Abortus imminens ialah peristiwa ibu terancam kehilangan bayinya pada
setengah awal kehamilan, merupakan komplikasi tersering pada kehamilan dan
merupakan beban emosional yang serius, meningkatkan risiko keguguran, kelahiran prematur, bayi dengan berat badan lahir rendah, kematian perinatal, perdarahan antepartum, dan ketuban pecah dini, namun tidak ditemukan kenaikan risiko bayi lahir cacat. Abortus iminen adalah perdarahan yang terjadi pada kehamilan sebelum usia kehamilan 20 minggu dari tanggal hari pertama haid terakhir atau berat janin kurang dari 500 gram dengan kondisi masih bisa dipertahankan dan servik masih tertutup. Abortus iminen menyebabkan 70.000 wanita meninggal tiap tahunnya. Asia Tenggara kejadian abortus iminen 4,2 juta pertahun termasuk Indonesia. Abortus iminen di Indonesia adalah 10-15% dari 6 juta kehamilan setiap tahunnya atau 600900 ribu, dan 2500 orang di antaranya berakhir dengan kematian (Ulfah Ansor, 2006). Abortus iminen memiliki faktor-faktor yang diketahui berperan dalam terjadinya abortus iminen antara lain kelainan kromosom, kelainan imunologi, kelainan hormonal, atau infeksi maternal. Abortus iminen dapat meningkat apabila ibu memiliki pada kelainan uterus, diabetes mellitus, hipotiroidisme, kelainan jantung, penyakit paru kronik, peningkatan indeks massa tubuh, perempuan yang merokok, minum alkohol, dan lain-lain. Sofia Doria dkk (2008) melaporkan dari 232 pasien yang didiagnosa dengan abortus iminen, 147 (63,4%) kasus dengan kromosom yang normal, 85 (36,6%) dengan kromosom abnormal. Kelainan kromosom pada abortus iminen sebanyak 85 kasus dimana 81 (95,3%) kasus berasal dari trimester pertama. Gracia-Enguidanos (2002) menemukan risiko abortus iminen meningkat dengan bertambahnya usia ibu dan meningkat tajam setelah usia 35 tahun atau lebih. Andersen (2000) menjumpai risiko abortus iminen 11,1%-15,0% pada usia dibawah 35 tahun dan bertambah menjadi 24,6% diatas usia 35 tahun. Hefner (2004) juga menjumpai hasil yang sama, dari 10%-14% risiko abortus iminen pada usia 20-34 tahun, dan bertambah menjadi 24% setelah usia 35 tahun, dan 50% setelah usia 40 tahun. Patogenesis abortus iminen berawal dari terjadi perdarahan desidua basalis, diikuti nekrosis jaringan sekitar yang menyebabkan hasil konsepsi terlepas dan dianggap benda asing dalam uterus, kemudian uterus berkontraksi untuk mengeluarkan benda asing tersebut. Efektivitas penatalaksanaan aktif masih
dipertanyakan, karena umumnya penyebab abortus imminens adalah kromosom
abnormal pada janin. Meskipun banyak penelitian menyatakan tidak ada terapi yang efektif untuk abortus imminens, Penatalaksanaan abortus imminens pada umumnya adalah secara empiris.