Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN OPERASI

PADA Ny. M DENGAN CLOSE FRAKTUR TROCHANTER FEMUR SINISTRA


DENGAN TINDAKAN ORIF PLATING TROCHANTER SINISTRA C-ARM
DI RUANG IBS RSUD KOTA SEMARANG

Disusun Oleh :
1. ADHITYA ZULKARNAEN
2. AGUS PRATAMA Q
3. PARAMITA SOFIA RAHMI
4. SYAHABUDDIN NAUFAL
5. ISMAIL MARZUKI H.S

BASIC SKILL COURSE FOR THE OPERATING ROOM NURSES (BSCORN)


HINPUNAN PERAWAT KAMAR BEDAH INDONESIA
HIPKABI JAWA TENGAH

2016

BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Farktur atau patah tulang terjadi karena benturan tubuh, jatuh atau trauma.
Hal tersebut baik dikarenakan trauma langsung, misalnya : tulang kaki terbentur
bumper mobil, karena trauma tidak langsung , misalnya : seseorang yang jatuh
dengan telapak tangan menyangga. Juga bisa oleh karena trauma akibat tarikan
otot misalnya tulang patella dan dekranon, karena otot triseps dan biseps
mendadak berkontraksi. Fraktur dapat terjadi pada seluruh bagian tubuh terutama
anggota gerak.
Fraktur terjadi melalui beberapa hal diantaranya yaitu kecelakaan baik
kecelakaan bermotor, trauma

atau jatuh. Prevalensi pasien dengan kondisis

fraktur sangat besar, terutama faktur akibat dari kecelakaan lalu lintas. Tindakan
pada pasien fraktur

diantaranya adalah reposisi, operasi dan perawatan luka

operasi, karena efek komplikasi pada pasien fraktur besar salah satunya adalah
bisa membuat kelumpuhan atau kegagalan tulang untuk melakukan remodeling.
2. Tujuan
1. Mampu melakukan pengkajian yaitu mengumpulkan data subyektif dan data
obyektif pada pasien dengan FRAKTUR diruang IBS
2. Mampu menganalisa data yang diperoleh
3. Mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien dengan FRAKTUR
4. Mampu membuat rencana tindakan keperawatan pada pasien dengan
FRAKTUR
5. Mampu melaksanakan tindakan keperawatan sesuai dengan rencana yang
ditentukan.
6. Mampu mengevaluasi tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan.

BAB II
TINJAUAN TEORI
1. Pengertian Fraktur
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya
disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer, Arif, et al, 2000). Fraktur adalah
terputusnya kontuinitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya, fraktur
terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang dapat diabsorbsinya
(Smelter & Bare, 2002).
Menurut Linda Juall C. dalam buku Nursing Care Plans and Dokumentation
menyebutkan bahwa Fraktur adalah rusaknya kontinuitas tulang yang disebabkan
tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap oleh tulang.
Pernyataan ini sama yang diterangkan dalam buku Luckman and Sorensens
Medical Surgical Nursing.
Trochanter mayor pada sisi lateral dan trochanter minor pada sisi medial
merupakan tempat melekatnya otot-otot Trochanter (mayor dan minor), bagian
tulang paha yg membuat kita dapat berdiri tegak, menghubungkan sendi dan
batang paha.
Sedangkan fraktur subtrochanter femur ialah dimana garis patah berada 5 cm
distal dari trochanter minor. Mekanisme fraktur biasanya trauma langsung dapat
terjadi pada orang tua biasanya disebabkan oleh trauma yang ringan seperti jatuh dan
terpeleset dan pada orang muda biasanya karena trauma dengan kecepatan tinnggi

(Brunner & Suddart, 2000).


