Anda di halaman 1dari 22

Laporan Pendahuluan Fraktur Tibia

A.Definisi
Fraktur adalah terputusnya kontiunitas tulang, retak atau patahnya tulang yang utuh, yang
biasanya di sebabkan oleh trauma/rudapaksa atau tenaga fisik yang di tentukan jenis dan luas
trauma.(lukman ,2007)
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan dan atau tulang yang
umumnya disebabkan oleh rudapaksa. (Arif Mansjoer, 2000).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya.
(Brunner & Suddath, 2002).
Fraktur tibia merupakan patah atau gangguan kontinuitas pada tulang tibia. (Arif
Mutaqin.2008)
B.Anatomi Fisioligi
1.Tibia (tulang kering)
Tulang ini termasuk tulang panjang, sehingga terdiri dari tiga bagian:
1. Epiphysis proximalis (ujung atas)
Bagian ini melebar secara transversal dan memiliki permukaan sendi superior pada tiap
condylus, yaitu condylus medial dan condylus lateral. Ditengah-tengahnya terdapat suatu
peninggian yang disebut eminenta intercondyloidea.
2. Diaphysis (corpus)
Pada penampang melintang merupakan segitiga dengan puncaknya menghadap ke muka,
sehingga corpus mempunyai tiga sisi yaitu margo anterior (di sebelah muka), margo
medialis (di sebelah medial) dan crista interossea (di sebelah lateral) yang membatasi
facies lateralis, facies posterior dan facies medialis.Facies medialis langsung terdapat
dibawah kulit dan margo anterior di sebelah proximal.
3. Epiphysis distalis (ujung bawah)
Ke arah medial bagian ini kuat menonjol dan disebut maleolus medialis (mata kaki).
Epiphysis distalis mempunyai tiga dataran sendi yaitu dataran sendi yang vertikal (facies
articularis melleolaris), dataran sendi yang horizontal (facies articularis inferior) dan
disebelah lateral terdapat cekungan sendi (incisura fibularis).

2. Fibula
Merupakan tulang yang panjang, langsing, terletak di sebelah lateral tibia. Epiphysis
proximalis membulat disebut capitulum fibulae. Ke arah proximal meruncing menjadi apex.
Pada capitulum terdapat dua dataran sendi yang disebut facies articularis capitulli fibulae,
untuk bersendi dengan tibia. Pada corpus terdapat empat buah crista yaitu, crista lateralis,
crista anterior, crista medialis dan crista interosssea. Datarannya ada tiga buah yaitu facies
lateralis, facies medialis dan facies posterior. Pada bagian distal ke arah lateral membulat
menjadi maleolus lateralis.
Fisiologi
Menurut Long, B.C, fungsi tulang secara umum yaitu :
1. Menahan jaringan tubuh dan memberi bentuk kepada kerangka tubuh.
2. Melindungi organ-organ tubuh (contoh:tengkorak melindungi otak)
3. Untuk pergerakan (otot melekat kepada tulang untuk berkontraksi dan bergerak).
4. Merupakan gudang untuk menyimpan mineral (contoh kalsium dan posfor)
5. Hematopoiesis (tempat pembuatan sel darah merah dalam sum-sum tulang).
Menurut Price, Sylvia Anderson, Pertumbuhan dan metabolisme tulang dipengaruhi oleh
mineral dan hormon :
1. Kalsium dan posfor tulang mengandung 99 % kalsium tubuh dan 90 % posfor.
Konsentrasi kalsium dan posfor dipelihara hubungan terbalik, kalsitonin dan hormon
paratiroid bekerja untuk memelihara keseimbangan.
2. Kalsitonin diproduksi oleh kelenjar tiroid dimana juga tirokalsitonin yang memiliki efek
untuk mengurangi aktivitas osteoklast, untuk melihat peningkatan aktivitas osteoblast dan
yang terlama adalah mencegah pembentukan osteoklast yang baru.
3 Vitamin D mempengaruhi deposisi dan absorbsi tulang. Dalam jumlah besar vitamin D
dapat menyebabkan absorbsi tulang seperti yang terlihat dalam kadar hormon paratiroid
yang tinggi. Bila tidak ada vitamin D, hormon paratiroid tidak akan menyebabkan absorbsi
tulang sedang vitamin D dalam jumlah yang sedikit membantu klasifikasi tulang dengan
meningkatkan absorbsi kalsium dan posfat oleh usus halus.
4.Paratiroid Hormon, mempunyai efek langsung pada mineral tulang yang menyebabkan
kalsium dan posfat diabsorbsi dan bergerak melalui serum. Peningkatan kadar paratiroid
hormon secara perlahan-lahan menyebabkan peningkatan jumlah dan aktivitas osteoklast

sehingga terjadi demineralisasi. Peningkatan kadar kalsium serum pda hiperparatiroidisme


dapat menimbulkan pembentukan batu ginjal.
5.Growth Hormon (hormon pertumbuhan), disekresi oleh lobus anterior kelenjar pituitary
yang bertanggung jawab dalam peningkatan panjang tulang dan penentuan jumlah matriks
tulang yang dibentuk pada masa sebelum pubertas.
6.Gluikokortikoid, adrenal glukokortikoid mengatur metabolisme protein. Hormon ini
dapat meningkatkan atau menurunkan katabolisme untuk mengurangi atau meningkatkan
matriks organ tulang dan membantu dalam regulasi absorbsi kalsium dan posfor dari usus
kecil.
7.Estrogen menstimulasi aktifitas osteoblast. Penurunan estrogen setelah menopause
mengurangi aktifitas osteoblast yang menyebabkan penurunan matriks organ tulang.
Klasifikasi tulang berpengaruh pada osteoporosis yang terjadi pada wanita sebelum usia 65
tahun namun matriks organiklah yang merupakan penyebab dari osteoporosis.

