Anda di halaman 1dari 17

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih yang hidup
bersama dengan keterkaitan, emosional dan individu, mempunyai peran
masing-masing yang merupakan bagian dari keluarga (Suprajitno, 2004).
Keluarga adalah unit terkecil dari suatu masyarakat yang terdiri
dari kepala keluarga dan beberapa orang yang terkumpul dan tinggal di
suatu tempat di bawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan
(Departemen Kesehatan RI, 1998, dalam Sudiharto, 2007).
Hamzah Yaqub ( hal: 146 ) menyebutkan; Keluarga adalah
persekutuan hidup berdasarkan perkawinan yang sah dari suami dan istri
yang juga selaku orang tua dari anak-anaknya yang dilahirkan.
Dalam Al-quran kata keluarga disebutkan Allah dengan lafadz
Ahlun, Qurba, Asiyrah.
Al-Raghib (hal: 37) ada dua Ahlun: Ahlu Ar-rijul

merupakan

keluarga senasab seketurunan, mereka berkumpul dalam satu tempat


tinggal. dan ahlu Al-islam merupakan keluarga yang seagama.
Qurba adalah keluarga yang ada hubungan kekerabatan baik yang
termasuk ahli waris ataupun tidak. Asiyrah adalah seketurunan yang
berjumlah banyak.
1.2 Rumusan masalah
1.2.1. Ciri-Ciri Keluarga Indonesia
1.2.2. Suku Masyarakat NTB
1.2.3. Ciri-Ciri Keluarga NTB
1.2.4. Ciri-Ciri Keluarga Sakinah
1.3 Tujuan penulisan
Agar mahasiswa mampu mengetahui ciri-ciri keluarga di Indonesia
termasuk ciri-ciri keluarga di propinsi NTB, selain mengetahui ciri-ciri
keluarga secara teori, mahasiswa disarankan untuk mengetahui ciri-ciri
keluarga sakinah, mawaddah, warahmah.
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Ciri ciri Keluarga Menurut Robert Mac Ivec dan Charles Horton
1. Keluarga merupakan hubungan perkawinan .
2. Keluarga berbentuk suatu kelembagaan yang berkaitan dengan
hubungan perkawinan yang sengaja dibentuk atau dipelihara.

3. Keluarga mempunyai sistem tata nama termasuk perhitungan garis


keturunan
4. Keluarga mempunyai

fungsi

ekonomi

yang

dibentuk

oleh

anggotaanggotanya berkaitan dengan kemampuan untuk mempunyai


keturunan dan membesarkan anak.
5. Keluarga merupakan tempat tinggal bersama , rumah atau rumah
tangga.
2.1.1 Ciri Keluarga Indonesia
1. Mempunyai ikatan yang sangat erat dengan dilandasi semangat
gotong royong.
2. Dijiwai oleh nilai kebudayaan ketimuran.
3. Umumnya dipimpin oleh suami meskipun proses pemutusan
dilakukan secara musyawara.
4. Suami sebagai pengambil keputusan
5. Merupakan suatu kesatuan yang utuh
6. Berbentuk monogram
7. Bertanggung jawab
8. Pengambil keputusan
9. Meneruskan nilai-nilai budaya bangsa
10. Ikatan kekeluargaan sangat erat
11. Mempunyai semangat gotong-royong
2.1.2 Budaya Kesehatan di Indonesia
Indonesia sebagai Negara agraris, sebagian besar penduduknya
bermukim didaerah pedesaan dengan tingkat pendidikan mayoritas
sekolah dasar dan belum memilki budaya hidup sehat. Hidup sehat
adalah hidup bersih sedangkan kebersihan itu sendiri belum menjadi
budaya sehari-hari. Hidup sehat adalah hidup berdisiplin belum
menjadi budaya sehari-hari bangsa kita. Budaya memeriksakan secara
dini kesehatan anggota keluarga belum tampak. Hal ini terlihat dari
banyaknya