2. Etiologi Fraktur
Fraktur dapat terjadi akibat:
a. Fraktur akibat peristiwa trauma

Fraktur yang disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba dan berlebihan,


yang dapat berupa pemukulan, penghancuran, penekukan, pemuntiran atau
penarikan.
1) Bila terkena kekuatan langsung.
Tulang dapat patah pada tempat yang terkena, jaringan lunak rusak.
2) Bila terkena kekuatan tak langsung
Tulang dapat mengalami fraktur pada tempat yang jauh dari tempat yang
terkena itu, kerusakan jaringan lunak pada fraktur mungkin tidak ada.
b. Fraktur kelelahan atau tekanan
Akibat dari tekanan yang berulang-ulang sehingga dapat menyebabkan
retak yang terjadi pada tulang.
c. Kelemahan abnormal pada tulang (fraktur patologik)
Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal kalau tulang itu lemah
(misalnya oleh tumor) atau kalau tulang itu sangat rapuh.
Penyebab fraktur menurut Sjamsuhidayat (2006) adalah:
a. Ruda paksa
b. Trauma
c. Proses patologis
Misalnya:

tumor, infeksi

atau

osteoporosis

tulang.

Ini

disebabkan

kekuatantulang yang berkurang dandisebut patah tulang patologis.


d. Beban lama atau trauma ringan yang terus menerus yang disebut fraktur
3. Klasifikasi Fraktur
a. Berdasarkan garis patah tulang
1) Greenstick, yaitu fraktur dimana satu sisi tulang retak dan sisi lainnya
bengkok.
2) Transversal, yaitu fraktur yang memotong lurus pada tulang.
3) Spiral, yaitu fraktur yang mengelilingi tungkai/lengan tulang.
4) Obliq, yaitu fraktur yang garis patahnya miring membentuk sudut
melintasi tulang.
b. Berdasarkan bentuk patah tulang
1) Complet, yaitu garis fraktur menyilang atau memotong seluruh tulang dan
fragmen tulang biasanya tergeser.

2) Incomplet, meliputi hanya sebagian retakan pada sebelah sisi tulang.


3) Fraktur kompresi, yaitu fraktur dimana tulang terdorong ke arah
permukaan tulang lain.
4) Avulsi, yaitu fragmen tulang tertarik oleh ligamen.
5) Communited (Segmental), fraktur dimana tulang terpecah menjadi
beberapa bagian.
6) Simple, fraktur dimana tulang patah dan kulit utuh.
7) Fraktur dengan perubahan posisi, yaitu ujung tulang yang patah berjauhan
dari tempat yang patah.
8) Fraktur tanpa perubahan posisi, yaitu tulang patah, posisi pada tempatnya
yang normal.
9) Fraktur Complikata, yaitu tulang yang patah menusuk kulit dan tulang
terlihat.
c. Berdasarkan keadaan luka
1) Fraktur terbuka
Fraktur yang terjadi akibat ligamen tulang bergeser ke bagian otot dan
kulit sehingga adanya perlukaan di kulit. Fraktur terbuka terbagi atas tiga
derajat yaitu:
a) Derajat I, yaitu luka tembus dengan diameter 1 cm, kerusakan jaringan
lunak sedikit dan kontaminasi minimal.
b) Derajat II, terdapat luka laserasi lebih dari 1 cm, tanpa disertai
kerusakan jaringan lunak yang lebih luas, kontaminasi minimal.
c) Derajat III, terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas meliputi
struktur kulit, otot dan neurovaskuler serta kontaminasi derajat tinggi.
Fraktur derajat III terbagi atas tiga bagian yaitu:
-

Jaringan lunak menutupi fraktur tulang meskipun terdapat laserasi


luar.

Kehilangan jaringan lunak dengan fraktur tulang yang terpapar


atau kontaminasi massif.

Luka pada pembuluh arteri/saraf perifer yang harus diperbaiki


tanpa melihat kerusakan jaringan lunak.

