PENDAHULUAN
2.
3.
Namun sifat massa batuan yang sangat sulit dianalisis dengan pendekatan
matematika maka sifat tersebut dalam mekanika batuan disederhanakan melalui
asumsi dasar. Asumsi tersebut menganggap bahwa batuan mempunyai sifat homogen,
kontinu, dan isotrop, yang kemudian disebut dengan batuan utuh atau Intact rock.
Dalam pengujian sifat mekanik salah satu pengujian yang dilakukan adalah
kuat tekan uniaksial, adapun pengujian ini akan digunakan untuk menentukan nilai
kuat tekan uniaksial, batas elastik, modulus elastisitas, dan poisson's ratio. Selain
dengan pegujian kuat tekan uniaksial, untuk menentukan nilai kuat tekan uniaksial
secara tidak langsung dapat dilakukan dengan pengujian uji beban titik, dan schmidt
hammer.
BAB II
LANDASAN TEORI
1.1.
Konsep dasar
Dalam pengujian kuat tekan uniaksial (UCS) ada beberapa konsep dasar
ba
fai
12abvAk
oc
La
T
R
closing
cracks
ta
lur
lu
ter
si
E
e
s
e
m
al
g
el
etr
a
as
ik
n
tis
g
/
yi
a
el
n
d
(po
M
%
int
)P
a)
Gambar 2.1
Kurva tegangan-regangan
Dalam pengujian kuat tekan uniaksial didapatkan beberapa informasi yaitu :
1. Kuat Tekan Uniaksial ( c ) merupakan gambaran dari nilai tegangan
maksimum yang dapat ditanggung sebuah contoh batuan sesaat sebelum
contoh batuan tersebut hancur atau runtuh (failure) tanpa adanya pengaruh
dari tegangan pemampatan. Definisi ini dikemukakan oleh Made Astawa Rai,
dkk. Persamaan kuat tekan uniaksial adalah sebagai berikut
F
c=
A
Menurut Griffith (1921) bahwa arah retakan dari sebuah material getas akan
sesuai dengan tegangan utama maksimumnya. Sehingga apabila persyaratan
kondisi ideal pengujian telah terpenuhi maka contoh uji batuan getas akan
pecah searah dengan pembebanan maksimumnya yaitu tegangan aksialnya.
Mekanisme pecahnya batuan getas tergantung jenis batuan, kondisi rekahan
awal pada percontoh batuan dan sistem mesin kuat tekan yang digunakan.
Maka bentuk pecahannya dapat bervariasi mulai dari kataklastik, axial
splitting, pecahan kerucut, homogeneus shear, combonation axial & local
shear, dan splintery & oino leaves bucling. Namun karena beberapa kesalahan
dalam pengujian secara umum pecahan yang terjadi adalah shear failure,
axial splitteing, dan multiple Cracking. Shear failure terjadi ketika rekahan
tunggal atau beberapa rekahan mempropagasi ke seluruh contoh batuan,
sehingga terjadi pergeseran sepanjang rekahan yang terbentuk. Axial Splitting
4
terbentuk jika rekahan yang terjadi searah atau paralel dengan arah tegangan
aksial. Hal ini menunjukkan bahwa ikatan butiran pada contoh akan runtuh
karena tarikan. Sedangkan multiple cracking terjadi ketika contoh pecah
sepanjang banyak bidang pada arah yang tidak beraturan. Ini merupakan
kombinasi dari runtuhan geser dan axial splitting.
