PENDAHULUAN
1.1
LATAR BELAKANG
Salah satu penyakit penyebab kematian utama yang disebabkan oleh
Treatment
Shortcourse).
World
Health
Organization
(WHO)
mikobakteria,
berkurangnya
daya
bakterisid
obat
yang
ada,
1.2
RUMUSAN MASALAH
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
1.3
TUJUAN MASALAH
1. Agar mahasiswa dapat mengetahui dan memahami penyakit tuberkulosis
(TB).
2. Agar mahasiswa
dapat
tuberkulosis (TB).
3. Agar mahasiswa
mengetahui
mengetahui
etiologi
epidemiologi
dari
penyakit
(penyebab)
dari
penyakit
tuberkulosis (TB).
4. Mahasiswa dapat mengenal serta mengetahui morfologi dan struktur dari
mikroba penyebab penyakit tuberkulosis (TB).
5. Agar mahasiswa memahami cara penularan dari penyakit tuberkulosis
(TB).
6. Agar mahasiswa mengetahui apa saja gejala yang ditimbulkan dari
penyakit tuberkulosis (TB).
7. Mahasiswa dapat mengerti dan memahami patofisiologi dari penyakit
tuberkulosis (TB).
8. Mahasiswa dapat
mengetahui
pembagian
(klasifikasi)
penyakit
tuberkulosis (TB).
9. Agar mahasiswa mengetahui dan memahami diagnosa yang dapat
dilakukan untuk menetapkan seseorang mengidap penyakit tuberkulosis
(TB).
10. Agar mahasiswa dapat mengetahui cara penanggulangan dari penyakit
tuberkulosis (TB).
11. Agar mahasiswa mengetahui obat apa saja yang dapat diberikan untuk
terapi penyakit tuberkulosis (TB).
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Mycobacterium tuberculosis. Kuman batang tahan aerobic dan tahan asam ini
paru,
dengan
agen
infeksius
utama
(yang
menyebabkan)
tuberculosis yaitu melalui droplet nukles, kemudian dihirup oleh manusia dan
menginfeksi (Depkes RI, 2002).
2.4
melengkung, tidak berspora dan tidak berkapsul. Bakteri ini berukuran lebar 0,30,6 mm dan panjang 1-4 mm. Dinding M. tuberculosis sangat kompleks, dimana
terdiri dari lapisan lemak cukup tinggi (60 %). Penyusun utama dinding sel M.
tuberculosis adalah asam mikolat, lilin kompleks (complex-waxes), trehalosa
dimikolat yang disebut cord factor, dan mycobacterial sulfolipids yang berperan
dalam virulensi. Asam mikolat merupakan asam lemak berantai panjang (C60C90) yang dihubungkan dengan arabinogalaktan oleh ikatan glikolipid dan
dengan peptidoglikan oleh jembatan fosfodiester. Unsur lain yang terdapat pada
dinding sel bakteri tersebut adalah polisakarida, seperti arabinogalaktan dan
arabinomanan. Struktur dinding sel yang kompleks tersebut menyebabkan bakteri
M. tuberculosis bersifat tahan asam, yaitu apabila sekali diwarnai akan tetap tahan
terhadap upaya penghilangan zat warna tersebut dengan larutan asam-alkohol.
Komponen antigen ditemukan di dinding sel dan sitoplasma, yaitu
komponen lipid, polisakarida dan protein. Karakteristik antigen M. tuberculosis
dapat diidentifikasi dengan menggunakan antibodi monoklonal. Saat ini, telah
dikenal purified antigens dengan berat molekul 14 kDa (kiloDalton), 19 kDa, 38
kDa, 65 kDa yang memberikan sensitivity dan spesifisiti yang bervariasi dalam
mendiagnosis TB. Ada juga yang menggolongkan antigen M. tuberculosis dalam
kelompok antigen yang disekresi dan yang tidak disekresi (somatik). Antigen
yang disekresi hanya dihasilkan oleh basil yang hidup, contohnya adalah antigen
30.000 a, protein MTP 40, dan lain lain.
