Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN TUTORIAL

SKENARIO 1

Kelompok Tutorial 7
Tutor : dr. Syafrina Arifin

M Ferdi Juliantama
Meitri Wijaya Kusuma
George Dyland DUW
Anggun Mardalitiya
Joni Kurniawan
Yuni Azoya
Isip Roma Syakura
Yogi Prasetyo
SitiRahmah
Andi Ammar RA

|
|
|
|
|
|
|
|
|
|

G1A113017
G1A113019
G1A113020
G1A100069
G1A113022
G1A113023
G1A113024
G1A113025
G1A113026
G1A113027

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN


UNIVERSITAS JAMBI
2015

A. Skenario
Seorang wanita, 30 tahun, ke poli dengan keluhan cepat lelah dan merasa lemah. Di saat
bersepeda pernah mau pingsan. Sering mengalami demam dan epistaksis. Menurut keluarganya,
dia tampak lebih pucat dari biasanya. Hasil laboratorium menunjukkan Hb 9gr/dl, leukosit
2000/mm3, dan trombosit 90000/mm3.
B. Klarifikasi Istilah

Pingsan
Epistaksis
Pucat
Demam
Hb
Leukosit
Trombosit

: Hilangnya kesadaran sementara akibat iskemia secara umum atau karena


kurangnya suplai oksigen O2 dalam darah.
: Perdarahan dari hidung.
: Perubahan warna kulit dan mukosa menjadi putih pudar.
: Peningkatan suhu tubuh > 37.8oC.
: Suatu unsur sel darah merah yang berfungsi untuk mengikat oksigen.
: Sel darah putih untuk pertahanan tubuh.
: Keping darah, berfungsi untuk pembekuan darah.

C. Identifikasi Masalah
1. Apa makna klinis dari cepat lelah dan merasa lemah?
2. Apa hubungan umur dan jenis kelamin pasien dengan keluhan pasien?
3. Apa makna klinis pasien bersepeda dan hamper pingsan?
4. Apa makna klinis pasien sering mengalami demam?
5. Apa makna klinis pasien sering mengalami epistaksis?
6. Apa makna klinis pasien tampak lebih pucat dari biasanya?
7. Apa makna kllinis hasil pemeriksaan darah rutin pada pasien?
8. Alur diagnosis pada penyakit pasien?
9. Apa diagnosis banding dari kasus ini?
10. Apa diagnosis dari kasus ini?
11. Apa definisi dari penyakit ini?
12. Apa etiologi dari penyakit ini?
13. Apa epidemiologi dari penyakit ini?
14. Apa patofisiologis dan patogenesis dari penyakit ini?
15. Apa manifestasi klinis dari penyakit ini?
16. Apa tata laksana dari penyakit ini?
17. Apa komplikasi dari penyakit ini?
18. Apa prognosis dari penyakit ini?

D. Analisis Masalah

1. Makna klinis cepat lelah dan merasa lemah


Penurunan hemoglobin pada darah menyebabkan pengikatan oksigen di dalam
darah menjadi berkurang juga. Karena kurangnya kandungan oksigen di dalam darah
maka suplai oksigen ke seluruh tubuh tidak maksimal. Hal inilah yang menyebabkan
pasien cepat merasa lelah dan sering merasa lemah.
2. Hubungan umur dan jenis kelamin pasien dengan keluhan pasien
Berdasarkan diskusi kelompok tutorial kami dengan tutor kami, kami
mendapatkan informasi bahwa pasien tidak sedang dalam keadaan hamil dan menstruasi
teratur. Jika tidak sedang hamil dan menstruasi teratur, maka tidak ada hubungan antara
jenis kelamin dan umur dengan keluhan.
3. Makna klinis bersepeda hampir pingsan
Saat bersepeda atau beraktivitas fisik yang berat, tubuh membutuhkan lebih
banyak oksigen. Namun dikarenakan turunnya jumlah hemoglobin, pengikatan oksigen
menjadi berkurang juga, membuat suplai oksigen dalam darah menurun. Hal ini membuat
pasokan darah ke otak berkurang yang membuat rasa lemas dan ingin pingsan pada saat
pasien sedang bersepeda.
4. Makna klinis sering demam
Sering terjadinya demam dikarenakan penurunan jumlah leukosit yang merupakan
system pertahan tubuh di dalam darah terhadap benda asing. Hal inilah yang
menyebabkan sistem imun pada pasien menurun, sehingga pasien mudah sekali
mengalami infeksi. Infeksi yang sering terjadi inilah yang akan menyebabkan demam
yang sangat sering dirasakan oleh pasien.
5. Makna klinis sering epistaksis
Kegagalan sumsum tulang dalam sel-sel darah, yaitu sel trombosit (platelet)
menyebabkan trompositopenia. Trombosit berperan dalam proses pembentukan darah.
Apabila jumlah trombosit berkurang maka waktu perdarahan dan pembekuan darah
penderita menjadi lebih lama dari dalam keaadaan normal sehingga penderita mengalami
epistaksis.
Mekanisme epistaksis :
Trombosit
tendencies