Berdasarkan nilai kuat tekan yang didapatkan, nilai tersebut dapat
diklasifikasin menurut beberapa ahli yaitu :
Tabel 2.1
Sifat fisik dan mekanik beberapa batuan utuh (Attewell & Farmer 1976)
Kuat
Bobot Isi
Jenis
UCS
UTS
geser
Ruah
Porositas
batuan
(MPa)
(MPa)
3
(MPa)
(ton/m )
Granit
100-250
7-25
14-50
2,6-2,9
0,5-1.5
Diorit
150-300
15-30
NA
NA
NA
Diabas
100-350
15-35
25-60
2,7 - 3,05
0,1-0,5
Gabro
150-350
15-30
NA
2,8-3,1
0,1-0,2
Basalt
100-300
10-30
20-60
2,8-2,9
0,1 -1,0
Gneis
50-200
5-20
NA
2,8-3,0
0,5 - 1,5
Marmer
100-250
7-20
NA
2,6-2,7
0,5-2
Slate
100-200
7-20
15-30
2,6-2,7
0,1-0,5
Kuartzit
150-300
10-30
20-60
2,6-2,7
0,1-0,5
Batupasi
20-170
4-25
8-40
2,0-2,6
5-25
r
Serpih
5-100
2-10
3-30
2,0-2,4
10-30
Gamping
30-250
5-25
10-50
2,2-2,6
5-20
Dolomit
30-250
15-25
NA
2,5-2,6
1-5
Baja
900-1500
NA
NA
NA
NA
Tabel 2.2
Klasifikasi kekerasan batuan menurut Attewell & Farmer (1976)
Klasifikasi
Kuat Tekan (MPa)
Tipikal Jenis Batuan
Sangat lemah
10-20
Lapuk dan batuan sedimen
terkompaksi - lemah
Lemah
20-40
Batuan sedimen tersementasi lemah, skis
Medium
40-80
Batuan sediment kompeten,
beberapa batuan beku dengan
bobot isi rendah dan berbutir
kasar
Kuat
80-160
Batuan beku kompeten,
beberapa batuan metamorfosa
dan batupasir halus
5
Sangat Kuat
160-320
Tabel 2.3
Klasifikasi kekuatan batuan utuh menurut Deere & Miller (1966)
Kelas
Deskripsi
UCS (MPa)
A atau1
>200
B atau 2
Kekuatan tinggi
110-220
C atau 3
Kekuatan menengah
55-110
D atau 4
Kekuatan rendah
28-55
E atau 5
<28
2. Batas Elastis
Harga batas elastik dinotasikan dengan
diukur saat grafik regangan aksial meninggalkan keadaan linier pada suatu titik
tertentu. Titik ini dapat ditentukan dengan membuat sebuah garis singgung pada
daerah linier dari grafik tersebut, sehingga pada kondisi jelas trlihat grafik
minggalkan keadaan linier dengan kelengkungan tertentu hingga mencapai
puncak (peak). Pada titik ini diproyeksikan tegak lurus ke sumbu tegangan aksial
sehingga didapatkan nilai batas plastik.
3.
E=
a
Keterangan :
E = Modulus Young (MPa)
Sangat
Rendah
Medium
Tinggi
Sangat
NP (v)
Rendah
0 <v < 0,1
0,1<v<0,2
0,2< v<0,3
0,3<v<0,4
Tinggi
0,4<v<0,5
c
0,222 D
0,778+
L
Menurut Protodiakonov Koreksi kuat tekan yang digunakan adalah :
8 c
c (l=2 D) =
2D
7+
L
b. Bobot Isi, Kandungan Mineral, Ukuran Butir dan Isotropik
Bobot isi merupakan angka yang menunjukkan kerapatan suatu
c (l=D) =
material. Sehingga semakin besar bobot isi maka kerapatan dari suatu
material akan semakin tinggi. Dengan semakin tinggi kerapatan suatu
batuan maka nilai kuat tekan batuan tersebut semakin tinggi pula.
Kekerasan batuan sangat ditentukan oleh kandungan mineral yang
terkandung dalam batuan tersebut. Semakin keras mineral pembentuk
batuan tersebut maka angka nkuat tekan yang dihasilkan juga semakin
besar. Ini dapat dilihat pada tabel 2.2. nilai kekerasan batuan dinyatakan
dengan skala mohs, skala mohs terdiri dari 1 sampai 10, semakin besar
nilai skala mohs maka semakin kuat batuan tersebut.
Bidang lemah akan memperlemah kondisi batuan, sehingga pada
pengujian kuat tekan uniaksial, akan semakin memperkecil nilai kuat
tekan batuan tersebut. Demikian juga dengan sifat anisotrop batuan akan
membuat hasil uji kuat tekan batuan akan berbeda satu dengan yang
lainnya meskipun batuan tersebut jenisnya sama.
2. Faktor ekstern
a. Kondisi plat penekan
Sesuai dengan anjuran ISRM (1981), pengujian kuat tekan harus
memenuhi beberapa persyaratan seperti karakteristik alat penekan yaitu
kekerasa, tebal, dan diameter. Diameter alat penekan akan mempengaruhi
distribusi tegangan di dalam contoh batuan. Jika diameter plat penekan
melebihi batas yang ditentukan maka akan terjadi yang disebut pembatas
gesek antara plat penekan dan contoh batuan dan akhirnya sisi contoh
batuan yang berdekatan dengan plat penekan akan mengalami efek
pengungkungan yang akhirnya akan memberikan nilai kuat tekan yang
tidak murni.
b. Kekakuan mesin tekan
Kekuatn alat penekan akan mempengaruhi proses runtuh batuan
dalam uji kuat tekan, apakah akan mengalami runtuh secara violently
atau tidak. Perbedaanya dicirikan oleh post failure behavior yang dibagi
dalam dua bagian yaitu, kelas batuan I dan Kelas Batuan II.
