Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Indonesia merupakan negara agraris dimana pembangunan di bidang pertanian
menjadi prioritas utama. Berdasarkan UU No.7 tahun1996 tentang pangan menyatakan
bahwa perwujudan ketahanan pangan merupakan kewajiban pemerintah bersama
masyarakat

(Partowijoto,2003).

Pembangunan

saluran

irigasi

sebagai

penunjang

penyediaan bahan pangan nasional tentu sangat diperlukan, sehingga ketersediaan air
dilahan akan terpenuhi walaupun lahan tersebut berada jauh dari sumber air permukaan.
Hal tersebut tidak terlepas dari usaha teknik irigasi yaitu memberikan air dengan kondisi
tepat mutu, tepat ruang dan tepat waktu dengan cara yang efektif dan ekonomis
(Sudjarwadi, 1990). Air merupakan sumber daya alam yang terbaharui melalui
daur hidrologi. Namun keberadaan air sangat bervariasi tergantung lokasi dan musim.
Ketersediaan air di daerah tropis (dekat dengan katulistiwa) sangat besar
dibandingkan dengan daerah lain misalnya daerah gurun atau padang pasir. Ketersediaan
air pada saat musim basah (Oktober s/d April) lebih besar dibandingkan pada saat musim
kering (April s/d Oktober),dikarenakan pada musim kering ketersediaan airnya sudah
mulai berkurang. Rekayasa manusia untuk lebih mengoptimalkan pemanfaatan sumber
daya air adalah dengan merubah distribusi air alami menjadi distribusi air secara buatan
yaitu diantaranya dengan membangun waduk. Waduk merupakan suatu bangunan air yang
digunakan untuk menampung debit air berlebih pada saat musim basah supaya kemudian
dapat dimanfaatkan pada saat debit rendah saat musim kering. Distribusi kebutuhan air
irigasi pada tiap daerah akan diatur melalui waduk tersebut.
Dengan perencanaan saluran dan pintu air sepanjang wilayah penyaluran,air irigasi
kemudian disalurkan. Analisis kebutuhan air irigasi merupakan salah satu tahap penting
yang diperlukan dalam perencanaan dan pengelolaan sistern irigasi. Kebutuhan air tanaman
didefinisikan sebagai jumlah air yang dibutuhkan oleh tanaman pada suatu periode untuk
dapat tumbuh dan produksi secara normal. Kebutuhan air nyata untuk areal usaha pertanian
meliputi evapotranspirasi (ET), sejumlah air yang dibutuhkan untuk pengoperasian secara
khusus seperti penyiapan lahan dan penggantian air, serta kehilangan selama pemakaian.

BAB II
PEMAHAMAN IRIGASI DARI SUDUT PANDANG
PERATURAN YANG BERLAKU

2.1 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air


Pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi merupakan salah satu wujud dari
pengelolaan sumber daya air terpadu sesuai dengan amanat dalam UU No. 7 Tahun 2004
tentang Sumber Daya Air.
Peran sektor pertanian sangat strategis dalam perekonomian nasional dan kegiatan
pertanian tidak dapat terlepas dari air. Oleh sebab itu, pengembangan dan pengelolaan
sistem irigasi yang merupakan salah satu komponen pendukung keberhasilan
pembangunan pertanian, mempunyai peran yang sangat penting dan strategis.
Menghadapi ketidakseimbangan antara ketersediaan air yang cenderung menurun
dan kebutuhan air yang meningkat, sumber daya air wajib dikelola dengan memperhatikan
fungsi sosial, lingkungan hidup dan ekonomi secara selaras.
Kebijakan pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi perlu ditetapkan karena
adanya perubahan tujuan pembangunan pertanian dari meningkatkan produksi untuk
swasembada beras menjadi melestarikan ketahanan pangan, meningkatkan pendapatan
petani, menngkatkan kesempatan kerja di pedesaan dan perbaikan gizi keluarga yang
sejalan dengan semangat demokrasi, desentralisasi, dan keterbukaan dalam tatanan
kehidupan bermasyarakat.
2.2 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2006 tentang Irigasi
Irigasi adalah usaha penyediaan, pengaturan, dan pembuangan air irigasi untuk
menunjang pertanian yang jenisnya meliputi irigasi permukaan, irigasi rawa, irigasi air
bawah tanah, irigasi pompa, dan irigasi tambak. Sistem irigasi meliputi prasarana irigasi,
air irigasi, manajemen irigasi, kelembagaan pengelolaan irigasi, dan sumber daya
manusia.
Penyediaan

