PENDAHULUAN
Latar Belakang
Menurut Iskandar T (2005) kerugian yang ditimbulkan penyakit ini sekitar 513,6
milyar tiap tahun berupa kerusakan hati yang harus diafkir, kekurusan dan penurunan
tenaga dalam membanjak sawah. P revalensi kejadian penyakit ini cukup tinggi di
indonesia sekitar 60 %-90%, sehingga perkembangan ternak sapi yang meningkat
belum menjadi jaminan bahwa kebutuhan pangan asal hewan dapat dimaksimalkan
karena rendahnya produktivitas sebagai akibat masih tingginya angka kematian anak
sapi yang dapat mencapai 30-50 % (Wirdahayati et al. 1999). Fasciolosis pada sapi
dan kerbau merupakan penyakit parasitik penting di Indonesia yang memiliki dampak
yang cukup luas terhadap perekonomian nasional dengan menimbulkan kerugian pada
hewan ternak seperti penurunan berat badan, penurunan daya kerja, infertilitas dan
laktasi dapat mencapai US$ 107 juta. Prevalensi kejadian penyakit ini di Indonesia
mencapai 25 -90% pada sapi dan kerbau (Copeman dan Coplan 2004). Faciola
hepatica menginfeksi sekitar 300 juta sapi dan 250 juta kambing di seluruh dunia.
Kedua parasit ini menyebabkan kerugian ekonomi US$ 3 juta tiap tahun dengan
turunnya produktivitas, seperti daging dan susu (Mas-Coma et al. 2005).
Selain itu, fasciolosis sekarang dikenal sebagai parasit manusia muncul.
Menurut WHO (1995), sebesar 2.4 juta manusia di dunia terinfeksi dan 180 juta
manusia yang berisiko terinfeksi. Dampak fasciolosis terhadap kesehatan masyarakat,
diantaranya muncul gejala demam, sakit daerah abdomen, gangguan gastrointestinal,
urtikari, hepatomegali, anemia dan jaundice (Qureshi et al. 2005). Infeksi penyakit ini
pada manusia ummnnya terjadi pada daerah endemik. Transmisi penyakit terjadi pada
lingkungan peternakan yang menggunakan air dari sumber yang sama dengan hewan
ternak pada daerah endemik.Infeksi tertinggi terjadi pada wanita dan anak-anak
dengan prevalensi yang mencapai 40 % (Mas-Coma et al.2005). Antehelmitik yang
umum digunakan sebagai kontrol terhadap parasit ini yaitu Triclabendazole dan
turunan Benzimendazole yang sudah 20 tahun diaplikasikan di peternakan dan
pengobatan pada manusia (Fairweather 2005). Pengendalian alternatif terhadap
fasciolosis dengan pengembangan vaksin anti-Fasciola. Residu obat-obatan dan
resistensi pada bidang pertanian memberi peluang dalam pengembangan antehelmitik
baru, termasuk pengembangan vaksin. Walaupun pengembangan vaksin cukup maju
namun sampai saat ini belum tersedia secara komersial (MacManus dan Dalton 2006).
Fasciolosis merupakan penyakit yang banyak menimbulkan kerugian ekonomi, berupa
penurunan berat badan dan karkas, penurunan produksi, hati yang terbuang,
penurunan tenaga kerja, daya tahan tubuh ternak terhadap penyakit lain hingga dapat
menyebabkan kematian (Kurniasih 2007). Pengendalian fasciolosis yang telah
dilakukan di Indonesia dengan cara (1) memberantas parasit di dalam tubuh ternak
melalui pengobatan seperti karbon tetraklorida, heksa kloroetan; (2) memberantas
siput hospes intermediet cacing hati secara fisik (dengan drainase lahan pengairan),
kimia (Cupri sulfat dengan dosis 10-30 per hektar) dan biologi (dengan melepas itik
agar memakan siput); (3) menghindarkan ternak dari kemungkinan terinfeksi cacing
hati dengan cara menghindari penggembalaan ternak di tempat yang tergenang, tidak
menyabit rumput yang pernah tergenag air (Achmad et al. 1996). Pengendalian lain
yang dapat dilakukan dengan rotasi pengembalaan, memperbaiki sistem pengairan
sehingga dapat dilkukan pengeringan dan ternak sakit jangan dilepaskan di daerah
pengembalaan serta tidak mengembalakan hewan sehat di padang rumput yang
terkontaminasi.