2) Fraktur tertutup

Yaitu fraktur yang tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan
dunia luar.
d. Berdasarkan bentuk pergeseran
1) Undisplaced, garis patah komplit tetapi kedua fragmen tidak bergeser.
2) Diaplaced, yaitu terjadi pergeseran fragmen-fragmen tulang.
e. Berdasarkan posisinya
1) 1/3 Proximal (1/3 bagian atas).
2) 1/3 Medial (1/3 bagian tengah).
3) 1/3 Distal (1/3 bagian bawah).
4. Patofisiologi
Tulang patah pendarahan terjadi di sekitar tempat patah dan ke dalam
jaringan lunak sekitar tulang tersebut, jaringan lunak juga biasanya mengalami
kerusakan. Reaksi pendarahan biasanya timbul hebat setelah fraktur. Sel-sel darah
putih dan sel anast berakumulasi menyebabkan peningkatan aliran darah ke
tempat tersebut. Fagositosis dan pembersihan sisa-sisa sel mati dimulai. Ditempat
patah terbentuk fibrin (hematoma fraktur) dan berfungsi sebagai jala-jala untuk
melekatkan sel-sel baru. Aktivitas osteoblast terangsang dan terbentuk tulang baru
umatur yang disebut callus. Bekuan fibrin direabsorbsi dan sel-sel tulang baru
mengalami remodelling untuk membentuk tulang sejati.
Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut saraf yang berkaitan
dengan pembekakan yang tidak ditangani dapat menurunkan asupan darah ke
ekstremitas dan mengakibatkan kerusakan saraf perifer. Bila tidak terkontrol
pembengkakan dapat mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan, oklusi darah
total dan berakibat anoksia mengakibatkan rusaknya serabut saraf maupun
jaringan otot. Komplikasi ini dinamakan syndrom kompartemen.
Pengobatan dari fraktur tertutup bisa konservatif atau operatif. Theraphy
konservatif meliputi proteksi saja dengan mitella atau bidai. Imobilisasi dengan
pemasangan gips dan dengan traksi. Sedangkan operatif terdiri dari reposisi
terbuka, fiksasi internal dan reposisi tertutup dengan kontrol radiologi diikuti
fraksasi internal..
Pada pemasangan bidai / gips / traksi maka dilakukan imobilisasi pada
bagian yang patah, imobilisasi dapat menyebabkan berkurangnya kekuatan otot
dan densitas tulang agak cepat. Pasien yang harus imobilisasi setelah patah tulang

akan menderita komplikasi dari imobilisasi antara lain : adanya rasa tidak enak,
iritasi kulit dan luka yang disebabkan oleh penekanan, hilangnya otot.
Kurang perawatan diri dapat terjadi bila sebagian tubuh diimobilisasi,
mengakibatkan berkurangnya kemampuan perawatan diri. Pada reduksi terbuka
dan fiksasi interna (ORIF) fragme-fragmen tulang dipertahankan dengan pen,
sekrup, pelat, paku. Namun pembedahan meningkatkan kemungkinan terjadi
infeksi. Pembedahan itu sendiri merupakan trauma pada jaringan lunak dan
struktur yang seluruhnya tidak mengalami cedera mungkin akan terpotong atau
mengalami kerusakan selama tindakan operasi.
5. PATHWAY
TRAUMA
Fraktur terbuka/tertutup
Gerakan
ligamen tulang

Kerusakan
jaringan tubuh
Pembedahan

Nyeri

Pemasangan ORIF

Defisit
Pengetahuan

Resiko Tinggi
terhadap trauma
Cemas

Insisi Jaringan

Resiko Tinggi
Infeksi

Kehilangan
Integritas kulit

Perdarahan Masif

Peningkatan tekan berlebihan


Katekolamin merangsang
Pembebasan asam lemak

Lemak dilepaskan
di tulang

Trombus terbawa
aliran darah

Masuk Pembuluh darah


Paru

Penurunan Aliran
darah

Sindrom kompartemen
(pucat, nyeri, patirasa)

Kerusakan neurovaskuler
Reversible setelah 4-6 jam
Resiko Tinggi kerusakan
intergitas kulit