2.5
2.6
GEJALA TUBERKULOSIS
Gejala utamanya berupa batuk terus menerus dan berdahak selama tiga
minggu atau lebih. Adapun gejala lainnya yang dapat terjadi antara lain :
1. Batuk bercampur darah
Terjadi karena adanya iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan
untuk membuang produk radang. Sifat batuk dimulai dari batuk kering
2.7
dapat juga berjalan terus dan bakteri terus difagosit atau berkembang biak, dalam
sel basil juga menyebar melalui gestasi bening reginal. Makrofag yang
mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu, sehingga
membentuk sel tuberkel epiteloid yang dikelilingi oleh limfosit, nekrosis bagian
sentral lesi yang memberikan gambaran yang relatif padat dan seperti keju-lesi
nekrosis kaseora dan jaringan granulasi di sekitarnya, terdiri dari sel epiteloid dan
fibrosis menimbulkan respon berbeda, jaringan granulasi menjadi lebih fibrasi
membentuk jaringan parut akhirnya akan membentuk suatu kapsul yang
mengelilingi tuberkel. Lesi primer paru-paru dinamakan fokus gholi dengan
gabungan terserangnya kelenjar getah bening regional dari lesi primer dinamakan
komplet ghon dengan mengalami pengapuran. Respon lain yang dapat terjadi
pada daerah nekrosis adalah pencairan, dimana bahan cairan lepas ke dalam
bronkus dengan menimbulkan kapiler materi tuberkel yang dilepaskan dari
dinding kavitis akan masuk ke dalam percabangan keobronkial. Proses ini dapat
terulang kembali di bagian lain dari paru-paru atau basil dapat terbawa sampai ke
laring, telinga tengah atau usus.
Kavitis untuk kecil dapat menutup sekalipun tanpa pengobatan dengan
meninggalkan jaringan parut yang terdapat dekat dengan perbatasan bronkus
rongga. Bahan perkijaan dapat mengontrol, sehingga tidak dapat mengalir melalui
saluran penghubung, sehingga kavitasi penuh dengan bahan perkijuan dan lesi
mirip dengan lesi berkapsul yang terlepas. Keadaan ini dapat tidak menimbulkan
gejala dalam waktu lama, dan membentuk lagi hubungan dengan bronkus dan
menjadi limpal peradangan aktif.
Penyakit dapat menyebar melalui getah bening atau pembuluh darah.
Organisme atau lobus dari kelenjar getah bening akan mencapai aliran darah
dalam jumlah kecil, yang kadang-kadang dapat menimbulkan lesi pada berbagai
organ lain. Jenis penyebaran ini dikenal sebagai penyebaran limfo hematogen
yang biasanya sembuh dengan sendirinya, dimana penyebaran ini terjadi apabila
fokus nekrotik merusak pembuluh darah, sehingga banyak organisme masuk ke
dalam sistem vaskuler dan tersebar ke organ-organ tubuh (Price & Wilson, 2005).
10
2.8
tuberkulosis aktif
Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA
positif dan biakan positif
diperiksa
2. Berdasarkan Tipe Penderita
Tipe penderita ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya.
Ada beberapa tipe penderita yaitu :
a. Kasus baru
11
perburukan
f. Kasus kronik
Adalah penderita dengan hasil pemeriksaan dahak BTA masih
positif setelah selesai pengobatan ulang kategori 2 dengan
pengawasan yang baik
g.
Kasus bekas TB
12
negatif
dan
gambaran
radiologik
paru
2.8.2
13
2.9
Pemeriksaan Jasmani
Pada tuberkulosis paru, kelainan yang didapat tergantung luas kelainan
Pemeriksaan Bakteriologi
Pemeriksaan
bakteriologi
untuk
menemukan
kuman
tuberkulosis
14
Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan standar ialah foto toraks. Pemeriksaan lain atas indikasi dapat
berupa foto lateral, top lordotik, oblik, CT-Scan. Pada pemeriksaan foto toraks,
tuberkulosis dapat memberi gambaran bermacam-macam bentuk (multiform).
4.
Pemeriksaan BACTEC
Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan teknik yang lebih terbaru yang
termasuk DNA M. Tuberkulosis. Salah satu masalah dalam pelaksanaan teknik ini
adalah kemungkinan kontaminasi. Hasil pemeriksaan PCR dapat membantu untuk
menegakkan diagnosis sepanjang pemeriksaan tersebut dikerjakan dengan cara
benar dan sesuai dengan standar internasional.