air irigasi adalah

penentuan

volume

air

per

satuan

waktu

yang dialokasikan dari suatu sumber air untuk suatu daerah irigasi yang didasarkan waktu,
jumlah, dan mutu sesuai dengan kebutuhan untuk menunjang pertanian dan keperluan
lainnya.
Pengelolaan aset irigasi merupakan proses manajemen yang terstruktur untuk
perencanaan pemeliharaan dan pendanaan sistem irigasi guna mencapai tingkat pelayanan
yang ditetapkan dan berkelanjutan bagi pemakai air irigasi dan pengguna jaringan irigasi
dengan pembiayaan pengelolaan aset irigasi seefisien mungkin.
Irigasi berfungsi mendukung produktivitas usaha tani guna meningkatkan produksi
pertanian dalam rangka ketahanan pangan nasional dan kesejahteraan masyarakat,
khususnya petani, yang diwujudkan melalui keberlanjutan sistem irigasi. Keberlanjutan
sistem irigasi dilakukan dengan pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi.
Keberlanjutan sistem irigasi ditentukan oleh:
2

a. Keandalan air irigasi yang diwujudkan melalui kegiatan membangun


waduk, waduk lapangan, bendungan, bendung, pompa, dan jaringan drainase
yang memadai, mengendalikan mutu air, serta memanfaatkan kembali air
drainase;
b. keandalan prasarana irigasi yang diwujudkan melalui kegiatan peningkatan,
dan pengelolaan jaringan irigasi yang meliputi operasi, pemeliharaan, dan
rehabilitasi jaringan irigasi di daerah irigasi;
c. meningkatnya pendapatan masyarakat petani dari usaha tani yang
diwujudkan melalui kegiatan pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi
yang mendorong keterpaduan dengan kegiatan diversifikasi dan modernisasi
usaha tani.
Pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi diselenggarakan secara partisipatif,
terpadu, berwawasan

lingkungan

hidup, transparan, akuntabel, dan berkeadilan.

Pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi yang dilaksanakan oleh Pemerintah,


pemerintah provinsi, atau pemerintah kabupaten/kota melibatkan semua pihak yang
berkepentingan dengan mengutamakan kepentingan dan peran serta masyarakat petani.
Pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi yang dilaksanakan oleh badan usaha,
badan sosial, atau perseorangan diselenggarakan dengan memperhatikan kepentingan
masyarakat di sekitarnya dan mendorong peran serta masyarakat petani.
Pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi dilaksanakan dengan pendayagunaan
sumber daya air yang didasarkan pada keterkaitan antara air hujan, air permukaan, dan
air tanah secara terpadu dengan mengutamakan pendayagunaan air permukaan.
Pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi dilaksanakan dengan prinsip satu sistem
irigasi satu kesatuan pengembangan dan pengelolaan, dengan memperhatikan kepentingan
pemakai air irigasi dan pengguna jaringan irigasi di bagian hulu, tengah, dan hilir secara
selaras.
Pedoman

pengembangan

dan

pengelolaan

sistem

irigasi

yang

dilakukan

secara partisipatif ditetapkan dengan peraturan Menteri setelah berkoordinasi dengan


instansi terkait. Untuk mewujudkan tertib pengelolaan jaringan irigasi yang dibangun
pemerintah dibentuk kelembagaan pengelolaan irigasi. Kelembagaan pengelolaan irigasi
meliputi instansi pemerintah yang membidangi irigasi, perkumpulan petani pemakai air,
dan komisi irigasi.
Wewenang dan tanggung jawab Pemerintah dalam penyelenggaraan urusan
pemerintahan bidang pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi meliputi:

a. menetapkan kebijakan nasional pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi;


b. menetapkan status daerah irigasi yang sudah dibangun dengan melibatkan
pemerintah daerah yang terkait;
c. melaksanakan pengembangan sistem irigasi primer dan sekunder pada
daerah irigasi lintas provinsi, daerah irigasi lintas negara, dan daerah irigasi
strategis nasional;
d. melaksanakan pengelolaan sistem irigasi primer dan sekunder pada daerah
irigasi yang luasnya lebih dari 3.000 ha atau pada daerah irigasi lintas provinsi,
daerah irigasi lintas negara, dan daerah irigasi strategis nasional;
e. memfasilitasi penyelesaian sengketa antarprovinsi dalam pengembangan dan
pengelolaan sistem irigasi;
f. menetapkan norma, standar,

kriteria,

dan

pedoman

pengembangan

dan pengelolaan sistem irigasi;