c. Kondisi lingkungan contoh batuan - Kandungan air
Kandungan air yang terkandung pada batuan akan menentukan
nilai kuat tekan batuan tersebut. Semakin jenuh batuan tersebut, semakin
lemah nilai kuat tekannya. Hal ini dikarenakan partikel pada batuan akan
melemah seiring dengan meningkatnya kadar air yang terkandung pada
batuan tersebut.
d. Tempratur
Tempratur akan mempengaruhi hasil uji kuat tekan uniaksial
batuan. Terutama nilai modulus young (E). semakin tinggi temperatur
pengujian semakin rendah nilai modulus young yang didapat. Sebaliknya
semakin rendah tempratur pengujian, maka nilai modulus young yamg
didapatkan semakin besar. Secara umum, kenaikan temperatur dapat
membuat batuan semakin ductile, sehingga mengurangi kekuatan batuan.
e. Laju Pembebanan
Secara umum, kuat tekan batuan dan modulus elastisitas akan naik
siring laju penekanan (pembebanan). Salah satu aspek dalam teori
elastisitas adalah tidak adanya komponen waktu dan seluruh energi
10
BAB III
PELAKSANAAN PRAKTIKUM
pertama
dilakukan
pada
penampang
atas,
sedanglan
Gambar 3.1
Alat Kuat Tekan Uniaksial
12
BAB IV
HASIL PRAKTIKUM
: sampel A
: 2 semen : 5
pasir
no contoh
Beban
(Kg)
Tegang
an
(Mpa)
ukuran percontoh
7,690
tinggi (h)
0 cm
diameter
3,960
(d)
0 cm
h/d
2
12,31
luas (A)
00 cm2
Pembacaan "dial
dauge"
aksi
al
lateral
regangan
latera volum
aksial l
e
d1
0,0000
d2 d
0
0
0
22,966
4
0,1865
7
-3
-3
0,000
65
45,932
8
0,3731
3
11
-4
-3
0,001
43
68,899
2
0,5597
0
20
1,5
-5
-3,5
0,002
60
91,865
6
0,7462
7
23
-7
-5
0,002
99
114,83
2
0,9328
4
26
2,5
-9
-6,5
0,003
38
13
0
0,000
76
0,000
76
0,000
88
0,001
26
0,001
64
0
0,000
86
0,000
08
0,000
83
0,000
47
0,000
10
137,79
84
1,1194
0
-7
0,004
16
160,76
48
1,3059
7
-11
-6
0,004
68
36
183,73
12
1,4925
4
40
-12
-6
0,005
20
206,69
76
1,6791
0
44
-12
-7
0,005
72
229,66
4
1,8656
7
48
-11
-6
0,006
24
252,63
04
2,0522
4
-12
-8
0,006
76
52
275,59
68
2,2388
0
56
-10
-6
0,007
28
298,56
32
2,4253
7
61
-11
-7
0,007
93
321,52
96
2,6119
4
66
-11
-6
0,008
58
344,49
6
2,7985
1
70
4,5
-12
-7,5
0,009
10
367,46
24
2,9850
7
73
3,5
-13
-9,5
0,009
49
390,42
88
3,1716
4
77
-12
-8
0,010
01
413,39
52
3,3582
1
80
3,5
-13
-9,5
0,010
40
436,36
16
3,5447
7
85
3,5
-12
-8,5
0,011
05
459,32
8
3,7313
4
88
3,5
-12
-8,5
0,011
44
482,29
44
505,26
3,9179
1
4,1044
94
96
3
3
-12
-12
-9
-9
0,012
22
0,012
32
-10
14
0,001
77
0,001
52
0,001
52
0,001
77
0,001
52
0,002
02
0,001
52
0,001
77
0,001
52
0,001
89
0,002
40
0,002
02
0,002
40
0,002
15
0,002
15
0,002
27
-
0,000
63
0,001
65
0,002
17
0,002
19
0,003
21
0,002
72
0,004
25
0,004
40
0,005
55
0,005
31
0,004
69
0,005
97
0,005
61
0,006
76
0,007
15
0,007
68
0,007
08
48
528,22
72
4,2910
4
100
-11
-9
0,013
00
551,19
36
4,4776
1
105
-12
-11
0,013
65
574,16
4,6641
8
108
-12
-11
0,014
04
597,12
64
4,8507
4
112
-12
-12
0,014
56
620,09
28
5,0373
1
116
-11
-10
0,015
08
643,05
92
5,2238
8
120
-12
-10
0,015
60
666,02
56
5,4104
4
123
-12
-9
0,015
99
688,99
2
5,5970
1
-8
0,016
64
128
-12
4.2 Perhitungan
Perhitungan tegangan
F
=
A
= 22,9664 kg /12,3100 cm2
= 1, 8657 kg/cm2
= 0,18567 MPa
Dst