Pada tuberkulosis pasca primer, penyebaran kuman terjadi secara
bronkogen, sehingga penggunaan sampel darah untuk uji PCR tidak disarankan.
15
Sebaliknya, bila sampel yang diperiksa merupakan dahak dari penderita yang
dicurigai menderita tuberkulosis paru, masih ada beberapa faktor yang perlu
dipertimbangkan
sebelum
menggunakan
PCR
sebagai
sarana
diagnosis
tuberkulosis paru.
6.
Pemeriksaan Serologi
Pemeriksaan serologi dapat dilakukan dengan beberapa metode seperti
dibawah ini :
a) Enzym Linked Immunsorbent Assay (ELISA)
Teknik ini merupakan salah satu uji serologi yang dapat
mendeteksi respons humoral berupa proses antigen antibodi yang terjadi.
Kelemahan utama dari teknik ELISA ini adalah pengenceran serum yang
tinggi dan perlu dilakukan untuk mencegah ikatan nonspesifik dari
immunoglobulin manusia pada plastik.
b) ICT (Immun Chromatografic Tuberculosis)
Uji ICT adalah uji serologi untuk mendeteksi antibodi M.
Tuberkulosis dalam serum. Uji ini merupakan uji diagnostik tuberkulosis
yang menggunakan 5 antigen spesifik yang berasal dari membrane
sitoplasma M. Tuberculosis.
c) Mycodot
Uji ini mendeteksi antibodi antimikobakterial di dalam tubuh
manusia. Uji ini menggunakan antigen lipoarabinomanan yang ditempel
dengan alat yang berbentuk sisir plastik.
d) Uji peroksidase anti peroksidase
Uji ini merupakan salah satu jenis uji yang mendeteksi reaksi
serologi yang terjadi.
e) Uji serologi yang baru/IgG TB
Uji ini adalah salah satu pemeriksaan serologi dengan cara
mendeteksi antibodi IgG dengan antigen spesifik untuk M. Tuberculosis.
Di luar negeri, metode ini lebih sering digunakan untuk mendiagnosa TB
ekstra paru, tetapi kurang baik untuk diagnosa TB pada anak.
7.
Pemeriksaan Darah
16
Uji Tuberkulin
Uji tuberkulin yang positif menunjukkan adanya infeksi tuberkulosis. Di
Indonesia, dengan prevalens tuberkulosis yang tinggi, uji tuberkulin sebagai alat
bantu diagnostik penyakit kurang berarti pada orang dewasa. Uji ini akan
berfungsi bila didapatkan konversi, hasil uji positif yang didapat besar. Pada
malnutrisi dan infeksi HIV, uji tuberkulin dapat memberikan hasil negatif.
2.10
Terapi Nonfarmakologi
Intervensi Non farmakologis bertujuan untuk :
1.
2.
17
3.
TB melalui fasilitas yang terkait. Semua pekerja tersebut harus mengetahui dan
mengikuti pedoman pengendalian infeksi masing-masing lembaga. Ini termasuk
menggunakan alat pelindung diri, termasuk pemasangan respirator dengan benar,
dan menutup pintu untuk ruangan "tekanan negatif". Isolasi rumah sakit kamar ini
menarik udara dari daerah sekitarnya daripada memasukkan udara (dan M.
tuberculosis) ke daerah-daerah lainnya. Udara dari ruang isolasi dapat dibersihkan
melalui lampu ultraviolet dan kemudian dibuang dengan aman di luar. Namun,
ruang isolasi ini akan bekerja dengan baik jika pintu ditutup.
Pasien TB lemah mungkin memerlukan terapi untuk medis lainnya
masalah, termasuk penyalahgunaan zat dan infeksi HIV, dan beberapa mungkin
membutuhkan dukungan nutrisi. Oleh karena itu, dokter yang terlibat dalam
rehabilitasi penyalahgunaan zat dan jasa dukungan nutrisi harus akrab dengan
kebutuhan pasien TB. Pembedahan mungkin diperlukan untuk menghilangkan
jaringan hancur paru, ruang menempati lesi yang terinfeksi (TBC), dan lesi paru
tertentu.
Vaksin terhadap TB termasuk BCG dan M.vaccae. Namun, vaksin ini adalah nilai
terbatas, dan tidak dapat mencegah infeksi oleh M. tuberculosis. BCG (dibahas di
bawah) dapat mencegah bentuk ekstrim TB pada bayi, sedangkan M. vaccae tidak
dapat direkomendasikan.
