Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Batuan mempunyai sifat-sifat tertentu yang perlu diketahui dalan Mekanika
Batuan yang dapat dikelompokkan menjadi 2, yaitu:
a. Sifat fisik batuan. Seperti bobot isi, berat jenis, porositas, angka pori, dll.
b. Sifat mekanik batuan. Seperti kuat tekan uniaksial, kuat tarik, kuat geser,
modulus elastisitas dan poisson ratio.
Batuan adalah suatu bahan yang terdiri dari mineral padat (solid) berupa massa
yang berukuran besar ataupun berupa fragmen-fragmen (ASTM). Ilmu mekanika
batuan adalah ilmu pengetahuan teoritik yan mempelajari tentang karakteristik,
perilaku, dan respon massa batuan akibat perubahan keseimbangan medan gaya
disekitarnya, baik karena aktivitas manusia maupun alamiah.
Pada dasarnya batuan di alam yang kemudian disebut dengan massa batuan
mempunyai sifat sebagai berikut :
1.

Heterogen artinya massa batuan terdiri dari beberapa jenis mineral,


bentuk butir serta ukuran utir penyusun batuan berbeda, dan ukuran pori

2.

(void) yang tidak sama.


Diskontinu, merupakan sifat batuan yang ada akibat aktivitas geologi
seperti kekar, sesar, lipatan perlapisan, retakan, dan sebagainya. Sifat

3.

diskontinu cenderung akan memperlemah kekuatan dari massa batuan.


Anisotrop yaitu sifat meneruskan gaya ke segala arah tidak sama, akibat
dari kondisi heterogen dan diskontinu.

Namun sifat massa batuan yang sangat sulit dianalisis dengan pendekatan
matematika maka sifat tersebut dalam mekanika batuan disederhanakan melalui
asumsi dasar. Asumsi tersebut menganggap bahwa batuan mempunyai sifat homogen,
kontinu, dan isotrop, yang kemudian disebut dengan batuan utuh atau Intact rock.
Dalam pengujian sifat mekanik salah satu pengujian yang dilakukan adalah
kuat tekan uniaksial, adapun pengujian ini akan digunakan untuk menentukan nilai
kuat tekan uniaksial, batas elastik, modulus elastisitas, dan poisson's ratio. Selain
dengan pegujian kuat tekan uniaksial, untuk menentukan nilai kuat tekan uniaksial

secara tidak langsung dapat dilakukan dengan pengujian uji beban titik, dan schmidt
hammer.

1.2. Tujuan Praktikum


Adapun tujuan dari praktikum pengujian kuat tekan uniaksial adalah :
1. Mengetahui dan memahami peralatan yang digunakan dan prosedur
pengujian kuat tekan uniaksial.

2. Memahami konsep "beban", "tegangan" dan "regangan".


3. Mengetahui aplikasi dari parameter yang dihasilkan dari pengujian
kuat tekan uniaksial.
Parameter yang didapatkan dalam pengujian kuat tekan uniaksial antara lain :
1.
2.
3.
4.

Kuat tekan uniaksial,


Batas elastis,
Modulus young,
Nisbah Poisson,

BAB II
LANDASAN TEORI

1.1.

Konsep dasar
Dalam pengujian kuat tekan uniaksial (UCS) ada beberapa konsep dasar

yang perlu diketahui. Konsep yang paling penting dipahami adalah:

konsep beban-tegangan-regangan. Apabila suatu benda dikenai


beban (load) akan mengalami tegangan (stress), apabila karakter
menahan tegangan terlampaui maka benda tersebut akan meregang
(strain). Menurut Hunt (2007), tegangan (stress) ( ) adalah
gaya per satuan luasan/ gaya yang bekerja pada suatu luasan tertentu.
P
).
A
Sedangkan regangan (Strain) () merupakan perbandingan antara
(

perubahan panjang dengan panjang mula-mula yang diakibatkan


oleh tegangan. Pada saat batuan menerima beban cenderung akan
mengalami perubahan bentuk dalam arah lateral (regangan lateral),
arah aksial (regangan aksial), dan secara volumetrik (regangan
volumetrik)
Hasil uji kuat tekan uniaksial yang meliputi pengukuran beban, perpindahan
aksial dan perpindahan lateral serta memperhitungkan luas kontak dan contoh
batuan akan mendapatkan kurva seperti gambar 2.1. dalam kurva ini memberikan
informasi perilaku batuan saat diberikan tegangan aksial.

