1, Januari 2013
INTISARI
Penelitian menggunakan metode geofisika resistivitas dan induksi polarisasi
(IP) kawasan waktu (time domain) dengan masing masing parameter pengukuran
adalah tahanan jenis batuan dan chargeability batuan. Pengambilan data lapangan
menggunakan konfigurasi elektroda dipole dipole dengan panjang lintasan
pengukuran 250 m yang berjumlah 14 lintasan. Hasil penelitian dan interpretasi
terpadu dari beberapa lintasan, berdasar data anomali resistivitas daerah telitian
tersusun oleh batuan yang telah mengalami alterasi (ubahan), alterasi argilik dan
alterasi propilitik dicirikan dengan nilai resistivitas < 100 Ohm.m dan alterasi
silisifikasi dicirikan dengan nilai resistivitas > 200 Ohm.m. Berdasarkan data anomali
chargeability secara horizontal penyebaran alterasi mineralisasi mengikuti arah
dugaan vein sesuai dengan arah sebaran singkapan geologi permukaan yang
secara umum berarah Barat Laut (NW) Tenggara (SE), daerah potensi
mineralisasi ditandai dengan nilai chargeability > 100 M.sec.
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara yang mempunyai potensi sumber daya alam
yang melimpah, salah satunya adalah sumber daya mineral logam yang
dimanfaatkan untuk bahan material industri seperti bijih besi, tembaga, alumunium,
timbal, nikel dan seng dan untuk perhiasan seperti emas dan perak. Pada saat ini
kebutuhan pasar akan mineral logam mengalami peningkatan, sehingga diperlukan
keseimbangan antara kebutuhan pasar dengan produksi mineral logam. Produksi
mineral logam juga harus didukung dengan ketersediaan bahan galian mineral
logam yang tersedia di alam, sehingga diperlukan kegiatan eksplorasi untuk
melokalisir daerah daerah yang memiliki potensi bahan galian mineral logam.
Kegiatan eksplorasi awal yang dilakukan di daerah telitian adalah kegiatan
eksplorasi geologi. Eksplorasi geologi dilakukan untuk mengetahui informasi awal
tentang potensi keberadaan cebakan mineral logam yang ada di permukaan pada
daerah telitian berdasar pada jenis litologi batuan dan singkapan urat kuarsa yang
membawa mineral logam. Eksplorasi lanjutan yang dilakukan adalah eksplorasi
geofisika untuk mengetahui kondisi geologi bawah permukaan berdasarkan data
anomali geofisika yang terukur. Pada penelitian ini eksplorasi geofisika
menggunakan metode resistivitas dan induksi polarisasi (IP) karena metode
tersebut efektif dan efisien untuk mengetahui kondisi geologi bawah permukaan
yang berkaitan dengan mineralisasi hidrothermal dan batuan intrusi.
Penelitian dengan menggunakan metode resistivitas dan induksi polarisasi
(IP) dengan masing masing parameter tahanan jenis dan chargeabilitas batuan
digunakan untuk pendekatan model geologi bawah permukaan dengan korelasi data
pendukung data geologi permukaan daerah telitian.
Penelitian ini berada di daerah Mekar Jaya, dengan batas koordinat UTM X
= 7040000 7060000 dan Y = 9191000 9192500. Secara administratif Daerah
TINJAUAN GEOLOGI
A.
Endapan Hidrothermal
Sistem hidrotermal didefinisikan sebagai sirkulasi fluida panas (50 0
>500 C), secara lateral dan vertikal pada temperatur dan tekanan yang bervariasi di
bawah permukaan bumi. Sistem ini mengandung dua komponen utama, yaitu
sumber panas dan fase fluida (larutan). Sirkulasi fluida hidrotermal menyebabkan
himpunan mineral pada batuan dinding (wall rock) menjadi tidak stabil dan
cenderung menyesuaikan kesetimbangan baru dengan membentuk himpunan
mineral yang sesuai dengan kondisi yang baru, yang dikenal sebagai ubahan
(alteration) hidrotermal. Endapan mineral hidrotermal dapat terbentuk karena
sirkulasi fluida hidrotermal yang melindi (leaching), mentransport, dan
mengendapkan mineral mineral baru sebagai respon terhadap perubahan fisik
maupun kimiawi (Pirajno, 1992, dalam Sutarto, 2004).
Alterasi merupakan perubahan komposisi mineralogi batuan (dalam
keadaan padat) karena adanya pengaruh Suhu (T) dan Tekanan (P) yang tinggi dan
tidak dalam kondisi isokimia yang menghasilkan mineral lempung (clay), kuarsa
(silica), oksida atau sulfida logam. Proses alterasi merupakan peristiwa sekunder,
berbeda dengan metamorfisme yang merupakan peristiwa primer. Alterasi terjadi
pada intrusi batuan beku yang mengalami pemanasan dan pada struktur tertentu
yang memungkinkan masuknya air meteorik (meteoric water) untuk dapat
mengubah komposisi mineralogi batuan. Semua mineral bijih yang terbentuk
sebagai mineral ubahan pada fase ini disebut sebagai endapan hidrotermal.
