Primigravida
Primigravida
LANDASAN TEORI
10
(14,81%). Jumlah ini cenderung meningkat dari 305 tahun 2001 (2353
kehamilan) menjadi 381 dari 2277 kehamilan di tahun 2002. Paritas 1
31,80% (2001), 30,70% (2002) dari masing-masing 305 dan 381 usia 35
tahun atau lebih. Jadi ditemukan jumlah primitua 31,80% tahun 2001 dan
30,70% tahun 2002 (Mareyke, 2003).
Di RSUP Dr Kariadi Semarang pada periode 1 juli 1998 sampai
dengan 30 juni 1999 terdapat 355 persalinan usia tua 13,8% dan dari
jumlah ini pada usia 35 tahun 89,4% multipara dan pada usia 20- 34
tahun 55,5% primipara (Suswadi, 2000).
Sebagai perbandingan di AS sepertiga pasien yang bersalin adalah
primitua yaitu diatas 35 tahun. Di kanada 12,1% dan Hongaria 21,2%,
Singapura 1,09%. Meksiko dan Mesir masing-masing 3,2% dan 3,1%
(Suparman dan Sembiring, 2002).
Persalinan pada usia tua merupakan proporsi persalinan yang cukup
besar di Nigeria 15%, Senegal 17%, Bangladesh 25%, Srilanka 11% dan
Amerika Serikat 21%. Yusrawati (1999) dikutip oleh Suswadi(2000), di
RS M Djamil Padang ditemukan persalinan pada usia tua sebanyak 12,3%
(Suswadi, 2000).
Dalam kurun reproduksi sehat dikenal bahwa usia aman dan optimal
untuk hamil dan melahirkan adalah 20-30 tahun (Surjaningrat dan
Saifuddin, 2007; Mochtar, 1998).
Sesuai pola dasar kebijakan Program KB antara lain adalah
hendaknya besar keluarga dicapai selama dalam Usia Reproduksi Sehat
yaitu sewaktu umur ibu antara 20-30 tahun. Menunda perkawinan dan
kehamilan sekurang-kurangnya sampai berusia 20 tahun dan mengakhiri
kesuburan pada usia sesudah 30-35 tahun (Mochtar, 1998).
Oleh karena itu, dalam berbagai studi untuk menilai kejadian
penyulit atau luaran kehamilan dan persalinan pada wanita tua, seringkali
dipakai sebagai pembanding wanita hamil kelompok usia reproduksi sehat
20-30 tahun dan bahkan ada yang menggunakan usia 20- 25 tahun a.l
penelitian oleh Chigoziem (2008), dan Suswadi (2000) menggunakan usia
20-34 tahun sebagai kontrol.
11
Insiden primigravida tua 2,6% di UTH Nigeria dan angka ini lebih
kecil daripada 6,3% yang dilaporkan di Thailand. Faktor ras mungkin
berpengaruh
pada kejadian
dan
luaran
kehamilan
pada
elderly
12
penyulit
persalinan
(kelainan
presentasi,
seksio
sesarea,
13
West
Thames
Region,
UK
antara
tahun
1988-1997
(2000)
melaporkan
dalam
penelitiannya
pada
kelompok usia tua yaitu usia 35 tahun atau lebih 42,7% mengalami
penyulit persalinan, sedangkan kelompok pembanding usia 20-34
tahun didapatkan 28,0% Perbedaan antara kedua kelompok ini secara
14
1) Kelainan His
Kelainan his atau kelainan tenaga adalah salah satu yang
menyebabkan faktor persalinan yang sulit atau distosia. His yang
tidak normal dalam kekuatan atau sifatnya menyebabkan rintangan
pada jalan lahir yang lazim terdapat pada setiap persalinan, dan
bila tidak dapat diatasi, maka persalinan akan mengalami hambatan
atau kemacetan (Martohoesodo dan Sumampouw, 2007).