Resiko tinggi disfungsi


neuro vaskuler

Imobilisasi
Fisik

Defisit perawatan diri

Gangguan Pemenuhan
ADL: Personal Higiene

Resiko Tinggi kerusakan


intergitas kulit

6. Tanda dan Gejala Fraktur


a. Deformitas (perubahan bentuk atau struktur) yaitu akibat adanya pergeseran
fragmen tulang.
b. Krepitasi yaitu suara derik tulang yang dapat didengar atau dirasakan ketika
fraktur digerakkan.
c. Nyeri karena kerusakan jaringan dan perubahan struktur yang meningkat
karena penekanan sisi-sisi fraktur dan pergerakan fraktur.
d. Kurangnya sensasi karena adanya gangguan saraf yang terjepit atau terputus
oleh fragmen tulang.
e. Spasme otot karena kontraksi involunter disekitar fraktur.
f. Pergerakan abnormal karena pergeseran fragmen tulang.
g. Bengkak pada sekitar fraktur sebagai trauma dan perdarahan sekitar fraktur.
7. Pemeriksaan Penunjang
Ada beberapa pemeriksaan yang harus dilakukan pada klien dengan kasus
fraktur yaitu:
a) Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah lengkap untuk mendeteksi kadar leukosit pada
klien, karena pada klien dengan luka terbuka resiko tinggi terjadi peningkatan
kadar leukosit, hematokrit kemungkinan meningkat atau menurun (perdarahan
bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada grauma multiple, kreatinin
dapat meningkatkan beban kreatinin untuk kelainan ginjal.
b) Pemeriksaan Radiologi
Tampak jelas pada pemeriksaan rongent terlihat lokasi dan luas fraktur.
Skan

tulang,

tomogram,

skan

CT/MRI

mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.


8. Komplikasi Fraktur

dapat

digunakan

untuk

a) Sindrom Kompartemen
Terjadi bila pembengkakan akibat fraktur atau tekanan dalam suatu
ruang yang dibatasi oleh kompartemen atau inflamasi yang mengakibatkan
peningkatan dari dalam. Gejala utama dari sindrom kompartemen adalah rasa
sakit yang bertambah parah terutama pada pergerakan pasif dan nyeri tersebut
tidak hilang oleh narkotik. Tanda lain adalah terjadinya paralysis, dan
berkurangnnya denyut nadi.
b) Kerusakan Saraf
Terjadi karena cidera kerusakan saraf itu sendiri atau karena adanya
penekanan oleh gips. Kerusakan saraf ini akan menyebabkan kerusakan fungsi
sensorik.
c) Iskemik
Dengan adanya oedem akibat fraktur akan menekan pada jaringan
sekitarnya termasuk vaskuler. Tekanan ini dapat menyebabkan sirkulasi darah
berkurang dengan demikian akan menimbulkan iskemik pada jaringan otot
yang makin lama akan mengakibatkan kematian jaringan otot yang akan
diganti oleh jaringan fibrotik sehingga terjadi kontraktur.
Gejalanya: dingin, pucat, sianosis, nyeri, bengkak distal dari cedera atau gips.
Serangannya pada saat terjadi cedera atau setelah pakai gips.
d) Emboli
Perubahan tekanan pada fraktur menyebabkan molekul lemak
terdorong dari sum-sum ke dalam peredaran darah sistemik berakibat
gangguan pada respiratori dan sistem saraf pusat.
Gejalanya

: sakit dada, pucat, dyspnea, putus asa, bingung, perdarahan


petechieare pada kulit dan conjungtiva.

Serangan

2-3 hari setelah cedera.