klien

yang

datang

kepelayanan

kesehatan

untuk

memeriksakan keadaan kesehatan sebagai tindakan kuratif belum


didukung sepenuhnya oleh upaya promotif dan preventif, misalnya
gerakan 3M pada pencegahan demam berdarah belum terdengar
gaungnya jika belum mendekati musim hujan atau sudah ada yang
terkena Demam Berdarah.
Menanamkan budaya hidup sehat harus sejak dini dengan
melibatkan pranata yang ada di masyarakat, seperti posyandu atau
sekolah. Posyandu yang ada dikomunitas seharusnya diberdyakan

untuk menanamkan perilaku hidup bersih, sehat, dan berbudaya pada


anaka.
2.2 Suku Masyarakat di NTB
1. Suku Sasak
Suku Sasak adalah penduduk asli dan suku mayoritas di Lombok,
Nusa Tenggara Barat, Indonesia. Sebagai penduduk asli, suku Sasak
telah mempunyai sistem budaya sebagaimana terekam dalam kitab
Nagara Kartha Gama karangan Empu Nala dari Majapahit. Dalam
kitab tersebut, suku Sasak disebut Lomboq Mirah Sak-Sak Adhi.
Jika saat kitab tersebut dikarang suku Sasak telah mempunyai sistem
budaya yang mapan.
Nenek moyang Suku Sasak berasal dari campuran penduduk asli
Lombok dengan para pendatang dari Jawa Tengah yang terkenal
dengan julukan Mataram, pada jaman Raja yang bernama Rakai
Pikatan dan permaisurinya Pramudhawardani. Kata sasak itu sendiri
berasal dari kata sak-sak yang artinya sampan.
Dalam masyarakat Sasak, kelompok kekerbaatan terkecil adalah
keluarga inti (nuclear family) yang disebut kuren. Keluarga inti
umumnya keluarga monogami, meskipun adat membenarkan keluarga
inti poligami. Adat menetao sesudah nikah adalah virilokal, meskipun
ada yang uxorilokal dan neolokal. Garis keturunan suku Sasak ditarik
menuruk sistem patrilineal.
Adat istiadat suku sasak dapat anda saksikan pada saat resepsi
perkawinan, dimana perempuan apabila mereka mau dinikahkan oleh
seorang lelaki maka yang perempuan harus dilarikan dulu kerumah
keluarganya dari pihak laki laki, ini yang dikenal dengan sebutan
merarik atau selarian. Sehari setelah dilarikan maka akan diutus salah
seorang untuk memberitahukan kepada pihak keluarga perempuan
bahwa anaknya akan dinikahkan oleh seseorang, ini yang disebut
dengan mesejati atau semacam pemberitahuan kepada keluarga
perempuan. Setalah selesai makan akan diadakan yang disebut
dengan nyelabar atau kesepakatan mengenai biaya resepsi.

2. Suku Bima
Suku Bima tinggal di daerah dataran rendah, wilayah kabupaten
Bima, Donggo dan Sangiang, Propinsi Nusa Tenggara Barat. Suku
Bima telah ada sejak zaman Kerajaan Majapahit. Lingkungan alam
suku Bima berbeda-beda karena di daerah utara Lombok tanahnya
sangat subur sedangkan sebelah selatan tanahnya gundul dan tidak
subur. Kebanyakan dari mereka bermukim sekitar 5 km atau lebih dari
pesisirpantai. Mereka juga disebut suku "Oma" (artinya "berpindahpindah")karena sering hidup berpindah-pindah dari satu tempat ke
tempat yanglain. Suku Bima memiliki hubungan dengan suku Sasak
yang tinggalberdekatan di Propinsi Nusa Tenggara Barat.
Suku

ini

menggunakan Bahasa

Bima atau Nggahi

Mbojo.

