Anda di halaman 1dari 20

Case Report

Perempuan Usia 28 Tahun dengan Chronic Kidney Disease Stage V

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Pendidikan Dokter Umum


Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta

Pembimbing :
dr. Nur Hidayat, Sp.PD
dr. Y.M. Agung P, Sp.PD

Oleh :
Muhammad Nur Anas, S. Ked
J500090011

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2013

Case Report
Perempuan Usia 28 Tahun dengan Chronic Kidney Disease Stage V
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Pendidikan Dokter Umum
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta
Oleh :
Muhammad Nur Anas, S. Ked
J500090011
Disetujui dan disahkan pada tanggal :
Pembimbing I:
dr. Nur Hidayat, Sp.PD

(...................................................)

Pembimbing II:
dr. Y.M. Agung P, Sp.PD

(...................................................)

Mengetahui
Kepala Program Profesi

(...................................................)

CASE REPORT
1. Identitas Pasien :
Nama

: Ny. M. I

Jenis Kelamin

: Perempuan

Umur `

: 28 tahun

Pekerjaan

:-

Status Perkawinan

: belum menikah

Agama

: Islam

Alamat

: Papahan- Karanganyar

Tanggal MRS

: 25 September 2013

Tanggal Pemeriksaan : 30 September 2013


No. RM

: 00253xxx

2. Anamnesis :
Dilakukan autoanamnesis dan alloanamnesis di bangsal Mawar 2, pada
tanggal 26 September 2013
a. Keluhan Utama

: Pasien mengeluh nyeri pinggang kiri

seperti dicubit cubit


b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSUD Karanganyar dengan keluhan nyeri
pinggang kiri. Nyeri dirasakan di daerah pinggang kiri seperti dicubit
cubit. Nyeri dirasakan sakit sekali sampai tidak mampu berjalan. Nyeri
dirasakan sudah lama dan dialami terus menerus, saat BAK tambah
sakit. Biasanya dipake istirahat nyeri berkurang. Pasie mengaku pernah
mondok di RSDM dengan penyakit ginjal tapi tidak diobati dengan
adekuat. Pasien mengeluh pusing (-), leher cengeng (-), tangan dan
kaki kanan kadang kesemutan (-) dan terasa tebal (-). Pasien mengeluh
pandangan kabur (-), penurunan kesadaran (-), makan/minum tersedak
(-), gangguan pendengaran (-), keringat dingin (-), batuk lama (-),
sesak napas (-), nyeri dada (-), mual (+) di perut bagian atas seperti
ditusuk tusuk, muntah (-), nafsu makan menurun (+), riwayat
penggunaan obat (-), trauma kepala (-), BAB (+), BAK (+).

c. Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat penyakit hipertensi
Riwayat penyakit jantung
Riwayat penyakit DM
Riwayat trauma kepala
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat keluhan serupa
Riwayat penyakit hipertensi
Riwayat penyakit jantung
Riwayat penyakit DM

e. Riwayat Kebiasaan/Pola Hidup


i.
Riwayat diet :
Pasien makan dan minum tidak
ii.

: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal

: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal

pilih-pilih, makan dan minum

apa saja yang disediakan.


Riwayat aktivitas :
Sehari-hari pasien hanya melakukan kesibukan di rumah saja
seperti duduk-duduk di teras, makan, mandi dan berkatifitas

iii.
iv.

dengan anggota keluarga di rumah saja.