Pengobatan : Tindakan yang menunjang yakni sikap fowler, pemberian


oksigen, transfusi darah untuk mengatasi shock hipovolemik,
berikan

diuretik,

bronkhodilator,

cortico-

steroid

dan

imobilisasi yang baik serta penanganan yang cermat dapat


mencegah terulangnya masalah.
e) Nekrosis Avaskuler

Nekrosis terjadi ketika daerah tulang rusuk karena kematian tulang


sehingga aliran darah terganggu dan tulang akan mengalami osteoporosis dan
nekrosis.
f) Osteomyelitis
Kuman masuk ke dalam luka atau dari daerah lain dari tubuh. Infeksi
bagian sum-sum saluran havar dan subperiosteal yang berakibat merusak
tulang oleh enzim proteolitik.
Gejala

Edema, nyeri terdapat pus.

Pengobatan

: Kultur dan tes sensitif antibiotik, drainage, debridemen.

Pencegahan

: Terapkan teknik aseptis pada waktu membalut luka terbuka.

9. Penatalaksanaan fraktur
Penatalaksanaan fraktur femur ini mengalami banyak perubahan dalam waktu
sepuluh tahun terakhir ini. Traksi dan spicacasting atau cast bracing mempunyai
banyak kerugian dalam hal memerlukan masa berbaring dan rehabilitasi yang
lama, meskipun merupakan penatalaksanaan non-invasif pilihan untuk anak-anak.
Oleh karena itu tindakan ini tidak banyak dilakukan pada orang dewasa.
Bila penderita stabil dan luka telah diatasi, fraktur dapat diimobilisasi dengan
salah satu dari cara-cara berikut:
a. Traksi
Comminuted fracture dan fraktur yang baik tidak sesuai untuk intramedullary
nailing paling baik diatasi dengan manipulasi di bawah anestesi dan balanced
sliding skeletal traction yang dipasang melaluitibial pin.
Traksi longitudinal yang memadai diperlukan selama 24 jam untuk mengatasi
spame otot dan mencegah pemendekan dan fragmen harus ditopang di
posterior untuk mencegah pelengkungan.

b. Fiksasi Interna
Intramedullary nail ideal untuk fraktur transversal, tetapi untuk fraktur lainnya
kurang cocok. Fraktur dapat dipertahankan lurus dan terhadap panjangnya
dengan nail, tetapi fiksasi mungkin tidak cukup kuat untuk mengontrol rotasi.
Nailing diindikasikan jika hasil pemeriksaan radiologis memberi kesan bahwa
jaringan lunak mengalami interposisi diantara ujung tulang karena hal ini

hampir selalu menyebabkan non-union. Keuntungan intramedullary nailing


adalah dapat memberikan stabilitas longitudinal serta kesejajaran (alignment)
serta

membuat

penderitadapat

diimobilisasikan

cukup

cepat

untuk

meninggalkan rumah sakit dalam waktu 2 minggu setelah fraktur. Kerugian


meliputi anestesi, trauma bedah tambahan danrisiko infeksi.
Closed nailing memungkinkan mobilisasi yang tercepat dengantrauma yang
minimal, tetapi paling sesuai untul fraktur transversal tanpa pemendekan.
Comminuted fracture paling baik dirawat dengan locking nail yang dapat
mempertahankanpanjang dan rotasi.
c. Fiksasi Eksterna
Bila fraktur yang dirawat dengantraksi stabildan massa kalus terlihat pada
pemeriksaan radiologis, yang biasanya pada minggu ke enam, cast brace dapat
dipasang. Fraktur dengan intramedullary nail yang tidak memberi fiksasi yang
rigid juga cocok untuktindakan ini.
ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN
FRAKTUR SUBTROCHANTER
3. Pengkajian
a. Pengkajian primer
-

Airway Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya


penumpukan sekret akibat kelemahan reflek batuk.

Breathing
Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas, timbulnya
pernapasan yang sulit dan atau tak teratur, suara nafas terdengar ronchi
/aspirasi.