Tujuan
Melakukan pengendalian tingkat kejadian fasciolosis pada peternakan sapi di
beberapa kecamatan Kabupaten Bogor.
Determinan Penyakit
Fasciolosis dapat terjadi karena adanya interaksi antara agen, host dan
lingkungan (Gambar 2). Agen berupa trematoda spesies Fasciola hepatica dan
Fasciola gigantica. Metaserkaria yang terdapat pada air, rumput (pakan) dan sayuran
termakan oleh hewan (ruminansia) dan manusia sampai cacing tersebut dewasa dan
bertelur serta keluar melalui feses. Telur akan berkembang menjadi mirasidium, pada
kondisi yang mendukung (curah hujan dan kelembapan yang tinggi). Kondisi tersebut
dapat meningkatkan populasi siput (inang antara). Adanya siput sebagai inang antara,
mirasidium akan berkembang menjadi sporokista, redia dan serkaria. Kemudian, di luar
tubuh siput serkaria berkembang menjadi metaserkaria. Keseimbangan antara agen
dan host berubah akibat fokus keseimbangan bergeser sehingga menyebabkan berat
agen meningkat. Peningkatan agen terjadi karena perubahan lingkungan yang
mempermudah penyebaran penyakit, seperti curah hujan dan kelembapan yang tinggi
serta jumlah vektor perantara yakni siput Lymnea
Agen:
Trematoda
spesies F.
hepatica dan
Host: Hewan
(herbivora:
ruminansia),
kerentanannya
meningkat,
Sukajaya
Nanggung
Lewliang
Cibungbulang
Ciampea
Pamijahan
Rumpin
Jumlah Total
100
150
50
200
150
50
150
1200
24
37
12
49
37
12
37
292
Pemberantasan
Pemberantasan merupakan tindakan penghilangan agen penyakit dari suatu
daerah atau tempat pemeliharaan termasuk spesies inang tertentu. Salah satu
tindakan pemberantasan yang dapat dilakukan yaitu pengobatan. Keberhasilan
- Pengobatan
- Pemberian anthelmentika
seperti Trcarbendazolel
awal, pertengahan, dan
akhir musim hujan
- Penyingkiran hewan yang
terinfeksi berat yang
menjadi sumber penularan
Total
Rp 5.268.000.000
SIMPULAN
Pendapatan yang diperoleh dari hasil pengendalian selama dua tahun yaitu Rp
6.904.500.000,- . Diperoleh NPV Rp 1.198.161.776,-, B/C = 1,28 dan IRR= 16% dapat
dilihat pada lampiran. Dengan keadaan ini maka dapat disimpulkan bahwa program ini
layak untuk dilaksanakan.
DAFTAR PUSTAKA
Balai
pada
Ternak
Coperman, D.B and Copland, R.S. 2004. Importance and potential impact of liver fluke
in cattle and buffalo. Overcaming liver fluke in South-East Asia.
Isakandar,T. 2005. Gambaran Agen Parasit Pada Ternak Sapi Potong di Salah Satu
Peternakan di Sukabumi. Balai Besar Penelitian Veteriner, Bogor.
Kurniasih. 2007. Perkembangan Fasciolosis dan Pencegahannya di Indonesia.
Yogyakarta: Fakultas Kedokteran Hewan, UGM.
MacManus D.P,and Dalton J.P. 2006. Vaccines against the zoonotic trematodes
Schistosoma japonicum, Fasciola hepatica and Fasciola gigantica. Parasitology
133, S43-S61
Mas-Coma .S, Bargues. MD and Valero. MA.2005. Fasciolosis and other plant borne
trematode
zoonoses.int
J.Parasitol.
35,
1255-1278.
(doi
;
10.1016/ji.ijpara.2005.07.010).