Decreased paltelets
epistaksis.

Decreased clotting ability

bleeding

6. Makna klinis pasien terlihat lebih pucat dari biasanya


Pasien tampak lebih pucat dikarenakan kadar oksigen pada darah menurun. Hal
ini masih berhubungan dengan keluhan pasien yang cepat merasa lelah dan hampir
pingsan pada saat bersepeda. Kadar oksigen yang kurang dalam darah karena turunnya
kadar hemoglobin yang berfungsi untuk mengikat oksigen menyebabkan pasokan darah
ke dalam jaringan jaringan di seluruh tubuh berkurang, sehingga pasien akan tampak
lebih pucat daripada biasanya.
7. Makna klinis hasil pemeriksaan darah rutin
Pada hasil pemeriksaan darah rutin pada pasien, didapatkan hasil bahwa pasien
mengalami trombositopenia, hb rendah, dan lekositopenia. Keadaan ini disebut dengan
pansitopenia yang terjadi karena kelainan pada proses hemopoesis, terutama pada
sumsum tulang yang disebabkan oleh hiposelularitas sumsum tulang.

8. Alur penegakan diagnosis


1. Anamnesis
Nama
Umur
Keluhan utama

:
:
:

Ny.X
30 tahun
sering pingsan

Keluhan tambahan
2. Pemeriksaan fisik
Tanda vital

Konjungtiva
Status perfusi jaringan
Respirasi
Kardiovaskular
Gastrointestinal

epistaksis dan cepat lelah

Suhu : 38c
RR : 20 x/menit
Nadi : 85 x/menit
TD : 120/80 mmHg
Anemis
Pucat
dalam batas normal
dalam batas normal
dalam batas normal

:
:
:
:
:

3. Pemeriksaan Penunjang
Darah Rutin
:

Granulosit
Sumsum Tulang

:
:

1) Hb : 9 gr/dL Terjadi penurunan hemoglobin


dari jumlah normal yaitu 12-16 gr/dL pada wanita.
2) Leukosit : 2000/mm3 Terjadi penurunan
leukosit dari jumlah normal yaitu 4000-10.000/mm3
pada orang dewasa.
3) Trombosit : 90.000/mm3 Terjadi penurunan
trombosit dari jumlah normal yaitu 200.000400.000/mm3.
4) Dif.Count : 400/mm3
Hiposeluler 24%

9. Diagnosis banding dan diagnosis


Penyakit
Anemia Aplastik

Pemeriksaan Fisik
a. Cepat lelah
b. Lemah
c. Mudah pingsan
d. Demam
e. Perdarahan mukosa
f. Pucat

Pemeriksaan Penunjang
a. Pensitopenia
b. sumsum tulang kosong dan
diganti lemak
c. retikulosit menurun

Anemia Defisiensi
Besi

a.
b.
c.
d.
e.

a. feritin serum <30 mg/l


b. TIBC serum meningkat
c. Tahap awal,MCV normal
namun jika berlanjut dapat
menurun
d. Ada gambaran sel mikrositik
hipokrom

cepat lelah
lemah
mudah pingsan
tidak demam
tidak ada perdarahan
mukosa
f. pucat

Anemia
Megaloblastik

a.
b.
c.
d.
e.

cepat lelah
lemah
mudah pingsan
demam
tidak ada perdarahan
mukosa
f. pucat

a. MCV 100 fmol/l


b. Sel darah merah membesar
(makrositik)
c. Kadar B12 serum :
- A. Persinosa : <100pg/ml
- A. Def. As. Folat : normal,tapi
kadar serum as.folat rendah