ba
fai
12abvAk

oc
La
T

R
closing
cracks
ta
lur
lu

ter
si
E
e
s
e
m
al
g
el
etr
a
as
ik
n
tis
g
/
yi
a
el
n
d
(po
M
%
int

)P
a)

Gambar 2.1
Kurva tegangan-regangan
Dalam pengujian kuat tekan uniaksial didapatkan beberapa informasi yaitu :
1. Kuat Tekan Uniaksial ( c ) merupakan gambaran dari nilai tegangan
maksimum yang dapat ditanggung sebuah contoh batuan sesaat sebelum
contoh batuan tersebut hancur atau runtuh (failure) tanpa adanya pengaruh
dari tegangan pemampatan. Definisi ini dikemukakan oleh Made Astawa Rai,
dkk. Persamaan kuat tekan uniaksial adalah sebagai berikut
F
c=
A
Menurut Griffith (1921) bahwa arah retakan dari sebuah material getas akan
sesuai dengan tegangan utama maksimumnya. Sehingga apabila persyaratan
kondisi ideal pengujian telah terpenuhi maka contoh uji batuan getas akan
pecah searah dengan pembebanan maksimumnya yaitu tegangan aksialnya.
Mekanisme pecahnya batuan getas tergantung jenis batuan, kondisi rekahan
awal pada percontoh batuan dan sistem mesin kuat tekan yang digunakan.
Maka bentuk pecahannya dapat bervariasi mulai dari kataklastik, axial
splitting, pecahan kerucut, homogeneus shear, combonation axial & local
shear, dan splintery & oino leaves bucling. Namun karena beberapa kesalahan
dalam pengujian secara umum pecahan yang terjadi adalah shear failure,
axial splitteing, dan multiple Cracking. Shear failure terjadi ketika rekahan
tunggal atau beberapa rekahan mempropagasi ke seluruh contoh batuan,
sehingga terjadi pergeseran sepanjang rekahan yang terbentuk. Axial Splitting
4

terbentuk jika rekahan yang terjadi searah atau paralel dengan arah tegangan
aksial. Hal ini menunjukkan bahwa ikatan butiran pada contoh akan runtuh
karena tarikan. Sedangkan multiple cracking terjadi ketika contoh pecah
sepanjang banyak bidang pada arah yang tidak beraturan. Ini merupakan
kombinasi dari runtuhan geser dan axial splitting.
Berdasarkan nilai kuat tekan yang didapatkan, nilai tersebut dapat
diklasifikasin menurut beberapa ahli yaitu :
Tabel 2.1
Sifat fisik dan mekanik beberapa batuan utuh (Attewell & Farmer 1976)
Kuat
Bobot Isi
Jenis
UCS
UTS
geser
Ruah
Porositas
batuan
(MPa)
(MPa)
3
(MPa)
(ton/m )
Granit
100-250
7-25
14-50
2,6-2,9
0,5-1.5
Diorit
150-300
15-30
NA
NA
NA
Diabas
100-350
15-35
25-60
2,7 - 3,05
0,1-0,5
Gabro
150-350
15-30
NA
2,8-3,1
0,1-0,2
Basalt
100-300
10-30
20-60
2,8-2,9
0,1 -1,0
Gneis
50-200
5-20
NA
2,8-3,0
0,5 - 1,5
Marmer
100-250
7-20
NA
2,6-2,7
0,5-2
Slate
100-200
7-20
15-30
2,6-2,7
0,1-0,5
Kuartzit
150-300
10-30
20-60
2,6-2,7
0,1-0,5
Batupasi
20-170
4-25
8-40
2,0-2,6
5-25
r
Serpih
5-100
2-10
3-30
2,0-2,4
10-30
Gamping
30-250
5-25
10-50
2,2-2,6
5-20
Dolomit
30-250
15-25
NA
2,5-2,6
1-5
Baja
900-1500
NA
NA
NA
NA
Tabel 2.2
Klasifikasi kekerasan batuan menurut Attewell & Farmer (1976)
Klasifikasi
Kuat Tekan (MPa)
Tipikal Jenis Batuan
Sangat lemah
10-20
Lapuk dan batuan sedimen
terkompaksi - lemah
Lemah
20-40
Batuan sedimen tersementasi lemah, skis
Medium
40-80
Batuan sediment kompeten,
beberapa batuan beku dengan
bobot isi rendah dan berbutir
kasar
Kuat
80-160
Batuan beku kompeten,
beberapa batuan metamorfosa
dan batupasir halus
5

