barat laut-Tenggara. Tektonisme Plio-Pleistosen ini juga menghasilkan
ketidakselarasan regional antara formasi Minas dan endapan alluvial kuarter
terhadap formasi-formasi di bawahnya.

C. Stratigrafi Regional Cekungan Sumatera Tengah


Proses sedimentasi di Cekungan Sumatra tengah dimulai pada awal tersier
(Paleogen), mengikuti proses pembentukan cekungan half graben yang sudah berlangsung
sejak zaman Kapur hingga awal tersier.
Konfigurasi basement cekungan tersusun oleh batuan-batuan metasedimen berupa
greywacke, kuarsit dan argilit. Batuan dasar ini diperkirakan berumur Mesozoik. Pada
beberapa tempat, batuan metasedimen ini terintrusi oleh granit (Koning & Darmono, 1984
dalam Wibowo, 1995).
Secara umum proses sedimentasi pengisian cekungan ini dapat dikelompokkan
sebagai berikut :
1. Rift (Siklis Pematang)
Secara keseluruhan, sedimen pengisi cekungan pada fase tektonik ekstensional
(rift) ini dikelompokkan sebagai Kelompok Pematang yang tersusun oleh batulempung,
serpih karbonan, batupasir halus dan batulanau aneka warna. Lemahnya refleksi seismik
dan amplitudo yang kuat pada data seismik memberikan indikasi fasies yang berasosiasi
dengan lingkungan lakustrin.

Pengendapan pada awal proses rifting berupa sedimentasi klastika darat dan
lakustrin dari Lower Red Bed Formation dan Brown Shale Formation. Ke arah atas
menuju fase late rifting, sedimentasi berubah sepenuhnya menjadi lingkungan lakustrin
dan diendapkan Formasi Pematang sebagai Lacustrine Fill sediments.
a) Formasi Lower Red Bed
Tersusun oleh batulempung berwarna merah hijau, batulanau, batupasir
kerikilan dan sedikit konglomerat serta breksi yang tersusun oleh pebble kuarsit dan
filit. Kondisi lingkungan pengendapan diinterpretasikan berupa alluvial braid-plain
dilihat dari banyaknya muddy matrix di dalam konglomerat dan breksi
b) Formasi Brown Shale
Formasi ini cukup banyak mengandung material organik, dicirikan oleh warna
yang coklat tua sampai hitam. Tersusun oleh serpih dengan sisipan batulanau, di
beberapa tempat terdapat selingan batupasir, konglomerat dan paleosol. Ketebalan
formasi ini mencapai lebih dari 530 m di bagian depocenter.
Formasi ini diinterpretasikan diendapkan di lingkungan danau dalam dengan
kondisi anoxic dilihat dari tidak adanya bukti bioturbasi. Interkalasi batupasir batupasir
konglomerat diendapkan oleh proses fluvial channel fill. Menyelingi bagian tengah
formasi ini, terdapat beberapa horison paleosol yang dimungkinkan terbentuk pada
bagian pinggiran/batas danau yang muncul ke permukaan (lokal horst), diperlihatkan
oleh rekaman inti batuan di komplek Bukit Susah (gambar 6).
Secara tektonik, formasi ini diendapkan pada kondisi penurunan cekungan yang
cepat sehingga aktivitas fluvial tidak begitu dominan.
c) Formasi Coal Zone
Secara lateral, formasi ini dibeberapa tempat equivalen dengan Formasi Brown
Shale. Formasi ini tersusun oleh perselingan serpih dengan batubara dan sedikit
batupasir.
Lingkungan pengendapan dari formasi ini diinterpretasikan berupa danau dangkal
dengan kontrol proses fluvial yang tidak dominan. Ditinjau dari konfigurasi
cekungannya, formasi ini diendapkan di daerah dangkal pada bagian aktif graben
menjauhi depocenter (gambar 6).