Anemia Hemolitik

a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.

cepat lelah
lemah
pusing
demam
ikterus
urin coklat
splenomegali

a. penurunan Ht
b. retikulositosis
c. peningkatan bilirubin indirek
dan bilirubin total
d. peningkatan urobilinogen urin
e. eritropoesis hiperaktif sumsum
tulang

Leukemia
Granulositik Kronik

a.
b.
c.
d.

rasa lelah
penurunan berat badan
rasa penuh di perut
mudah mengalami
perdarahan
splenomegali
nyeri tekan pada tulang
dada
hepatomegali
perbedaran KGB
rasa lelah
pucat
nafsu makan hilang
hipertrofi gusi
perdarahan mukosa
nyeri tulang
infeksi
perbesaran KGB
splenomegali
hepatomegali
limfadenopati
splenomegali
hepatomegali
sering terserang infeksi

a.

e.
f.
g.
h.
Leukemia
a.
Mieloblastik Akut
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
Leukemia Limfositik a.
Kronik
b.
c.
d.
Leukemia
Limfoblastik Akut

a. rasa lelah
b. panas/demam tanpa infeksi
c. perdarahan

b.
c.
d.

a.
b.
c.
d.

a.

leukositosis >50.000/mm3
trombositopenia
kadar B12 meningkat
sumsum tulang hiperseluler dan
ditemukan megakarosit
meningkat dan granulopoeisis

leukositosis
eritropoiesis
trombopoiesis
ditemukan sel blas pada
pemeriksaan sitologi

trombositopenia
limfositosis >50.000/mm3
c.
infiltrat oleh limfosit kecil di
sumsum tulang
d.
infiltrat pada organ lainnya
(paru,pleura,kulit)
a. leukositosis
b. leukopenia
c. menurunnya kadar
b.

DBD stadium 3

Keganasan pada
hidung

d.
e.
f.
g.
h.
a.
b.
c.
d.
a.
b.
c.
d.
e.

nyeri tulang dan sendi


penurunan berat badan
ada massa abnormal
splenomegali
hepatomegali
demam berpola
lemas
perdarahan mukosa
splenomegali
Hidung tersumbat
Epistaksis
Rinorea unilateral
Sekret hidung berbau
Nyeri pada hidung

hemoglobin,neutrofil,trombosit
d. ada sel blas dominan pada
pemeriksaan sumsum tulang
a. leukopenia
b. Ht meningat >20%
c. Trombositopenia <100.000
a. Pemeriksaan radiologi untuk
melihat metastasis
b. Biasanya ada destruksi tulang
hidung
c. Pada tomografi menunjukan
perluasan tumor ke jaringan
lunak dan intrakranial
d. Ditemukan tanda keganasan
pada hasil biopsi

Berdasarkan hasil diskusi kelompok tutorial kamu, maka kami menetapkan


diagnosis pada pasien adalah Anemia Aplastik.

10. Definisi
Anemia adalah keadaan saat jumlah sel darah merah atau jumlah hemoglobin
(protein pembawa oksigen) dalam sel darah merah berada di bawah normal. Sel darah
merah mengandung hemoglobin yang memungkinkan mereka mengangkut oksigen dari
paru-paru dan mengantarkannya ke seluruh bagian tubuh. Anemia menyebabkan
berkurangnya jumlah sel darah merah atau jumlah hemoglobin dalam sel darah merah,
sehingga darah tidak dapat mengangkut oksigen dalam jumlah sesuai yang diperlukan
tubuh. Leadaan ini sering menyebabkan energi dalam tubuh menjadi menurun sehingga
terjadi lemah, lesu, lemas, lunglai, dan letih.
Dalam kasus ini, pada pasien terjadi anemia Aplastik. Anemia ini diakibatkan oleh
kegagalan hemopoesis yang ditandai oleh pansitopenia dan aplasia sumsum tulang.
Berikut adalah klasifikasi berdasarkan derajat pansitopenia darah tepi.