2.
Terapi Farmakologi
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase, yaitu fase intensif (2-3
bulan) dan fase lanjutan (4 atau 7 bulan). Paduan obat yang digunakan terdiri dari
paduan obat utama dan tambahan.
18
19
Kemasan
1. ISONIAZIDA (H)
Indikasi. Obat ini diindikasikan untuk terapi semua bentuk
tuberkulosis aktif, disebabkan kuman yang peka dan untuk
profilaksis orang berisiko tinggi mendapatkan infeksi. Dapat
hati
akut,
terjamin).
Kerja Obat. Bersifat bakterisid, dapat membunuh 90% populasi
kuman dalam beberapa hari pertama pengobatan.
Efektif terhadap kuman dalam keadaan metabolik aktif, yaitu
konvulsi.
Perlu dilakukan monitoring bagi peminum alkohol karena
menyebabkan hepatitis, penderita yang mengalami penyakit hati
20
kronis aktif dan gagal ginjal, penderita berusia lebih dari 35 tahun,
kehamilan, pemakaian obat injeksi dan penderita dengan seropositif
HIV. Disarankan menggunakan Piridoksin 10-2 mg untuk
mencegah reaksi adversus.
Overdosis. Gejala yang timbul 30 menit sampai 3 jam setelah
pemakaian berupa
gangguan
mual,
penglihatan
muntah,
kesulitan
berbicara,
2. RIFAMPISIN
Indikasi Di Indikasikan
maupun ulang
Kerja Obat Bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman
3. PIRAZINAMIDA
Indikasi Digunakan untuk terapi tuberkulosis dalam kombinasi
hipersensitivitas.
Kerja Obat Bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman yang
berada dalam sel dengan suasana asam.
21
kombinasi.
Obat ini dapat menghambat ekskresi asam urat dari ginjal
sehingga menimbulkan hiperurikemia. Jadi penderita yang diobati
4.
ETAMBUTOL
Indikasi. Etambutol
digunakan
sebagai
terapi
kombinasi
neuritis optik.
Kerja Obat. Bersifat bakteriostatik, dengan menekan pertumbuhan
seperti
22
5. STREPTOMISIN
Indikasi. Sebagai kombinasi pada pengobatan TB bersama
isoniazid, Rifampisin, dan pirazinamid, atau untuk penderita yang
aminoglikosida lainnya.
Kerja Obat
Bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman
yang
Peringatan
Streptomisin
hati
untuk
penggunaan
23
Dosis
(Mg/KgBB
/Hari)
Dosis yg dianjurkan
R
H
Z
8-12
4-6
20-30
Harian (mg/
kgBB/hari)
10
5
25
15-20
15
30
15-18
15
15
Intermitten (mg/Kg/BB/kali)
10
10
35
Dosis
Maks
(mg)
600
300
1000
750
Sesuai
BB
1000
1500
750
10
24
Harian
3x/minggu
RHZE
150/75/400/275
2
RHZ
150/75/400
2
RHZ
150/150/500
2
BB
30-37
Fase lanjutan
4 bulan
Haria
3x/minggu
n
RH
RH
150/75
150/150
2
2
38-54
55-70
>71
25
TB paru (kasus baru), dimana BTA negatif dan pada foto toraks lesi
minimal, yaitu berupa :
Paduan obat yang dianjurkan, yakni :
o 2 RHZE/4RH, atau
o 6 RHE, atau
o 2 RHZE/4R3H3.
TB paru kasus kambuh, yaitu berupa :
Sebelum ada hasil uji resistensi dapat diberikan 2 RHZES/1
RHZE. Fase lanjutan sesuai dengan hasil uji resistensi. Bila tidak
terdapat hasil uji resistensi, dapat diberikan obat RHE selama 5 bulan.
TB paru kasus gagal pengobatan, yaitu berupa :
Sebelum ada hasil uji resistensi, seharusnya diberikan obat lini
2 (contoh paduan : 3-6 bulan kanamisin, ofloksasin, etionamid,
sikloserin, dan dilanjutkan 15-18 bulan ofloksasin, etionamid,
sikloserin). Dalam keadaan tidak memungkinkan pada fase awal, dapat
diberikan 2 RHZES/1 RHZE. Fase lanjutan sesuai dengan hasil uji
resistensi. Bila tidak terdapat hasil uji resistensi, dapat diberikan obat
RHE selama 5 bulan.
