Disarikan oleh :
DR. Ir. Heru Hendrayana
Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada
heruha@ugm.ac.id
Page 1
sumberdaya air baku untuk memenuhi berbagai kebutuhan di suatu wilayah yang akan dilakukan
penataan ruangnya, dan juga bagi pengembangan wilayah tersebut dikemudian hari.
Potensi sumberdaya air yang terdapat pada suatu cekungan airtanah perlu dikelola secara
menyeluruh, tidak hanya terhadap airtanahnya, tetapi juga cekungan airtanah itu sendiri beserta
lingkungannya. Tujuan pengelolaan cekungan airtanah antara lain agar terjadi efektivitas
pemanfaatan airtanah, yang mencakup : a) untuk memenuhi kebutuhan air baku, b) untuk
menghindari kekeringan, c) dapat mengendalikan pencemaran, d) mampu memelihara lingkungan, e)
mengetahui karakteristik imbuhan (imbuhan lokal, imbuhan regional, atau kombinasi keduanya).
Setelah penataan ruang di suatu wilayah, maka pengelolaan cekungan airtanah tersebut bukan hanya
menjadi tanggungjawab pemerintah, tetapi juga bagi pengguna airtanah, misalnya masyarakat
setempat, industri, pemakai air irigasi, para pelaku pengelola airtanah dll. Pemerintah dalam hal ini
berfungsi sebagai fasilitator dan mewujudkan networking, serta mengontrol mekanisme
pengelolaan airtanah berikut penataan kawasan yang telah ditetapkan sebagai zona-zona tertentu.
Dengan demikian pola distribusi pemukiman, lahan-lahan terbuka, kawasan konservasi, kawasan
preservasi mempunyai pertimbangan yang kuat dan rasional dalam rangka mengendalikan
pengembangan wilayah dari waktu ke waktu dengan bertumpu pada keberlanjutan sumberdaya
airtanah. Kondisi sistem hidrogeologi di suatu wilayah harus menjadi salah satu parameter kendali
dalam penataan ruang dan pengembangan wilayah. Dan akhirnya, dengan berlakunya PP No. 43
tahun 2008 tentang Airtanah, maka diharapkan penyelenggaraan pengelolaan airtanah di Indonesia
segera mencapai sasaran optimal yang dapat dirasakan masyarakat secara lebih nyata.
Salah satu langkah nyata dalam rangka mengatasi masalah air di Indonesia pada bulan April 2004 di
Jakarta telah dilakukan Deklarasi Nasional oleh 11 (sebelas) Menteri yang bernama Deklarasi
Nasional Pengelolaan Air Yang Efektif Dalam Penanggulangan Bencana. Adapun isi Deklarasi
Nasional tersebut adalah:
1. Meningkatkan upaya pengelolaan dan perlindungan sumberdaya air untuk menanggulangi
bencana
2. Melakukan pencegahan kerusakan lingkungan melalui konservasi, rehabilitasi hutan dan lahan
pada DAS kritis, pengelolaan kuantitas dan kualitas air, serta pengendalian pencemaran air.
3. Meningkatkan koordinasi di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, serta meningkatkan
kemampuan dan partisipasi seluruh pemangku kepentingan dan masyarakat luas dalam
pengelolaan air pada penanggulangan bencana.
4. Meningkatkan pertukaran data dan informasi di bidang pengelolaan sumberdaya air dan
penanggulangan bencana.
Disamping itu, Pemerintah Republik Indonesia telah mencanangkan program Gerakan Nasional
Kemitraan Penyelamatan Air (GNKPA) pada perayaan Hari Air Nasional (HAS) pada tahun 2005.
Program yang menjadi acuan kegiatan penyelamatan air meliputi: penataan ruang/pembangunan
fisik, konservasi dan rehabilitasi hutan, lahan dan air, pengendalian daya rusak air, pengelolaan
penggunaan air berkelanjutan dan pemenuhan kebutuhan air yang adil.
Pengelolaan airtanah di Indonesia pada dasarnya bertumpu pada aspek hukum dan aspek teknis.
Aspek hukum merupakan peraturan dan perundangan yang digunakan untuk melandasi upaya
pengelolaan airtanah, baik yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.
Peraturan dan perundangan yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah sebenarnya merupakan
pranata hukum yang bertindak sebagai ujung tombak upaya pelaksanaan pengelolaan dan
perlindungan airtanah, dengan demikian peraturan daerah sangat menentukan dalam pencapaian
program perlindungan sumberdaya airtanah. Karena sifatnya demikian, maka sebaiknya peraturan
dan perundangan yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah disesuaikan dan berdasarkan pada
kondisi fisik sumberdaya airtanah yang ada di daerah tersebut. Aspek teknis pelaksanaan
pengelolaan airtanah tidak mendasarkan pada batas administrasi suatu daerah, tetapi harus tetap
mengacu pada konfigurasi cekungan airtanah dengan memperhatikan kondisi batas hidrogeologi
yang ada.