Circulation
TD dapat normal atau meningkat , hipotensi terjadi pada tahap lanjut,
takikardi, bunyi jantung normal pada tahap dini, disritmia, kulit dan
membran mukosa pucat, dingin, sianosis pada tahap lanjut

b. Pengkajian sekunder
1) Aktivitas/istirahat
-

kehilangan fungsi pada bagian yangterkena

Keterbatasan mobilitas

2) Sirkulasi

Hipertensi (kadang terlihat sebagai respon nyeri/ansietas)

Hipotensi (respon terhadap kehilangan darah)

Tachikardi

Penurunan nadi pada bagiian distal yang cidera

Cailary refil melambat

Pucat pada bagian yang terkena

Masa hematoma pada sisi cedera

3) Neurosensori
-

Kesemutan

Deformitas, krepitasi, pemendekan

Kelemahan

4) Kenyamanan
-

Nyeri tiba-tiba saat cidera

Spasme/ kram otot

5) Keamanan
-

laserasi kulit

perdarahan

perubahan warna

pembengkakan local

A. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut
2. Resiko aspirasi
3. Cemas
4. Resiko infeksi
5. Resiko jatuh

No
1

Diagnosa Keperawatan
Nyeri
Definisi :
Sensori yang tidak menyenangkan dan
pengalaman emosional yang muncul secara
aktual atau potensial kerusakan jaringan atau
menggambarkan adanya kerusakan (Asosiasi
Studi Nyeri Internasional): serangan
mendadak atau pelan intensitasnya dari
ringan sampai berat yang dapat diantisipasi
dengan akhir yang dapat diprediksi dan
dengan durasi kurang dari 6 bulan.
Batasan karakteristik :
- Laporan secara verbal atau non verbal
- Fakta dari observasi
- Posisi antalgic untuk menghindari nyeri
- Gerakan melindungi
- Tingkah laku berhati-hati
- Muka topeng
- Gangguan tidur (mata sayu, tampak
capek, sulit atau gerakan kacau,
menyeringai)
- Terfokus pada diri sendiri
- Fokus menyempit (penurunan persepsi
waktu, kerusakan proses berpikir,
penurunan interaksi dengan orang dan
lingkungan)
- Tingkah laku distraksi, contoh : jalanjalan, menemui orang lain dan/atau
aktivitas, aktivitas berulang-ulang)

Tujuan dan criteria Hasil

Intervensi

NOC :
NIC :
Pain Level,
Pain control,
Pain Management
Comfort level
Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
Kriteria Hasil :
termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
Mampu mengontrol nyeri (tahu
kualitas dan faktor presipitasi
penyebab
nyeri,
mampu
Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
menggunakan
tehnik
Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk
nonfarmakologi
untuk
mengetahui pengalaman nyeri pasien
mengurangi nyeri, mencari
Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri
bantuan)
Melaporkan
bahwa
nyeri Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain
berkurang dengan menggunakan
tentang ketidakefektifan kontrol nyeri masa
manajemen nyeri
lampau
Mampu mengenali nyeri (skala,
Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan
intensitas, frekuensi dan tanda
menemukan dukungan
nyeri)
Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi
Menyatakan
rasa
nyaman
nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan
setelah nyeri berkurang
kebisingan
Tanda vital dalam rentang normal Kurangi faktor presipitasi nyeri
Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi,

non farmakologi dan inter personal)


Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan
intervensi
Ajarkan tentang teknik non farmakologi
Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
Tingkatkan istirahat
Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan

Respon autonom (seperti diaphoresis,


perubahan tekanan darah, perubahan
nafas, nadi dan dilatasi pupil)
Perubahan autonomic dalam tonus otot
(mungkin dalam rentang dari lemah ke
kaku)
Tingkah laku ekspresif (contoh : gelisah,
merintih, menangis, waspada, iritabel,
nafas panjang/berkeluh kesah)
Perubahan dalam nafsu makan dan
minum

Analgesic Administration
Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan

Faktor yang berhubungan :


Agen injuri (biologi, kimia, fisik, psikologis)