Sangat Kuat

160-320

Kuarzit, batuan beku dengan


bobot isi berat - berbutir halus.

Tabel 2.3
Klasifikasi kekuatan batuan utuh menurut Deere & Miller (1966)
Kelas
Deskripsi
UCS (MPa)
A atau1

Kekuatan sangat tinggi

>200

B atau 2

Kekuatan tinggi

110-220

C atau 3

Kekuatan menengah

55-110

D atau 4

Kekuatan rendah

28-55

E atau 5

Kekuatan sangat rendah

<28

2. Batas Elastis
Harga batas elastik dinotasikan dengan

E , dimana pada gambar 2.1

diukur saat grafik regangan aksial meninggalkan keadaan linier pada suatu titik
tertentu. Titik ini dapat ditentukan dengan membuat sebuah garis singgung pada
daerah linier dari grafik tersebut, sehingga pada kondisi jelas trlihat grafik
minggalkan keadaan linier dengan kelengkungan tertentu hingga mencapai
puncak (peak). Pada titik ini diproyeksikan tegak lurus ke sumbu tegangan aksial
sehingga didapatkan nilai batas plastik.
3.

Modulus Young didefinisikan oleh Made Astawa Rai (2010) merupakan


kemampuan batuan untuk mempertahankan kondisi elastiknya. Dalam pengujian
kuat tekan uniaksial batuan mengalami beberapa tahap deformasi. Deformasi
yang pertama terjadi yaitu deformasi elastis, apabila beban yang diberikan
semakin besar, maka terjadi deformasi plastis, atau deformasi terjadi secara
permanen menurut Koesnaryo (2010). Nilai modulus young yang diturunkan dari
kemiringan kurva tegangan-regangan pada bagian yang linier karena pada saat
inilah contoh mengalami deformasi elastik. Modulus Young dapat dirumuskan
sebagai berikut :

E=
a
Keterangan :
E = Modulus Young (MPa)

= Beda tegangan (MPa)

a = beda regangan aksial (%)


Dalam menentukan modulus young, terdapat 3 cara yaitu :
Modulus Young Sekan (Secant Young's Modulus) adalah modulus young
yang diukur dari tegangan = 0 sampai tegangan tertentu, yang biasanya 50 %
dari nilai kuat tekan uniaksial.
Modulus Young Tangen (Tangent Young's Modulus) adalah modulus young
yang diukur pada tingkat tegangan 50% yp
Modulus Young Rata-rata (Average Young's Modulus) adalah modulus
young yang diiukur dari rata-rata kemiringan kurva atau bagian linier yang
terbesar dari kurva.
Hubungan kekuatan dan deformabilitas dari Deere & Miller (1996) dan Bell
(1993), bahwa Modulus Young akan membesar seiring dengan kenaikan kuat
Tekan.
4. Nisbah Poisson
Nisbah Poisson (v) adalah nilai mutlak dari perbandingan antara tegangan
lateral terhadap tegangan aksial.(Made Astawa Rai, 2010). Jika suatu material
diregangkan pada satu arah, maka mateial tersebut cenderung mengkerut (dan
jarang mengembang) pada dua arah lainnya, berbeda dengan batuan yang
ditekan akan mengembang (jarang mengkerut) pada dua arah lainnya.
Dalam deformasi elastik mekanik, kecenderungan material untuk mengkerut
atau mengembang dalam arah tegak lurus terhadap arah pembebanan dikenal
sebagai efek poisson.oleh karena itu apabila batuan yang berbentuk silinder
diberikan beban maka akan terjadi regangan baik secara lateral ataupun
aksial. Persamaan untuk menghitung nisbah poisson adalah
lateral
v=
aksial
Nisbah Poisson sangat bergantung pada tingkat tegangan dan dipengaruhi
oleh pembukaan dan penutupan rekahan dalam batuan saat pengujian
dilakukan dan nilai bervarisi sesuai dengan deformasi yang dialami batuan
tersebut.
Tabel 2.6
Kategori Nisbah Poisson menurut Gercek (2007)
Kategori