C.Etiologi
Fraktur disebabkan oleh :(Arif Muttaqin, 2008, hal 70)
a.Trauma langsung
Trauma langsung menyebabkan tekanan langsung pada tulang. Hal tersebut dapat
mengakibatkan terjadinya fraktur pada daerah tekanan. Fraktur yang terjadi biasanya bersifat
komuniti dan jaringan lunak ikut mengalami kerusakan.
b.Trauma tidak langsung
Apabila trauma dihantarkan kedaerah yang lebih jauh dari daerah fraktur, trauma tersebut
disebut trauma tidak langsung. Misalnya jatuh dengan tangan ekstensi dapat menyebabkan
fraktur pada klavikula. Pada keadaan ini biasanya jaringan lunak tetap utuh.
Fraktur juga dapat disebabkan oleh pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan puntir
mendadak, dan kontraksi otot ekstrim. (Brunner & Suddart, 2002, hal 2357)
Fraktur disebabkan oleh trauma dimana terdapat tekanan yang berlebih oleh tulang ( lukman
2007,hal 26)
Jenis dan beratnya patah tulang dipengaruhi oleh :
1) Arah, kecepatan dan kekuatan dari tenaga yang melawan tulang
2)

Usia penderita

3)

Kelenturan tulang

4)

Jenis tulang

Dengan tenaga yang sangat ringan, tulang yang rapuh karena osteoporosis atau tumor
biasanya menyebabkan patah tulang
D.Patofisiologi
Fraktur dapat terjadi karena trauma / rudapaksa sehingga dapat menimbulkan luka terbuka
dan tertutup. Fraktur luka terbuka memudahkan mikroorganisme masuk kedalam luka
tersebut dan akan mengakibatkan terjadinya infeksi.
Pada fraktur dapat mengakibatkan terputusnya kontinuitas jaringan sendi, tulang bahakan
kulit pada fraktur terbuka sehingga merangsang nociseptor sekitar untuk mengeluarkan
histamin, bradikinin dan prostatglandin yang akan merangsang serabut A-delta untuk
menghantarkan rangsangan nyeri ke sum-sum tulang belakang, kemudian dihantarkan oleh
serabut-serabut saraf aferen yang masuk ke spinal melalu dorsal root dan sinaps pada dorsal
horn. Impuls-impuls nyeri menyeberangi sum-sum belakang pada interneuron-interneuron
dan bersambung dengan jalur spinal asendens, yaitu spinothalamic tract (STT) dan
spinoreticuler tract (SRT). STT merupakan sistem yang diskriminatif dan membawa
informasi mengenai sifat dan lokasi dari stimulus kepada thalamus kemudian ke korteks
untuk diinterpretasikan sebagai nyeri.
Nyeri bisa merangsang susunan syaraf otonom mengaktifasi norepinephrin, sarap msimpatis
terangsang untuk mengaktifasi RAS di hipothalamus mengaktifkan kerja organ tubuh
sehingga REM menurun menyebabkan gangguan tidur.
Akibat nyeri menimbulkan keterbatasan gerak (imobilisasi) disebabkan nyeri bertambah bila
digerakkan dan nyeri juga menyebabkan enggan untuk bergerak termasuk toiletening,
menyebabkan penumpukan faeses dalam colon. Colon mereabsorpsi cairan faeses sehingga
faeses menjadi kering dan keras dan timbul konstipasi.
Imobilisasi sendiri mengakibatkan berbagai masalah, salah satunya dekubitus, yaitu luka pada
kulit akibat penekanan yang terlalu lama pada daerah bone promenence.
Perubahan struktur yang terjadi pada tubuh dan perasaan ancaman akan integritas stubuh,
merupakan stressor psikologis yang bisa menyebabkan kecemasan.
Terputusnya kontinuitas jaringan sendi atau tulang dapat mengakibatkan cedera neuro
vaskuler sehingga mengakibatkan oedema juga mengakibatkan perubahan pada membran
alveolar (kapiler) sehingga terjadi pembesaran paru kemudian terjadi kerusakan pada
pertukaran gas, sehingga timbul sesak nafas sebagai kompensasi tubuh untk memenuhi
kebutuhan oksigen.

E.Klasifikasi
Penampikan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi untuk alasan yang praktis , dibagi menjadi
beberapa kelompok, yaitu:
a.

Berdasarkan sifat fraktur.


1). Faktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan
dunia luar, disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa komplikasi.
2). Fraktur Terbuka (Open/Compound), bila terdapat hubungan antara hubungan antara
fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit.

b.

Berdasarkan komplit atau ketidakklomplitan fraktur.