Terdapat kelainan baik kekuatan maupun sifatnya, sehingga
menghambat
kelancaran
persalinan
(Martohoesodo
dan
15
Inersia uteri
Inersia uteri merupakan keadaan dimana his bersifat
biasa dalam arti bahwa fundus berkontraksi lebih kuat dan
lebih dahulu daripada bagian-bagian lain, dan peranan fundus
tetap menonjol. Kelainan terletak dalam hal kontraksi uterus
lebih lemah, singkat dan jarang daripada biasa (dibandingkan
his yang normal). Keadaan umum penderita baik dan rasa
nyeri tidak seberapa (Martohoesodo dan Sumampouw, 2007;
Ambarwati, 2010).
Selama ketuban masih utuh umumnya tidak banyak
bahaya, baik bagi ibu maupun bagi janin, kecuali bila
persalinan terlalu lama, maka morbiditas dan mortalitas ibu
dan janin akan meningkat. Kelemahan his yang timbul sejak
permulaan persalinan disebut inersia uteri primer atau
hypotonic uterine contraction. Ini harus dibedakan dengan his
pendahuluan yang juga bersifat lemah, dan kadang-kadang
menjadi hilang (false labour). Jika kelainan his timbul setelah
berlangsungnya his kuat untuk waktu yang lama, atau
16
pada
serviks,
yakni
pendataran
dan
atau
menghadapi
inersia
uteri
harus
diadakan
17
b)
sering
sehingga
tidak
ada
relaksasi
rahim
c)
18
uterine
contraction
(Martohoesodo
dan
Sumampouw, 2007.
Kadang-kadang pada persalinan lama dengan ketuban
yang sudah lama pecah kelainan his ini menyebabkan spasme
sirkuler setempat sehingga terjadi penyempitan kavum uteri
pada tempat itu. Ini dinamakan lingkaran kontraksi atau
lingkaran konstriksi (constriction ring). Secara teoritis
lingkaran ini dapat terjadi dimana-mana akan tetapi biasanya
ditemukan pada batas antara bagian atas dan segmen bawah
uterus. Lingkaran konstriksi tidak dapat diketahui dengan
pemeriksaan dalam kecuali bila pembukaan sudah lengkap
sehingga tangan dapat dimasukkan ke dalam kavum uteri.
Oleh sebab itu jika pembukaan belum lengkap biasanya tidak
mungkin mengenal kelainan ini dengan pasti (Martohoesodo
dan Sumampouw, 2007; Ambarwati, 2010).
Adakalanya persalinan tidak maju karena kelainan pada
serviks yang dinamakan distosia servikalis. Kelainan ini bisa
primer atau sekunder. Distosia servikalis dikatakan primer
kalau serviks tidak membuka karena tidak mengadakan
relaksasi berhubung dengan incoordinated uterine action.
Pasien biasanya seorang primigravida. Distosia servikalis
dikatakan sekunder jika disebabkan karena kelainan organik.
Kala 1 menjadi lama dan dapat diraba jelas pinggir serviks
19
20
Inersia uteri
Inersia uteri primer dan sekunder
Tetania uteri
2) Persalinan lama
Persalinan lama atau partus lama adalah persalinan yang
berlangsung lebih dari 18 jam yang dimulai dari tanda-tanda
persalinan (Indriyani dan Amiruddin, 2006). Definisi lain
persalinan lama adalah persalinan yang berlangsung 24 jam pada
primi dan 18 jam pada multigravida. Luke dan Brown (2007)
menggunakan istilah dan batasan prolonged labour lebih dari 20
jam, demikian juga Manuaba (2001) mendefinisikan persalinan
lama atau partus lama adalah persalinan yang berlangsung lebih
dari 24 jam, artinya persalinan harus dapat diselesaikan dalam
waktu 24 jam, juga menyebutkan persalinan terlantar (neglected
labour) adalah persalinan yang disertai komplikasi ibu dan
janinnya, dimana pada umumnya persalinan telah berlangsung
lebih dari 24 jam atau ditolong dengan paksa (Manuaba, 2001).