Page 2
Page 3
g. Tidak dihargainya nilai ekonomi dan lingkungan airtanah pada pemanfaatannya, tetapi lebih
menitik beratkan pada eksploitasi untuk mendapatkan pendapatan bagi daerah dari pada
perlindungannya.
h. Data dan informasi airtanah kurang memadai baik kuantitas maupun kualitasnya. Data dan
informasi kurang informatif dan tidak seragam dalam format, belum tersusunnya standar
sistem informasi airtanah, yang merupakan alat bantu pada perencanaan pengelolaan dan
pendukung pengambilan keputusan.
i. Terjadinya konflik kepentingan antar pengguna sumber air baku, karena meningkatnya
degradasi kualitas, kuantitas, dan lingkungan airtanah, terutama pada di wilayah perkotaan.
Di sisi lain, terjadi peningkatan kebutuhan sumber airbaku yang sangat pesat sejalan dengan
dinamika pengembangan wilayah.
j. Keterbatasan sumberdaya (manusia, peralatan, biaya) baik di tingkat pemerintah pusat
maupun daerah, mengakibatkan pelaksanaan pengelolaan airtanah kurang efektif dan
kurang maksimal.
k. Lemahnya pengawasan dan penegakan hukum atas setiap pelanggaran yang terjadi
terhadap peraturan perundangan pengelolaan airtanah yang ada.
l. Kurangnya kepedulian masyarakat terhadap keberadaan dan fungsi airtanah, baik kualitas,
kuantitas dan kontinuitasnya, yang disebabkan terbatasnya pengetahuan masyarakat
terhadap pemahaman airtanah (groundwater knowledge).
m. Degradasi kuantitas, kualitas dan lingkungan airtanah akibat pengambilan airtanah yang
berlebihan, pencemaran dan perubahan fungsi lahan khususnya cekungan airtanah di
perkotaan.
Permasalahan pengelolaan airtanah dipicu juga dengan adanya perubahan paradigma, yang pada
akhirnya berpengaruh pada penentuan kebijakan dan proses pelaksanaan pengelolaan airtanah,
antara lain:
Perubahan status airtanah dari komoditas sosial dan barang bebas menjadi komoditas
sosial-komersial.
Pergeseran peran Pemerintah sebagai provider menjadi enabler.
Perubahan sistem pemerintahan dari sentralisasi menjadi desentralisasi.
Perubahan pola pengelolaan dan pengembangan sumberdaya air dari Government
Centrist menjadi Private-Public Participation.
Perubahan pelayanan pemerintah dari birocrative-normative menjadi responsiveflexible.
Perubahan sistem kebijakan Pemerintah dari top-down menjadi bottom-up.
Tantangan pada Pelaksanaan Pengelolaan Airtanah
Banyaknya permasalahan dan kendala yang masih ada terhadap pelaksanaan pengelolaan airtanah di
Indonesia, baik yang bersifat teknis maupun non teknis yang berpengaruh pada sasaran pengelolaan
airtanah, maka dalam rangka penyelenggaraan pengelolaan airtanah banyak menghadapi tantangan,
antara lain:
Pengelolaan sumberdaya air secara terpadu antara airtanah dan air permukaan, mengingat,
bahwa airtanah adalah bagian tak terpisahkan dari ekosistem hidrologi dengan air permukaan.
Menerapkan konsep dasar pengelolaan airtanah secara total (Total Groundwater
Management) yang memadukan konsep pengelolaan Groundwater Basin dan River Basin.
Pendekatan pengelolaan airtanah dengan mendasarkan konsep Regional, Intermediate dan
Local/Artificial Groundwater Flow System guna memecahkan permasalahan kuantitas dan
kualitas airtanah pada setiap recharge area ataupun discharge area.
Mempertimbangkan penilaian resiko (Risk Assessment) pada airtanah, baik pada aspek
kuantitas maupun kualitas pada setiap kebijakan pengelolaan airtanah. Hal ini untuk
meminimalkan dampak negatif akibat pemanfaatan airtanah terhadap lingkungannya.