1). Fraktur Komplit, bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau melalui
kedua korteks tulang seperti terlihat pada foto.
2). Fraktru Inkomplit, bila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang seperti:
a)

Hair Line Fraktur (patah retidak rambut)

b) Buckle atau Torus Fraktur, bila terjadi lipatan dari satu korteks dengan kompresi
tulang spongiosa di bawahnya.
c)

Green Stick Fraktur, mengenai satu korteks dengan angulasi korteks lainnya yang

terjadi pada tulang panjang.


c.

Berdasarkan bentuk garis patah dan hubbungannya dengan mekanisme trauma.


1). Fraktur Transversal: fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan merupakan
akibat trauma angulasi atau langsung.
2). Fraktur Oblik: fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap sumbu
tulang dan meruakan akibat trauma angulasijuga.
3). Fraktur Spiral: fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang disebabkan
trauma rotasi.
4). Fraktur Kompresi: fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang mendorong
tulang ke arah permukaan lain.
5). Fraktur Avulsi: fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi otot pada
insersinya pada tulang.

d.

Berdasarkan jumlah garis patah.


1) Fraktur Komunitif: fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan.

2) Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak berhubungan.
3) Fraktur Multiple: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada tulang yang
sama.
e.

Berdasarkan pergeseran fragmen tulang.


1). Fraktur Undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap ttetapi kedua fragmen tidak
bergeser dan periosteum nasih utuh.
2). Fraktur Displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga disebut
lokasi fragmen, terbagi atas:
a)

Dislokai ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah

sumbu dan

overlapping).
b) Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut).
c)

Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling menjauh).

d) Fraktur Kelelahan: fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang.


e)

Fraktur Patologis: fraktur yang diakibatkan karena proses patologis tulang.

F.Manifestasi Klinis
1. nyeri
2.Deformitas (kelainan bentuk)
3. Bengkak
4.Peningkatan temperatur Lokal
5.Pergerakan Abnormal
G.Komplikasi
Brunner dan Suddarth (2002; 2365) membagi komplikasi fraktur kedalam empat macam,
antara lain :
1. Syok hipovolemik atau traumatik yang terjadi karena perdarahan dan kehilangan cairan
ekstra sel kejaringan yang rusak.
2. Sindrome emboli lemak (terjadi dalam 24 sampai 72 jam setelah cedera). Berasal dari
sumsum tulang karena perubahan tekanan dalam tulang yang fraktur mendorong molekulmolekul lemak dari sumsum tulang masuk ke sistem sirkulasi darah ataupun karena
katekolamin yang dilepaskan oleh reaksi stres.
3.

Sindrom Kompartemen terjadi karena perfusi jaringan dalam otot kurang dari yang

dibutuhkan untuk kehidupan jaringan. Ini bisa diakibatkan karna:

a. Penurunan ukuran kompartemen otot karena fasia yang membungkus otot terlalu ketat
atau gips atau balutan yang terlalu menjerat
b. Peningkatan isi kompartemen otot karena edema.
4. infeksi
H.Pemeriksaan Penunjang
a.Pemeriksaan rontgen : menentukan lokasi / luasnya fraktur trauma
b.Scan tulang, tomogram, scan CT / MRI : memperlihatkan fraktur, juga dapat digunakan
untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
c Arteriogram : dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai.
I.Penatalaksanaan
Menurut Price, Sylvia Anderson, alih bahasa Peter Anugerah, (1994:1187), empat konsep
dasar yang harus dipertimbangkan pada waktu menangani fraktur :
1. Rekognisi, menangani diagnosis pada tempat kejadian kecelakaan dan kemudian dibawa ke
rumah sakit.
2. Reduksi, reposisi fragmen-fragmen fraktur semirip mungkin dengan keadaan letak normal,
usaha-usaha tindakan manipulasi fragmen-fragmen tulang yang patah sedapat mungkin untuk
kembali seperti letak asalnya.
3.Retensi, menyatakan metoda-metoda yang dilaksanakan untuk menahan fragmen-fragmen
tersebut selama penyembuhan.
4.Rehabilitasi, dimulai segera setelah dan sesudah dilakukan bersamaan pengobatan fraktur,
untuk menghindari atropi otot dan kontraktur sendi.
Penatalaksanaan klien dengan fraktur dapat dilakukan dengan cara :
1.

Traksi

Yaitu penggunaan kekuatan penarikan pada bagian tubuh dengan memberikan beban yang
cukup untuk penarikan otot guna meminimalkan spasme otot, mengurangi dan
mempertahankan kesejajaran tubuh, untuk memobilisasi fraktur dan mengurangi
deformitas.
2.

Fiksasi interna

Yaitu stabilisasi tulang yang patah yang telah direduksi dengan skrup, plate, paku dan pin
logam dalam pembedahan yang dilaksanakan dengan teknik aseptik.
3.

Reduksi terbuka

Yaitu melakukan kesejajaran tulang yang patah setelah terlebih dahulu dilakukan fiksasi
dan pemanjangan tulang yang patah.
4.

Gips

Adalah fiksasi eksterna yang sering dipakai terbuat dari plester ovaria, fiber dan plastik.
J.Penatalaksanaan Keperawatan
Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan tahap yang paling
enentukan bagi tahap berikutnya. Kegiatan dalam pengkajian adalah pengumpulan data
(Rahmah, Nikmatur dan Saiful walid. 2009; 24).
1.