Menurut Linggren (1933) fase endapan hidrotermal dibagi menjadi 3 jenis
berdasarkan temperatur, tekanan dan kondisi geologi pada saat pembentukannya
yaitu : endapan hipotermal, endapan mesotermal dan endapan epitermal.
White dan Hedenguist (1995) membagi sistem epitermal menjadi dua tipe
yang dibedakan berdasarkan sifat kimia fluidanya yaitu sulfida rendah (low
sulphidation) dan sulfida tinggi (high sulphidation). Pembagian tersebut juga dapat
berdasarkan alterasi dan mineraloginya sehingga kadang kadang dua tipe ini
disebut sebagai tipe acid sulphate (sulfida tinggi) dan adularia sericite (sulfida
rendah).
B.
Fisiografi Jawa Barat menurut Van Bemmelen, 1949 dibagi ke dalam empat
zona fisiografi yaitu : Dataran Pantai Jakarta menempati bagian Utara Jawa Barat,
Zona Bogor menempati sebelah selatan Dataran Pantai Jakarta memanjang dari
arah barat ke timur melalui Kota Bogor, Purwakarta dan Bumiayu (Jawa Tengah),
Zona Bandung merupakan zona depresi antar gunung (Intermountain Depression)
memanjang dari arah Barat Timur dan Pegunungan Selatan Jawa Barat berada
pada bagian selatan Jawa Barat yang merupakan deretan Pegunungan memanjang
dari arah Barat ke Timur.
Stratigrafi Jawa Barat oleh Soejono M, 1984 dikelompokan berdasarkan
sedimen pembentuknya dibagi menjadi 3 (tiga) mandala sedimentasi yaitu :
Struktur geologi Jawa Barat Berdasarkan hasil penafsiran foto udara dan
citra indera (citra landsat) daerah Jawa Barat diketahui adanya banyak kelurusan
bentang alam yang diduga merupakan hasil proses pensesaran. Jalur sesar
tersebut umumnya berarah Barat Timur, Utara Selatan, Timur Laut Barat Daya
dan Barat Laut Tenggara. Secara regional struktur sesar berarah Timur Laut
Barat Daya dikelompokan sebagai Pola Meratus, sesar berarah Utara Selatan
dikelompokan sebagai Pola Sunda dan sesar berarah Barat Timur dikelompokan
sebagai Pola Jawa.
Struktur sesar dengan arah Barat Timur umumnya berjenis sesar naik,
sedangkan struktur sesar dengan arah lainnya berupa sesar mendatar. Sesar
normal umum terjadi dengan arah bervariasi. Dari sekian banyak struktur sesar
yang berkembang di Jawa Barat ada tiga struktur regional yang memegang peranan
penting yaitu Sesar Cimandiri, Sesar Baribis dan Sesar Lembang. Ketiga sesar
tersebut untuk pertama kalinya diperkenalkan oleh Van Bemmelen (1949) dan
diduga ketiganya masih aktif hingga sekarang.
C.
argilik pada batuan lava andesit mempunyai ciri ciri abu abu keputihan, massif
lunak, mineral yang dijumpai mineral klorit, kaolin dan mineral lempung lainnya dan
mineral logam yang hadir pirit dan kalkopirit. Alterasi argilik pada batuan diorit
dicirikan oleh warna putih abu abu terang oleh penyebaran mineral lempung,
dijumpai juga beberapa mineral klorit, mineral logam yang hadir adalah mineral
kalkopirit, pirit dan sedikit galena. Alterasi argilik pada batuan andesit dicirikan oleh
warna abu abu keputihan, dijumpai mineral kaolin dan klorit, mineral logam yang
hadir adalah mineral pirit dan kalkopirit. Alterasi propilitik pada batuan diorit dicirikan
oleh warna abu abu merah kehijauan, mineral logam yang hadir adalah mineral
pirit, kalkopirit dan galena. Alterasi propilitik pada batuan andesit dicirikan oleh
warna abu abu kehijauan, dijumpai mineral klorit dan mineral kaolin, mineral
logam yang hadir adalah mineral kalkopirit, pirit, bornite dan malakit.
TINJAUAN GEOFISIKA
Penelitian geofisika yang pernah dilakukan berkaitan dengan endapan
emas sistem epitermal adalah penelitian yang dilakukan oleh Amazon (1940).
Penelitian ini dilakukan dibeberapa tempat dengan target berupa zona mineralisasi
logam. Hasilnya selalu menunjukkan respon yang khas yaitu zona mineralisasi
sering berkaitan dengan respon IP tinggi dan resistivitas rendah. Penelitian tersebut
memberikan beberapa kesimpulan antara lain :
Zona Alterasi argilik secara umu memiliki ciri ciri resistivitas rendah sedang
yang disebabkan oleh adanya mineral lempung berasosiasi dengan IP sedang
tinggi.
