A.Definisi
Fraktur adalah terputusnya kontiunitas tulang, retak atau patahnya tulang yang utuh, yang
biasanya di sebabkan oleh trauma/rudapaksa atau tenaga fisik yang di tentukan jenis dan luas
trauma.(lukman ,2007)
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan dan atau tulang yang
umumnya disebabkan oleh rudapaksa. (Arif Mansjoer, 2000).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya.
(Brunner & Suddath, 2002).
Fraktur tibia merupakan patah atau gangguan kontinuitas pada tulang tibia. (Arif
Mutaqin.2008)
B.Anatomi Fisioligi
1.Tibia (tulang kering)
Tulang ini termasuk tulang panjang, sehingga terdiri dari tiga bagian:
1. Epiphysis proximalis (ujung atas)
Bagian ini melebar secara transversal dan memiliki permukaan sendi superior pada tiap
condylus, yaitu condylus medial dan condylus lateral. Ditengah-tengahnya terdapat suatu
peninggian yang disebut eminenta intercondyloidea.
2. Diaphysis (corpus)
Pada penampang melintang merupakan segitiga dengan puncaknya menghadap ke muka,
sehingga corpus mempunyai tiga sisi yaitu margo anterior (di sebelah muka), margo
medialis (di sebelah medial) dan crista interossea (di sebelah lateral) yang membatasi
facies lateralis, facies posterior dan facies medialis.Facies medialis langsung terdapat
dibawah kulit dan margo anterior di sebelah proximal.
3. Epiphysis distalis (ujung bawah)
Ke arah medial bagian ini kuat menonjol dan disebut maleolus medialis (mata kaki).
Epiphysis distalis mempunyai tiga dataran sendi yaitu dataran sendi yang vertikal (facies
articularis melleolaris), dataran sendi yang horizontal (facies articularis inferior) dan
disebelah lateral terdapat cekungan sendi (incisura fibularis).
2. Fibula
Merupakan tulang yang panjang, langsing, terletak di sebelah lateral tibia. Epiphysis
proximalis membulat disebut capitulum fibulae. Ke arah proximal meruncing menjadi apex.
Pada capitulum terdapat dua dataran sendi yang disebut facies articularis capitulli fibulae,
untuk bersendi dengan tibia. Pada corpus terdapat empat buah crista yaitu, crista lateralis,
crista anterior, crista medialis dan crista interosssea. Datarannya ada tiga buah yaitu facies
lateralis, facies medialis dan facies posterior. Pada bagian distal ke arah lateral membulat
menjadi maleolus lateralis.
Fisiologi
Menurut Long, B.C, fungsi tulang secara umum yaitu :
1. Menahan jaringan tubuh dan memberi bentuk kepada kerangka tubuh.
2. Melindungi organ-organ tubuh (contoh:tengkorak melindungi otak)
3. Untuk pergerakan (otot melekat kepada tulang untuk berkontraksi dan bergerak).
4. Merupakan gudang untuk menyimpan mineral (contoh kalsium dan posfor)
5. Hematopoiesis (tempat pembuatan sel darah merah dalam sum-sum tulang).
Menurut Price, Sylvia Anderson, Pertumbuhan dan metabolisme tulang dipengaruhi oleh
mineral dan hormon :
1. Kalsium dan posfor tulang mengandung 99 % kalsium tubuh dan 90 % posfor.
Konsentrasi kalsium dan posfor dipelihara hubungan terbalik, kalsitonin dan hormon
paratiroid bekerja untuk memelihara keseimbangan.
2. Kalsitonin diproduksi oleh kelenjar tiroid dimana juga tirokalsitonin yang memiliki efek
untuk mengurangi aktivitas osteoklast, untuk melihat peningkatan aktivitas osteoblast dan
yang terlama adalah mencegah pembentukan osteoklast yang baru.
3 Vitamin D mempengaruhi deposisi dan absorbsi tulang. Dalam jumlah besar vitamin D
dapat menyebabkan absorbsi tulang seperti yang terlihat dalam kadar hormon paratiroid
yang tinggi. Bila tidak ada vitamin D, hormon paratiroid tidak akan menyebabkan absorbsi
tulang sedang vitamin D dalam jumlah yang sedikit membantu klasifikasi tulang dengan
meningkatkan absorbsi kalsium dan posfat oleh usus halus.
4.Paratiroid Hormon, mempunyai efek langsung pada mineral tulang yang menyebabkan
kalsium dan posfat diabsorbsi dan bergerak melalui serum. Peningkatan kadar paratiroid
hormon secara perlahan-lahan menyebabkan peningkatan jumlah dan aktivitas osteoklast
C.Etiologi
Fraktur disebabkan oleh :(Arif Muttaqin, 2008, hal 70)
a.Trauma langsung
Trauma langsung menyebabkan tekanan langsung pada tulang. Hal tersebut dapat
mengakibatkan terjadinya fraktur pada daerah tekanan. Fraktur yang terjadi biasanya bersifat
komuniti dan jaringan lunak ikut mengalami kerusakan.
b.Trauma tidak langsung
Apabila trauma dihantarkan kedaerah yang lebih jauh dari daerah fraktur, trauma tersebut
disebut trauma tidak langsung. Misalnya jatuh dengan tangan ekstensi dapat menyebabkan
fraktur pada klavikula. Pada keadaan ini biasanya jaringan lunak tetap utuh.
Fraktur juga dapat disebabkan oleh pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan puntir
mendadak, dan kontraksi otot ekstrim. (Brunner & Suddart, 2002, hal 2357)
Fraktur disebabkan oleh trauma dimana terdapat tekanan yang berlebih oleh tulang ( lukman
2007,hal 26)
Jenis dan beratnya patah tulang dipengaruhi oleh :
1) Arah, kecepatan dan kekuatan dari tenaga yang melawan tulang
2)
Usia penderita
3)
Kelenturan tulang
4)
Jenis tulang
Dengan tenaga yang sangat ringan, tulang yang rapuh karena osteoporosis atau tumor
biasanya menyebabkan patah tulang
D.Patofisiologi
Fraktur dapat terjadi karena trauma / rudapaksa sehingga dapat menimbulkan luka terbuka
dan tertutup. Fraktur luka terbuka memudahkan mikroorganisme masuk kedalam luka
tersebut dan akan mengakibatkan terjadinya infeksi.
Pada fraktur dapat mengakibatkan terputusnya kontinuitas jaringan sendi, tulang bahakan
kulit pada fraktur terbuka sehingga merangsang nociseptor sekitar untuk mengeluarkan
histamin, bradikinin dan prostatglandin yang akan merangsang serabut A-delta untuk
menghantarkan rangsangan nyeri ke sum-sum tulang belakang, kemudian dihantarkan oleh
serabut-serabut saraf aferen yang masuk ke spinal melalu dorsal root dan sinaps pada dorsal
horn. Impuls-impuls nyeri menyeberangi sum-sum belakang pada interneuron-interneuron
dan bersambung dengan jalur spinal asendens, yaitu spinothalamic tract (STT) dan
spinoreticuler tract (SRT). STT merupakan sistem yang diskriminatif dan membawa
informasi mengenai sifat dan lokasi dari stimulus kepada thalamus kemudian ke korteks
untuk diinterpretasikan sebagai nyeri.
Nyeri bisa merangsang susunan syaraf otonom mengaktifasi norepinephrin, sarap msimpatis
terangsang untuk mengaktifasi RAS di hipothalamus mengaktifkan kerja organ tubuh
sehingga REM menurun menyebabkan gangguan tidur.
Akibat nyeri menimbulkan keterbatasan gerak (imobilisasi) disebabkan nyeri bertambah bila
digerakkan dan nyeri juga menyebabkan enggan untuk bergerak termasuk toiletening,
menyebabkan penumpukan faeses dalam colon. Colon mereabsorpsi cairan faeses sehingga
faeses menjadi kering dan keras dan timbul konstipasi.
Imobilisasi sendiri mengakibatkan berbagai masalah, salah satunya dekubitus, yaitu luka pada
kulit akibat penekanan yang terlalu lama pada daerah bone promenence.
Perubahan struktur yang terjadi pada tubuh dan perasaan ancaman akan integritas stubuh,
merupakan stressor psikologis yang bisa menyebabkan kecemasan.
Terputusnya kontinuitas jaringan sendi atau tulang dapat mengakibatkan cedera neuro
vaskuler sehingga mengakibatkan oedema juga mengakibatkan perubahan pada membran
alveolar (kapiler) sehingga terjadi pembesaran paru kemudian terjadi kerusakan pada
pertukaran gas, sehingga timbul sesak nafas sebagai kompensasi tubuh untk memenuhi
kebutuhan oksigen.
E.Klasifikasi
Penampikan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi untuk alasan yang praktis , dibagi menjadi
beberapa kelompok, yaitu:
a.
b.
b) Buckle atau Torus Fraktur, bila terjadi lipatan dari satu korteks dengan kompresi
tulang spongiosa di bawahnya.
c)
Green Stick Fraktur, mengenai satu korteks dengan angulasi korteks lainnya yang
d.
2) Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak berhubungan.
3) Fraktur Multiple: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada tulang yang
sama.
e.
sumbu dan
overlapping).
b) Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut).
c)
F.Manifestasi Klinis
1. nyeri
2.Deformitas (kelainan bentuk)
3. Bengkak
4.Peningkatan temperatur Lokal
5.Pergerakan Abnormal
G.Komplikasi
Brunner dan Suddarth (2002; 2365) membagi komplikasi fraktur kedalam empat macam,
antara lain :
1. Syok hipovolemik atau traumatik yang terjadi karena perdarahan dan kehilangan cairan
ekstra sel kejaringan yang rusak.
2. Sindrome emboli lemak (terjadi dalam 24 sampai 72 jam setelah cedera). Berasal dari
sumsum tulang karena perubahan tekanan dalam tulang yang fraktur mendorong molekulmolekul lemak dari sumsum tulang masuk ke sistem sirkulasi darah ataupun karena
katekolamin yang dilepaskan oleh reaksi stres.
3.
Sindrom Kompartemen terjadi karena perfusi jaringan dalam otot kurang dari yang
a. Penurunan ukuran kompartemen otot karena fasia yang membungkus otot terlalu ketat
atau gips atau balutan yang terlalu menjerat
b. Peningkatan isi kompartemen otot karena edema.
4. infeksi
H.Pemeriksaan Penunjang
a.Pemeriksaan rontgen : menentukan lokasi / luasnya fraktur trauma
b.Scan tulang, tomogram, scan CT / MRI : memperlihatkan fraktur, juga dapat digunakan
untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
c Arteriogram : dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai.
I.Penatalaksanaan
Menurut Price, Sylvia Anderson, alih bahasa Peter Anugerah, (1994:1187), empat konsep
dasar yang harus dipertimbangkan pada waktu menangani fraktur :
1. Rekognisi, menangani diagnosis pada tempat kejadian kecelakaan dan kemudian dibawa ke
rumah sakit.
2. Reduksi, reposisi fragmen-fragmen fraktur semirip mungkin dengan keadaan letak normal,
usaha-usaha tindakan manipulasi fragmen-fragmen tulang yang patah sedapat mungkin untuk
kembali seperti letak asalnya.
3.Retensi, menyatakan metoda-metoda yang dilaksanakan untuk menahan fragmen-fragmen
tersebut selama penyembuhan.
4.Rehabilitasi, dimulai segera setelah dan sesudah dilakukan bersamaan pengobatan fraktur,
untuk menghindari atropi otot dan kontraktur sendi.
Penatalaksanaan klien dengan fraktur dapat dilakukan dengan cara :
1.
Traksi
Yaitu penggunaan kekuatan penarikan pada bagian tubuh dengan memberikan beban yang
cukup untuk penarikan otot guna meminimalkan spasme otot, mengurangi dan
mempertahankan kesejajaran tubuh, untuk memobilisasi fraktur dan mengurangi
deformitas.
2.
Fiksasi interna
Yaitu stabilisasi tulang yang patah yang telah direduksi dengan skrup, plate, paku dan pin
logam dalam pembedahan yang dilaksanakan dengan teknik aseptik.
3.
Reduksi terbuka
Yaitu melakukan kesejajaran tulang yang patah setelah terlebih dahulu dilakukan fiksasi
dan pemanjangan tulang yang patah.
4.
Gips
Adalah fiksasi eksterna yang sering dipakai terbuat dari plester ovaria, fiber dan plastik.
J.Penatalaksanaan Keperawatan
Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan tahap yang paling
enentukan bagi tahap berikutnya. Kegiatan dalam pengkajian adalah pengumpulan data
(Rahmah, Nikmatur dan Saiful walid. 2009; 24).
1.
Pengumpulan Data
Pengumpulan data merupakan proses yang berisikan status kesehatan klien dengan
menggunakan teknik anamnesis (autoanamnesa dan aloanamnesa) dan observasi.
a.
Biodata Klien
1)
Identitas klien meliputi : nama, umur, jenis kelamin perlu dikaji karena biasanya
laki-laki lebih rentan terhadap terjadinya fraktur akibat kecelakaan bermotor, pendidikan,
pekerjaan, agama, suku/bangsa, tanggal masuk rumah sakit, tanggal pengkajian, diagnosa
medis, nomor medrek dan alamat.
2)
Riwayat Kesehatan
Keluhan utama
Keluhan utama adalah alasan klien masuk rumah sakit yang dirasakan saat dilakukan
pengkajian yang ditulis dengan singkat dan jelas, dua atau tiga kata yang merupakan
keluhan yang membuat klien meminta bantuan pelayanan kesehatan.
2)
4)
c.
Pemeriksaan Fisik
Dilakukan dengan menggunakan teknik inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi terhadap
berbagai sistem tubuh.
1)
Keadaan Umum
Klien yang mengalami immobilisasi perlu dilihat dalam hal penampilan, postur tubuh,
kesadaran, gaya berjalan, kelemahan, kebersihan dirinya dan berat badannya.
2)
Sistem Pernafasan
Bentuk hidung, ada atau tidaknya sekret, PCH (Pernafasan Cuping Hidung), kesimetrisan
dada dan pernafasan, suara nafas dan frekwensi nafas. Pengaturan pergerakan pernafasan
akan mengakibatkan adanya retraksi dada akibat kehilangan koordinasi otot. Ekspansi
dada menjadi terbatas karena posisi berbaring akibatnya ventilas paru menurun sehingga
dapat
menimbulkan
atelektasis.
Akumulasi
sekret
pada
saluran
pernafasan
Sistem Kardiovaskuler
Warna konjungtiva pada fraktur, terutama fraktur terbuka akan terlihat pucat dikarenakan
banyaknya perdarahan yang keluar dari luka, terjadi peningkatan denyut nadi karena
Sistem Pencernaan
Keadaan mulut, gigi, bibir, lidah, kemampuan menelan, peristaltik usus dan nafsu makan.
Pada klien fraktur dan dislokasi biasanya diindikasikan untuk mengurangi pergerakan
(immobilisasi) terutama pada daerah yang mengalami dislokasi hal ini dapat
mengakibatkan klien mengalami konstipasi.
5)
Sistem Genitourinaria
Ada tidaknya pembengkakan dan nyeri daerah pinggang, palpasi vesika urinaria untuk
mengetahui penuh atau tidaknya, kaji alat genitourinaria bagian luar ada tidaknya
benjolan, lancar tidaknya pada saat klien miksi serta warna urine. Pada klien fraktur dan
dislokasi biasanya untuk sementara waktu jangan dulu turun dari tempat tidur, dimana hal
ini dapat mengakibatkan klien harus BAK ditempat tidur memaskai pispot sehingga hal
ini menambah terjadinya susah BAK karena klien tidak terbiasa dengan hal tersebut.
6)
Sistem Muskuloskeletal
Derajat Range Of Motion pergerakan sendi dari kepala sampai anggota gerak bawah,
ketidaknyamanan atau nyeri ketika bergerak, toleransi klien waktu bergerak dan
observasi adanya luka pada otot akibat fraktur terbuka, tonus otot dan kekuatan otot.
Pada klien fraktur dan dislokasi dikaji ada tidaknya penurunan kekuatan, masa otot dan
atropi pada otot. Selain itu dapat juga ditemukan kontraktur dan kekakuan pada
persendian.
7)
Sistem Integumen
Keadaan kulit, rambut dan kuku. Pemeriksaan kulit meliputi tekstur, kelembaban, turgor,
warna dan fungsi perabaan. Pada klien fraktur dan dislokasi yang immobilisasi dapat
terjadi iskemik dan nekrosis pada jaringan yang tertekan, hal ini dikarenakan aliran darah
terhambat sehingga penyediaan nutrisi dan oksigen menurun.
8)
Sistem Persyarafan
Mengkaji fungsi serebral, fungsi syaraf cranial, fungsi sensorik dan motorik sertsa fungsi
refleks.
d.
Pola Nutrisi
Pola Eliminasi
Kebiasaan BAB dan BAK klien, apakah berpengaruh terhadap perubahan sistem tubuhnya
yang disebabkan oleh fraktur.
3)
Kebiasaan klien tidur sehari-hari, apakah terjadi perubahan setelah mengalani fraktur.
4)
Personal Hygiene
Kebiasaan mandi, cuci rambut, gosok gigi dan memotong kuku perlu dkaji sebelum klien
sakit dan setelah klien dirawat dirumah sakit.
5)
Pola Aktivitas
Sejauh mana klien mampu beraktivitas dengan kondisinya saat ini dan kebiasaan klien
berolah raga sewaktu masih sehat.
e.
1)
Data Psikologis Pengkajian psikologis yang dilakukan pada klien dengan fraktur pada
dasarnya sama dengan pengkajian psikososial dengan gangguan sistem lain yaitu mengenai
konsep diri (gambaran diri, ideal diri, harga diri, peran diri dan identitas diri). Pada klien
fraktur adanya perubahan yang kurang wajar dalam status emosional, perubahan tingkah laku
dan pola koping yang tidak efektif.
2)
Data sosial
Pada data sosial yang dikaji adalah hubungan klien dengan keluarga dan hubungan klien
dengan petugas pelayanan kesehatan.
3)
Data Spiritual
Perlu dikaji agama dan kepribadiannya, keyakinan dan harapan yang merupakan aspek
penting untuk penyembuhan penyakitnya.
f.
Data Penunjang
Menurut Doengoes et. al (2002:762), pemeriksaaan diagnostik yang biasa dilakukan pada
pasien dengan fraktur:
1)
Pemeriksaan rontgen
Arteriogram
Pemeriksaan darah lengkap meliputi kadar haemoglobin yang biasanya lebih rendah
karena perdarahan akibat trauma. Hematokrit mungkin meningkat atau menurun
(perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh dari trauma multiple). Kreatinin
(trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal). Profil koagulasi
(perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, tranfusi multipel atau cedera hati).
Diagnosa Keperawatan
1.Nyeri akut berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen tulang, cedera pada jaringan
lunak, alat traksi/imobilisasi
2. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan rangka neuromuskuler.
3. Resiko infeksi berhubungan dengan kerusakan kulit dan terpajannya dengan lingkungan
akibat fraktur terbuka, fiksasi pen eksternal.
4.Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan immobilisasi dan terpasangnya alat
fiksasi.
5.Risiko perubahan eliminasi : konstipasi berhubungan dengan penurunan motilitas usus
6.Kerusakan pola istirahat dan tidur behubungan dengan nyeri
7. Defisit perawatan diri berhubungan dengan keterbatasan pergerakan akibat fraktur.
8. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan
kebutuhan pengobatan.
Intervensi
Perencanaan keperawatan adalah menyusun rencana tindakan keperawatan yang
dilaksanakan untuk menanggulangi masalah dengan diagnosa keperawatan yang telah
ditentukan dengan tujuan terpenuhinya kebutuhan pasien.
1.
Nyeri akut berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen tulang, cedera pada
Tupen : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 hari di harapkan nyeri berkurang,
dengan kriteria :
a.
b.
c.
= 60-80 x/menit; S
d.
= 36,5-37,50 C).
Rencana :
Tabel 2.4
Nyeri akut berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen tulang, cedera pada
jaringan lunak, alat traksi/imobilisasi
Intervensi
Pertahankan
rasionalisasi
imobilisasi
a.
Menghilangkan nyeri dan mencegah
dan
yang
posisi
tulang/tegangan
sokong
b.
mengalami balik
luka/fraktkur.
vena,
menurunkan
edema,
menurunkan nyeri.
c.
keefektifan
Tingkat
mempengaruhi
pengawasan
ansietas
dapat
persepsi/reaksi
contoh
punggung,
pijatan,
e.
posisi.
kelelahan otot.
f.
Mempertahankan kekuatan/mobilitas
otot yang sakit dan memudahkan
Dorong
klien
meningkatkan
kemampuan
koping
anggota
gerak
insiden
sedikitnya 4 kali/hari
b.
Gerak
pasif
dapat
mencegah
pasif pada anggota gerak yang kontraktur, dan dengan cara disangga,
sakit dengan hati-hati, dan sangga agar tidak terjadi pergeseran pada tulang
ekstrimitas yang fraktur.
yang fraktur
Melancarkan
mempercepat
sirkulasi
penyembuhan
mencegah/menurunkan
d.
sehingga
serta
insiden
d.
Rentang
grak
secara
bertahap
tidak
menyebabkan
Sumber: Doenges et. al. (2000, hal 769) Rencana Asuhan Keperawatan Untuk Perencanaan
Dan Pendokumentasian Perawatan Pasien (edisi 3), EGC, Jakarta
3.
Resiko infeksi berhubungan dengan kerusakan kulit dan terpajannya dengan lingkungan
Rasional
peningkatan
perhatikan
2.
menimbulkan
adanya
osteomeilitis.
4.
5.
5.
6.
7.
Kolaborasi
7.
proses infeksi.
Sumber: Doenges et. al. (2000, hal 765) Rencana Asuhan Keperawatan Untuk Perencanaan
Dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien (edisi 3), EGC, Jakarta
4.Resiko Kerusakan Integritas Kulit berhubungan dengan Imobilisasi dan Terpasangnya Alat
Fiksasi.
Tupan : Integritas kulit terpelihara
Tupen : Setelah dilakukan perawatan selam 2 hari, diharapkan tanda-tanda dekubitus tidak
terjadi, dengan kriteia:
a. Tidak ada kemerahan pada daerah yang tertekan terutama bokong dan tumit
b. Tidak teraba panas pada daerah tertekan
c. Tidak terdapat lecet pada daerah tertekan
Tabel 2.7
Resiko Kerusakan Integritas Kulit berhubungan dengan
Imobilisasi dan Terpasangnya Alat Fiksasi.
Intervensi
Rasionalisasi
a.
Kaji kulit untuk luka terbuka,
a.
Memberikan informasi tentang
benda
asing,
edema
yang
Pertahankan
kering
dan
bebas
tempat area
yang
peka
da
risik
d.
d.
Lakukan
mobilisai
maupun pasif.
tertentu
lancar
dan
penekanan-
Rencana:
Tabel .2.8
Gangguan Pola Tidur berhubungan dengan Nyeri
Intervensi
Rasionalisasi
Berikan makanan kecil, susu
Meningkatkan
hangat sore hari
Turunkan jumlah minum sore
relaksasi
dengan
perasaan mengantuk
Menurunkan
kebutuhan
akan
6.
Klien dan keluarga mengetahui tentang jenis-jenis makanan yang dapat dikonsumsi.
b.
BAB lancar dan normal (1-2 x/hari) dengan warna kuning, konsistensi lembek dan bau
khas feces.
c.
Rencana
Tabel 2.9
Risiko perubahan eliminasi : konstipasi berhubungan dengan penurunan motilitas usus
Intervensi
1.
Rasional
yang
melibatkan meningkatkan
ketegangan
yang
otot
membantu
2.
3.
3.
7.
perawatan diri
b.
Melakukan perawatan diri dalam tingkat kemampuan sendiri
Rencana:
Tabel 2.10
Defisit Perawatan Diri berhubungan dengan
Keterbatasan Pergerakan Akibat Fraktur
Intervensi
Beri
informasi
tentang
Rasionalisasi
Dengan memberikan informasi
menambah
pengetahuan
klien
wawasan
tentang
cara
melakukan
personal
b.
Dengan
mendekatkan
menyediakan
akan
dan
mendorong
kemandirian
klien
dalam
hal
kering
dapat
mencegah
terjadinya gatal.
d.
biang keringat
Sumber:Doengoes, et. al. (2000, hal 301). Rencana Asuhan Keperawatan Untuk Perencanaan
Dan Pendokumentasian Perawatan Pasien (edisi 3), EGC, Jakarta
8. Ansietas berhubungan dengan Kurang pengetahuan
Tupan : Cemas hilang
Tupen : setelah dilakukan tindakan keperawatan 2x24 jam cemas berkurang, dengan kriteria:
a.
b.
Rencana:
Tabel 2.12
Ansietas berhubungan dengan
Kurang pengetahua
a.
Intervensi
Jalin rasa percaya
Rasionalisasi
Rasa percaya dapat melahirkan
keterbukaan
b.
Dapat
kecemasan
mengetahui
klien
derajat
sehingga
Berikan
kesempatan
mengekspresikan perasaannya
d.
mengetahui
klien
akan
penyakit,
merasa
tenang
e.
Berikan kesempatan bertanya
untuk
Sumber: Doengoes, et. al. (2000, hal 922) . Rencana Asuhan Keperawatan Untuk
Perencanaan Dan Pendokumentasian Perawatan Pasien (edisi 3), EGC, Jakarta
DAFTAR PUSTAKA
1.Doenges, Marilynn E. et.al. (2000) Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta : EGC.
2.Rasjad, Chairuddin. 2003. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Makasar : Lintang
Imumpasue.
3.Smeltzer, Suzanne C. Bare Brenda G. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner & Suddarth, Edisi 8. Jakarta : EGC
4.Syaifuddin. 2006. Anatomi Fisiologi Untuk Mahasiswa Keperawatan, Edisi III. Jakarta :
EGC.
5.Arif Mutaqin.2008.Asuhan Keperawatan Sistem Muskuluskeltal