Menurut sejarahnya, suku Bima mempunyai 7 pemimpin di setiap


daerah yang disebut Ncuhi. Pada masa pemberontakan di Majapahit,
salah satu dari Pandawa Lima, Bima, melarikan diri ke Bima melalui
jalur selatan agar tidak ketahuan oleh para pemberontak dan langsung
diangkat oleh para Ncuhi sebagai Raja Bima pertama. Namun Sang
Bima langsung mengangkat anaknya sebagai raja dan beliau kembali
lagi ke Jawa dan menyuruh 2 anaknya untuk memerintah di Kerajaan
Bima. Oleh karena itu, sebagian bahasa Jawa Kuna kadang-kadang
masih digunakan sebagai bahasa halus di Bima. Mata pencaharian
utamanya masyarakat suku Bima adalah bertani dan sempat menjadi
segitiga emas pertanian bersama Makassar dan Ternate pada zaman
Kesultanan. Oleh karena itu, hubungan Bima dan Makassar sangatlah
4

dekat, karena pada zaman Kesultanan, kedua kerajaan ini saling


menikahkan putra dan putri kerajaannya masing.

3. Suku Sumbawa
Suku

Sumbawa adalah

pulau Sumbawa dan

suku

bangsa

menggunakan bahasa

yang

Sumawa.

mendiami
Suku

yg

berpopulasi 1,3 juta ini sebagian besar beragama Islam, uniknya pada
sebagian kecil masyarakat suku Sumbawa, terdapat praktik agama
Islam yang agak berbeda dengan Islam pada umumnya yakni
Islam Wetu Telu, namun hanya berjumlah sekitar 1% yang melakukan
praktek ibadah seperti itu.
Populasi Suku Sumbawa yang terus berkembang saat ini
merupakan campuran antara keturunan etnik-etnik pendatang atau
imigran dari pulau-pulau lain yang telah lama menetap dan mampu
beradaptasi dengan lingkungan barunya serta sanggup berakulturasi
dengan para pendatang lain yang masih membawa identitas budaya
nenek moyang mereka, baik yang datang sebelum maupun pasca
meletusnya Gunung Tambora tahun 1815.Para pendatang ini terdiri

atas

etnik

Jawa,

Madura,

Bali,

Sasak,

Bima,

Sulawesi

(Bugis,Makassar, Mandar), Sumatera (Padang dan Palembang),


Kalimantan (Banjarmasin),dan Cina (Tolkin dan Tartar), serta Arab
yang rata-rata mendiami dataran rendah dan pesisir pantai pulau ini,
sedangkan sebagian penduduk yang mengklaim diri sebagai pribumi
atau tau Samawa asli menempati wilayah pegunungan seperti Tepal,
Dodo, dan Labangkar akibat daerah-daerah pesisir dan dataran rendah
yang dulunya menjadidaerah pemukiman mereka tidak dapat
ditempati lagi pasca bencana alam Tamborayang menewaskan hampir
dua pertiga penduduk Sumbawa kala itu.

2.3 Ciri-ciri Keluarga NTB


2.3.1 Ciri-ciri Keluarga Lombok
Keluarga Lombok (NTB) memiliki bahwa banyak anak banyak
rezeki. Kaum laki-laki keluarga lombok tidak boleh memiliki istri lebih
dari satu dan anak laki-laki harus lebih pintar daripada anak perempuan.
Ajaran agama adalah nomor satu bagi keluarga Lombok. Pendidikan
keagamaan di kalangan keluarga dan masyarakat pada umumnya berjalan
sangat baik. Kekuatan pada etnik Lombok ada pada keluarga inti dan
keluarga besarnya sendiri. Mereka menganggap kaum pendatang adalah
sanak keluarga. Meskipun menganut agama yang berbeda, mereka saling
menghargai yang dianut masing-masing.
Ciri-ciri keluarga Lombok dilihat dari aspek demografi, aspek
psikososial, nilai-nilai dan strategi koping.
1. Aspek Demografi

Wilayah provinsin Nusa Tenggara Barat terdiri atas dua pulau


yang besar dan pulau-pulau kecil di sekitarnya. Di Lombok pulaupulau kecil ini disebut gili.Dua pulau besar adalah Pulau Lombok
dan sebelah barat dengan luas wilayah 4.738,70 km dan pulau
Sumbawa di sebelah timur dengan luas wilayah 15.414,45
km.Kedua pulau ini dipisahkan oleh Selat Alas.
Ibu Kota provinsi Nusa Tenggara Barat adalah Mataram.Secara
administratif,provinsi ini dibagi menjadi enam kabupaten,yaitu
Kabupaten Lombok Barat,Kabupaten Lombok Tengah,Kabupaten
Lombok