Resiko Aspirasi
Definisi : Resiko masuknya sekret sekret
gastrointestinal , oropharingeal, benda-benda
padat, atau cairan kedalam tracheobronkhial
Faktor-faktor Resiko :
- peningkatan tekanan dalam lambung

dan tindakan nyeri tidak berhasil


Monitor penerimaan pasien tentang manajemen
nyeri

NOC :
Respiratory Status : Ventilation
Aspiration control
Swallowing Status
Kriteria Hasil :
Klien dapat bernafas dengan
mudah, tidak irama, frekuensi

derajat nyeri sebelum pemberian obat


Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis, dan
frekuensi
Cek riwayat alergi
Pilih analgesik yang diperlukan atau kombinasi
dari analgesik ketika pemberian lebih dari satu
Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe dan
beratnya nyeri
Tentukan analgesik pilihan, rute pemberian, dan
dosis optimal
Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk
pengobatan nyeri secara teratur
Monitor vital sign sebelum dan sesudah
pemberian analgesik pertama kali
Berikan analgesik tepat waktu terutama saat nyeri
hebat
Evaluasi efektivitas analgesik, tanda dan gejala
(efek samping)

NIC:
Aspiration precaution
Monitor tingkat kesadaran, reflek batuk dan
kemampuan menelan

Monitor status paru


Pelihara jalan nafas

selang makanan
situasi yang menghambat
elevasi tubuh bagian atas
penurunan tingkat kesadaran
adanya tracheostomy atau selang
endotracheal
keperluan pengobatan
adanya kawat pada rahang
peningkatan residu lambung
menurunnya fungsi sfingter esofagus
gangguan menelan
NGT
Operasi/trauma wajah, mulut, leher
Batuk dan gag reflek
Penurunan motilitas gastrointestinal
Lambatnya pengosongan lambung

pernafasan normal
Pasien mampu menelan,
mengunyah tanpa terjadi aspirasi,
dan mampumelakukan oral
hygiene
Jalan nafas paten, mudah
bernafas, tidak merasa tercekik
dan tidak ada suara nafas
abnormal

Lakukan suction jika diperlukan


Cek nasogastrik sebelum makan
Hindari makan kalau residu masih banyak
Potong makanan kecil kecil
Haluskan obat sebelumpemberian
Naikkan kepala 30-45 derajat setelah makan

Kecemasan
Definisi :
Perasaan gelisah yang tak jelas dari
ketidaknyamanan atau ketakutan yang disertai
respon autonom (sumner tidak spesifik atau
tidak diketahui oleh individu); perasaan
keprihatinan disebabkan dari antisipasi
terhadap bahaya. Sinyal ini merupakan
peringatan adanya ancaman yang akan
datang dan memungkinkan individu untuk
mengambil langkah untuk menyetujui
terhadap tindakan
Ditandai dengan
Gelisah
Insomnia
Resah
Ketakutan
Sedih
Fokus pada diri
Kekhawatiran
Cemas

NOC :
NIC :
Anxiety control
Anxiety Reduction (penurunan
kecemasan)
Coping
Gunakan pendekatan yang menenangkan
Kriteria Hasil :
Klien mampu mengidentifikasi Nyatakan dengan jelas harapan terhadap pelaku
pasien
dan mengungkapkan gejala
Jelaskan semua prosedur dan apa yang
cemas
dirasakan selama prosedur
Mengidentifikasi,
mengungkapkan
dan Temani pasien untuk memberikan keamanan dan
mengurangi takut
menunjukkan tehnik untuk
mengontol cemas
Berikan informasi faktual mengenai diagnosis,
Vital sign dalam batas normal
tindakan prognosis
Postur tubuh, ekspresi wajah, Dorong keluarga untuk menemani anak
bahasa tubuh dan tingkat Lakukan back / neck rub
aktivitas
menunjukkan Dengarkan dengan penuh perhatian
berkurangnya kecemasan
Identifikasi tingkat kecemasan
Bantu pasien mengenal situasi yang

menimbulkan kecemasan
Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan,
ketakutan, persepsi
Instruksikan pasien menggunakan teknik
relaksasi
Barikan obat untuk mengurangi kecemasan