Riwayat merokok : disangkal
Riwayat berolahraga :
Pasien jarang berolahrga.

f. Resume Anamnesis
Pasien datang ke IGD RSUD Karanganyar dengan keluhan nyeri
pinggang kiri. Nyeri dirasakan di daerah pinggang kiri seperti dicubit
cubit. Nyeri dirasakan sakit sekali sampai tidak mampu berjalan. Nyeri
dirasakan sudah lama dan dialami terus menerus, saat BAK tambah
sakit. Biasanya dipake istirahat nyeri berkurang. Pasie mengaku pernah
mondok di RSDM dengan penyakit diagnosis GNA tapi tidak diobati
dengan adekuat. Mengeluh lemas, dari hasil lab, Hb: 5,5, Ureum:
149,2, Kreatinin: 9,65
3. Pemeriksaan Fisik :
a. Status Generalis
Keadaan Umum : Cukup

Status gizi
: Kurang
Kesadaran
: Compos Mentis, GCS: E4V5M6
Vital Sign
TD
: 140/90 mmHg
Suhu : 37C
N
: 82 kali/menit
RR
: 20 kali/menit
TB
: 157 cm
BB
: 55 kg
Pemeriksaan Kepala
Kepala
: Mesosepal, simetris
Mata
: Conjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Pemeriksaan Leher
Inspeksi

: bentuk normal, pembesaran kelenjar tiroid (-).

Palpasi

: JVP tidak meningkat, pembesaran limfonodi (-).

Pemeriksaan Thorax
Pulmo
Inspeksi : Simetris, ketinggalan gerak (-/-), retraksi (-/-).
Palpasi
: Fremitus kanan kiri sama
Perkusi : Sonor (+/+)
Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+) normal, rhonki (-/-),wheezing
(-/-)
Cor
Inspeksi

: Ictus cordis tidak terlihat

Palpasi

: Ictus kordis teraba di SIC V linea midclavicularis sinistra

Perkusi

: Redup

Auskultasi : BJ I-II reguler, bising jantung (-), gallop (-)


Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi

: Permukaan sama dengan dada, tidak terlihat massa

Auskultasi : Peristaltik (+) normal


Palpasi

: distended (+), nyeri tekan (+) di regio epigastrica, hepar

dan lien tidak teraba


Perkusi

: Timpani

Pemeriksaan Ekstremitas
Superior at inferior : Akral hangat, Udem (+/+), sianosis (-/-)

4. Pemeriksaan penunjang

Darah rutin dan Kimia darah


Hb
: 5,5 (12-16 g%)
Leukosit
: 10,1x103 mm3 (5000-10000/mm3)
Eritrosit
: 2,03 juta/mm3(4,0-5,0 juta/mm3)
Hematokrit
: 17,2 vol% (37-43 vol%)
Trombosit
: 157.000 (150000-300000 mm3)
GDS
: 92 mm/mol
Ureum
: 149,2 mg/ 100ml (10-50 mg/ 100ml)
Creatinin
: 9,65 mg/ 100ml (0,5-0,9 mg/ 100ml)
LFG = (140 - umur) x BB x 0,85
72 x creatinin plasma
= (140 28) x 55 x 0,85
72 x 9,65
= 6160 x 0,85
694,8
= 7, 48 (<15)
5. Resume Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum
: Cukup
Status Gizi
: Kurang
Kesadaran
: Compos Mentis
Vital sign
:
TD
: 140/90 mmHg
N
: 82 kali/menit
TB
: 157 cm
BB
: 55 kg

RR

Thoraks = dbn Abdomen = NT (+) seluruh perut


6. Diagnosis Banding
Chronic Kidney Disease
Anemia
Chronic Heart Failure
7. Diagnosis
Chronic kidney disease stage V
8. Terapi
Umum:
Monitor KU dan Vital sign

Suhu : 37C
: 20 kali/menit

Medikamentosa
Inf RL 12 tpm
Inj Ranitidin 1amp/ 12 jam
Inj furosemide 2amp/ 8 jam
Antasid syr 3xCII
Prorenal tab 3x1
Non Medikamentosa
Mencegah, mengobati dan menghindari faktor komorbid
Diit Rendah garam dan protein
9. Usulan Pemeriksaan Penunjang
Urin rutin
albuminuria
10. Prognosis
Death
Disease
Disability
Discomfort
Dissactisfaction

: ad bonam
: malam
: dubia ad malam
: dubia ad malam
: dubia ad malam

11. Follow Up
Tabel 2. Perkembangan pasien saat rawat inap
Tanggal

Follow Up

Terapi atau Tindakan

26-09-2013

S : pasien mengeluh masih nyeri


punggung kiri bawah, terasa seperti
dicubit cubit, BAK terasa sakit,
mual (-), muntah(-), sesak (-), BAB
(dbn).