g. menjaga efektivitas, efisiensi, dan ketertiban pelaksanaan pengembangan
sistem irigasi primer dan sekunder pada daerah irigasi lintas provinsi,
daerah irigasi lintas negara, dan daerah irigasi strategis nasional;
h. menjaga efektivitas, efisiensi, dan ketertiban pelaksanaan pengelolaan
sistem irigasi primer dan sekunder pada daerah irigasi yang luasnya lebih dari
3.000 ha atau pada daerah irigasi lintas provinsi, daerah irigasi lintas negara, dan
daerah irigasi strategis nasional;
i. memberi rekomendasi teknis

kepada

pemerintah

kabupaten/kota

atas

penggunaan dan pengusahaan air tanah untuk irigasi yang diambil dari
cekungan air tanah lintas provinsi dan cekungan air tanah lintas negara;
j. memberikan bantuan teknis dalam pengembangan dan pengelolaan sistem
irigasi kepada pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota;
k. memberikan bantuan kepada masyarakat petani dalam pengembangan dan
pengelolaan sistem irigasi yang menjadi tanggung jawab masyarakat petani atas
permintaannya berdasarkan prinsip kemandirian; dan
l. memberikan
izin
pembangunan,
pemanfaatan,

pengubahan,

dan/atau pembongkaran bangunan dan/atau saluran irigasi pada jaringan irigasi


primer dan sekunder dalam daerah irigasi lintas provinsi, daerah irigasi lintas
negara, dan daerah irigasi strategis nasional.

Pemerintah, pemerintah provinsi, dan/atau pemerintah kabupaten/kota dapat


saling bekerja sama dalam pengembangan dan pengelolaan jaringan irigasi primer dan
sekunder atas dasar kesepakatan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Partisipasi
masyarakat petani dalam pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi diwujudkan

mulai dari pemikiran awal, pengambilan keputusan, dan pelaksanaan kegiatan dalam
pembangunan, peningkatan, operasi, pemeliharaan, dan rehabilitasi.

2.3 Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia
Nomor 12/PRT/M/2015 Tentang Eksploitasi dan Pemeliharaan Jaringan Irigasi
Sejalan dengan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 tentang
Pengairan, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat diberi wewenang dan
tanggung jawab untuk mengatur dan melaksanakan eksploitasi dan pemeliharaan serta
perbaikan bangunan pengairan berupa antara lain jaringan irigasi.
Eksploitasi dan pemeliharaan sumber air dan bangunan pengairan berupa:
a. operasi jaringan irigasi
Operasi
jaringan
irigasi merupakan upaya pengaturan air irigasi dan
pembuangannya, termasuk kegiatan membukamenutup pintu bangunan irigasi,
menyusun rencana tata tanam, menyusun
pembagian

sistem

golongan,

menyusun

rencana

air, melaksanakan kalibrasi pintu/bangunan, mengumpulkan data,

memantau, dan mengevaluasi.


b. pemeliharaan jaringan irigasi.
Pemeliharaan jaringan irigasi merupakan upaya menjaga dan mengamankan jaringan
irigasi agar selalu dapat berfungsi dengan baik guna memperlancar pelaksanaan
operasi jaringan irigasi dan mempertahankan kelestariannya.
Pelaksanaan kegiatan operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi mengacu pada:
a. pedoman penyelenggaraan operasi jaringan irigasi; dan
b. pedoman pemeliharaan jaringan irigasi

2.4 Kriteria Perencanaan


Kriteria Perencanaan Jaringan Irigasi ini merupakan bagian dari standar kriteria
perencanaan dari Direktorat Jenderal Sumber Daya Air. Kriteria Perencanaan terdiri dari
bagian-bagian berikut :
KP-01
Perencanaan Jaringan Irigasi
KP-02
Bangunan Utama (Head Works)
KP-03
Saluran
KP-04
Bangunan
KP-05
Parameter Bangunan
KP-06
Petak Tersier
KP-07
Standar Penggambaran