Menurut Kusumawati (2006) bahwa kata persalinan lama
atau distosia adalah persalinan yang gagal berjalan secara normal
dan menyebabkan kesulitan pada ibu dan bayi, yaitu jika persalinan
tidak lengkap atau selesai dalam 18 jam pada primipara dan 12 jam
pada multipara (Kusumawati, 2006).
Definisi persalinan lama dalam buku Panduan Praktis
Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal (2002) adalah
persalinan telah berlangsung 12 jam atau lebih tanpa kelahiran
bayi. Fase laten lebih dari 8 jam (fase laten memanjang dan tidak
21
22
23
ada
pengaruhnya
terhadap
kejadian
partus
lama.
24
3) Seksio Sesarea
Istilah yang disebut oleh Mochtar (1998) selain seksio
sesarea disebut juga dengan Operasi Kaisar atau Sectio Caesarea.
Istilah section caesarea berasal dari perkataan Latin caedere yang
artinya memotong. Pengertian ini dijumpai dalam Roman law (lex
regia) dan Emperors law (Lex Caesarea) yaitu undang-undang
yang menghendaki supaya janin dalam kandungan ibu-ibu yang
meninggal harus dikeluarkan dari dalam rahim. Jadi seksio sesarea
tidak ada hubungan sama sekali dengan Julius Caesar (Mochtar,
1998).
Dewasa ini seksio sesarea jauh lebih aman daripada dahulu,
karena kemajuan antibiotika, transfusi darah, anestesi dan teknik
operasi
yang
lebih
sempurna.
Karena
itu
saat
ini
ada
25
26
27
disertai
dengan
komplikasi
lainnya
(Suparman
dan
Sembiring, 2002).
Penyebab meningkatnya angka seksio sesarea sebesar 4 kali
lipat (tahun 1965 sd 1988) belum sepenuhnya diketahui, tetapi
beberapa penjelasan dikemukakan sebagai berikut : 1) Terjadi
penurunan paritas: dan hampir separuh wanita hamil adalah
nullipara. Dengan demikian dapat diperkirakan terjadi peningkatan
jumlah seksio sesarea atas indikasi-indikasi terdapat pada wanita
nullipara. 2) Wanita yang melahirkan berusia tua. Frekuensi seksio
sesarea meningkat seiring dengan pertambahan usia ibu. 3) faktorfaktor lain seperti pemantauan janin secara elektronik, presentasi
bokong, tuntutan malpraktek faktor sosioekonomi dan demografi
(Cunningham et al, 2006; Gondo dan Sugiharta, 2010).
Bobrowski dan Bottoms mengemukakan bahwa pada 8746
wanita hamil, hasil akhir penelitiannya ditemukan usia dan paritas
mempengaruhi insiden gangguan persalinan dan seksio sesarea
selain diabetes (Cunningham et al, 2006).
Naqvi dan Naseem (2004) membandingkan komplikasi, cara
persalinan dan luaran perinatal antara primigravida tua dan
primigravida muda periode Januari 2001-Desember 2002 pada 156
elderly primigravida. 30,76% dari primigravida tua melahirkan
dengan seksio sesarea dibandingkan dengan primigravida muda
hanya 16,02% dan perbedaan ini bermakna. Dikemukakannya
bahwa meningkatnya kejadian seksio sesarea pada primigravida
tua, terutama berhubungan dengan komplikasi obstetrik (Naqvi dan
Naseem, 2004).
28
untuk
kasus-kasus
risiko
tinggi.