d) Formasi Lake Fill


Tersusun oleh batupasir, konglomerat dan serpih. Komposisi batuan terutama
berupa klastika batuan filit yang dominan, secara vertikal terjadi penambahan
kandungan litoklas kuarsa dan kuarsit. Struktur sedimen gradasi normal dengan
beberapa gradasi terbalik mengindikasikan lingkungan pengendapan fluvial-deltaic.
Formasi ini diendapkan secara progradasi pada lingkungan fluvial menuju delta
pada lingkungan danau. Selama pengendapan formasi ini, kondisi tektonik mulai tenang
dengan penurunan cekungan yang mulai melambat (late rifting stage). Ketebalan
formasi mencapai 600 m.
e) Formasi Fanglomerate
Diendapkan disepanjang bagian turun dari sesar sebagai seri dari endapan aluvial.
Tersusun oleh batupasir, konglomerat, sedikit batulempung berwarna hijau sampai
merah. Baik secara vertikal maupun lateral, formasi ini dapat bertransisi menjadi
formasi Lower Red Bed, Brown Shale, Coal Zone dan Lake Fill.
Di beberapa daerah sepertihalnya di Sub-Cekungan Aman, dua formasi terakhir
(Lake Fill dan Fanglomerat) dianggap satu kesatuan yang equivalen dengan Formasi
Pematang berdasarkan sifat dan penyebarannya pada penampang seismik.
2. Sag
Secara tidak selaras diatas Kelompok Pematang diendapkan sedimen Neogen.
Fase sedimentasi ini diawali oleh episode transgresi yang diwakili oleh Kelompok
Sihapas dan mencapai puncaknya pada Formasi Telisa.
(Siklis Sihapas transgresi awal)
Kelompok Sihapas yang terbentuk pada awal episode transgresi terdiri dari
Formasi Menggala, Formasi Bangko, Formasi Bekasap dan Formasi Duri. Kelompok ini
tersusun oleh batuan klastika lingkungan fluvial-deltaic sampai laut dangkal.
Pengendapan kelompok ini berlangsung pada Miosen awal Miosen tengah.
a) Formasi Menggala
Tersusun oleh batupasir konglomeratan dengan ukuran butir kasar berkisar dari
gravel hingga ukuran butir sedang. Secara lateral, batupasir ini bergradasi menjadi
batupasir sedang hingga halus. Komposisi utama batuan berupa kuarsa yang dominan,

dengan struktur sedimen trough cross-bedding dan erosional basal scour. Berdasarkan
litologi penyusunnya diperkirakan diendapkan pada fluvial-channel lingkungan braided
stream.
Formasi ini dibedakan dengan Lake Fill Formation dari kelompok Pematang
bagian atas berdasarkan tidak adanya lempung merah terigen pada matrik (Wain et al.,
1995). Ketebalan formasi ini mencapai 250 m, diperkirakan berumur awal Miosen
bawah.
b) Formasi Bangko
Formasi ini tersusun oleh serpih karbonan dengan perselingan batupasir halussedang. Diendapkan pada lingkungan paparan laut terbuka. Dari fosil foraminifera
planktonik didapatkan umur N5 (Blow, 1963). Ketebalan maksimum formasi kurang
lebih 100 m.
c) Formasi Bekasap
Formasi ini tersusun oleh batupasir masif berukuran sedang-kasar dengan sedikit
interkalasi serpih, batubara dan batugamping. Berdasarkan ciri litologi dan fosilnya,
formasi ini diendapkan pada lingkungan air payau dan laut terbuka. Fosil pada serpih
menunjukkan umur N6 N7. Ketebalan seluruh formasi ini mencapai 400 m.
d) Formasi Duri
Di bagian atas pada beberapa tempat, formasi ini equivalen dengan formasi
Bekasap. Tersusun oleh batupasir halus-sedang dan serpih. Ketebalan maksimum
mencapai 300 m. Formasi ini berumur N6 N8.
(Formasi Telisa transgresi akhir)
Formasi Telisa yang mewakili episode sedimentasi pada puncak transgresi
tersusun oleh serpih dengan sedikit interkalasi batupasir halus pada bagian bawahnya.
Di beberapa tempat terdapat lensa-lensa batugamping pada bagian bawah formasi. Ke
arah atas, litologi berubah menjadi serpih mencirikan kondisi lingkungan yang lebih
dalam. Diinterpretasikan lingkungan pengendapan formasi ini berupa lingkungan
Neritik Bathyal atas.
Secara regional, serpih marine dari formasi ini memiliki umur yang sama dengan
Kelompok Sihapas, sehingga kontak Formasi Telisa dengan dibawahnya adalah transisi