Bagian mengenai Kriteria Perencanaan Jaringan Irigasi ini khusus membicarakan


berbagai tahap perencanaan yang mengarah kepada penyelesaian jaringan utama irigasi.
Bagian ini menguraikan semua data-data yang diperlukan, serta hasil akhir masing-masing
tahap.
Kriteria Perencanaan ini memberikan petunjuk, standar dan prosedur yang digunakan
dalam perencanaan jaringan irigasi teknis penuh. Kriteria Perencanaan ini terutama
dimaksudkan untuk dipakai sebagai kriteria dalam praktek perencanaan dengan
menghasilkan desain yang aman bagi mereka yang berkecimpung dalam perencanaan
jaringan irigasi, di Direktorat Jenderal Sumber Daya Air Departemen Pekerjaan Umum.
Kriteria tersebut memenuhi tujuan itu dengan tiga cara:
1. Memberikan informasi dan data-data yang diperlukan kepada para perekayasa untuk
menunjang tercapainya perencanaan irigasi yang baik,
2. Memberikan pengetahuan keahlian dan teknik mengenai perencanaan atau pekerjaan
irigasi dalam bentuk yang siap pakai bagi para perekayasa yang belum begitu
berpengalaman di bidang ini.
3. Menyederhanakan prosedur perencanaan bangunan-bangunan irigasi.
Walaupun terutama berkenaan dengan perencanaan jaringan irigasi, Kriteria
Perencanaan tersebut memberikan pedoman dan petunjuk yang luas mengenai data-data
pendukung yang harus dikumpulkan. Adalah penting bagi para perencana untuk cepat
menyesuaikan dengan semua metode dan pertimbangan-pertimbangan yang mempengaruhi
pengumpulan data dan metode untuk sampai pada tahap kesimpulan mengenai ukuran dan
tipe jaringan yang akan dipakai. Oleh karena itu, Kriteria Perencanaan Jaringan Irigasi
semata-mata membicarakan aspek-aspek proses perencanaan saja. Hanya jaringan dan
teknik irigasi yang umum dipakai di Indonesia saja yang akan dibicarakan.
Pokok bahasan ditekankan pada perencanaan sistem irigasi gravitasi, dimana air
diperoleh dari bangunan pengambilan (intake) di sungai dan bendung pelimpah tetap,
karena keduanya merupakan tipe-tipe yang paling umum digunakan. Kriteria Perencanaan
tersebut tidak dimaksudkan untuk membahas teknik irigasi yang memiliki masalah khusus
atau jaringan irigasi dengan ukuran yang besar, atau perencanaan jaringan yang
memerlukan penggunaan teknik yang lebih tepat, demi memperoleh penghematanpenghematan ekonomis yang penting. Di mana mungkin, metode-metode perencanaan
justru disederhanakan menghindari prosedur yang rumit dan penyelidikan-penyelidikan
khusus yang diperlukan untuk pembangunan yang besar atau keadaan yang Iuar biasa.

Disini diberikan penjelasan yang dianggap cukup memadai mengenai faktor-faktor


keamanan yang dipakai di dalam teknik perencanaan.
Kriteria Perencanaan ini sama sekali tidak dimaksudkan untuk berasumsi bahwa
tanggung jawab perencanaan dapat dilimpahkan kepada personel/tenaga yang kurang ahli,
tetapi lebih untuk menunjukkan pentingnya suatu latihan keahlian dan mendorong
digunakannya secara luas oleh tenaga ahli yang berpendidikan dan berpengalaman di
bidang teknik. Diharapkan Kriteria Perencanaan ini akan dapat menyumbangkan sesuatu
yang bermanfaat bagi mereka yang berkecimpung dalam bidang perencanaan proyek
irigasi. Akan tetapi, bagaimanapun juga Kriteria Perencanaan tersebut tidak membebaskan
instansi atau pihak pengguna dari tanggung jawab membuat perencanaan yang aman dan
memadai.

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Indonesia merupakan negara agraris dimana pembangunan di bidang pertanian
menjadi prioritas utama. Berdasarkan UU No.7 tahun 1996 tentang pangan menyatakan
bahwa perwujudan ketahanan pangan merupakan kewajiban pemerintah bersama
masyarakat (Partowijoto,2003). Pembangunan saluran irigasi sebagai penunjang
penyediaan bahan pangan nasional tentu sangat diperlukan, sehingga ketersediaan air
dilahan akan terpenuhi walaupun lahan tersebut berada jauh dari sumber air permukaan.
Beberapa peraturan perundangan yang membahas mengenai pembangunan irigasi adalah
UU No.7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, PP Republik Indonesia Nomor 20 Tahun
2006 tentang Irigasi, Permen Pekerjaan Umum

dan Perumahan Rakyat Republik

Indonesia Nomor 12/PRT/M/2015 Tentang Eksploitasi dan Pemeliharaan Jaringan Irigasi,


dan Standar Kriteria Perencanaan dari Direktorat Jenderal Sumber Daya Air
3.2 Saran

Pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi harus diselenggarakan secara partisipatif,


tepadu,

berwawasan

lingkungan,

transparan,

akuntabel,

dan berkeadilan,

serta

mengutamakan kepentingan dan peran serta masyarakat petani.

Anda mungkin juga menyukai