Timur,Kabupaten

Sumbawa,Kabupaten

Dompu,dan

Kabupaten Bima.Berdasarkan pengamatan saat melakukan asuhan


keperawatan keluarga di 17 Kecamatan di Kabupaten Lombok pada
tanggal 31 Desember 2003,jumlah penduduk keseluruhan sebesar
1.030.137 jiwa dengan rincian 482.447 jiwa penduduk laki-laki dan
547,690 jiwa penduduk perempuan.Rasio jenis kelamin 93,2 dengan
kepadatan penduduk rata-rata 199 jiwa/km.Bentuk keluarga yang
dijumpai adalah keluarga inti (nuclear family),keluarga yang
diperluas

(extended

family),dan

orangtua

tunggal,yaitu

ditemukannya keluarga dengan kepala keluarga perempuan.Pada


bentuk keluarga yang diperluas (extended family) dijumpai bentuk
keluarga suami dengan istri satu,bahkan ada yang memiliki istri dua
orang.
2. Aspek Psikososial
Perbedaan kelas sosial dalam keluarga Lombok
Persoalan

sosial

ekonomi

budaya

Lombok

sangat

kompleks,mulai dari pembangunan yang belum merata,kemiskinan


dan penduduk yang rendah.Pada kelas sosial-ekonomi yang lebih
tinggi,keluarga

Lombok

memiliki

pendidikan

yang

lebih

tinggi,memiliki pekerjaan tetap,menjadi pengusaha yang berhasil


dan memiliki pola asuh anak yang lebih baik.Pada kelas sosial
bawah,terutama keluarga yang suami atau kepala rumah tangganya
tidak memiliki pekerjaan tetap,mereka mengharapkan hasil kebun.

3. Bentuk-bentuk keluarga dan sistem ikatan kekerabatan


Salah satu karakteristik yang membedakan keluarga Lombok
dengan suku lain adalah salah satu keluarga dalam beberapa generasi
bermukim dekat dengan kelompok keluarga tersebut yang terdiri dari
kakek, nenek, bapak, ibu, paman, bibi, cucu-cucu, saudara-saudara,
dan kerabat-kerabat di lingkungan mereka. Pada keluarga yang
sederhana, jika suami-istri mencari nafkah, yang mengasuh anakanak mereka adalah kakek nenek,paman-bibi,atau kerabat mereka.
Pola yang lazim adalah kerabat perempuan yang lebih tua dan
dewasa bertanggung jawab terhadap pola asuh anak-anak mereka.
Dalam satu rumah terdapat satu kepala keluarga dan anakanaknya. Apabila pasangan tersebut bercerai, pasangan tersebut
tinggal di rumah orangtua atau saudara yang menemani di rumah
mereka. Pola kebudayaan yang diaktualisasikan keluarga Lombok
sangat bergantung kepada keluarga besar. Hubungan antara orangtua
dan anak-anak sangat dekat,begitu juga dengan sanak saudara dan
kerabat. Hal ini tercermin dari cara keluarga tersebut memanggil
kepada orang yang lebih tua dengan panggilan sopan. Ikatan
persaudaraan ini tercermin saat hari raya lebaran, kematian,
khitanan, melahirkan, dan pernikahan. Keluarga yang lebih muda
berkunjung ke keluarga yang lebih tua.Sebagai contoh pada hari raya
idul fitri, keluarga yang lebih muda wajib datang, tetapi tidak hanya
pada hari raya saja, di hari lain juga mereka sering mengunjungi satu
sama lain.
4. Nilai-nilai dan strategi koping
Analisis budaya atau kebiasaan keluarga Lombok dlam
memenuhi kebutuhan hidupnya mengacu kepada keluarga besar dan
keluarga inti,termasuk strategi koping yang digunakan.Strategi
koping adalah respon terhadap tuntutan yang dibebankan kepada
suatu keluarga atau individu keluarga Lombok seperti halnya pada
keluarga betawi yaitu :