Klasifikasi
Anemia Aplastik Tidak Berat

Kriteria
Sumsum tulang hiposeluler
Sitopenia tidak memenuhi kriteria berat

Anemia Aplastik Berat

Anemia Aplastik Sangat Berat

Sumsum tulang hiposeluler (seluleritas < 25%)


Sitopenia 2 seri sel darah.
Hitung neutrofil < 500/L
Hitung trombosit < 20,000/L
Hitung retikulosit < 60,000/L
Kriteria anemia aplastik berat, kecuali hitung
neutrofil < 200/L

11. Etiologi
Sebagian besar kasus anemia aplastik bersifat idiopatik, namun, beberapa hal
yang di anggap sebagai penyebab anemia aplastik adalah radiasi, benzene, kemoterapi,
hipersensitivitas, atau pemberian kloramfenikol dalam dosis yang berlebihan, infeksi
virus hepatitis(jarang), virus ebstein-barr, sitomegalivirus, parvovirus, serta
hemglobinuria paroksismal nokturnall. Anemia aplastik dapat terjadi pada kehamilan
(meski sangat jarang) dan sembuh sendiri setelah partus atau aborsi. Anemia aplastik
dapat bersifat congenital.
12. Epidemiologi
1. Insidensi anemia aplastik bervariasi di seluruh dunia dan berkisar antara 2
sampai 6 kasus per satu juta penduduk/tahun
2. Anemia aplastik yang didapat umumnya muncul pada usia 15-25 tahun
3. Resiko antara pria dan wanita sama
13. Patofisiologi dan patogenesis
Penyebab hampir sebagian besar kasus anemia aplastik bersifat idiopatik dimana
penyebabnya masih belum dapat dipastikan. Namun ada faktor-faktor yang diduga dapat
memicu terjadinya penyakit anemia aplastik ini. Faktor-faktor penyebab yang dimaksud
antara lain:
1. Penyakit kongenital atau menurun seperti anemia fanconi, dyskeratosis
congenital, sindrom Pearson, sindrom Dubowitz dan lain-lain. Diduga penyakitpenyakit ini memiliki kaitan dengan kegagalan sumsum tulang yang
mengakibatkan terjadinya pansitopenia (defisit sel darah). Menurut sumber
referensi yang lain, penyakit-penyakit yang baru saja disebutkan merupakan
bentuk lain dari anemia aplastik. (Hematologi Klinik Ringkas; Prof. Dr. I Made
Bakta).
2. Zat-zat kimia yang sering menjadi penyebab anemia aplastik misalnya benzen,
arsen, insektisida, dan lain-lain. Zat-zat kimia tersebut biasanya terhirup ataupun
terkena (secara kontak kulit) pada seseorang.

3. Obat seperti kloramfenikol diduga dapat menyebabkan anemia aplastik. Misalnya


pemberian kloramfenikol pada bayi sejak berumur 2 3 bulan akan menyebabkan
anemia aplastik setelah berumur 6 tahun. America Medical Association juga telah
membuat daftar obat-obat yang dapat menimbulkan anemia aplastik. Obat-obat
yang dimaksud antara lain: Azathioprine, Karbamazepine, Inhibitor carbonic
anhydrase, Kloramfenikol, Ethosuksimide, Indomethasin, Imunoglobulin limfosit,
Penisilamine, Probenesid, Quinacrine, Obat-obat sulfonamide, Sulfonilurea, Obatobat thiazide, Trimethadione.
4. Radiasi juga dianggap sebagai penyebab anemia aplastik ini karena dapat
mengakibatkan kerusakan pada sel induk ataupun menyebabkan kerusakan pada
lingkungan sel induk. Contoh radiasi yang dimaksud antara lain pajanan sinar X
yang berlebihan ataupun jatuhan radioaktif (misalnya dari ledakan bom nuklir).
Paparan oleh radiasi berenergi tinggi ataupun sedang yang berlangsung lama
dapat menyebabkan kegagalan sumsum tulang akut dan kronis maupun anemia
aplastik.
5. Selain radiasi, infeksi juga dapat menyebabkan anemia aplastik. Misalnya seperti
infeksi virus Hepatitis C, EBV, CMV, parvovirus, HIV, dengue dan lain-lain.