Zona Alterasi propilitik secara umu memiliki ciri ciri resistivitas tinggi karena
adanya mineral klorit berasoisasi dengan IP sedang tinggi.
Zona Alterasi silisifikasi secara umum memiliki ciri ciri resistivitas sedang
tinggi karena kekompakkan batuan dan mineral silika berasosiasi dengan IP
yang sedang.
Selain itu, penelitian geofisika yang berkaitan dengan endapan emas sistem
epitermal juga pernah dilakukan oleh R.G. Allis (1990) dan Irvine dkk, yang
dipublikasikan dalam jurnal Geophysical Exploration For Ephitermal Gold Deposits
(1990). Hasil penelitian tersebut memberikan beberapa kunci untuk interpretasi data
resistivitas dan IP pada sistem epitermal. Secara singkat diuraikan sebagai berikut :
Pada sistem geotermal aktif, salinitas dan temperatur juga merupakan faktor
yang sangat penting yang dapat mengakibatkan penurunan resistivitas. Studi
pada batuan hasil alterasi hidrotermal menunjukkan bahwa kenaikan
temperatur menyebabkan penurunan resistivitas secara eksponensial.
METODE PENELITIAN
A.
Metode Pengukuran
Dalam penelitian ini digunakan pengukuran resistivitas dan induksi
polarisasi kawasan waktu (time domain). Parameter yang terukur (tercatat) pada
metode ini adalah nilai resistivitas (tahanan jenis) pada batuan dan nilai
B.
C.
Interpretasi Kuantitatif
Interpretasi ini berdasarkan data resistivitas dan chargeabilitas yang terukur di
lapangan dan kemudian di lakukan pemodelan inversi menggunakan
perangkat lunak Res2DInv. Hasil keluarannya adalah penampang inversi 2D
variasi nilai resistivitas dan chargeabilitas pada tiap lintasan geofisika.
Interpretasi Kualitatif
Interpretasi ini berdasarkan model penampang inversi 2D variasi nilai
resistivitas dan chargeabilitas yang dikorelasikan dengan data geologi
permukaan daerah telitian, digunakan untuk mengetahui kondisi geologi bawah
permukaan.
3.
3.
4.
KESIMPULAN
Beberapa kesimpulan dari penelitian yang dilakukan di Daerah Mekar Jaya
Cidolog, Kabupaten Sukabumi ini adalah sebagai berikut :
1.
2.
3.
4.
DAFTAR PUSTAKA
Bemmelen., R.W. van. 1949. The Geology of Indonesia. General Geology of
Indonesian and Adjacent Archipelago. The Huge : Government Printing
Office.
Djoko Santoso, (2002), Pengantar Teknik Geofisika, Institut Teknologi Bandung.
Dobrin, Milton B., Savit, Carl H. 1988. Induced Polarization In Introduction to
Geophysical Prospecting, 4thEdition, pp 837-842. United States of America
: McGraw-Hill Company
Edward, L.S., 1977. Induced Polarization, In Introduction of Minning Geophysics,
Vol.I. Lecture Notes, Develop Rangon Ars and Sciences University.
Koesoemadinata., R.P. 2000. Geologi Eksplorasi. Institut Teknologi Bandung,
Bandung
Lindgren, W.W., 1933. Mineral deposits. John Wiley & Sons, New York.
Loke, M.H., 2004. Tutorial : 2-D and 3-D Electrical Imaging Surveys.
www.geoelectrical.com
Lowrie, William. 2007. Fundamentals of Geophysics Second Edition. Cambridge
University Press.
Martodjojo., S. 1984. Evolusi Cekungan Bogor, Jawa Barat. Desertasi Doktor.
Jurusan Geologi ITB (Tidak diterbitkan).
Paranis, D. S. 1997. Principles of Applied Geophysics Fifth Edition. Chapman &
Hall.
Pulunggono., A., dan Martodjojo., S. 1994. Perubahan Tektonik Paleogen-Neogen
Merupakan Peristiwa Tektonik Terpenting di Jawa. Proceeding Geologi dan
Geotektonik Palau Jawa Sejak Akhir Mezoik Hingga Kuater. Teknik Geologi
UGM. Yogyakarta.
Sukamto, RAB, 1975. Peta Geologi Lembar Jampang dan Balekambang, Jawa.
Direktorat Geologi, Departemen Pertambangan Republik Indonesia.
Cetakan Kedua Edisi 1990.
Tim Eksplorasi Geologi UPN. 2011. Laporan Eksplorasi Geologi Daerah Mekar
Jaya, Cidolog, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Universitas
Pembangunan Nasional Veteran Yogyakarta (Tidak diterbitkan).
Telford, W. M. & Geldart, L. P. & Sherift, R. E. 1990. Applied Geophysics Second
Edition. Cambridge University Press.
White, N.C., & Hedenquist, J.W., 1995. Epithermal gold deposits : Styles,
characteristic and exploration : SEG Newsletter, v. 23