1. Memiliki komitmen yang kuat untuk saling menolong anggota


keluarga yang lain yang lebih membutuhkan.
2. Memiliki komitmen yang kuat untuk berpartisipasi dalam
kegiatan keagamaan.
3. Memiliki fleksibilitas dalam menjalankan peran setiap anggota
2.3.2

keluarga.
Ciri-ciri Keluarga Sumbawa

1. Kekerabatan atau kekeluargaan yang digunakan oleh masayarakat


suku Sumbawa, yaitu sistem penarikan garis keturunan berdasarkan
garis silsilah nenek moyang laki-laki dan perempuan secara
serentak. Dalam sistem kekerabatan ini, baik kerabat pihak ayah
mapun pihak ibu diklasifikasikan menjadi satu dengan istilah yang
sama, misal eaq untuk saudara tua ayah atau ibu, dan nde untuk
saudara yang lebih muda dari ayah atau ibu. Kelompok keluarga
yang lebih luas yaitu pata, yaitu kerabat dari laki-laki atau wanita
yang ditarik dari kakek atau nenek moyang sampai derajat keenam,
sehingga dalam masyarakat Sumbawa dikenal sepupu satu, sepupu
dua sampai sepupu enam.
2. Pada kehidupan masyarakat Sumbawa tradisional, beberapa
keluarga inti dapat tinggal dalam satu rumah panggung, yaitu
rumah yang didirikan di atas tiang kayu yang tingginya berkisar
antara 1,5 hingga 2 meter dengan tipologi persegi panjang, atapnya
berbentuk seperti perahu yang terbuat dari santek atau bambu yang
dipotong-potong (kini banyak diganti dengan genting). Pada bagian
depan atau peladang dan bagian belakang dipasang anak tangga
dalam hitungan ganjil antara 7, 9, 11 bergantung keperluannya.
Adapun tata ruang bagian dalam umumnya merupakan perpaduan
antara bentuk rumah adat Bugis-Makassar yang dikombinasi
dengan arsitektur rumah orang Melayu. Untuk rumah-rumah
panggung di pedesaan lebih disukai menghadap ke timur atau
matahari terbit yang melambangkan kekuatan, ketabahan, dan

harapan limpahan rezeki. Mereka memiliki nilai kekerabatan yang


begitu kuat seperti tercermin dalam lawas:
Ngungku ayam ling Samawa (denyut kehidupan di Sumbawa)
Samung ling sanak do tokal (mengetuk hati kerabat di rantau)
Mole tu sakompal ate (pulang untuk menyatukan hati)
Ate ku belo ko sempu (hatiku dekat dengan sepupu)
Kusalontak mega pitu (melampaui apa saja)
Ngantung no ku beang bosan (tak bosan bergantung dan
berharap)
Mara punti gama ina (seperti pohon pisang duhai ibunda)
Den kuning no tenri tana (meski daunnya menguning tak mau
jatuh ke tanah)
Mate bakolar ke lolo (mau hancur bersama sanak kerabat)
3. Tata cara perkawinan dalam masyarakat Sumbawa diselenggarakan
dengan upacara adat yang kompleks, mengadopsi prosesi
perkawinan adat Bugis-Makassar yang diawali dengan bakatoan
(bajajak), basaputis, nyorong, dan upacara barodak pada malam
hari menjelang kedua calon pengantin dinikahkan. Upacara
barodak ini mengandung unsur-unsur kombinasi ritual midodareni
dan ruwatan dalam tradisi Jawa.
4. Sebagian masyarakat Sumbawa percaya apabila upacara barodak
ini tidak dilaksanakan akan muncul musibah bagi pengantin
maupun keluarganya dalam bentuk munculnya penyakit rabuyak,
seperti benjol-benjol di kepala disertai gatal-gatal, kesurupan,
keluar darah dari mata bila menangis, tiba-tiba tulang rusuk keluar