Sangat

Rendah

Medium

Tinggi

Sangat

NP (v)

Rendah
0 <v < 0,1

0,1<v<0,2

0,2< v<0,3

0,3<v<0,4

Tinggi
0,4<v<0,5

2.2 Faktor yang Mempengaruhi


Adapun yang mempengaruhi hasil pengujian kuat tekan uniaksial sesuai dengan
Made Astawa Rai, pada buku catatan kuliah mekanika batuan, laboratorium
Geomekanika ITB dapat dibagi menjadi 2 faktor utama yaitu:
1. Faktor intern
a. Geometrik dan contoh batuan
Apabila menggunakan bentuk silinder, kubus atau persegi panjang,
tentu saja menghasilkan hasil yang berbeda tergantung luas permukaan
yang terkena beban. Yang perlu diperhatikan adalah perbandingan antara
diameter dan tinggi harus 2 sampai 2,5 (Menurut ISRM). Apabila tidak
memenuhi perbandingan tersebut maka nilai kuat tekan yang dihasilkan
harus dikoreksi, karena semakin besar perbandingan antara diameter dan
tinggi percontoh batuan maka nilai kuat tekan yang dihasilkan semakin
besar.
Menurut ASTM koreksi kuat tekan yang digunakan adalah :

c
0,222 D
0,778+
L
Menurut Protodiakonov Koreksi kuat tekan yang digunakan adalah :
8 c
c (l=2 D) =
2D
7+
L
b. Bobot Isi, Kandungan Mineral, Ukuran Butir dan Isotropik
Bobot isi merupakan angka yang menunjukkan kerapatan suatu
c (l=D) =

material. Sehingga semakin besar bobot isi maka kerapatan dari suatu
material akan semakin tinggi. Dengan semakin tinggi kerapatan suatu
batuan maka nilai kuat tekan batuan tersebut semakin tinggi pula.
Kekerasan batuan sangat ditentukan oleh kandungan mineral yang
terkandung dalam batuan tersebut. Semakin keras mineral pembentuk
batuan tersebut maka angka nkuat tekan yang dihasilkan juga semakin
besar. Ini dapat dilihat pada tabel 2.2. nilai kekerasan batuan dinyatakan
dengan skala mohs, skala mohs terdiri dari 1 sampai 10, semakin besar
nilai skala mohs maka semakin kuat batuan tersebut.
Bidang lemah akan memperlemah kondisi batuan, sehingga pada
pengujian kuat tekan uniaksial, akan semakin memperkecil nilai kuat

