Anda di halaman 1dari 3

Pada pemanfaatan batubara perlu diketahui sifat-sifat yang akan

ditunjukkan oleh batubara tersebut, baik yang bersifat kimiawi, fisik


dan mekanis. Sifat- sifat ini akan dapat dilihat atau disimpulkan dari
data kualitas batubara hasil analisis dan Pengujiannya. Beberapa
parameter kualitas yang sangat mempengaruhi pemanfaatannya,
terutama sebagai bahan bakar adalah:
a.
Kandungan Air (moinsture)
Kandungan air ini dapat dibedakan atas kandungan air bebas (free
moisture), kandungan air bawaan (inhern moinsture) dan kandungan
air total (total moisture). Free Moisture/Air Permukaan: Moisture yang
datang dari luar, yaitu pada waktu batubara ditambang, diangkut atau
kehujanan. Moisture ini dapat dihilangkan dengan jalan diangin-anginkan
atau dikering udarakan. Inhern Moisture : air yang terikat secara kimiawi
di dalam batubara itu sendiri, pada kondisi humit dan temperatur
tertentu. Moisture ini hanya dapat dihilangkan bila batubara dipanaskan
pada suhu 1100C kurun waktu tertentu. Total Moisture adalah total
kandungan air yang terdapat pada batubara yang berasal dari Free
Moisture dan inhern Moisture. Kandungan air ini banyak pengaruhnya

pada pengangkutan,
pembakaran.

penanganan,

penggerusan

maupun

pada

b.
Zat Terbang (Volatile Matter)
Kandungan zat terbang sangat erat kaitannya dengan kelas batubara
tersebut, makin tinggi kandungan zat terbang makin rendah kelasnya.
Pada pembakaran batubara, maka kandungan zat terbang yang tinggi
akan lebih mempercepat pembakaran karbon padatnya dan sebaliknya
zat terbang yang rendah lebih mempersukar proses pembakaran.
Apabila kadar zat terbang lebih tinggi dari yang telah ditentukan, maka
prosesnya pada alat penggilingan akan terjadi kebakaran kecil dan
terbentuknya panas yang dapat menyebabkan kerusakan pada pipa
pengeluaran dari alat tersebut. Hal ini akan memerlukan waktu untuk
perbaikan dan akhirnya akan menurunkan daya kerja dari pabrik. Salah
satu efek samping pada batubara Volatile Matter tinggi, pada stock pile
akan mudah terbakar dan teroksidasi.

Volatile matter/zat terbang: terdiri dari Hidrogen, Oksigen,


Nitrogen, Belerang, Karbon Monoksida dan Metana. Senyawa ini akan

keluar dari senyawa batubara, jika dipanaskan pada suhu tertentu.


Fixed Carbon merupakan sisa karbon padat dari hasil pemanasan
batubara pada suhu tertentu setelah seluruh zat terbangnya habis
keluar. Volatile Mineral Matter merupakan zat terbang yang akan
keluar membentuk gas karbon dioksida (dari karbonat-karbonat),
belerang (dari pirit) dan air yang menguap dari lempung.
c.
Kandungan Abu (ash)
Abu merupakan Sisa pembakaran dari batubara yang tidak habis
dibakar pada suhu tertentu yang terdiri dari asam, Basa dan Mineral.
Unsur asam, Basa dan Mineral, yang terbanyak adalam batubara
umumnya Kaolin, Lempung, Pirit dan Kalsit serta Silicon, Oksida,
Oksida-oksida Aluminium, Besi dan Kalsium. Kemudian menyusul
senyawa-senyawa Magnesium, Natrium, Kalium, Mangan dan Fosfor
serta Titanium.
Selain kualitas yang akan mempengaruhi penanganannya, baik fly ash
maupun bottom ash tetapi juga komposisinya akan mempengaruhi
pemanfaatannya dan juga titik leleh yang dapat menimbulkan fouling
pada pipa-pipa boiler atau dinding tanur, erosi pembentukan dan
menutup pipa (heat transfer). Hal hal ini kandungan Na 2O dalam abu
sangat mempengaruhi titik leleh abu. Abu ini dapat dihasilkan dari
pengotor bawaan (inhern impurities) maupun pengotor sebagai hasil
penambangannya. Komposisi abu seyogyanya diketahui dengan baik
untuk kemungkinan pemanfaatannya sebagai bahan bangunan atau
keramik dan penggulangannya terhadap masalah lingkungan yang
dapat ditimbulkankannya.
d.
Nilai Kalori (Fuel Ratio)
Harga nilai kalor merupakan penjumlahan dari harga-harga panas
pembakaran dari unsur-unsur pembentuk batubara. Rendahnya nilai
kalori disertai dengan tingginya kadar abu dapat menyebabkan
timbulnya kesulitan dalam pembakaran. Disamping itu kecepatan
pengisian (feed rate) akan diperlukan lebih tinggi. Harga nilai kalor
yang dilaporkan adalah gross calorific value dan biasanya dengan
dasar air dried, sedang nilai kalor yang benar-benar dimanfaatkan
pada pembakaran batubara adalah net Calorific value yang dapat
dihitung dengan harga panas latent dan sensible yang dipengaruhi
oleh kandungan total dari air dan abu.

e.

HGI (Hardgrove Grindability Index)

HGI merupakan tingkat kekerasan dari batubara mudah/sukarnya


batubara digerus yang dinyatakan dengan indeks. Nilai HGI yang tinggi
menunjukkan batubara tersebut mudah digerus, dan sebaliknya.
Salah satu kejelekan batubara rapuh adalah dimana material tersebut
tidak dapat disimpan pada stock pile terbuka, terlalu lama akibatnya
batubara akan mudah tererosi dan oksidasi oleh pengaruh lingkungan
sehingga kualitas akan mudah berubah. Grindability Index (HGI) diperoleh
dengan menggunakan rumus:
HGI = 13,6 + 6,93 W
W adalah berat dalam gram dari batubara lembut berukuran 200 mesh,
makin tinggi harga HGI, makin lunak batubara tersebut.
f. Belerang/Sulphur
Oksida Belerang dan Nitrogen yang berupa gas terbentuk pada waktu
pembakaran batubara. Pada waktu pembakaran sebagian besar belerang
dirubah menjadi gas belerang dioksida. Dan sebagian kecil (1-2 %) menjadi
gas belerang trioksida. Dalam keadaan ini gas belerang trioksida
memungkinkan bereaksi dengan uap air membentuk asam sulfat dan
mengembun. Asam sulfat ini dapat merusak peralatan pada ketel tersebut.
g. Analisa Ultimate
Pada perancang ketel selalu memperhatikan analisa ultimate dari batubara,
yaitu analisa karbon oksigen, hydrogen, nitrogen, belerang dalam basis dry
ashed free basis. Berdasarkan data tersebut dapat dihitung kebutuhan
udara dan aliran gas untuk mencapai pembakaran sempurna, yaitu
menentukan jenis dan kapasitas dari kipas angin dan pemanas udara. Dan
juga dapat memperkirakan kehilangan hembusan, ukuran, jarak dan
geometri dari permukaan pemanasan ( heating surface ).
h. Sifat Caking dan Coking
Kedua sifat tersebut ditunjukkan oleh Nilai Muai bebas (free swelling
Index) dan harga dilatasi, terutama memberikan gambaran sifat fisik
pelunakan batubara pada pemanasannya.

Anda mungkin juga menyukai