10

bebepa centimeter, dan berbagai jenis penyakit aneh lainnya yang


disebabkan melanggar upacara daur kehidupan. Selanjutnya pada
sebagian masyarakat Sumbawa yang mempercayai pandangan ini,
sandro berperan dalam menentukan hari baik, menemukan jenis
benda yang digunakan untuk proses penyembuhan penyakit rabuya,
serta melakukan pengobatan dan membangun komunikasi secara
gaib dengan leluhur si sakit. Akan tetapi, kepercayaan ini mulai
nampak memudar seiring pemahaman mereka pada bidang
kesehatan dan bergesernya pola berpikir yang menganggap tidak
masuk akal menghubungkan antara munculnya berbagai jenis
penyakit tertentu ini dengan bentuk upacara adat daur kehidupan,
selain juga dianggap oleh sebagian masyarakat bentuk kepercayaan
demikian ini sangat tidak Islami.
5. Satu hal manarik dalam sistem perkawinan dalam kekeluargaan tau
Samawa yang dianggap ideal adalah perkawinan antarsaudara
sepupu, seperti tampak dalam lawas.
Balong tau no mu gegan (secantik apapun seseorang jangan terlalu
berharap)
Lenge sempu no gantuna (sejelek-jeleknya sepupu masih ada rasa
sayangnya)
Denganmu barema ngining (bersamamu mengarungi suka dan
duka)
Lawas ini berisi nasihat orang tua kepada anak laki-lakinya agar
tidak mudah terpikat pada kecantikan seorang gadis yang tidak
jelas asal-usulnya dan bukan berasal dari sanak kerabat sendiri,
sedangkan saudara sendiri walaupun tidak cantik tetapi memiliki
garis keturunan yang jelas dan dapat dijadikan teman setia dalam
mengarungi suka dan duka. Lawas ini mengindikasikan bahwa
adat-istiadat perkawinan dalam masyarakat Sumbawa adalah

11

mengutamakan mencari pasangan dari kerabat sendiri yang


seringpula dirumuskan dalam ungkapan peko-peko kebo dita atau
biar bengkok tapi kerbau sendiri yang bermakna bangga terhadap
kediriannya dan lebih mengutamakan milik sendiri.
6. Dalam perkawinan adat Sumbawa juga terdapat pantangan yang
dinamakan kawin sala basa atau perkawinan yang naif dilakukan
karena dianggap tidak sejajar dalam garis silsilah sehingga
dianggap kurang santun dalam pandangan adat, seperti seorang
paman mengawini anak saudara sepupunya walau dalam syariat
Islam diperbolehkan.
7. Delik perkawinan lain yang dianggap menyimpang adalah merarik
atau melarikan anak gadis orang karena tidak mendapat restu dari
kedua orang tua sendiri maupun orang tua gadis pujaanya. Merarik
bisa berakibat ngirang bagi keluarga anak gadis yang dilarikan,
sedangkan ngirang ini sering diungkapkan dengan mengamuk dan
merusak harta milik keluarga pihak laki-laki sebagai luapan
amarah, ketersinggungan harga diri pihak korban.Bagi anak lelaki
yang melarikan anak gadis orang, harus segera minta perlindungan
pada pemuka adat atau pemuka masyarakat sebelum pihak keluarga
wanita menemukannya, bila terlambat meminta perlindungan bisa
berakibat fatal berupa kematian atau pembunuhan oleh pihak
keluarga wanita yang menurut adat-istiadat dibenarkan.
2.3.3

Ciri ciri keluarga bima


Kelas sosial di Bima pada awalnya diwarisi dari masa
kerajaan yang terbagi dalam empat kelas/tingkatan, yaitu: kelas
Ruma, kelas Rato atau bangsawan, kelas Uba, dan kelas Ama/rakyat
biasa. Kelas sosial Ruma adalah kelompok atau keluarga yang secara
turun temurun mewarisi kerajaan dan kesultanan di Bima selama
berabad-abad. Di mata masyarakat Bima, kelas Ruma adalah
sekelompok minoritas yang sangat dihormati, ditaati, dan diteladani.