P:
1. Inf RL 20tpm
2. Inj. Ranitidin 1A/12j
3. Inj. furosemid 1A/8j
4. antasid syr 3xCII

O:
KU : lemah; Kes: Compos mentis
TD : 110/80
N : HR : 84x/m

RR : 18x/m
S : 36,6o
Kepala :
Conjungtiva Anemis (-/-)
Sklera Ikterik (-/-)
Edema Palpebra Superior (-/-)
Leher :
JVP (-), Pembesaran KGB (-)
Thorax :
Pulmo : SDV (+/+), Wh (-/-), Rh
(-/+)
Cor : BJ I-II murni, intesitas
reguler, bising (-)
Abdomen :
Teraba keras, Peristaltik normal,
NT (-), hepar teraba
Extremitas :
Edema (-)
A:
27-09-2013

- CKD stage V
S : pasien mengeluh lemes, nyeri P :
inf RL 20tpm
bagian perut, mual (+), muntah(+),
Inj. Ranitidin 1A/12j
sesak nafas (-),
Inj. furosemid 1A/8j
O:
antasid syr 3xCII
KU : lemah; Kes: Compos mentis
TD : 110/80
N : HR : 84x/m
RR : 18x/m
S : 36,6o
Kepala :
Conjungtiva Anemis (-/-)
Sklera Ikterik (-/-)
Edema Palpebra Superior (-/-)
Leher :
JVP (-), Pembesaran KGB (-)
Thorax :
Pulmo : SDV (+/+), Wh (-/-), Rh
(-/+)
Cor : BJ I-II murni, intesitas
reguler, bising (-)
Abdomen :

Teraba keras, Peristaltik normal,


NT (+), hepar teraba
Extremitas :
Edema (-)
A:
28-09-2013

- CKD stage V
S: pasien mengeluh nyeri pinggang P :
inf RL 20tpm
seperti diremas remas, lemes, mual
Inj. Ranitidin 1A/12j
(+), muntah(-), pusing(+),
Inj. furosemid 1A/8j
O:
Prorenal 3x1
KU : lemah; Kes: Compos mentis
antasid syr 3xCII
TD : 110/80
N : HR : 84x/m
RR : 18x/m
S : 36,6o
Kepala :
Conjungtiva Anemis (-/-)
Sklera Ikterik (-/-)
Edema Palpebra Superior (-/-)
Leher :
JVP (-), Pembesaran KGB (-)
Thorax :
Pulmo : SDV (+/+), Wh (-/-), Rh
(-/+)
Cor : BJ I-II murni, intesitas
reguler, bising (-)
Abdomen :
Teraba keras, Peristaltik normal,
NT (+), hepar teraba
Extremitas :
Edema (-)
A:
CKD stage V

30-09-2013

S : keluhan membaik, mual (-), P :


inf RL 20tpm
muntah (-), sesak (-)
Inj. Ranitidin 1A/12j
Inj. furosemid 1A/8j
O:
Prorenal 3x1

KU : lemah; Kes: Compos mentis


TD : 110/80
N : HR : 84x/m
RR : 18x/m
S : 36,6o
Kepala :
Conjungtiva Anemis (-/-)
Sklera Ikterik (-/-)
Edema Palpebra Superior (-/-)
Leher :
JVP (-), Pembesaran KGB (-)
Thorax :
Pulmo : SDV (+/+), Wh (-/-), Rh
(-/+)
Cor : BJ I-II murni, intesitas
reguler, bising (-)
Abdomen :
Teraba keras, Peristaltik normal,
NT (-), hepar teraba
Extremitas :
Edema (-)
A:
-