Pengumpulan Data

Pengumpulan data merupakan proses yang berisikan status kesehatan klien dengan
menggunakan teknik anamnesis (autoanamnesa dan aloanamnesa) dan observasi.
a.

Biodata Klien
1)

Identitas klien meliputi : nama, umur, jenis kelamin perlu dikaji karena biasanya

laki-laki lebih rentan terhadap terjadinya fraktur akibat kecelakaan bermotor, pendidikan,
pekerjaan, agama, suku/bangsa, tanggal masuk rumah sakit, tanggal pengkajian, diagnosa
medis, nomor medrek dan alamat.
2)

Identitas penanggung jawab meliputi : nama, umur, pekerjaan, agama, pendidikan,

suku/bangsa, alamat, hubungan dengan klien.


b.
1)

Riwayat Kesehatan
Keluhan utama
Keluhan utama adalah alasan klien masuk rumah sakit yang dirasakan saat dilakukan
pengkajian yang ditulis dengan singkat dan jelas, dua atau tiga kata yang merupakan
keluhan yang membuat klien meminta bantuan pelayanan kesehatan.

2)

Riwayat Kesehatan Sekarang


Merupakan penjelasan dari permulaan klien merasakan keluhan sampai dengan dibawa
ke rumah sakit dan pengembangan dari keluhan utama dengan menggunakan PQRST.
P (Provokative/Palliative), apa yang menyebabkan gejala bertambah berat dan apa yang
dapat mengurangi gejala.
Q (Quality/Quantity), bagaimana gejala dirasakan klien dan sejauh mana gejala
dirasakan.

R (Region/Radiation) dimana gejala dirasakan ? apakah menyebar? apa yang dilakukan


untuk mengurangi atau menghilangkan gejala tersebut ?
S (Saferity/Scale), seberapa tingkat keparahan gejala dirasakan? Pada skala berapa?
T (Timing), berapa lama gejala dirasakan ? kapan tepatnya gejala mulai dirasakan,
apakah ada perbedaan intensitas gejala misalnya meningkat di malam hari.
3)

Riwayat Kesehatan Dahulu


Tanyakan mengenai masalah-masalah seperti adanya riwayat trauma, riwayat penyakit
tulang seperti osteoporosis, osteomalacia, osteomielitis, gout ataupun penyakit
metabolisme yang berhubungan dengan tulang seperti diabetes mellitus (lapar terusmenerus, haus dan kencing terusmenerus), gangguan tiroid dan paratiroid.

4)

Riwayat Kesehatan Keluarga


Hal yang perlu dikaji adalah apakah dalam keluartga klien terdapat penyakit keturunan
ataupun penyakit menular dan penyakit-penyakit yang karena lingkungan yang kurang
sehat yang berdampak negatif pada kesehatan anggota keluarga termasuk klien.

c.

Pemeriksaan Fisik
Dilakukan dengan menggunakan teknik inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi terhadap
berbagai sistem tubuh.

1)

Keadaan Umum
Klien yang mengalami immobilisasi perlu dilihat dalam hal penampilan, postur tubuh,
kesadaran, gaya berjalan, kelemahan, kebersihan dirinya dan berat badannya.

2)

Sistem Pernafasan
Bentuk hidung, ada atau tidaknya sekret, PCH (Pernafasan Cuping Hidung), kesimetrisan
dada dan pernafasan, suara nafas dan frekwensi nafas. Pengaturan pergerakan pernafasan
akan mengakibatkan adanya retraksi dada akibat kehilangan koordinasi otot. Ekspansi
dada menjadi terbatas karena posisi berbaring akibatnya ventilas paru menurun sehingga
dapat

menimbulkan

atelektasis.

Akumulasi

sekret

pada

saluran

pernafasan

mengakibatkan terjadinya penurunan efisiensi siliaris yang dapat menyebabkan


pembersihan jalan nafas yang tidak efektif. Kelemahan pada otot pernafasan akan
menimbulkan mekanisme batuk tidak efektif.
3)

Sistem Kardiovaskuler
Warna konjungtiva pada fraktur, terutama fraktur terbuka akan terlihat pucat dikarenakan
banyaknya perdarahan yang keluar dari luka, terjadi peningkatan denyut nadi karena

pengaruh metabolik, endokrin dan mekanisme keadaaan yang menghasilkan adrenergik


sereta selain itu peningkatan denyut jantung dapat diakibatkan pada klien immobilisasi.
Orthostatik hipotensi biasa terjadi pada klien immobilisasi karena kemampuan sistem
syaraf otonom untuk mengatur jumlah darah kurang. Rasa pusing saat bangun bahkan
dapat terjadi pingsan, terdapat kelemahan otot. Ada tidaknya peningkatan JVP (Jugular
Vena Pressure), bunyi jantung serta pengukuran tekanan darah. Pada daerah perifer ada
tidaknya oedema dan warna pucat atau sianosis.
4)

Sistem Pencernaan
Keadaan mulut, gigi, bibir, lidah, kemampuan menelan, peristaltik usus dan nafsu makan.
Pada klien fraktur dan dislokasi biasanya diindikasikan untuk mengurangi pergerakan
(immobilisasi) terutama pada daerah yang mengalami dislokasi hal ini dapat
mengakibatkan klien mengalami konstipasi.

5)

Sistem Genitourinaria
Ada tidaknya pembengkakan dan nyeri daerah pinggang, palpasi vesika urinaria untuk
mengetahui penuh atau tidaknya, kaji alat genitourinaria bagian luar ada tidaknya
benjolan, lancar tidaknya pada saat klien miksi serta warna urine. Pada klien fraktur dan
dislokasi biasanya untuk sementara waktu jangan dulu turun dari tempat tidur, dimana hal
ini dapat mengakibatkan klien harus BAK ditempat tidur memaskai pispot sehingga hal
ini menambah terjadinya susah BAK karena klien tidak terbiasa dengan hal tersebut.

6)

Sistem Muskuloskeletal
Derajat Range Of Motion pergerakan sendi dari kepala sampai anggota gerak bawah,
ketidaknyamanan atau nyeri ketika bergerak, toleransi klien waktu bergerak dan
observasi adanya luka pada otot akibat fraktur terbuka, tonus otot dan kekuatan otot.
Pada klien fraktur dan dislokasi dikaji ada tidaknya penurunan kekuatan, masa otot dan
atropi pada otot. Selain itu dapat juga ditemukan kontraktur dan kekakuan pada
persendian.

7)

Sistem Integumen
Keadaan kulit, rambut dan kuku. Pemeriksaan kulit meliputi tekstur, kelembaban, turgor,
warna dan fungsi perabaan. Pada klien fraktur dan dislokasi yang immobilisasi dapat
terjadi iskemik dan nekrosis pada jaringan yang tertekan, hal ini dikarenakan aliran darah
terhambat sehingga penyediaan nutrisi dan oksigen menurun.

8)

Sistem Persyarafan
Mengkaji fungsi serebral, fungsi syaraf cranial, fungsi sensorik dan motorik sertsa fungsi
refleks.

d.

Pola Aktivitas Sehari-hari


1)

Pola Nutrisi

Kebiasaan makan klien sehari-hari dan kebiasaan makan-makanan yang mengandung


kalsium yang sangat berpengaruh dalam proses penyembuhan tulang dan kebiasaan minum
klien sehari-hari, meliputi frekwensi, jenis, jumlah dan masalah yang dirasakan.
2)

Pola Eliminasi

Kebiasaan BAB dan BAK klien, apakah berpengaruh terhadap perubahan sistem tubuhnya
yang disebabkan oleh fraktur.
3)

Pola Istirahat Tidur

Kebiasaan klien tidur sehari-hari, apakah terjadi perubahan setelah mengalani fraktur.
4)

Personal Hygiene

Kebiasaan mandi, cuci rambut, gosok gigi dan memotong kuku perlu dkaji sebelum klien
sakit dan setelah klien dirawat dirumah sakit.
5)

Pola Aktivitas

Sejauh mana klien mampu beraktivitas dengan kondisinya saat ini dan kebiasaan klien
berolah raga sewaktu masih sehat.
e.

Aspek Psiko Sosial Spiritual

1)

Data Psikologis Pengkajian psikologis yang dilakukan pada klien dengan fraktur pada

dasarnya sama dengan pengkajian psikososial dengan gangguan sistem lain yaitu mengenai
konsep diri (gambaran diri, ideal diri, harga diri, peran diri dan identitas diri). Pada klien
fraktur adanya perubahan yang kurang wajar dalam status emosional, perubahan tingkah laku
dan pola koping yang tidak efektif.
2)
Data sosial
Pada data sosial yang dikaji adalah hubungan klien dengan keluarga dan hubungan klien
dengan petugas pelayanan kesehatan.
3)
Data Spiritual
Perlu dikaji agama dan kepribadiannya, keyakinan dan harapan yang merupakan aspek
penting untuk penyembuhan penyakitnya.
f.

Data Penunjang

Menurut Doengoes et. al (2002:762), pemeriksaaan diagnostik yang biasa dilakukan pada
pasien dengan fraktur:
1)

Pemeriksaan rontgen

Menentukan lokasi/luasnya fraktur/trauma.


2)

Computed Tomography (CT-SCAN).

Memperlihatkan fraktur dan dislokasi, dapat digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan


jaringan lunak dan untuk mengetahui lokasi dan panjangnya patah tulang didaerah yang
sulit dievaluasi.
3)

Arteriogram

Dilakukan bila dicurigai terdapat kerusakan vaskuler.


4)

Pemeriksaan darah lengkap

Pemeriksaan darah lengkap meliputi kadar haemoglobin yang biasanya lebih rendah
karena perdarahan akibat trauma. Hematokrit mungkin meningkat atau menurun
(perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh dari trauma multiple). Kreatinin
(trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal). Profil koagulasi
(perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, tranfusi multipel atau cedera hati).

Diagnosa Keperawatan
1.Nyeri akut berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen tulang, cedera pada jaringan
lunak, alat traksi/imobilisasi
2. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan rangka neuromuskuler.
3. Resiko infeksi berhubungan dengan kerusakan kulit dan terpajannya dengan lingkungan
akibat fraktur terbuka, fiksasi pen eksternal.
4.Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan immobilisasi dan terpasangnya alat
fiksasi.
5.Risiko perubahan eliminasi : konstipasi berhubungan dengan penurunan motilitas usus
6.Kerusakan pola istirahat dan tidur behubungan dengan nyeri
7. Defisit perawatan diri berhubungan dengan keterbatasan pergerakan akibat fraktur.
8. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan
kebutuhan pengobatan.
Intervensi
Perencanaan keperawatan adalah menyusun rencana tindakan keperawatan yang
dilaksanakan untuk menanggulangi masalah dengan diagnosa keperawatan yang telah
ditentukan dengan tujuan terpenuhinya kebutuhan pasien.
1.

Nyeri akut berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen tulang, cedera pada

jaringan lunak, alat traksi/imobilisasi


Tupan : Nyeri hilang.

Tupen : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 hari di harapkan nyeri berkurang,
dengan kriteria :
a.

Klien mengatakan nyeri berkurang.

b.

Skala nyeri menjadi 2 dari skala nyeri 0-5

c.

Tanda-tanda vital dalam batas normal ( TD = 120/80 mmHg; RR = 16-24 x/menit; N

= 60-80 x/menit; S
d.

= 36,5-37,50 C).

Klien dapat melakukan teknik distraksi dan relaksasi yang tepat.

Rencana :
Tabel 2.4
Nyeri akut berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen tulang, cedera pada
jaringan lunak, alat traksi/imobilisasi
Intervensi
Pertahankan

rasionalisasi
imobilisasi
a.
Menghilangkan nyeri dan mencegah

bagian yang sakit dengan tirah kesalahan


baring, gips, pembebat, traksi.
Tinggikan
ekstremitas

dan

yang

posisi

tulang/tegangan

jaringan yang cedera.

sokong
b.

Untuk meingkatkan aliran darah

mengalami balik

luka/fraktkur.

vena,

menurunkan

edema,

menurunkan nyeri.

Kaji tngkat nyeri klien

c.

Dengan menkaji tingkat nyeri klien


untuk
intervensi.

keefektifan
Tingkat

mempengaruhi

pengawasan
ansietas

dapat

persepsi/reaksi

Lakukan tekhnik distraksi terhadap nyeri.


dengan cara mengajak klien
d.
berbincang-bincang

Dengan melakukan teknik distraksi


pada klien dengan cara berbincangbincang, dapat mengalihkan perhatian

Berikan alternatif tindakan klien tidak hanya tertuju pada nyeri.


kenyamanan,
pijatan

contoh

punggung,

pijatan,
e.

Meningkatkan sirkulasi umum ;

perubahan msnurunkan area tekanan lokal dan

posisi.

kelelahan otot.

Lakukan dan awasi latihan


rentang gerak pasif/aktif.

f.

Mempertahankan kekuatan/mobilitas
otot yang sakit dan memudahkan

Dorong

klien

untuk resolasi inflamasi pada jaringan yang

menggunakan teknik manajemen cedera.


stres, contoh relaksasi progresif,
g.

Memfokuskan kembali perhatian,

latihan napas dalam, imajinasi meningkatkan rasa kontrol, dan dapat


visualisasi. Sentuhan terapeutik.

meningkatkan

kemampuan

koping

dalam manajemen nyeri.


2.

Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan rangka neuromuskuler.

Tupan : Immobilisasi fisik tidak terjadi.


Tupen :Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 hari diharapkan dapat melakukan
mobilitas fisik dengan bantuan minimal, denngan Kriteria hasil :
a.Klien mampu meningkatkan/mempertahankan mobilitas pada paling tinggi.
b.Klien mampu mempertahankan posisi fungsional.
c.Klien mampu meningkatkan kekuatan/fungsi yang sakit dan/ mengkompensasi bagian
tubuh.
d.Klien mampu menunjukan kemampuannya.
Rencana :
Tabel 2.5
Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan rangka neuromuskuler.
Intervensi
Rasionalisasi
Lakukan rentang gerak aktif
a.
Mencegah/menurunkan
pada

anggota

gerak

insiden

sehat komplikasi kulit, menghindari spasme

sedikitnya 4 kali/hari

otot, dan gerak aktif meningkatkan


kemandirian dalam pergerakkan

b.

Lakukan latihan rentang gerak


b.

Gerak

pasif

dapat

mencegah

pasif pada anggota gerak yang kontraktur, dan dengan cara disangga,
sakit dengan hati-hati, dan sangga agar tidak terjadi pergeseran pada tulang
ekstrimitas yang fraktur.

yang fraktur

Ubah posisi setiap 2-4 jam


c.

Melancarkan
mempercepat

sirkulasi
penyembuhan

mencegah/menurunkan
d.

sehingga
serta
insiden

Tingkatkan latihan gerak secara komplikasi kulit.


perlahan.

d.

Rentang

grak

secara

bertahap

Hari kedua post op, klien bisa dimungkinkan

tidak

menyebabkan

duduk di tempat tidur dengan keterkejutan pada klien


nyaman
Hari ketiga post op, klien bisa
turun dari tempat tidur dan jalanjalan di sekitar dengan tangan yang
fraktur disangga

Sumber: Doenges et. al. (2000, hal 769) Rencana Asuhan Keperawatan Untuk Perencanaan
Dan Pendokumentasian Perawatan Pasien (edisi 3), EGC, Jakarta
3.

Resiko infeksi berhubungan dengan kerusakan kulit dan terpajannya dengan lingkungan

akibat fraktur terbuka, fiksasi pen eksternal.


Tupan : Infeksi tidak terjadi.
Tupen : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 hari, diharapkan tanda-tanda
infeksi tidak terjadi, dengan Kriteria :
a. Tidak ditemukannya tanda tanda infeksi.
b. Tanda vital terutama suhu tidak terjadi peningkatan atau dalam batas normal.
c. Leukosit normal (4.000 10.000)
Rencana :
Tabel 2.6
Resiko infeksi berhubungan dengan kerusakan kulit dan terpajannya dengan
lingkungan akibat fraktur terbuka, fiksasi pen eksternal
Intervensi
1.

Rasional

Observasi luka untuk pembentukan


1.

Tanda perkiraan gangren.

bula, krepitasi, perubahan warna kulit,


bau drainage yang tidak enak/asam.
2.

Kaji sisi pen/kulit,


keluhan

peningkatan

perhatikan
2.

Dapat mengindikasikan timbulnya

nyeri/rasa infeksi lokal/nekrosis jaringan yang

terbakar atau adanya oedema, eritema, dapat

menimbulkan

adanya

drainage / bau tak enak.


3.

osteomeilitis.

Berikan perawatan pen/kawat steril


sesuai protokol dan latihan mencuci
3.
tangan.

4.

Dapat mencegah kontaminasi silang


dan kemungkinan infeksi.

Kaji tonus otot, reflek tendon dalam


4.
dan kemampuan untuk berbicara.

Kekuatan otot, spasme tonik otot


rahang dan disphagia menunjukan
adanya tetanus.

5.

Lakukan prosedur isolasi.

5.

Adanya drainage purulen akan


memerlukan kewaspadaan luka untuk
mencegah kontaminasi silang.

6.

Berikan obat sesuai dengan indikasi,


6.
contoh antibiotik IV/topikal.

7.

Kolaborasi

Antibiotik spektrum luas dapat


digunakan secara propilaktip pada

pemeriksaan mikroorganisme khusus.

laboraorium, hitung darah lengkap.

7.

Leukositosis biasanya ada dengan

proses infeksi.
Sumber: Doenges et. al. (2000, hal 765) Rencana Asuhan Keperawatan Untuk Perencanaan
Dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien (edisi 3), EGC, Jakarta
4.Resiko Kerusakan Integritas Kulit berhubungan dengan Imobilisasi dan Terpasangnya Alat
Fiksasi.
Tupan : Integritas kulit terpelihara
Tupen : Setelah dilakukan perawatan selam 2 hari, diharapkan tanda-tanda dekubitus tidak
terjadi, dengan kriteia:
a. Tidak ada kemerahan pada daerah yang tertekan terutama bokong dan tumit
b. Tidak teraba panas pada daerah tertekan
c. Tidak terdapat lecet pada daerah tertekan
Tabel 2.7
Resiko Kerusakan Integritas Kulit berhubungan dengan
Imobilisasi dan Terpasangnya Alat Fiksasi.
Intervensi
Rasionalisasi
a.
Kaji kulit untuk luka terbuka,
a.
Memberikan informasi tentang
benda

asing,

kemerahan, sirkulasi kulit dan masalah yang

perdarahan, perubahan warna, mungkin disebabkan oleh alat dan/atau


kelabu, memutih.

pemasangan bebat atau traksi, atau


pembentukan

edema

yang

membutuhkan intervensi medik lanjut.


b.

Masase kulit dan penonjolan


b.
tulang.

Pertahankan

kering

dan

bebas

Menurunkan tekanan konstan pada

tempat area

yang

peka

da

risik

kerutan. abrasi/kerusakan kulit

Tempatkan bantalan air/bantalan


lain bawah kiku/tumit sesuai
inidikasi.
c.

Kaji posisi bebat pada alat


c.
traksi

Posisi yang tak tepat dapat


menyebabkan cedera kulit/kerusakan.

d.
d.

Lakukan

mobilisai

Dengan mobilisasi aktif maupun

aktif pasif sirkulasi darah pada daerah

maupun pasif.

tertentu

lancar

dan

penekanan-

penekanan pada daerah tertentu tidak


berlebihan
Sumber: Doengoes, et. al. (2000, hal 771). Rencana Asuhan Keperawatan Untuk
Perencanaan Dan Pendokumentasian Perawatan Pasien (edisi 3), EGC, Jakarta
5.

Kerusakan pola istirahat dan tidur behubungan dengan nyeri

Tupan : kerusakan pola istirahat teratasi


Tupen : setelah dilakukan tindakan keperawatan 2x24 jam Kebutuhan istirahat tidur
terpenuhi, dengan kriteria:
a.
b.

Tidur/istirahat diantara gangguan


Melaporkan peningkatan rasa sehat dan merasa dapat istirahat

Rencana:
Tabel .2.8
Gangguan Pola Tidur berhubungan dengan Nyeri
Intervensi
Rasionalisasi
Berikan makanan kecil, susu
Meningkatkan
hangat sore hari
Turunkan jumlah minum sore

relaksasi

dengan

perasaan mengantuk
Menurunkan

kebutuhan

akan

hari, lakuikan berkemih sebelum bangun untuk pergi ke kamar mandi


tidur
Batasi masukan makanan dan
minuman mengandung kafein

Kafein dapat memperlambat klien


untuk tidur dan memopengaruhi tidur
tahap REM.

Kolaborasi dalam pemberian


obat analgetik dan sedatif

Nyeri meruhi kemampuan klien


untuk tidur, dsan sedatif obat yang
tepat untuk menuiingkatkan istiraht

6.

Risiko perubahan eliminasi : konstipasi berhubungan dengan penurunan motilitas usus

Tupan : BAB lancar


Tupen : Setelah dilakukan perawatan selama 2 hari diharapkan klien dapat BAB dengan
lancar dengan konsistensi lunak, dengan kriteria :
a.

Klien dan keluarga mengetahui tentang jenis-jenis makanan yang dapat dikonsumsi.

b.

BAB lancar dan normal (1-2 x/hari) dengan warna kuning, konsistensi lembek dan bau

khas feces.
c.

Hasil auskultasi peristaltik usus normal 4-12 x/menit

Rencana

Tabel 2.9
Risiko perubahan eliminasi : konstipasi berhubungan dengan penurunan motilitas usus

Intervensi
1.

Rasional

Melatih klien untuk melakukan


1.
pergerakan

yang

Dengan tindakan tersebut akan

melibatkan meningkatkan

daerah abdomen seperti miring abdomen


kanan dan miring kiri.

ketegangan
yang

otot

membantu

peningkatan peristaltik sehingga feses


yang keluar lancar.

2.

Berikan cairan yang adekuat.


2.

Dengan memberikan cairan akan


meningkatkan kandungan air dalam

3.

Beri makanan yang tinggi serat.

feses sehingga BAB menjadi lancar.

3.

Makanan tinggi serat akan menarik


cairan dari lumen usus sehingga feses
menjadi lembek dan mudah untuk
dikeluarkan.

7.

Defisit Perawatan Diri berhubungan dengan Keterbatasan Pergerakan Akibat Fraktur

Tujuan : Kebutuhan perawatan diri terpenuhi


Tupen: setelah dilakukan tindakan keperawatan 2x24 jam defisit perawatan diri teratasi,
dengan kriteria:
a.

Mendemontrasikan teknik perubahan gaya hidup untuk memenuhi kebutuhan

perawatan diri
b.
Melakukan perawatan diri dalam tingkat kemampuan sendiri
Rencana:
Tabel 2.10
Defisit Perawatan Diri berhubungan dengan
Keterbatasan Pergerakan Akibat Fraktur
Intervensi
Beri

informasi

tentang

Rasionalisasi
Dengan memberikan informasi

pentingnya perawatan diri bagi dapat


klien

menambah

pengetahuan

klien

wawasan
tentang

cara

Bantu dan fasilitasi klien perawatan diri yang benar


dalam
higiene

melakukan

personal
b.

Dengan
mendekatkan

menyediakan
akan

dan

mendorong

kemandirian

klien

dalam

hal

Jaga kebersihan pakaian dan melakukan aktivitas


alat tenun klien

Pakaian yang bersih dan alat tenun

Berikan lotion dan talk yang


setelah mandi

kering

dapat

mencegah

terjadinya gatal.
d.

Untuk meningkatkan rasa nyaman


klien dan dapat mencegah terjadinya

biang keringat
Sumber:Doengoes, et. al. (2000, hal 301). Rencana Asuhan Keperawatan Untuk Perencanaan
Dan Pendokumentasian Perawatan Pasien (edisi 3), EGC, Jakarta
8. Ansietas berhubungan dengan Kurang pengetahuan
Tupan : Cemas hilang
Tupen : setelah dilakukan tindakan keperawatan 2x24 jam cemas berkurang, dengan kriteria:
a.
b.

Klien tampak rileks


Melaporkan ansietas berkurang

Rencana:
Tabel 2.12
Ansietas berhubungan dengan
Kurang pengetahua

a.

Intervensi
Jalin rasa percaya

Rasionalisasi
Rasa percaya dapat melahirkan
keterbukaan

b.

Kaji ulang tingkat kecemasan


klien

Dapat
kecemasan

mengetahui
klien

derajat
sehingga

memudahkan intervensi selanjutnya


c.

Berikan

kesempatan

mengekspresikan perasaannya
d.

Berikan penjelasan tentang


penyakit yang diderita

Beban kecemasan dapat berkurang


dengan diekspresikan
Dengan
dimungkinkan

mengetahui
klien

akan

penyakit,
merasa

tenang
e.
Berikan kesempatan bertanya
untuk

Dimungkinkan dapat mengetahui


hal yang tidak diketahui

Sumber: Doengoes, et. al. (2000, hal 922) . Rencana Asuhan Keperawatan Untuk
Perencanaan Dan Pendokumentasian Perawatan Pasien (edisi 3), EGC, Jakarta

DAFTAR PUSTAKA
1.Doenges, Marilynn E. et.al. (2000) Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta : EGC.
2.Rasjad, Chairuddin. 2003. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Makasar : Lintang
Imumpasue.

3.Smeltzer, Suzanne C. Bare Brenda G. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner & Suddarth, Edisi 8. Jakarta : EGC
4.Syaifuddin. 2006. Anatomi Fisiologi Untuk Mahasiswa Keperawatan, Edisi III. Jakarta :
EGC.
5.Arif Mutaqin.2008.Asuhan Keperawatan Sistem Muskuluskeltal

Anda mungkin juga menyukai