12

Apapun yang diperintahkan oleh Ruma Sangaji dalam hal ini Raja
atau Sultan adalah harus dituruti. Ruma Sangaji atau Sultan
merupakan bayangan Tuhan di muka bumi (Zill Allah fil
alam).3 Dalam pengertian ini, Sultan tidak hanya sebagai
pemimpin dunia atau pemimpin pemerintahan tetapi juga pemimpin
agama atau elit agama Islam. Pada diri Sultan adalah mewakili dua
symbol sekaligus yakni umara dan ulama. Hal ini dapat kita lihat
pada sosok Sultan Muhammad Salahuddin yang mendapat gelar
Maka Kidi Agama(Sultan yang menegakkan agama Islam di dana
Mbojo (daerah Bima)
2.4 Ciri-Ciri Keluarga Sakinah
Pada dasarnya, keluarga sakinah sukar diukur karena
merupakan

satu

perkara

yang abstrak

ditentukan

oleh

pasangan

yang

dan

hanya

berumahtangga.

boleh
Namun,

terdapat beberapa ciri-ciri keluarga sakinah, diantaranya :


1. Rumah Tangga Didirikan Berlandaskan Al-Quran Dan Sunnah
Asas

yang

paling

penting

dalam

pembentukan

sebuah keluarga sakinah ialah rumah tangga yang dibina


atas landasan taqwa, berpandukan Al-Quran dan Sunnah dan
bukannya atas dasar
panduan

kepada

perbagai

masalah

cinta

suami
yang

semata-mata.
istri

akan

Ia

sekiranya
timbul

menjadi
menghadapi

dalam

kehidupan

berumahtangga. Firman Allah Subhanahu Wa Taala dalam Surat


An-Nisa [4] ayat 59 yang artinya :Kemudian
selisih

faham

kembalilah

kepada

pendapat

tentang

Allah

(Al-Quran)

jika kamu

sesuatu,
dan

maka

Rasulullah

(Sunnah).
2. Rumah Tangga Berasaskan Kasih Sayang (Mawaddah
Warahmah)
Tanpa al-mawaddah dan al-Rahmah, masyarakat
tidak

akan

dapat

hidup

dengan tenang

dan

aman

terutamanya dalam institusi kekeluargaan. Dua perkara

13

ini

sangat-sangat diperlukan kerana sifat kasih sayang yang

wujud dalam sebuah rumah tangga dapat melahirkan sebuah


masyarakat
mempercayai

yang
dan

bahagia,

saling

menghormati, saling

tolong-menolong. Tanpa kasih sayang,

perkawinan akan hancur, kebahagiaan hanya akan menjadi


angan-angan saja.
3. Mengetahui Peraturan Berumahtangga
Setiap keluarga seharusnya mempunyai peraturan yang
patut dipatuhi oleh setiap ahlinya yang mana seorang istri wajib
taat kepada suami dengan tidak keluar rumah melainkan setelah
mendapat izin, tidak menyanggah pendapat suami walaupun si
istri merasakan dirinya betul selama suami tidak melanggar
syariat, dan tidak menceritakan hal rumahtangga kepada orang
lain. Anak pula wajib taat kepada kedua orangtuanya
selama

perintah

keduanya

tidak bertentangan dengan

larangan Allah.Lain pula peranan sebagai seorang suami.


Suami merupakan ketua keluarga dan mempunyai tanggung
jawab memastikan setiap ahli keluarganya untuk mematuhi
peraturan dan memainkan peranan masing-masing dibentuk.
Firman Allah Subhanahu Wa Taala dalam Surat An-Nisa [4] :
34 yang artinya :Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum
wanita, oleh Karena Allah Telah melebihkan sebahagian mereka
(laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan Karena
mereka (laki-laki) Telah menafkahkan sebagian dari harta
mereka. sebab itu Maka wanita yang saleh, ialah yang taat
kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada,
oleh Karena Allah Telah memelihara (mereka). wanita-wanita
yang kamu khawatirkan nusyuznya, Maka nasehatilah mereka
dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah
mereka.