Namun
demikian,
29
(2008)
mendapatkan
seksio
sesarea
pada
Amirzadeh,
Mirblook,
dan
Soltani
(2010)
30
4) Perdarahan Pascapersalinan
Perdarahan pascapersalinan (atau perdarahan postpartum)
adalah perdarahan pervaginam yang melebihi 500 ml setelah
bersalin
(Saifuddin,
Wiknyosastro,
dan
Waspodo,
2002;
31
Pelepasan plasenta selalu terjadi perdarahan karena sinussinus maternalis ditempat insersinya pada dinding uterus terbuka.
Biasanya perdarahan itu tidak banyak, sebab kontraksi dan retraksi
otot-otot uterus menekan pembuluh-pembuluh darah yang terbuka,
sehingga lumennya tertutup kemudian pembuluh darah tersumbat
oleh bekuan darah. Seorang wanita sehat dapat kehilangan 500 ml
darah tanpa akibat buruk (Martohoesodo dan Abdullah, 2007).
Menjelang aterm, diperkirakan bahwa sekitar 600 ml/mnt
darah mengalir melalui ruang antarvilus. Dengan terlepasnya
plasenta, arteri-arteri dan vena uterus yang mengangkut dari dan ke
plasenta terputus secara tiba-tiba. Di bagian tubuh lain hemostasis
tanpa ligasi bedah bergantung pada vasospasme intrinsik dan
pembentukan bekuan darah lokal. Di tempat implantasi plasenta,
yang paling penting untuk hemostasis adalah kontraksi dan retraksi
miometrium untuk menekan pembuluh darah dan menutup
lumennya. Potongan plasenta atau bekuan darah besar yang
melekat akan menghambat kontraksi dan retraksi miometrium yang
efektif sehingga hemostasis di tempat implantasi terganggu
(Cunningham et al, 2006).
Perdarahan postpartum yang fatal dapat terjadi akibat uterus
hipotonik walaupun mekanisme koagulasi ibu cukup normal.
Sebaliknya, apabila miometrium di tempat implantasi atau
didekatnya berkontraksi dan beretraksi dengan kuat, kecil
kemungkinan terjadi perdarahan fatal dari tempat implantasi
plasenta walaupun mekanisme pembekuan darah sangat terganggu
(Cunningham et al, 2006).
Sebab-sebab perdarahan postpartum primer (Saifuddin,
Wiknyosastro, dan Waspodo, 2002; Martohoesodo dan Abdullah,
2007) :
1. atonia uteri
2. perlukaan jalan lahir
3. terlepasnya sebagian plasenta dari uterus
32
4. Retensio plasenta
5. trauma persalinan : ruptur uteri
6. Gangguan pembekuan darah
Sebab-sebab perdarahan postpartum sekunder
(Manuaba,
2001) :
1. Sisa plasenta
2. Infeksi menimbulkan subinvolusi bekas implantasi plasenta
3. Trauma persalinan, bekas SC pembuluh darah terbuka
Kadang-kadang perdarahan disebabkan oleh kelainan proses
pembekuan darah akibat dari hipofibrinogenemia (solusio plasenta,
retensi janin mati dalam uterus, emboli air ketuban). Sebab
terpenting adalah atonia uteri yang diakibatkan oleh partus lama,
pembesaran uterus yang berlebihan, multiparitas, dan anestesi.
Atonia juga timbul karena penanganan salah persalinan kala III
dengan memijat uterus dan mendorongnya kebawah dalam usaha
melahirkan plasenta padahal sebenarnya belum terlepas dari uterus
(Martohoesodo dan Abdullah, 2007).
Cunningham et al (2006) mengemukakan beberapa faktor
predisposisi perdarahan postpartum yaitu atonia uteri (miometrium
hipotonus) disebabkan faktor anestesi umum, gangguan perfusi
miometrium, overdistensi uterus (janin besar kembar hidramnion),
setelah persalinan lama, setelah partus presipitatus, setelah induksi
oksitosin atau augmentasi persalinan, paritas tinggi, atonia uteri
pada kehamilan sebelumnya, korioamnionitis, retensi jaringan
plasenta, laserasi jalan lahir, ruptur uteri dan gangguan koagulasi
(Cunningham et al, 2006).