tekan batuan tersebut. Demikian juga dengan sifat anisotrop batuan akan
membuat hasil uji kuat tekan batuan akan berbeda satu dengan yang
lainnya meskipun batuan tersebut jenisnya sama.
2. Faktor ekstern
a. Kondisi plat penekan
Sesuai dengan anjuran ISRM (1981), pengujian kuat tekan harus
memenuhi beberapa persyaratan seperti karakteristik alat penekan yaitu
kekerasa, tebal, dan diameter. Diameter alat penekan akan mempengaruhi
distribusi tegangan di dalam contoh batuan. Jika diameter plat penekan
melebihi batas yang ditentukan maka akan terjadi yang disebut pembatas
gesek antara plat penekan dan contoh batuan dan akhirnya sisi contoh
batuan yang berdekatan dengan plat penekan akan mengalami efek
pengungkungan yang akhirnya akan memberikan nilai kuat tekan yang
tidak murni.
b. Kekakuan mesin tekan
Kekuatn alat penekan akan mempengaruhi proses runtuh batuan
dalam uji kuat tekan, apakah akan mengalami runtuh secara violently
atau tidak. Perbedaanya dicirikan oleh post failure behavior yang dibagi
dalam dua bagian yaitu, kelas batuan I dan Kelas Batuan II.
c. Kondisi lingkungan contoh batuan - Kandungan air
Kandungan air yang terkandung pada batuan akan menentukan
nilai kuat tekan batuan tersebut. Semakin jenuh batuan tersebut, semakin
lemah nilai kuat tekannya. Hal ini dikarenakan partikel pada batuan akan
melemah seiring dengan meningkatnya kadar air yang terkandung pada
batuan tersebut.
d. Tempratur
Tempratur akan mempengaruhi hasil uji kuat tekan uniaksial
batuan. Terutama nilai modulus young (E). semakin tinggi temperatur
pengujian semakin rendah nilai modulus young yang didapat. Sebaliknya
semakin rendah tempratur pengujian, maka nilai modulus young yamg
didapatkan semakin besar. Secara umum, kenaikan temperatur dapat
membuat batuan semakin ductile, sehingga mengurangi kekuatan batuan.
e. Laju Pembebanan
Secara umum, kuat tekan batuan dan modulus elastisitas akan naik
siring laju penekanan (pembebanan). Salah satu aspek dalam teori
elastisitas adalah tidak adanya komponen waktu dan seluruh energi

peregangan dapat dikembalikan, sehingga seluruh energi peregangan


yang dikenakan kepada suatu benda saat pembebanan saat pembebanan
dapat kembali dibebaskan saat pembenanan dihentikan dan dikurangi.
Dan disiis lain saat waktu disertakan, selalu ada histeris dalam kurva
tegangan-reganagn untuk pembebanan dan pelepasan beban. (Hudson
&Harrison, 2000)
Kuat tekan biasnya bertambah seiring dengan laju deformasi.
Kekuatan puncak akan mengalami kenaikan sebesar 10% untuk kenaikan
laju deformasi sebesar 10-3/s (Serdengcti & Boozer, 1961 dan Brace &
Martin, 1968)

10

BAB III
PELAKSANAAN PRAKTIKUM

3.1 Peralatan dan Perlengkapan


Alat dan perlengkapan yang digunakan untuk pengujian praktikum kuat
tekan uniaksial terdiri dari :
1.
2.
3.
4.

Mesin Kuat Tekan Uniaksial


Dial Gauge untuk mengukur deformasi yang terjadi (3 buah)
Jangka Sorong
Kikir atau amplas untuk menghaluskan permukaan percontoh batuan.

3.2 Prosedur Praktikum.


Adapun prosedur pengujian kuat tekan uniaksial adalah sebagai beikut
1. Melakukan preparasi percontoh batuan yang akan diuji.
2. Mengukur diameter conto batuan, dilakukan dua kali pengukuran.
Pengukuran

pertama

dilakukan

pada

penampang

atas,

sedanglan

pengukuran kedua dilakukan pada penampang bawah, masing masing dalam


keadaan yang tegak lurus.
3. Mengukur tinggi percontoh, dilakukan dua ali, masing masing sejajar sumbu
aksial dan saling tegak lurus. Tinggi percontoh harus berukuran 2 - 2,5 kali
diameter. Apabila tidak sesuai, maka nilai kuat tekan harus dikoreksi.
4. Meletakkan conto pada alat uji kuat tekan uniaksial.
5. Memasang dial gauge pada kondisi sempurna, sehingga pembacaan awal
kedudukannya tetap dalam keadaan yang benar. Dua dial digunakan untuk
mengukur deformasi lateral dan satu buah dial digunakan untuk mengukur
deformasi aksial.
6. Memutar engkol pada mesin kuat tekan sampai mengenai percontoh.
7. Mengatur angka pada dial untuk dial beban dan aksial digunakan koreksi
nol. Sedangkan pada dial lateral digunakan koreksi masing-masing 5.
8. Dalam pembacaan dial, satu orang membaca dial beban satu orang
membaca dial deformasi aksial dan dua orang membaca dial deformasi
lateral.
9. Memutar engkol mesin kuat tekan uniaksial serta melakukan pembacaan
masing-masing dial.
10. Pengujian dihentikan sampai batuan tersebut failure.
11