14. Manifestasi klinis


Pada penderita anemia aplastik dapat ditemukan tiga gejala utama yaitu, anemia
(kurang darah merah), trombositopenia (kurang trombosit), dan leukopenia (kurang
leukosit). Ketiga gejala ini disertai dengan gejala-gejala lain yang dapat diklasifikasikan
sebagai berikut:
1. Anemia biasanya ditandai dengan pucat, mudah lelah, lemah, hilang selera
makan, dan palpitasi.
2. Trombositopenia, misalnya: perdarahan gusi, epistaksis, petekia, ekimosa dan
lain-lain.
3. Leukopenia, misalnya: infeksi.
4. Selain itu, hepatosplenomegali dan limfadenopati juga dapat ditemukan pada
penderita anemia aplastik ini meski sangat jarang terjadi.
15. Tatalaksana

Pada kasus anemia yang berat, pendarahan akibat trombositopenia dan infeksi
akibat granulositopenia dan monositopenia memerlukan tatalaksana untuk
menghilangkan kondisi yang potensial mengancam nyawa dan untuk memperbaiki
keadaan pasien. Adapun manajemen awal untuk anemia aplastik, yaitu sebagai berikut :
1) Menghentikan semua obat-obatan atau penggunaan agen kimia yang diduga
menjadi penyebab anemia aplastik
2) Transfusi PRC sesuai kebutuhan bila terdapat anemia berat
3) Transfusi trombosit sesuai kebutuhan jika terdapat perdarahan hebat akibat
trombositopenia
4) Cegah terjadinya infeksi bila terdapat neutropenia berat
5) Bila terdapat infeksi, lakukan kultur mikroorganisme, antibiotik spektrum luas
bila organisme spesifik tidak dapat diidentifikasi, G-CSF pada kasus yang
menakutkan; bila berat badan kurang dan infeksi ada (misalnya oleh bakteri
gram negatif dan jamur) pertimbangkan transfusi granulosit dari donor yang
belum mendapat terapi G-CSF.
Terapi standar untuk anemia aplastik meliputi imunosupresi atau transplantasi
sumsum tulang (TST). Faktor-faktor seperti usia pasien, adanya donor saudara yang
cocok (matched sibling donor) dan faktor-faktor risiko seperti infeksi aktif atau beban
transfusi harus dipertimbangkan untuk menentukan apakah pasien paling baik mendapat
terapi imunosupresif atau transplantasi sumsum tulang. Pasien yang lebih muda
umumnya mentoleransi TST lebih baik dan sedikit mengalam GVHD (Graft Versus Host
Disease). Pasien yang lebih tua dan yang mempunyai komorbiditas biasanya ditawarkan
terapi imunosupresif.
1. Pengobatan suportif
Bila terdapat keluhan akibat anemia, berikan transfusi eritrosit berupa packed red
cell sampai kadar hemoglobin 7-8 g% atau lebih pada orang tua dan pasien dengan
penyakit kardiovaskular. Pada kasus pasien ini kadar hemoglobin pasien sudah mencapai
9gr/dL di mana jumlah hemoglobin sekitar angka ini bisa dikatakan tolerable karena
berdasarkan kadar hemoglobin pasien, oksigenasi ke jaringan sudah baik.
Resiko pendarahan meningkat bila trombosit kurang dari 20.000/mm 3. Transfusi
trombosit diberikan bila terdapat pendarahan atau kadar trombosit dibawah 20.000/mm 3
sebagai profilaksis. Pada mulanya diberikan donor acak. Transfusi trombosit konsentrat
berulang dapat menyebabkan pembentukan zat anti terhadap trombosit donor. Bila terjadi
sensitisasi, donor diganti dengan yang cocok HLA-nya (orang tua atau saudara kandung).
Pemberian transfusi leukosit sebagai profilaksis masih kontroversial daan tidak
dianjurkan karena efek samping yang lebih parah daripada manfaatnya. Masa hidup
leukosit yang ditransfusikan sangat pendek.

2. Terapi imunosupresif
Obat-obatan yang termasuk terapi imunosupresif adalah antithymocyte globuline
(ATG) atau antilymphocyte globulin (ALG) dan siklosporin A (CSA). ATG atau ALG
diindikasikan pada:
1) Anemia aplastik bukan berat
2) Pasien yang tidak mempunyai donor sumsum tulang yang cocok
3) Anemia aplastik berat, yang berumur lebih dari 20 tahun dan pada saat
pengobatan tidak terdapat infeksi atau pendarahan atau dengan granulosit
lebih dari 200/mm3.
Mekanisme kerja TG atau ALG belum diketahui dengan pasti dan mungkin
melalui koreksi terhadap destruksi T-cell immunomediated pada sel asal dan stimulasi
langsung atau tidak langsung terhadap hemopoesis.
Karena merupakan produk bologis, pada terapi ATG dapat terjadi reaksi alergi
ringan sampai berat sehingga perlu diberikan bersama-sama dengan kortikosteroid,
Siklosporin juga diberikan dan proses bekerjanya denga menghambat aktivasi dan
proliferasi preurosir sitotoksik. Protokol pemberian ATG dapat dilihat pada tabel berikut:

Protokol pemberian ATG pada Anemia Aplastik


Dosis test ATG:
ATG 1:1000 diencerkan dengan saline 0,1 cc disuntikkan intradermal pada
lengan dengan saline kontrol 0,1 cc disuntikkan intradermal pada lengan
sebelahnya. Bila tidak ada reaksi anafilaksis ATG dapat diberikan.
Premedikasi untuk ATG (diberikan 30 menit sebelum ATG):
Asetaminofen 650mg peroral
Difenhidramin 50 mg p.o atau IV perbolus
Hidrokortison 50mg IV perbolus
Terapi ATG:
ATG 40g/kg dalam 1000cc NS selma 8-12 jam perhari untuk 4 hari
Obat-obat yang diberikan serentak dengan ATG:
4) Prednison 100mg/mm2 p.o 4x sehari dimulai bersamaan
dengan ATG dan dilanjutkan selama 10-14 hari; kemudian bila
tidak terjadi serum sickness, tappering dosis setiap 2 minggu
5) Siklosporin 5mg/kg/hari p.o diberikan 2x sehari sampai respon
maksimal kemudian diturunkan 1mg/kg atau lebih lambat.

Pasien usis 50 tahun atau lebih mendapatkan dosis siklosporin


40mg/kg. Dosis juga harus diturunkan bila terdapat kerusakan
fungsi ginjal atau peningkatan enzim hati.
Metilprednisolon juga dapat digunakan sebagi ganti prednison. Kombinasi ATG,
siklosporin dan metilprednisolon memberikan angka remisi sebesar 70% pada anemia
aplastik berat. Kombinasi ATG dan metilprednisolon memiliki angka remisi sebesar 46%.
Pemberian dosis tinggi siklofosfamid juga merupakan bentuk terapi
imunosupresif. Pernyataan ini didasarkan karena stem sel hematopoesis memiliki kadar
aldehid dehidrogenase yang tinggi dan relatif resisten terhadap siklofosfamid. Dengan
dasar tersebut, siklofosfamid dalam hal ini lebih bersifat imunosupresif daripada
myelotoksis. Namun, peran obat ini sebagai terapi lini pertama tidak jelas sebab
toksisitasnya mungkin berlebihan yang melebihi daripada kombinasi ATG dan
siklosporin Pemberian dosis tinggi siklofosfamid sering disarankan untuk imunosupresif
yang mencegah relaps. Namun, hal ini belum dikonfirmasi. Sampai kini, studi-studi
dengan siklofosfamid memberikan lama respon lebih dari 1 tahun. Sebaliknya, 75%
respon terhadap ATG adalah demam 3 bulan pertama dan relaps dapat terjadi dalam 1
tahun setelah terapi ATG.
3. Terapi Penyelamatan (Salvage therapies)
Terapi ini antara lain meliputi siklus imunosupresi berulang, pemberian faktorfaktor pertumbuhan hematopoeietik dan pemberian steroid anabolik.
Pasien yang refrakter dengan pengobatan ATG pertama dapat berespon terhadap
siklus imunosupresi ATG ulangan. Pada sebuah penelitian, pasien yang refrakter ATG
kuda tercapai dengan siklus kedua ATG kelinci.
Pemberian faktor-faktor pertumbuhan hematopoetik seperti Granulocyte-Colony
Stimulating Factor (G-CSF) bermanfaat untuk meningkatkan neutrofil, akan tetapi
neutropenia berat akibat anemia aplastik biasanya refrakter. Peningkatan neutrofil oleh
stimulating factor ini juga tidak bertahan lama. Faktor-faktor pertumbuhan hematopoetik
tidak boleh dipakai sebagai satu-satunya modalitas terapi anemia aplastik.
Kombinasi G-CSF dengan terapi imunosupresif telah digunakan untuk terapi
penyelamatan pada kasus-kasus yang refrakter dan pemberiannya yang lama telah
dikaitkan dengan pemulihan hitung darah pada beberapa pasien.
Steroid anabolik seperti androgen dapat merangsang produksi eritropeitin dan selsel induk sumsum tulang. Androgen terbukti bermanfaat untuk anemia aplastik ringan
dan pada anemia aplastik berat biasanya tidak bermanfaat. Androgen digunakan sebagai
terapi penyelamatan untuk pasien yang refrakter terapi imunosupresif.
4. Transplantasi sumsum tulang