CKD stage V

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Penyakit Ginjal Kronik (PGK)
PGK didefinisikan sebagai:

antasid syr 3xCII

1. Kelainan ginjal berupa kelainan struktural atau fungsional, yang


dimanifestasikan oleh kelainan patologi atau petanda kerusakan
ginjal secara laboratorik atau kelainan pada pemeriksaan radiologi,
dengan atau tanpa penurunan fungsi ginjal (penurunan LFG) yang
berlangsung > 3 bulan.
2. Penurunan LFG < 60 ml/menit per 1,73 m2 luas permukaan tubuh
selama > 3 bulan dengan atau tanpa kerusakan ginjal (Bakri, 2005).
3. Klasifikasi derajat penurunan faal ginjal berdasarkan LFG sesuai
rekomendasi NKF-DOQI:

QuickTime and a
decompressor
are needed to see this picture.

B. Faktor Risiko
Faktor risiko gagal ginjal kronik, yaitu pada pasien dengan diabetes
melitus atau hipertensi, obesitas atau perokok, berumur lebih dari 50 tahun,
dan individu dengan riwayat penyakit diabetes melitus, hipertensi, dan
penyakit ginjal dalam keluarga (National Kidney Foundation, 2009).
C. Etiologi
Dari data yang sampai saat ini dapat dikumpulkan oleh Indonesian Renal
Registry (IRR) pada tahun 2007-2008 didapatkan urutan etiologi terbanyak
sebagai berikut: glomerulonefritis (25%), diabetes melitus (23%), hipertensi
(20%) dan ginjal polikistik (10%) (Roesli, 2008).
Glomerulonefritis, hipertensi esensial, dan pielonefritis merupakan
penyebab paling sering dari PGK, yaitu sekitar 60%. Penyakit ginjal kronik
yang berhubungan dengan penyakit ginjal polikistik dan nefropati obstruktif
hanya 15-20%.
Umumnya penyakit ginjal kronik disebabkan oleh penyakit ginjal intrinsi

difus dan menahun. Tetapi hampir semua nefropati bilateral dan progresif
akan berakhir dengan penyakit ginjal kronik. Umumnya penyakit di luar
ginjal, seperti nefropati obstruktif dapat menyebabakan kelainan ginjal
intrinsik dan berakhir dengan penyakit ginjal kronik.
Glomerulonefritis kronik merupakan penyakit parenkim ginjal progresif
dan

difus

yang

seringkali

berakhir

dengan

gagal

ginjal

kronik.

Glomerulonefritis mungkin berhubungan dengan penyakit-penyakit sistemik


(glomerulonefritis sekunder) seperti lupus eritomatosus sistemik, poliartritis
nodosa, granulomatosus Wagener. Glomerulonefritis (glomerulopati) yang
berhubungan dengan diabetes mellitus (glomerulosklerosis) tidak jarang
dijumpai dan dapat berakhir dengan penyakit ginjal kronik. Glomerulonefritis
yang berhubungan dengan amilodois sering dijumpai pada pasien-pasien
dengan penyakit menahun seperti tuberculosis, lepra, osteomielitis arthritis
rheumatoid dan myeloma.
Penyakit ginjal hipertensif (arteriolar nephrosclerosis) merupakan salah
satu penyebab penyakit ginjal kronik. Insiden hipertensi esensial berat yang
berakhir dengan gagal ginjal kronik kurang dari 10%.
Kira-kira 10-15% pasien-pasien penyakit ginjal kronik disebabkan
penyakit ginjal kongenital seperti sindrom Alport, penyakit Fabbry, sindrom
nefrotik congenital, penyakit ginjal polikistik, dan amiloidosis.
Pada orang dewasa penyakit ginjal kronik yang berhubungan dengan
infeksi saluran kemih dan ginjal (pielonefritis) tipe uncomplicated jarang
dijumpai, kecuali tuberkulosis, abses multipel. Nekrosis papilla renalis yang
tidak mendapat pengobatan yang adekuat (Sukandar, 2006).
D. Patogenesis dan Patofisiologi
Walaupun banyak penyakit yang dapat menyebabkan lesi pada ginjal,
secara keseluruhan intinya adalah perubahan adaptif pada ginjal akan
mengarah pada konsekuensi yang maladaptif. Teori yang paling dapat
diterima adalah hiperfiltrasi pada nefron ginjal yang tersisa setelah terjadi
kehilangan nefron akibat lesi. Peningkatan tekanan glomerular menyebabkan
hiperfiltrasi ini. Hiperfiltrasi terjadi sebagai kosekuensi adaptif untuk
mempertahankan laju filtrasi glomerulus (LFG), namun kemudian akan

menyebabkan cedera pada glomerulus. Permeabilitas glomerulus yang


abnormal umum terjadi pada gangguan glomerular, dengan proteinuria
sebagai tanda klinis (Conchol, 2005).
E. Manifestasi Klinis
Gambaran klinik penyakit ginjal kronik berat disertai sindrom azotemia
sangat kompleks, meliputi kelainan-kelainan berbagai organ seperti: kelainan
hemopoeisis, saluran cerna, mata, kulit, selaput serosa, dan kelainan
neuropsikiatri.
1. Kelainan hemopoeisis
Anemia normokrom dan normositer, sering ditemukan pada pasien
gagal ginjal kronik. Anemia sangat bervariasi bila ureum darah lebih
dari 100 mg% atau penjernihan kreatinin kurang dari 25 ml per menit.
2. Kelainan saluran cerna
Mual dan muntah sering merupakan keluhan utama dari sebagian
pasien gagal ginjal kronik terutama pada stadium terminal. Patogenesis
mual dan muntah masih belum jelas, diduga mempunyai hubungan
dengan dekompresi oleh flora usus sehingga terbentuk amonia (NH3).
Amonia inilah yang menyebabkan iritasi atau rangsangan mukosa
lambung dan usus halus. Keluhan-keluhan saluran cerna ini akan
segera mereda atau hilang setelah pembatasan diet protein dan
antibiotika.
3. Kelainan mata
Visus hilang (azotemia amaurosis) hanya dijumpai pada sebagian
kecil pasien gagal ginjal kronik. Gangguan visus cepat hilang setelah
beberapa hari mendapat pengobatan gagal ginjal kronik yang adekuat,
misalnya hemodialisis. Kelainan saraf mata menimbulkan gejala
nistagmus, miosis, dan pupil asimetris. Kelainan retina (retinopati)
mungkin disebabkan hipertensi maupun anemia yang sering dijumpai
pada pasien penyakit ginjal kronik. Penimbunan atau deposit garam
kalsium pada konjungtiva menyebabkan gejala red eye syndrome
akibat iritasi dan hipervaskularisasi. Keratopati mungkin juga dijumpai
pada beberapa pasien penyakit ginjal kronik akibat penyulit
hiperparatiroidisme sekunder atau tertier.

4. Kelainan kulit
Gatal sering mengganggu pasien, patogenesisnya masih belum
jelas dan diduga berhubungan dengan hiperparatiroidisme sekunder.
Keluhan gatal ini akan segera hilang setelah tindakan paratiroidektomi.
Kulit biasanya kering dan bersisik, tidak jarang dijumpai timbunan
kristal urea pada kulit muka dan dinamakan urea frost.
5. Kelainan selaput serosa
Kelainan selaput serosa seperti pleuritis dan perikarditis sering
dijumpai pada gagal ginjal kronik terutama pada stadium terminal.
Kelainan selaput serosa merupakan salah satu indikasi mutlak untuk
segera dilakukan dialisis.
6. Kelainan neuropsikiatri
Beberapa kelainan mental ringan seperti emosi labil, dilusi,
insomnia, depresi. Kelainan mental berat seperti konfusi, dilusi, dan
tidak jarang dengan gejala psikosis. Kelainan mental ringan atau berat
ini sering dijumpai pada pasien dengan atau tanpa hemodialisis, dan
tergantung dari dasar kepribadiannya (personalitas). Pada kelainan
neurologi, kejang otot atau muscular twitching sering ditemukan pada
pasien yang sudah dalam keadaan yang berat, kemudian terjun menjadi
koma.
7. Kelainan kardiovaskular
Patogenesis gagal jantung kongestif (GJK) pada gagal ginjal kronik
sangat kompleks. Beberapa faktor seperti anemia, hipertensi,
aterosklerosis, penyebaran kalsifikasi mengenai sistem vaskuler, sering
dijumpai pada pasien penyakit ginjal kronik terutama pada stadium
terminal. Hal ini dapat menyebabkan gagal faal jantung.
8. Hipertensi
Patogenesis hipertensi ginjal sangat kompleks, banyak faktor turut
memegang peranan seperti keseimbangan natrium, aktivitas sistem
renin-angiotensin-aldosteron, penurunan zat dipresor dari medulla
ginjal, aktivitas sistem saraf simpatis, dan faktor hemodinamik lainnya
seperti cardiac output dan hipokalsemia.
Retensi natrium dan sekresi renin menyebabkan kenaikan volume
plasma (VP) dan volume cairan ekstraselular (VCES). Ekspansi VP

akan mempertinggi tekanan pengisiaan jantung (cardiac filling


pressure) dan cardiac output pressure (COP). Kenaikan COP akan
mempertinggi tonus arteriol (capacitance) dan pengecilan diameter
arteriol sehinga tahanan perifer meningkat. Kenaikan tonus vaskuler
akan menimbulkan aktivasi mekanisme umpan balik (feed-back
mechanism) sehingga terjadi penurunan COP sampai mendekati batas
normal tetapi kenaikan tekanan darah arterial masih dipertahankan.
Sinus karotis mempunyai faal sebagai penyangga (buffer) yang
mengatur tekanan darah pada manusia. Setiap terjadi kenaikan tekanan
darah selalu dipertahankan normal oleh sistem mekanisme penyangga
tersebut. Pada pasien azotemia, mekanisme penyangga dari sinus
karotikus tidak berfaal lagi untuk mengatur tekanan darah karena telah
terjadi perubahan volume dan tonus pembuluh darah arteriol
(Sukandar, 2006).
F. Diagnosis
Pendekatan diagnosis gagal ginjal kronik (GGK) mempunyai sasaran
berikut:
1. Memastikan adanya penurunan faal ginjal (LFG)
2. Mengejar etiologi GGK yang mungkin dapat dikoreksi
3. Mengidentifikasi semua faktor pemburuk faal ginjal (reversible

factors)
4. Menentukan strategi terapi rasional
5. Meramalkan prognosis

Pendekatan diagnosis mencapai sasaran yang diharapkan bila


dilakukan pemeriksaan yang terarah dan kronologis, mulai dari anamnesis,
pemeriksaan fisik diagnosis dan pemeriksaan penunjang diagnosis rutin dan
khusus (Sukandar, 2006).
a. Anamnesis dan pemeriksaan fisik
Anamnesis harus terarah dengan mengumpulkan semua keluhan
yang berhubungan dengan retensi atau akumulasi toksin azotemia,
etiologi GGK, perjalanan penyakit termasuk semua faktor yang dapat

memperburuk faal ginjal (LFG). Gambaran klinik (keluhan subjektif dan


objektif termasuk kelainan laboratorium) mempunyai spektrum klinik
luas dan melibatkan banyak organ dan tergantung dari derajat penurunan
faal ginjal.
b. Pemeriksaan laboratorium
Tujuan

pemeriksaan

laboratorium

yaitu

memastikan

dan

menentukan derajat penurunan faal ginjal (LFG), identifikasi etiologi dan


menentukan perjalanan penyakit termasuk semua faktor pemburuk faal
ginjal.
1.

Pemeriksaan faal ginjal (LFG), Pemeriksaan ureum, kreatinin serum


dan asam urat serum sudah cukup memadai sebagai uji saring untuk
faal ginjal (LFG).

2.

Etiologi gagal ginjal kronik (GGK), Analisis urin rutin, mikrobiologi


urin, kimia darah, elektrolit dan imunodiagnosis.

3.

Pemeriksaan laboratorium untuk perjalanan penyakit, Progresivitas


penurunan faal ginjal, hemopoiesis, elektrolit, endoktrin, dan
pemeriksaan lain berdasarkan indikasi terutama faktor pemburuk faal
ginjal (LFG).

c. Pemeriksaan penunjang diagnosis


Pemeriksaan penunjang diagnosis harus selektif sesuai dengan
tujuannya, yaitu:
1.

Diagnosis etiologi GGK, Beberapa pemeriksaan penunjang diagnosis,


yaitu foto polos perut, ultrasonografi (USG), nefrotomogram,
pielografi retrograde, pielografi antegrade dan Micturating Cysto
Urography (MCU).

2.

Diagnosis

pemburuk

faal

ginjal,

Pemeriksaan

radiologi

dan

radionuklida (renogram) dan pemeriksaan ultrasonografi (USG).


G. Penatalaksanaan
1. Terapi Konservatif
Tujuan dari terapi konservatif adalah mencegah memburuknya faal
ginjal secara progresif, meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi

toksin

azotemia,

memperbaiki

metabolisme

secara

optimal

dan

memelihara keseimbangan cairan dan elektrolit (Sukandar, 2006).


1) Peranan diet, terapi diet rendah protein (DRP) menguntungkan untuk
mencegah atau mengurangi toksin azotemia, tetapi untuk jangka lama
dapat merugikan terutama gangguan keseimbangan negatif nitrogen.
2) Kebutuhan jumlah kalori, kebutuhan jumlah kalori (sumber energi)
untuk GGK harus adekuat dengan tujuan utama, yaitu mempertahankan
keseimbangan positif nitrogen, memelihara status nutrisi dan memelihara
status gizi.
3) Kebutuhan cairan, bila ureum serum > 150 mg% kebutuhan cairan
harus adekuat supaya jumlah diuresis mencapai 2 L per hari.
4) Kebutuhan elektrolit dan mineral, kebutuhan jumlah mineral dan
elektrolit bersifat individual tergantung dari LFG dan penyakit ginjal
dasar (underlying renal disease).
2. Terapi simtomatik
1) Asidosis metabolic, asidosis metabolik harus dikoreksi karena
meningkatkan serum kalium (hiperkalemia). Untuk mencegah dan
mengobati asidosis metabolik dapat diberikan suplemen alkali. Terapi
alkali (sodium bicarbonat) harus segera diberikan intravena bila pH
7,35 atau serum bikarbonat 20 mEq/L.
2) Anemia, Transfusi darah misalnya Paked Red Cell (PRC) merupakan
salah satu pilihan terapi alternatif, murah, dan efektif. Terapi
pemberian transfusi darah harus hati-hati karena dapat menyebabkan
kematian mendadak.
3) Keluhan gastrointestinal, Anoreksi, cegukan, mual dan muntah,
merupakan keluhan yang sering dijumpai pada GGK. Keluhan
gastrointestinal ini merupakan keluhan utama (chief complaint) dari
GGK. Keluhan gastrointestinal yang lain adalah ulserasi mukosa
mulai dari mulut sampai anus. Tindakan yang harus dilakukan yaitu
program terapi dialisis adekuat dan obat-obatan simtomatik.