Kemudian

jika

mereka

mentaatimu,

Maka

janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya.


Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha besar.

14

4. Menghormati dan Mengasihi Kedua Ibu Bapak


Perkawinan bukanlah semata-mata menghubungkan antara
kehidupan
seluruh

kedua pasangan tetapi


kehidupan

keluarga

ia

juga

kedua

melibatkan

belah

pihak,

terutamanya hubungan terhadap ibu bapak kedua pasangan. Oleh


itu, pasangan yang ingin membina sebuah keluarga sakinah
seharusnya
pemilihan
perlu

tidak

menepikan

jodoh, terutamanya

mendapat

restu

ibu

bapak

anak

kedua

dalam

lelaki. Anak

ibu

bapaknya

urusan
lelaki
karena

perkawinan tidak akan memutuskan tanggungjawabnya terhadap


kedua ibu bapaknya. Selain itu, pasangan juga perlu mengasihi
ibu bapak supaya mendapat keberkatan untuk mencapai
kebahagiaan dalam berumahtangga.Firman Allah Subhanahu
Wa Taala yang menerangkan kewajiban anak kepada
ibu bapaknya dalam Surah al-Ankabut [29] : 8 yang
artinya :Dan ka mi wajibkan manusia (berbuat) kebaikan
kepadadua

orang

ibu-

bapanya.

dan

jika

keduanya

memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu


yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah
kamu mengikuti keduanya. Hanya kepada-Ku-lah kembalimu,
lalu Aku khabarkan kepadamu apa yang Telah kamu kerjakan
5. Menjaga Hubungan Kerabat dan Ipar
Antara

tujuan

ikatan

perkawinan

ialah

untuk

menyambung hubungan keluarga kedua belah pihak termasuk


saudara ipar kedua belah pihak dan kerabat-kerabatnya. Karena
biasanya masalah

seperti

perceraian

timbul

disebabkan

kerenggangan hubungan dengan kerabat dan ipar.

BAB 3
PENUTUP
3.1 Simpulan

15

Keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih yang hidup bersama
dengan keterkaitan, emosional dan individu, mempunyai peran masingmasing yang merupakan bagian dari keluarga (Suprajitno, 2004).
Ciri Keluarga Indonesia:
1. Mempunyai ikatan yang sangat erat dengan dilandasi semangat
gotong royong.
2. Dijiwai oleh nilai kebudayaan ketimuran.
3. Umumnya dipimpin oleh suami meskipun proses pemutusan
dilakukan secara musyawara.
3.2 Saran
Membangun keluarga yang dilandasi oleh hukum yang didasarkan
pada nilai dan norma suatu daerah dengan tetap memperhatikan sisi positif
dan negatifnya serta berpedoman pada ajaran agama yang sesuai dengan
syariat islam untuk menciptakan keluarga yang sejahtera dan harmonis.

DAFTAR PUSTAKA
Al-Raghib. 2004. Mujam mufradat alfadh al-quran. Dar kutu al-ilmiyah. Baerut
Effendi, Ferry & Makhfudli. 2009. Keperawatan Kesehatan Komunitas: Teori
Dan Praktik Dalam Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

16

Hamzah Yaqub. 1983. Etika Islam. Diponegoro. Bandung


Henry Chambert-Loir, Masir Q Abdullah, Suryadi Oman Fathurrahman, Siti
Maryam Salahuddin. Imam dan Diplomasi Serpihan Sejarah Kerajaan
Bima. (Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, 2010), hlm. 11.
Hj. Siti Maryam R. Salahuddin, Munawar Sulaiman, Syukri Abubakar. Aksara
Bima Peradaban Lokal yang Sempat Hilang. (Mataram: Alama Tara
Institute 2013), hlm. 37.
Sudiharto. 2007. Asuhan keperawatan keluarga dengan pendekatan keperawatan
transkultural. Jakarta: EGC

17

Anda mungkin juga menyukai