Dapat
pula
dipertimbangkan
tindakan
bedah
untuk
26
obat yang lebih kuat dan jangka waktu pengobatan yang lebih
lama.
Bila BTA negatif; gambaran foto toraks positif TB aktif, maka
pengobatan diteruskan.
Jika memungkinkan, seharusnya diperiksa uji resistensi terhadap
OAT.
TB paru kasus kronik, yaitu berupa :
Pengobatan TB paru kasus kronik, jika belum ada hasil uji
resistensi, berikan RHZES. Jika telah ada hasil uji resistensi,
sesuaikan dengan hasil uji resistensi (minimal terdapat 4 macam
OAT yang masih sensitif), ditambah dengan obat lini 2, seperti
kuinolon, betalaktam, makrolid, dll. Pengobatan dilakukan minimal
18 bulan.
Jika tidak mampu dapat diberikan INH seumur hidup.
Pertimbangkan pembedahan untuk meningkatkan kemungkinan
penyembuhan.
Kasus TB paru kronik perlu dirujuk ke dokter spesialis paru.
I
II
Kasus
-. TB paru BTA
+,
BTA -, lesi luas
- Kambuh
- Gagal
Keterangan
27
Bila
streptomisin
pengobatan
II
III
IV
IV
- TB paru putus
berobat
- Kronik
- MDR TB
alergi, dapat
diganti
kanamisin
28
Efek samping yang terjadi dapat ringan atau berat (terlihat pada
tabel 4), bila efek samping ringan dan dapat diatasi dengan obat
simptomatis, maka pemberian OAT dapat dilanjutkan.
2. Rifampisin
Efek samping ringan yang dapat terjadi dan hanya memerlukan
pengobatan simptomatis, ialah :
Sindrom flu, berupa demam, menggigil dan nyeri tulang.
Sindrom perut, berupa sakit perut, mual, tidak nafsu makan,
muntah kadang-kadang diare.
Sindrom kulit, seperti gatal-gatal kemerahan.
Efek samping yang berat, tetapi jarang terjadi, ialah :
Hepatitis imbas obat atau ikterik, bila terjadi hal tersebut, OAT
harus distop dahulu dan penatalaksanaan dilakukan sesuai
pedoman TB pada keadaan khusus.
Purpura, anemia hemolitik yang akut, syok dan gagal ginjal. Bila
salah satu dari gejala ini terjadi, rifampisin harus segera dihentikan
dan jangan diberikan lagi, walaupun gejalanya telah menghilang.
Sindrom respirasi yang ditandai dengan sesak napas.
Rifampisin dapat menyebabkan warna merah pada air seni,
keringat, air mata dan air liur. Warna merah tersebut terjadi karena
proses metabolisme obat dan tidak berbahaya. Hal ini harus
diberitahukan kepada pasien, agar mereka mengerti dan tidak perlu
khawatir.
3. Pirazinamid
Efek samping utamanya adalah hepatitis imbas obat (untuk
penatalaksanaan dilakukan sesuai pedoman TB pada keadaan khusus).
Nyeri sendi juga dapat terjadi (dapat diberi aspirin) dan kadang-kadang
dapat menyebabkan serangan arthritis Gout, hal ini kemungkinan
disebabkan karena berkurangnya ekskresi dan terjadi penimbunan
asam urat. Kadang-kadang, terjadi reaksi demam, mual, kemerahan
dan reaksi kulit yang lain.
4. Etambutol
29
30
Kemungkinan Penyebab
Tatalaksana
OAT diteruskan
Rifampisin
Pyrazinamid
INH
Rifampisin
Hentikan obat
Semua jenis OAT
Streptomisin
Streptomisin dihentikan
Streptomisin
Streptomisin dihentikan
Etambutol
Hentikan etambutol
Rifampisin
Hentikan rifampisin
D. PENGOBATAN SUPORTIF/SIMPTOMATIK
Pada pengobatan pasien TB, perlu diperhatikan keadaan klinisnya.
Bila keadaan klinis baik dan tidak ada indikasi rawat, pasien dapat
dibeikan rawat jalan. Selain OAT, kadang perlu pengobatan tambahan atau
suportif/simptomatis untuk meningkatkan daya tahan tubuh atau mengatasi
gejala/keluhan.
Pasien rawat jalan, berupa :
Makan makanan yang bergizi, bila dianggap perlu dapat diberikan
1.
31
Bila perlu dapat diberikan obat untuk mengatasi gejala batuk, sesak
2.
E. TERAPI PEMBEDAHAN
lndikasi operasi yakni :
1.
Indikasi mutlak, dimana :
Semua pasien yang telah mendapat OAT adekuat, tetapi dahak
tetap positif.
Pasien batuk darah yang massif, tidak dapat diatasi dengan cara
konservatif.
Pasien dengan fistula bronkopleura dan empiema yang tidak dapat
2.
32
Punksi pleura.
Pemasangan WSD (Water Sealed Drainage).
F. EVALUASI PENGOBATAN
Evaluasi pasien meliputi evaluasi klinis, bakteriologi, radiologi,
dan efek samping obat, serta evaluasi keteraturan berobat.
1.
Evaluasi klinik :
Pasien dievaluasi setiap 2 minggu pada 1 bulan pertama
2.
pemeriksaan fisis.
Evaluasi bakteriologik (pada 0-2-6/9 bulan pengobatan) :
Tujuan untuk mendeteksi ada tidaknya konversi dahak.
Pemeriksaan dan evaluasi pemeriksaan mikroskopik
3.
penyakit.
Adapun evaluasi klinis disini meliputi keluhan, berat badan,
yang
dilakukan :
o Sebelum pengobatan dimulai.
o Setelah 2 bulan pengobatan (setelah fase intensif).
o Pada akhir pengobatan.
Bila ada fasiliti biakan, dilakukan pemeriksaan biakan dan uji
resistensi.
Evaluasi radiologik (pada 0-2-6/9 bulan pengobatan) :
Pemeriksaan dan evaluasi foto toraks dilakukan pada :
Sebelum pengobatan.
Setelah 2 bulan pengobatan (kecuali pada kasus yang juga
dipikirkan kemungkinan keganasan dapat dilakukan 1 bulan
4.
pengobatan).
Pada akhir pengobatan.
Evaluasi efek samping secara klinik :
Bila mungkin sebaiknya dari awal diperiksa fungsi hati, fungsi
33
pengobatan.
Asam urat diperiksa bila menggunakan pirazinamid.
Pemeriksaan visus dan uji buta warna, bila menggunakan
harus
diperiksa
uji
dicurigai
terdapat
efek
samping,
maka
dilakukan
BTA mikroskopis negatif dua kali (pada akhir fase intensif dan
akhir pengobatan) dan telah mendapatkan pengobatan yang
6.
adekuat.
Pada foto toraks, gambaran radiologi serial tetap sama/perbaikan.
Bila ada fasiliti biakan, maka kriteria ditambah biakan negatif.
Evaluasi pasien yang telah sembuh :
Pasien TB yang telah dinyatakan sembuh, sebaiknya tetap
dievaluasi minimal dalam 2 tahun pertama setelah sembuh. Hal ini
dimaksudkan untuk mengetahui kekambuhan. Hal yang dievaluasi
adalah mikroskopis BTA dahak dan foto toraks. Mikroskopis BTA
34
iii.
35
Fluorokuinolon
Fluorokuinolon (moksifloksasin, levofloksasin, ofloksasin
dan siprofloksasin) dapat digunakan untuk kuman TB yang resisten
terhadap lini-1.
Pada pengobatan MDR TB, harus dipertimbangkan
resistensi silang dalam memilih jenis OAT. Tidak efektif
memberikan OAT dari golongan yang sama atau paduan OAT yang
berpotensi terjadi resistensi silang.
Ofloksasin dan siprofloksasin dapat menginduksi terjadinya
resistensi silang untuk semua fluorokuninolon. Itulah sebabnya,
penggunaan ofloksasin harus hati-hati karena beberapa kuinolon
36
2.
yang
dapat
3.
atau amikasin.
Untuk resisten terhadap kanamisin atau amikasin, gunakan
kapreomisin.
Sikloserin dan Terizidon
Terdapat resistensi silang antara dua macam obat ini. Tidak
4.
37
ini
kurang
Directly Observed
Treatment
Short
Course
(DOTS)
38
Rasio
kadar
puncak
serum
terhadap
MIC
Dosis
harian
Aktiviti
antibakteri
Aminoglikosid
a. Streptomisin
b. Kanamisin
atau amikasin
c. Kapreomisin
15
mg/kg
Bakterisid
menghambat
organisme
yang
multiplikasi
aktif
Thiomides
(Etionamid
protionamid)
10-20
mg/kg
Bakterisid
4-8
Pirazinamid
20-30
mg/kg
Bakterisid
pada pH asam
7.5-10
Ofloksasin
7.5-15
mg/kg
Bakterisid
mingguan
2.5-5
Etambutol
15-20
mg/kg
Bakteriostatik
2-3
Sikloserin
10-20
mg/kg
Bakteriostatik
2-4
PAS asam
10-12
g
Bakteriostatik
100
Tingkatan
Obat
20-30
5-7.5
10-15
39
Tujuan DOT :
B.
Pengawasan DOT :
Adapun pengawasan terhadap pasien TB dapat dilakukan
oleh :
40
C.
D.
Persyaratan PMO :
PMO bersedia dengan sukarela membantu pasien TB
sampai sembuh selama pengobatan dengan OAT dan menjaga
kerahasiaan penderita HIV/AIDS.
PMO diutamakan adalah petugas kesehatan, tetapi dapat
juga kader kesehatan, kader dasawisma, kader PPTI, PKK, atau
anggota keluarga yang disegani pasien.
E.
Tugas PMO :
41
obat.
Mengingatkan pasien untuk pemeriksaan ulang dahak sesuai
F.
Penyuluhan :
Penyuluhan tentang TB merupakan hal yang sangat
penting, penyuluhan dapat dilakukan secara :
o Perorangan/Individu
Penyuluhan terhadap perorangan (pasien maupun keluarga),
dapat dilakukan di unit rawat jalan, di apotik saat mengambil
obat, dll.
o Kelompok
Penyuluhan kelompok dapat dilakukan terhadap kelompok
pasien, kelompok keluarga pasien, masyarakat pengunjung
rumah sakit, dll.
Adapun cara memberikan penyuluhan, yaitu :
o Sesuaikan dengan program kesehatan yang sudah ada.
o Materi yang disampaikan perlu diuji ulang untuk diketahui
tingkat penerimaannya sebagai bahan untuk penatalaksanaan
selanjutnya.
o Beri kesempatan untuk mengajukan pertanyaan, terutama hal
yang belum jelas.
o Gunakan bahasa yang sederhana dan kalimat yang mudah
dimengerti, kalau perlu dengan alat peraga (brosur, leaflet, dll).
42
G.
(TB10).
Cara pengisisan formulir sesuai dengan buku pedoman
berat.
Contoh formulir terlampir.
43
BAB III
PENUTUP
3.1
KESIMPULAN
44
Mycobacterium
tuberculosis.
Dimana,
penyebaran
kegiatan.
Klasifikasi penyakit tuberkulosis berdasarkan organ tubuh yang
terkena, yaitu :
o Tuberkulosis paru; yaitu tuberkulosis yang menyerang jaringan
paru.
o Tuberkulosis ekstra paru; yaitu tuberkulosis yang menyerang
organ tubuh lain selain paru, misalnya selaput otak, selaput
jantung, kelenjar limfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal,
45
dahak
o Lain-lain
Adapun obat yang dapat dipakai untuk mengobati penyakit
tuberkulosis salah satunya adalah obat anti tuberkulosis (OAT),
beberapa diantaranya :
o Obat utama (lini 1), yaitu INH, Rifampisin, Pirazinamid,
Streptomisin, Etambutol.
o Obat tambahan lainnya (lini 2), antara lain Kanamisin,
Amikasin, Kuinolon.
o Obat lain yang masih dalam penelitian, yaitu makrolid dan
amoksilin dikombinasi (ditambah) dengan asam klavulanat.
o Beberapa obat yang belum tersedia di Indonesia, antara lain
Kapreomisin, Sikloserino, PAS (dulu tersedia), Derivat
rifampisin
dan
INH,
Thioamides
(ethionamide
dan
prothionamide).
Secara umum, pembagian resisten (MDR) dari penyakit tuberkulosis,
DAFTAR PUSTAKA
46