11. Mengamati bentuk failure yang timbul akibat pembebanan.


3.3 Gambar Peralatan Praktikum

Gambar 3.1
Alat Kuat Tekan Uniaksial

12

BAB IV
HASIL PRAKTIKUM

4.1 Tabulasi Data Hasil Praktikum


Tabel 4.1
Tabel Hasil Perhitungan Data
PENGUJIAN KUAT
TEKAN
Unconfined Compressive
Strength
jenis contoh

: sampel A
: 2 semen : 5
pasir

no contoh

Beban
(Kg)

Tegang
an
(Mpa)

ukuran percontoh
7,690
tinggi (h)
0 cm
diameter
3,960
(d)
0 cm
h/d
2
12,31
luas (A)
00 cm2

Pembacaan "dial
dauge"
aksi
al
lateral

regangan
latera volum
aksial l
e

d1

0,0000

d2 d
0
0
0

22,966
4

0,1865
7

-3

-3

0,000
65

45,932
8

0,3731
3

11

-4

-3

0,001
43

68,899
2

0,5597
0

20

1,5

-5

-3,5

0,002
60

91,865
6

0,7462
7

23

-7

-5

0,002
99

114,83
2

0,9328
4

26

2,5

-9

-6,5

0,003
38

13

0
0,000
76
0,000
76
0,000
88
0,001
26
0,001
64

0
0,000
86
0,000
08

0,000
83
0,000
47
0,000
10

137,79
84

1,1194
0

-7

0,004
16

160,76
48

1,3059
7

-11

-6

0,004
68

36

183,73
12

1,4925
4

40

-12

-6

0,005
20

206,69
76

1,6791
0

44

-12

-7

0,005
72

229,66
4

1,8656
7

48

-11

-6

0,006
24

252,63
04

2,0522
4

-12

-8

0,006
76

52

275,59
68

2,2388
0

56

-10

-6

0,007
28

298,56
32

2,4253
7

61

-11

-7

0,007
93

321,52
96

2,6119
4

66

-11

-6

0,008
58

344,49
6

2,7985
1

70

4,5

-12

-7,5

0,009
10

367,46
24

2,9850
7

73

3,5

-13

-9,5

0,009
49

390,42
88

3,1716
4

77

-12

-8

0,010
01

413,39
52

3,3582
1

80

3,5

-13

-9,5

0,010
40

436,36
16

3,5447
7

85

3,5

-12

-8,5

0,011
05

459,32
8

3,7313
4

88

3,5

-12

-8,5

0,011
44

482,29
44
505,26

3,9179
1
4,1044

94
96

3
3

-12
-12

-9
-9

0,012
22
0,012

32

-10

14

0,001
77
0,001
52
0,001
52
0,001
77
0,001
52
0,002
02
0,001
52
0,001
77
0,001
52
0,001
89
0,002
40
0,002
02
0,002
40
0,002
15
0,002
15
0,002
27
-

0,000
63
0,001
65
0,002
17
0,002
19
0,003
21
0,002
72
0,004
25
0,004
40
0,005
55
0,005
31
0,004
69
0,005
97
0,005
61
0,006
76
0,007
15
0,007
68
0,007