Resiko infeksi
Definisi : Peningkatan resiko masuknya
organisme patogen
Faktor-faktor resiko :
- Prosedur Infasif
- Ketidakcukupan pengetahuan untuk
menghindari paparan patogen
- Trauma
- Kerusakan jaringan dan peningkatan
paparan lingkungan
- Ruptur membran amnion
- Agen farmasi (imunosupresan)
- Malnutrisi
- Peningkatan paparan lingkungan
patogen
- Imonusupresi
- Ketidakadekuatan imum buatan
- Tidak adekuat pertahanan sekunder
(penurunan Hb, Leukopenia, penekanan
respon inflamasi)
- Tidak adekuat pertahanan tubuh primer
(kulit tidak utuh, trauma jaringan,
penurunan kerja silia, cairan tubuh statis,
perubahan sekresi pH, perubahan
peristaltik)
- Penyakit kronik

NOC :
NIC :
Immune Status
Infection Control (Kontrol infeksi)
Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain
Knowledge : Infection control
Risk control
Pertahankan teknik isolasi
Kriteria Hasil :
Batasi pengunjung bila perlu
Klien bebas dari tanda dan gejala Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci
infeksi
tangan saat berkunjung dan setelah berkunjung
Mendeskripsikan
proses
meninggalkan pasien
penularan penyakit, factor yang Gunakan sabun antimikrobia untuk cuci tangan
mempengaruhi penularan serta Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah
penatalaksanaannya,
tindakan kperawtan
Menunjukkan kemampuan untuk Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat
mencegah timbulnya infeksi
pelindung
Jumlah leukosit dalam batas Pertahankan lingkungan aseptik selama
normal
pemasangan alat
Menunjukkan perilaku hidup Ganti letak IV perifer dan line central dan dressing
sehat
sesuai dengan petunjuk umum
Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan

infeksi kandung kencing


Tingktkan intake nutrisi
Berikan terapi antibiotik bila perlu

Infection Protection (proteksi terhadap infeksi)


Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan

lokal
Monitor hitung granulosit, WBC
Monitor kerentanan terhadap infeksi
Batasi pengunjung
Saring pengunjung terhadap penyakit menular
Partahankan teknik aspesis pada pasien yang
beresiko
Pertahankan teknik isolasi k/p
Berikan perawatan kuliat pada area epidema

DAFTAR PUSTAKA

1. Apley, A. Graham , Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem Apley, Widya
Medika, Jakarta, 1995.

2. Brunner & Suddarth, 2000, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8
volume 2, EGC, Jakarta
3. Dudley, Hugh AF, Ilmu Bedah Gawat Darurat, Edisi II, FKUGM, 2006.
4. Henderson, M.A, Ilmu Bedah untuk Perawat, Yayasan Essentia Medika,
Yogyakarta, 1992.

5. Hidayat, Aziz.A. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta: Salemba Medika.
6. http://drkurniawanspot.blogspot.co.id/2012/04/bedah-fiksasi-pada-fraktur
trochanter.html
7. Hudak and Gallo, Keperawatan Kritis, Volume I EGC, Jakarta, 1994.
8. Long, Barbara C, Perawatan Medikal Bedah, Edisi 3 EGC, Jakarta, 1996.
9. Mansjoer, Arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran, ed 3, jilid 2. Jakarta: Aesculapius.
10. Price, Evelyn C, Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis, Gramedia, Jakarta 2004.
11. Price, S A & Wilson, L M. 1995. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses
Penyakit, jilid 2. Jakarta: EGC

12. Reksoprodjo, Soelarto, Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah FKUI/RSCM, Binarupa


Aksara, Jakarta, 2005.

13. Sjamsuhidayat, (2006). Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2.Jakarta: EGC
14. Smeltzer, Suzanne C, Brenda G Bare. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8 Vol 2. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai