SKENARIO 1
Kelompok Tutorial 7
Tutor : dr. Syafrina Arifin
M Ferdi Juliantama
Meitri Wijaya Kusuma
George Dyland DUW
Anggun Mardalitiya
Joni Kurniawan
Yuni Azoya
Isip Roma Syakura
Yogi Prasetyo
SitiRahmah
Andi Ammar RA
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
G1A113017
G1A113019
G1A113020
G1A100069
G1A113022
G1A113023
G1A113024
G1A113025
G1A113026
G1A113027
A. Skenario
Seorang wanita, 30 tahun, ke poli dengan keluhan cepat lelah dan merasa lemah. Di saat
bersepeda pernah mau pingsan. Sering mengalami demam dan epistaksis. Menurut keluarganya,
dia tampak lebih pucat dari biasanya. Hasil laboratorium menunjukkan Hb 9gr/dl, leukosit
2000/mm3, dan trombosit 90000/mm3.
B. Klarifikasi Istilah
Pingsan
Epistaksis
Pucat
Demam
Hb
Leukosit
Trombosit
C. Identifikasi Masalah
1. Apa makna klinis dari cepat lelah dan merasa lemah?
2. Apa hubungan umur dan jenis kelamin pasien dengan keluhan pasien?
3. Apa makna klinis pasien bersepeda dan hamper pingsan?
4. Apa makna klinis pasien sering mengalami demam?
5. Apa makna klinis pasien sering mengalami epistaksis?
6. Apa makna klinis pasien tampak lebih pucat dari biasanya?
7. Apa makna kllinis hasil pemeriksaan darah rutin pada pasien?
8. Alur diagnosis pada penyakit pasien?
9. Apa diagnosis banding dari kasus ini?
10. Apa diagnosis dari kasus ini?
11. Apa definisi dari penyakit ini?
12. Apa etiologi dari penyakit ini?
13. Apa epidemiologi dari penyakit ini?
14. Apa patofisiologis dan patogenesis dari penyakit ini?
15. Apa manifestasi klinis dari penyakit ini?
16. Apa tata laksana dari penyakit ini?
17. Apa komplikasi dari penyakit ini?
18. Apa prognosis dari penyakit ini?
D. Analisis Masalah
Decreased paltelets
epistaksis.
bleeding
:
:
:
Ny.X
30 tahun
sering pingsan
Keluhan tambahan
2. Pemeriksaan fisik
Tanda vital
Konjungtiva
Status perfusi jaringan
Respirasi
Kardiovaskular
Gastrointestinal
Suhu : 38c
RR : 20 x/menit
Nadi : 85 x/menit
TD : 120/80 mmHg
Anemis
Pucat
dalam batas normal
dalam batas normal
dalam batas normal
:
:
:
:
:
3. Pemeriksaan Penunjang
Darah Rutin
:
Granulosit
Sumsum Tulang
:
:
Pemeriksaan Fisik
a. Cepat lelah
b. Lemah
c. Mudah pingsan
d. Demam
e. Perdarahan mukosa
f. Pucat
Pemeriksaan Penunjang
a. Pensitopenia
b. sumsum tulang kosong dan
diganti lemak
c. retikulosit menurun
Anemia Defisiensi
Besi
a.
b.
c.
d.
e.
cepat lelah
lemah
mudah pingsan
tidak demam
tidak ada perdarahan
mukosa
f. pucat
Anemia
Megaloblastik
a.
b.
c.
d.
e.
cepat lelah
lemah
mudah pingsan
demam
tidak ada perdarahan
mukosa
f. pucat
Anemia Hemolitik
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
cepat lelah
lemah
pusing
demam
ikterus
urin coklat
splenomegali
a. penurunan Ht
b. retikulositosis
c. peningkatan bilirubin indirek
dan bilirubin total
d. peningkatan urobilinogen urin
e. eritropoesis hiperaktif sumsum
tulang
Leukemia
Granulositik Kronik
a.
b.
c.
d.
rasa lelah
penurunan berat badan
rasa penuh di perut
mudah mengalami
perdarahan
splenomegali
nyeri tekan pada tulang
dada
hepatomegali
perbedaran KGB
rasa lelah
pucat
nafsu makan hilang
hipertrofi gusi
perdarahan mukosa
nyeri tulang
infeksi
perbesaran KGB
splenomegali
hepatomegali
limfadenopati
splenomegali
hepatomegali
sering terserang infeksi
a.
e.
f.
g.
h.
Leukemia
a.
Mieloblastik Akut
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
Leukemia Limfositik a.
Kronik
b.
c.
d.
Leukemia
Limfoblastik Akut
a. rasa lelah
b. panas/demam tanpa infeksi
c. perdarahan
b.
c.
d.
a.
b.
c.
d.
a.
leukositosis >50.000/mm3
trombositopenia
kadar B12 meningkat
sumsum tulang hiperseluler dan
ditemukan megakarosit
meningkat dan granulopoeisis
leukositosis
eritropoiesis
trombopoiesis
ditemukan sel blas pada
pemeriksaan sitologi
trombositopenia
limfositosis >50.000/mm3
c.
infiltrat oleh limfosit kecil di
sumsum tulang
d.
infiltrat pada organ lainnya
(paru,pleura,kulit)
a. leukositosis
b. leukopenia
c. menurunnya kadar
b.
DBD stadium 3
Keganasan pada
hidung
d.
e.
f.
g.
h.
a.
b.
c.
d.
a.
b.
c.
d.
e.
hemoglobin,neutrofil,trombosit
d. ada sel blas dominan pada
pemeriksaan sumsum tulang
a. leukopenia
b. Ht meningat >20%
c. Trombositopenia <100.000
a. Pemeriksaan radiologi untuk
melihat metastasis
b. Biasanya ada destruksi tulang
hidung
c. Pada tomografi menunjukan
perluasan tumor ke jaringan
lunak dan intrakranial
d. Ditemukan tanda keganasan
pada hasil biopsi
10. Definisi
Anemia adalah keadaan saat jumlah sel darah merah atau jumlah hemoglobin
(protein pembawa oksigen) dalam sel darah merah berada di bawah normal. Sel darah
merah mengandung hemoglobin yang memungkinkan mereka mengangkut oksigen dari
paru-paru dan mengantarkannya ke seluruh bagian tubuh. Anemia menyebabkan
berkurangnya jumlah sel darah merah atau jumlah hemoglobin dalam sel darah merah,
sehingga darah tidak dapat mengangkut oksigen dalam jumlah sesuai yang diperlukan
tubuh. Leadaan ini sering menyebabkan energi dalam tubuh menjadi menurun sehingga
terjadi lemah, lesu, lemas, lunglai, dan letih.
Dalam kasus ini, pada pasien terjadi anemia Aplastik. Anemia ini diakibatkan oleh
kegagalan hemopoesis yang ditandai oleh pansitopenia dan aplasia sumsum tulang.
Berikut adalah klasifikasi berdasarkan derajat pansitopenia darah tepi.
Klasifikasi
Anemia Aplastik Tidak Berat
Kriteria
Sumsum tulang hiposeluler
Sitopenia tidak memenuhi kriteria berat
11. Etiologi
Sebagian besar kasus anemia aplastik bersifat idiopatik, namun, beberapa hal
yang di anggap sebagai penyebab anemia aplastik adalah radiasi, benzene, kemoterapi,
hipersensitivitas, atau pemberian kloramfenikol dalam dosis yang berlebihan, infeksi
virus hepatitis(jarang), virus ebstein-barr, sitomegalivirus, parvovirus, serta
hemglobinuria paroksismal nokturnall. Anemia aplastik dapat terjadi pada kehamilan
(meski sangat jarang) dan sembuh sendiri setelah partus atau aborsi. Anemia aplastik
dapat bersifat congenital.
12. Epidemiologi
1. Insidensi anemia aplastik bervariasi di seluruh dunia dan berkisar antara 2
sampai 6 kasus per satu juta penduduk/tahun
2. Anemia aplastik yang didapat umumnya muncul pada usia 15-25 tahun
3. Resiko antara pria dan wanita sama
13. Patofisiologi dan patogenesis
Penyebab hampir sebagian besar kasus anemia aplastik bersifat idiopatik dimana
penyebabnya masih belum dapat dipastikan. Namun ada faktor-faktor yang diduga dapat
memicu terjadinya penyakit anemia aplastik ini. Faktor-faktor penyebab yang dimaksud
antara lain:
1. Penyakit kongenital atau menurun seperti anemia fanconi, dyskeratosis
congenital, sindrom Pearson, sindrom Dubowitz dan lain-lain. Diduga penyakitpenyakit ini memiliki kaitan dengan kegagalan sumsum tulang yang
mengakibatkan terjadinya pansitopenia (defisit sel darah). Menurut sumber
referensi yang lain, penyakit-penyakit yang baru saja disebutkan merupakan
bentuk lain dari anemia aplastik. (Hematologi Klinik Ringkas; Prof. Dr. I Made
Bakta).
2. Zat-zat kimia yang sering menjadi penyebab anemia aplastik misalnya benzen,
arsen, insektisida, dan lain-lain. Zat-zat kimia tersebut biasanya terhirup ataupun
terkena (secara kontak kulit) pada seseorang.
Pada kasus anemia yang berat, pendarahan akibat trombositopenia dan infeksi
akibat granulositopenia dan monositopenia memerlukan tatalaksana untuk
menghilangkan kondisi yang potensial mengancam nyawa dan untuk memperbaiki
keadaan pasien. Adapun manajemen awal untuk anemia aplastik, yaitu sebagai berikut :
1) Menghentikan semua obat-obatan atau penggunaan agen kimia yang diduga
menjadi penyebab anemia aplastik
2) Transfusi PRC sesuai kebutuhan bila terdapat anemia berat
3) Transfusi trombosit sesuai kebutuhan jika terdapat perdarahan hebat akibat
trombositopenia
4) Cegah terjadinya infeksi bila terdapat neutropenia berat
5) Bila terdapat infeksi, lakukan kultur mikroorganisme, antibiotik spektrum luas
bila organisme spesifik tidak dapat diidentifikasi, G-CSF pada kasus yang
menakutkan; bila berat badan kurang dan infeksi ada (misalnya oleh bakteri
gram negatif dan jamur) pertimbangkan transfusi granulosit dari donor yang
belum mendapat terapi G-CSF.
Terapi standar untuk anemia aplastik meliputi imunosupresi atau transplantasi
sumsum tulang (TST). Faktor-faktor seperti usia pasien, adanya donor saudara yang
cocok (matched sibling donor) dan faktor-faktor risiko seperti infeksi aktif atau beban
transfusi harus dipertimbangkan untuk menentukan apakah pasien paling baik mendapat
terapi imunosupresif atau transplantasi sumsum tulang. Pasien yang lebih muda
umumnya mentoleransi TST lebih baik dan sedikit mengalam GVHD (Graft Versus Host
Disease). Pasien yang lebih tua dan yang mempunyai komorbiditas biasanya ditawarkan
terapi imunosupresif.
1. Pengobatan suportif
Bila terdapat keluhan akibat anemia, berikan transfusi eritrosit berupa packed red
cell sampai kadar hemoglobin 7-8 g% atau lebih pada orang tua dan pasien dengan
penyakit kardiovaskular. Pada kasus pasien ini kadar hemoglobin pasien sudah mencapai
9gr/dL di mana jumlah hemoglobin sekitar angka ini bisa dikatakan tolerable karena
berdasarkan kadar hemoglobin pasien, oksigenasi ke jaringan sudah baik.
Resiko pendarahan meningkat bila trombosit kurang dari 20.000/mm 3. Transfusi
trombosit diberikan bila terdapat pendarahan atau kadar trombosit dibawah 20.000/mm 3
sebagai profilaksis. Pada mulanya diberikan donor acak. Transfusi trombosit konsentrat
berulang dapat menyebabkan pembentukan zat anti terhadap trombosit donor. Bila terjadi
sensitisasi, donor diganti dengan yang cocok HLA-nya (orang tua atau saudara kandung).
Pemberian transfusi leukosit sebagai profilaksis masih kontroversial daan tidak
dianjurkan karena efek samping yang lebih parah daripada manfaatnya. Masa hidup
leukosit yang ditransfusikan sangat pendek.
2. Terapi imunosupresif
Obat-obatan yang termasuk terapi imunosupresif adalah antithymocyte globuline
(ATG) atau antilymphocyte globulin (ALG) dan siklosporin A (CSA). ATG atau ALG
diindikasikan pada:
1) Anemia aplastik bukan berat
2) Pasien yang tidak mempunyai donor sumsum tulang yang cocok
3) Anemia aplastik berat, yang berumur lebih dari 20 tahun dan pada saat
pengobatan tidak terdapat infeksi atau pendarahan atau dengan granulosit
lebih dari 200/mm3.
Mekanisme kerja TG atau ALG belum diketahui dengan pasti dan mungkin
melalui koreksi terhadap destruksi T-cell immunomediated pada sel asal dan stimulasi
langsung atau tidak langsung terhadap hemopoesis.
Karena merupakan produk bologis, pada terapi ATG dapat terjadi reaksi alergi
ringan sampai berat sehingga perlu diberikan bersama-sama dengan kortikosteroid,
Siklosporin juga diberikan dan proses bekerjanya denga menghambat aktivasi dan
proliferasi preurosir sitotoksik. Protokol pemberian ATG dapat dilihat pada tabel berikut:
2)
16. Komplikasi
Sepsis
Perdarahan yang terkendali
Gagal jantung akibat anemia berat
Kegagalan cangkok sumsum tulang (GVHD)
Leukemia akut
17. Prognosis
Bone
Marrow
1.
2.
3.
4.
5.
European
1. Berakhir dengan remisi sempurna : hal ini jarang terjadi kecuali bila iatorgenik akibat
kemotrapi atau radiasi
2. Meninggal dalam 1 tahun. Hal ini terjadi pada sebagian besar kasus
3. Bertahan hidup dalam 20 tahun atau lebih
DAFTAR PUSTAKA
1. Price, Sylvia Anderson. 2005. Patophysiology: Clinical Concept of Disease Processes. 6th
Ed. Jakarta: EGC.
2. Sherwood, Laurale. Fisiologi Tubuh Manusia. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
3. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Penerbitan IPD FKUI Pusat. Jakarta. 2007: 627-653.
4. Salonder H. Anemia aplastik. In: Suyono S, Waspadji S, et al (eds). Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid II Edisi Ketiga. Jakarta. Balai Penerbit FKUI, 2001.
5. Bakta, I Made, Prof. Dr. Hematologi Klinik Ringkas. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Jakarta. 2006: 98-110.
6. Bakhshi, Sameer, MD. Oktober 2009. Aplastic Anemia. http://emedicine.com