4) Kelainan kulit, Tindakan yang diberikan harus tergantung dengan jenis


keluhan kulit.
5) Kelainan neuromuscular, Beberapa terapi pilihan yang dapat
dilakukan

yaitu

terapi

hemodialisis

reguler

yang

adekuat,

medikamentosa atau operasi subtotal paratiroidektomi.


6) Hipertensi, Pemberian obat-obatan anti hipertensi.
7) Kelainan sistem kardiovaskular, Tindakan yang diberikan tergantung
dari kelainan kardiovaskular yang diderita.
3. Terapi pengganti ginjal
Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik
stadium 5, yaitu pada LFG kurang dari 15 ml/menit. Terapi tersebut dapat
berupa hemodialisis, dialisis peritoneal, dan transplantasi ginjal (Suwitra,
2006).
H. Pencegahan
Upaya pencegahan terhadap penyakit ginjal kronik sebaiknya sudah
mulai dilakukan pada stadium dini penyakit ginjal kronik. Berbagai upaya
pencegahan yang telah terbukti bermanfaat dalam mencegah penyakit ginjal
dan kardiovaskular, yaitu pengobatan hipertensi (makin rendah tekanan darah
makin kecil risiko penurunan fungsi ginjal), pengendalian gula darah, lemak
darah, anemia, penghentian merokok, peningkatan aktivitas fisik dan
pengendalian berat badan (National Kidney Foundation, 2009).

DAFTAR PUSTAKA
Abdel-Kader, K., Unruh, M.L., and Weisbord, S.D., 2009. Symptom Burden,
Depression, and Quality of Life in Chronic and End-Stage Kidney
Disease. Clin J Am Soc Nephrol 4: 1057-106.
Bakri, S., 2005. Deteksi Dini dan Upaya-Upaya Pencegahan Progresifitas
Penyakit Ginjal Kronik. Suplement vol. 26 No 3: 36-40.
Boulware, L.E. et al, 2006. Temporal Relation among Depression Symptoms,
Cardiovascular Disease Events, and Mortality in End-Stage Renal
Disease: Contribution of Reverse Causality. Clin J Am Soc Nephrol
1: 496-504.
Conchol, M. and Spiegel, D.M., 2005. The Patient with Chronic Kidney Disease.
In: Schrier, R.W., ed. Manual of Nephrology Seventh Edition.
Philadelphia, USA: Lippincott Williams and Wilkins, 185.
Ginieri-Coccossis, M., Theofilou, P., Synodinou, C., Tomaras, V., and Soldatos,
C., 2008. Quality of Life, Mental Health and Health Beliefs in
Haemodialysis and Peritoneal Dialysis Patients: Investigating
Differences in Early and Later Years of Current Treatment. BMC
Nephrology 9:14.
Kimmel, P.L. et al, 2000. Multiple Measurements of Depression Predict Mortality
in A Longitudinal Study of Chronic Hemodialysis Outpatients.
Kidney International, Vol. 57: pp. 2093-2098.

Roesli, R., 2008. Hipertensi, Diabetes, dan Gagal Ginjal di Indonesia. Dalam:

Lubis, F.R., et al (eds). 2008. Hipertensi dan Ginjal. USU Press,


Medan: 95-108.
Sukandar, E., 2006. Nefrologi Klinik Edisi III. Bandung: Fakultas Kedokteran
UNPAD.
Levey,A.S. et al, 2003. National Kidney Foundation Practice Guidelines for
Chronic

Kidney

Disease:

Evaluation,

Classification,

and

Stratification. Ann Intern Med. 2003;139:137-147.


Amend, W.J.C. Jr. MD, Vincenti, F.G. MD, 2008. Chronic Renal Failure &
Dialysis. In: Tanagho, E.A., McAninch, J.W. Smiths General
Urology. 17th ed. USA: McGrawHill, 535-537.
CDC. (2010). National Chronic Kidney Disease Fact Sheet. Available from:
http://www.cdc.gov/diabetes/pubs/pdf/kidney_Factsheet.pdf.

Anda mungkin juga menyukai