08

48

528,22
72

4,2910
4

100

-11

-9

0,013
00

551,19
36

4,4776
1

105

-12

-11

0,013
65

574,16

4,6641
8

108

-12

-11

0,014
04

597,12
64

4,8507
4

112

-12

-12

0,014
56

620,09
28

5,0373
1

116

-11

-10

0,015
08

643,05
92

5,2238
8

120

-12

-10

0,015
60

666,02
56

5,4104
4

123

-12

-9

0,015
99

688,99
2

5,5970
1

-8

0,016
64

128

-12

4.2 Perhitungan
Perhitungan tegangan
F
=
A
= 22,9664 kg /12,3100 cm2
= 1, 8657 kg/cm2
= 0,18567 MPa
Dst
Perhitungan d
d

= d1+d2
= 0 + (-3)
15

0,002
27
0,002
27
0,002
78
0,002
78
0,003
03
0,002
53
0,002
53
0,002
27
0,002
02

94
0,008
46
0,008
10
0,008
49
0,008
50
0,010
03
0,010
55
0,011
45
0,012
60

= -3
Dst
Perhitungan regangan aksial
a

= l / h
=( 0,005 cm / 7,69 cm)
= 0,0006

Dst
Perhitungan regangan lateral
d

= l / d
= ( -0,005 cm / 3,96 cm)
= 0,00076

Dst
Perhitungan regangan volumetrik
v

= a + 2 d
=

0,0006 + (-0,00152)

= - 0,00086 (mungkin terjadi kesalahan)


Data yang didapatkan dari grafik maka nilai kuat tekan yang didapatkan

= 5, 77 MPa

Data yang didapatkan dari grafik maka nilai batas elastis yang didapatkan

= 3 MPa

Dari grafik maka nilai modulus young rata-rata adalah


E=
=

= 1 / 2,85 x 10-3 = 350, 87 Mpa

16

Dari grafik maka didapatkan nilai nisbah poisson adalah


v=
=

lateral
aksial
1,5
8,57

= 0,175

17

BAB V
PEMBAHASAN

5.1 Analisis Data


Dalam pengujian kuat tekan uniaksial beban yang diberikan hanya pada satu
arah, yaitu aksial. Dengan pembebanan yang dilakukan maka batuan akan mengalami
deformasi. Deformasi yang terjadi yaitu deformasi aksial, lateral dan volumetrik.
Deformasi yang terjadi secara lateral apabila diberikan tegangan searah aksial akan
cenderung mengembang (jarang mengkerut).

Dalam Pengujian kuat tekan uniaksial menurut ISRM ada beberapa hal yang
harus dipenuhi oleh percontoh batuan yang digunakan. L/D mempunyai variasi
tertentu. Sebaiknya conto yang digunakan kurang lebih 54 mm, dianjurkan juga
bahwa diameter perconto uji berhubungan dengan ukuran butir terbesar yang ada
di dalamnya dengan perbandingan paling tidak 10:1. Kedua muka conto peruji
harus mencapai kerataan hingga 0,02 mm dan tidak melenceng dari sumbu tegak
lurus lebih besar dari 0,001 radian (sekitar 2,5 min) atau 0,05 mm (0,06 0 rad).
Demikian juga untuk panjangnya harus rata dan bebas dari ketidakrataan sehingga
kelurusannya sepanjang contoh batu uji tidak melenceng lebih daripada 0,3 mm.
5.2 Aplikasi
Adapun data yang didapatkan dari Pengujian kuat tekan uniaksial dapat
diaplikasikan ke dalam penambangan adalah sebagai berikut :
1. Parameter dalam menentukan metode penggalian yang akan digunakan,
apakah akan menggunakan alat mekanis atau menggunakan peledakan.
Salah satu contoh kriteria penggalian yang menggunakan data kuat tekan
uniaksial adalah menurut Kolleth (1990),
2. Menentukan kriteria gigi gali dalam pemberaian batuan menggunakan
alat mekanis, kriteria yang biasanya digunakan adalah Durst & Vogt,
1988 & Hagan, (1990)