Perhitungan d
d
= d1+d2
= 0 + (-3)
15
0,002
27
0,002
27
0,002
78
0,002
78
0,003
03
0,002
53
0,002
53
0,002
27
0,002
02
94
0,008
46
0,008
10
0,008
49
0,008
50
0,010
03
0,010
55
0,011
45
0,012
60
= -3
Dst
Perhitungan regangan aksial
a
= l / h
=( 0,005 cm / 7,69 cm)
= 0,0006
Dst
Perhitungan regangan lateral
d
= l / d
= ( -0,005 cm / 3,96 cm)
= 0,00076
Dst
Perhitungan regangan volumetrik
v
= a + 2 d
=
0,0006 + (-0,00152)
= 5, 77 MPa
Data yang didapatkan dari grafik maka nilai batas elastis yang didapatkan
= 3 MPa
16
lateral
aksial
1,5
8,57
= 0,175
17
BAB V
PEMBAHASAN
Dalam Pengujian kuat tekan uniaksial menurut ISRM ada beberapa hal yang
harus dipenuhi oleh percontoh batuan yang digunakan. L/D mempunyai variasi
tertentu. Sebaiknya conto yang digunakan kurang lebih 54 mm, dianjurkan juga
bahwa diameter perconto uji berhubungan dengan ukuran butir terbesar yang ada
di dalamnya dengan perbandingan paling tidak 10:1. Kedua muka conto peruji
harus mencapai kerataan hingga 0,02 mm dan tidak melenceng dari sumbu tegak
lurus lebih besar dari 0,001 radian (sekitar 2,5 min) atau 0,05 mm (0,06 0 rad).
Demikian juga untuk panjangnya harus rata dan bebas dari ketidakrataan sehingga
kelurusannya sepanjang contoh batu uji tidak melenceng lebih daripada 0,3 mm.
5.2 Aplikasi
Adapun data yang didapatkan dari Pengujian kuat tekan uniaksial dapat
diaplikasikan ke dalam penambangan adalah sebagai berikut :
1. Parameter dalam menentukan metode penggalian yang akan digunakan,
apakah akan menggunakan alat mekanis atau menggunakan peledakan.
Salah satu contoh kriteria penggalian yang menggunakan data kuat tekan
uniaksial adalah menurut Kolleth (1990),
2. Menentukan kriteria gigi gali dalam pemberaian batuan menggunakan
alat mekanis, kriteria yang biasanya digunakan adalah Durst & Vogt,
1988 & Hagan, (1990)
18
Klasifikasi Batuan
Utuh
UCS (MPa)
Wedge tooth
Sangat lunak
< 20
Drag/point pick
< 124
Disc cutter
Lunak - keras
5 - 130
Button cutter
> 240
Atau dapat juga digunakan untuk pengklasifikasian kuat tekan dan skala
Mohs seperti pada tabel
Tabel. 5.2
Klasifikasi Kuat Tekan dan skala Mohs menurut Bieniawski & Tamrock
Klasifikasi
Sangat keras
Keras
19
Keras Sedang
Cukup Lunak
Lunak
Sangat Lunak
Note : [-], kekerasan mohs
50-100
25-50
1-25
60-120 [4,5-6]
30-60 [3-4,5]
10-30 [2-3]
-10
BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Dari data yang didapatkan didlam pengujian kuat tekan uniaksial maka
didapatkan data sebagai berikut :
= 5, 77 MPa
= 3 MPa
20
E= 350, 87 Mpa
v = 0,175
maka batuan tersebut dapat dikategorikan dari beberapa kriteria termasuk jenis
batuan yang sangat lunak. Dari data nisban poisson menurut Gerceek termasuk
kategori rendah. Apabila akan melakukan penggalian maka alat penggalian yang
disarankan digunakan adalah alat mekanis.
6.2 Saran
Berdasarkan kegiatan praktikum kuat tekan uniaksial, ada beberapa saran yang
perlu diperhatikan
DAFTAR PUSTAKA
21
Tugas:
1. Mencari table klasifikasi batuan berdasarkan nilai kuat tekan
2. Mencari jenis retakan yang muncul pada saaat batuan ditekan. (ada
di buku ITB)
22