Penelitian
analisa
faktor-faktor
yang
mempengaruhi
perdarahan postpartum dini di RS Sardjito Yogyakarta tahun 19882002 diperoleh hasil bahwa insiden perdarahan postpartum tiap
tahunnya berfluktuasi dan mempunyai kecenderungan mengalami
peningkatan setiap 2 tahun. Faktor-faktor risiko yang yang diteliti
adalah paritas, ketuban pecah dini, preeklampsia eklampsia,
33
(2000)
menemukan
kejadian
perdarahan
postpartum pada kelompok usia tua 1.8 kali lebih besar dibanding
kelompok 20-34 tahun, meningkatnya kejadian tersebut karena
atonia uteri dan rest plasenta. Multiparitas merupakan salah satu
faktor predisposisi. Penelitian ini tidak mempertimbangkan faktor
perancu yang tidak dianalisis seperti paritas. Ia mengutip juga hasil
penelitian Prysak(1995) yang menemukan pada usia tua 2.5 kali
lebih besar dari usia 25-29 tahun (Suswadi, 2000).
Jolly et al (2000), menemukan dalam penelitiannya bahwa
komplikasi perdarahan postpartum pada usia 35-40 tahun 8,6%,
umur > 40 tahun 17,99% dan usia 18-34 tahun 11,24%. Jumlah
perdarahan postpartum pada wanita tertua adalah lebih dari 1000
ml (Jolly et al, 2000).
Faktor perlukaan jalan lahir dapat merupakan penyebab
perdarahan pasca persalinan seperti yang dilaporkan oleh beberapa
peneliti diatas. Luka-luka yang luas dan berbahaya dapat terjadi.
Robekan perineum terjadi hampir pada semua persalinan pertama.
Robekan perineum bisa terjadi digaris tengah dan bisa menjadi
luas. Robekan perineum tingkat satu apabila hanya kulit perineum
dan mukosa vagina yang robek. Pada robekan tingkat dua apabila
otot perineum, kulit perineum, dan mukosa vagina yang robek,
pada robekan tingkat tiga atau robekan totalis muskulus sfinkter
ani eksternum ikut terputus dan pada robekan tingkat empat
dinding depan rektum ikut robek pula (Martohoesodo dan
Abdullah, 2007).
34
35
II.2.
Kerangka Teoritis
Primigravida
Usia Reproduksi
Sehat (20-30 tahun)
Usia tua
( 35 tahun)
Kekakuan
jaringan
panggul
Penyulit Persalinan :
1. Kelainan His
2. Persalinan Lama
3. Seksio Sesarea
4. Perdarahan
Pascapersalinan
Proses menua
Jaringan reproduksi,
miometrium, dan
jalan lahir
36
II.3.
Kerangka Konsep
Primigravida usia
reproduksi sehat
Primigravida Tua
Penyulit Persalinan :
1. Kelainan his
2. Persalinan lama
3. Seksio sesarea
4. Perdarahan
pascapersalinan
Primigravida usia
reproduksi sehat
Tanpa Penyulit
Persalinan
Primigravida Tua
II.4. HIPOTESIS
H1 : Ada perbedaan kejadian penyulit persalinan pada primigravida tua
dengan primigravida usia reproduksi sehat
H2 : Ada perbedaan kejadian kelainan his pada primigravida tua dengan
primigravida usia reproduksi sehat
H3 : Ada perbedaan kejadian persalinan lama pada primigravida tua dengan
primigravida usia reproduksi sehat
H4 : Ada perbedaan kejadian seksio sesarea pada primigravida tua dengan
primigravida usia reproduksi sehat
H5 : Ada perbedaan kejadian perdarahan pascapersalinan pada primigravida
tua dengan primigravida usia reproduksi sehat