18

3. Menentukan Jenis material/mineral yang terdapat dalam batuan, dengan


mengkombinasikan dengan data bobot isi dan porositas, maka dapat
diperkiran jenis batuan tersebut (kriteria Attewell & Farmer 1976)
4. Menjadi salah satu parameter dalam menentukan kualitas batuan, seperti
RMR System. Dengan bilai RMR dapat menentukan stand up time dan
span
5. Analisis kestabilan, digunakan dalam menganalisis keruntuhan. Ada
banyak kriteria keruntuhan yang biasa digunakana dalam penambangan,
seperti Mohr, Mohr-Coulomb, Griffith, Hoek and Brown, Tresca, dan
kriteria tegangan tarik maksimum.
6. Nilai poisson ratio juga digunakan untuk mengaanilis kemantapan
lubang bukaan dengan metode finite elemen
7. Nilai batas elasatis dapat digunakan untuk menentukan batas tegangan
dalam jangka panjang.
8. Nilai-nilai UCS juga dapat digunakan untuk klasifikasi alat gigi gali
seperti pada tabel di bawah ini
Tabel 5.1
Klasifikasi alat gigi gali , UCS oleh Durst & Vogt, 1988 & Hagan, 1990
Alat Gali

Klasifikasi Batuan
Utuh

UCS (MPa)

Wedge tooth

Sangat lunak

< 20

Drag/point pick

Sangat lunak - lunak

< 124

Disc cutter

Lunak - keras

5 - 130

Button cutter

Keras - sangat keras

> 240

Atau dapat juga digunakan untuk pengklasifikasian kuat tekan dan skala
Mohs seperti pada tabel
Tabel. 5.2
Klasifikasi Kuat Tekan dan skala Mohs menurut Bieniawski & Tamrock
Klasifikasi
Sangat keras
Keras

Kuat tekan Uniaksial (MPa)


Bieniawski, 1973
Tamrock, 1988
250-700
200 [7]
100-250
120-200 [6-7]

19

Keras Sedang
Cukup Lunak
Lunak
Sangat Lunak
Note : [-], kekerasan mohs

50-100
25-50
1-25

60-120 [4,5-6]
30-60 [3-4,5]
10-30 [2-3]
-10

BAB VI
PENUTUP

6.1 Kesimpulan
Dari data yang didapatkan didlam pengujian kuat tekan uniaksial maka
didapatkan data sebagai berikut :

= 5, 77 MPa

= 3 MPa
20

E= 350, 87 Mpa
v = 0,175
maka batuan tersebut dapat dikategorikan dari beberapa kriteria termasuk jenis
batuan yang sangat lunak. Dari data nisban poisson menurut Gerceek termasuk
kategori rendah. Apabila akan melakukan penggalian maka alat penggalian yang
disarankan digunakan adalah alat mekanis.

6.2 Saran
Berdasarkan kegiatan praktikum kuat tekan uniaksial, ada beberapa saran yang
perlu diperhatikan

1. Sampel yang digunakan harus memenuhi standar.


2. Pengamatan deformasi harus teliti.
3. Alat yang digunakan mampu untuk pengujian untuk batuan yang
mempunyai kuat tekan yang besar

DAFTAR PUSTAKA

[1] Astawa Rai, Made; Kramadibrata, Suseno. 2010. Catatan Kuliah


Mekanika Batuan di Laboratorium Geomekanika. Intitut Teknologi
Bandung
[2] C Wyllie, Duncan; W Mah Christopher; Hoek Evert; Bray J.2004. Rock
Slope Engineering. Spon Press : London
[3] Dwi Nagara, Barlian.2013. Buku Panduan Praktikum Peledalan di Program
Studi Teknik Pertambangan. Fakultas Teknologi Mineral. UPN Veteran
Yogyakarta.

21

[4] Hariyanto, R; Sudarsono; Widodo, Priyo. 2014. Buku Penuntun Pengujian


di Laboratorium Mekanika Batuan. Program Studi Teknik Pertambangan.
Fakultas Teknologi Mineral. UPN Veteran Yogyakarta.
[5] Hunt, Roy E. 2007. Geotechnical Investigation Methods. CRC Press :
London

Tugas:
1. Mencari table klasifikasi batuan berdasarkan nilai kuat tekan
2. Mencari jenis retakan yang muncul pada saaat batuan ditekan. (ada
di buku ITB)

22

Anda mungkin juga menyukai