fasies litologi yang berbeda dalam posisi stratigrafi dan tempatnya. Ketebalan formasi
ini mencapai 550 m, dari analisis fosil didapatkan umur N6 N11.
(Formasi Petani regresi)
Tersusun oleh serpih berwarna abu-abu yang kaya fosil, sedikit karbonatan
dengan beberapa lapisan batupasir dan batulanau. Secara vertikal, kandungan tuf dalam
batuan semakin meningkat.
Selama pengendapan satuan ini, aktivitas tektonik kompresi dan volkanisme
kembali aktif (awal pengangkatan Bukit Barisan), sehingga dihasilkan material volkanik
yang melimpah. Kondisi air laut global (eustasi) berfluktuasi secara signifikan dengan
penurunan muka air laut sehingga terbentuk beberapa ketidakselarasan lokal di beberapa
tempat.
Formasi ini diendapkan pada episode regresif secara selaras diatas Formasi Telisa.
Walaupun demikian, ke arah timur laut secara lokal formasi ini memiliki kontak tidak
selaras dengan formasi di bawahnya. Ketebalan maksimum formasi ini mencapai 1500
m, diendapkan pada Miosen tengah Pliosen.
3. Inversi
Pada akhir tersier terjadi aktivitas tektonik mayor berupa puncak dari
pengangkatan Bukit Barisan yang menghasilkan ketidakselarasan regional pada PlioPleistosen. Aktivitas tektonik ini mengakibatkan terjadinya inversi struktur sesar turun
menjadi sesar naik. Pada fase tektonik inversi ini diendapkan Formasi Minas yang
tersusun oleh endapan darat dan aluvium berupa konglomerat, batupasir, gravel,
lempung dan aluvium berumur Pleistosen Resen.

KESIMPULAN
Berdasarkan resume mengenai Cekungan Sumatera Tengah yang telah saya buat
dapat saya tarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Cekungan adalah suatu tempat yang berbentuk wadah menjadi tempat
terakumulasinya material material sedimen menjadi batuan sedimen dan biasanya
membentuk pola perlapisan serta stratigrafi.
2. Cekungan dapat bernilai ekonomis apabila mengandung beberapa sumber daya
alam seperti minyak bumi, gas alam, batubara, panas bumi dan lain sebagainya.
3. Cekungan Sumatra tengah ini relatif memanjang Barat laut-Tenggara, dimana
pembentukannya dipengaruhi oleh adanya subduksi lempeng Hindia-Australia
dibawah lempeng Asia.
4. Cekungan Sumatera Tengah dalam pembentukan formasi formasinya dibagi
menjadi 3 kelompok, yaitu Rift, Sag dan Inversi.

DAFTAR PUSTAKA

Arini. 2012. Cekungan Sumatera Tengah. (online). http://erinutami.blogspot.co.id /


2012/04/cekungan-sumatera-tengah.html. Diakses Tanggal 13 Maret 2015.
Fransiskus, E. K. 2013. Resume Cekungan Cekungan di Sumatera. (online).
https://www.academia.edu/11813823/Resume_Cekungan-Cekungan_Sumatera.
Diakses Tanggal 13 Maret 2015.

Anda mungkin juga menyukai