Transplantasi sumsum tulang merupakan pilihan utama untuk pasien anemia


aplastik berat berusia muda yang memiliki saudara dengan kecocokan HLA. Akan tetapi,
transplantasi sumsum tulang allogenik tersedia hanya pada sebagian kecil pasien (hanya
sekitar 30% pasien yang mempunyai saudara dengan kecocokan HLA). Batas usia untuk
TST sebagai terapi primer belum dipastikan, namun pasien yang berusia lebih tua 30-35
tahun lebih baik bila mendapatkan terapi imunosupresif karena makin meningkatnya
umur, makin meningkat pula kejadian dan beratnya reaksi penolakan sumsum tulang
donor (GVHD). Pasien dengan usia >40 tahun terbukti memiliki respon yang lebih jelek
dibanding pasien yang berusia muda.
Pasien yang mendapatkan TST memiliki survival yang lebih baik daripada pasien
yang mendapatkan terapi imunosupresif. Pasien dengan umur kurang dari 50 tahun yang
gagal dengan terapi imunosupresif (ATG) maka pemberian TST dapat dipertimbangkan.
Akan tetapi survival pasien yang menerima TST namun telah mendapatkan terapi
imunosupresif lebih jelek daripada yang belum mendapatkan terapi imunosupresif sama
sekali.
Pada pasien yang telah mendapat terapi imunosupresif seringkali diperlukan
transfusi selama beberapa bulan. Transfusi komponen darah tersebut sedapat mungkin
diambil dari donor yang bukan potensial sebagai donor sumsum tulang. Hal ini
diperlukan untuk mencegah reaksi penolakan cangkokan karena antibodi yang terbentuk
akibat transfusi.
Kriteria respon terapi menurut kelompok
Transplantation (EBMT) adalah sebagai berikut:
1)

2)

16. Komplikasi
Sepsis
Perdarahan yang terkendali
Gagal jantung akibat anemia berat
Kegagalan cangkok sumsum tulang (GVHD)
Leukemia akut

17. Prognosis

Bone

Marrow

Remisi komplit: bebas transfusi, granulosit sekurang-kurangnya 2000/mm3


dan trombosit sekurang-kurangnya 100.000/mm3
Remisi sebagian: tidak tergantung pada transfusi, granulosit dibawah
2000/mm3 dan trombosit dibawah 10.000/mm3.

Refrakter: tidak ada perbaikan.

1.
2.
3.
4.
5.

European

1. Berakhir dengan remisi sempurna : hal ini jarang terjadi kecuali bila iatorgenik akibat
kemotrapi atau radiasi
2. Meninggal dalam 1 tahun. Hal ini terjadi pada sebagian besar kasus
3. Bertahan hidup dalam 20 tahun atau lebih

DAFTAR PUSTAKA
1. Price, Sylvia Anderson. 2005. Patophysiology: Clinical Concept of Disease Processes. 6th
Ed. Jakarta: EGC.
2. Sherwood, Laurale. Fisiologi Tubuh Manusia. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
3. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Penerbitan IPD FKUI Pusat. Jakarta. 2007: 627-653.
4. Salonder H. Anemia aplastik. In: Suyono S, Waspadji S, et al (eds). Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid II Edisi Ketiga. Jakarta. Balai Penerbit FKUI, 2001.
5. Bakta, I Made, Prof. Dr. Hematologi Klinik Ringkas. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Jakarta. 2006: 98-110.
6. Bakhshi, Sameer, MD. Oktober 2009. Aplastic Anemia. http://emedicine.com

Anda mungkin juga menyukai