Page 4
Page 5
Page 6
2. Kebijakan teknis pengelolaan airtanah di provinsi yang ditetapkan oleh Gubernur dengan
mengacu pada kebijakan teknis pengelolaan airtanah nasional
3. Kebijakan teknis pengelolaan airtanah di kabupaten/kota yang ditetapkan oleh
Bupati/Walikota dengan mengacu pada kebijakan teknis pengelolaan airtanah provinsi
Pengelolaan Airtanah Berdasar Peraturan Perundangan di Indonesia
Terdapat beberapa telaah pengelolaan airtanah yang dilakukan berdasarkan pada kebijakan dan
peraturan yang sudah ada, sehingga menghasilkan suatu konsep pengelolaan airtanah yang
menjamin ketersediaannya dan pendayagunaannya secara berkelanjutan, diantaranya adalah
pengelolaan sumberdaya air berdasarkan UU No.7/2004 dan pengelolaan airtanah berdasar PP No.
43/2008.
1. Pengelolaan Sumberdaya Air berdasarkan UU No.7/2004
Menurut UU No.7/2004 pengelolaan sumberdaya air adalah upaya merencanakan, melaksanakan,
memantau, dan mengevaluasi penyelenggara konservasi sumberdaya air, pendayagunaan
sumberdaya air, dan pengendalian daya rusak air. Terdapat dua komponen utama sumberdaya air,
yaitu air permukaan dan airtanah. Untuk pengelolaan air permukaan wilayah sungai merupakan
konsep dasarnya, sedangkan untuk pengelolaan airtanah acuannya merupakan cekungan airtanah.
Pengelolaan sumberdaya air terpadu berdasarkan UU No.7/2004 dijelaskan pada dalam Gambar
berikut:
Page 7
Terdapat tiga wilayah atau daerah teknis atau hidrologis pengelolaan sumberdaya air yaitu : CAT, DAS,
dan WS. Masingmasing menurut UU No. 7 / 2004 diartikan sebagai berikut:
a. Cekungan airtanah, adalah suatu wilayah yang dibatasi oleh batas hidrogeologis, tempat
semua kejadian hidrogeologis seperti pengimbuhan, pengaliran dan pelepasan airtanah
berlangsung.
b. Daerah aliran sungai adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan
sungainya yang berfungsi menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari
curah hujan ke danau atau laut secara alami, yang batas di darat merupaka pemisah
topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh
aktivitas daratan.
c. Wilayah sungai adalah kesatuan wilayah pengelolaan sumberdaya air dalam satu atau
lebih daerah aliran sungai dan atau pulaupulau kecil yang luasnya kurang dari atau sama
dengan 2000 km2.
Agar kelestarian airtanah dapat terjaga dan pendayagunaannya dapat berkelanjutan, maka sangat
diperlukan integrasi dan keterpaduan antar instansi terkait dalam penyusunan kebijakan nasional
pengelolaan sumberdaya air, termasuk penyusunan kerja legislatif yang mengatur pengelolaan
sumberdaya air terpadu.
Keterpaduan atau integrasi menjadi kata kunci dalam pengelolaan sumberdaya air mengingat semua
jenis air yang diatur dalam UU No. 7/2004, meliputi air hujan, air permukaan, termasuk air laut, dan
airtanah merupakan komponen daur hidrologi yang keberadaannya di alam satu sama lain saling
berinteraksi. Masingmasing memiliki potensi sekaligus kekurangan, sehingga untuk menjamin
kemanfaatannya yang optimal, maka pengelolaannya harus terpadu.
Dalam sistem pengelolaan sumberdaya air terpadu, pengelolaan airtanah menjadi komponen
bersama dengan pengelolaan air permukaan dan air hujan. Seperti yang terlihat pada gambar di
bawah ini, dimana keterpaduan tersebut terkandung dalam tiga hal, yaitu kebijakan, strategi, dan
rencana pengelolaan yang terlihat pada Gambar berikut.
Selain itu diperlukan integrasi dan keterpaduan antar instansi terkait dalam penyusunan program
agar pendayagunaan sumberdaya air dapat berkelanjutan. Koordinasi tersebut meliputi koordinasi
antar departemen, badan tertinggi untuk pengelolaan sumberdaya air (nasional), dengan badan
tertinggi untuk pengelolaan airtanah, dan badan koordinasi tingkat wilayah provinsi dan kabupaten/
kota.
2. Pengelolaan Airtanah Berdasarkan PP No. 43/2008
Dalam PP No. 43/2008 disebutkan, bahwa pengelolaan airtanah adalah upaya merencanakan,
melaksanakan, memantau, mengevaluasi penyelenggaraan konservasi airtanah, pendayagunaan
airtanah dan pengendalian daya rusak. Secara skematis pengelolaan airtanah berdasarkan peraturan
tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:
Kebijakan Pengelolaan Airtanah menurut PP No. 43/2008
Pengelolaan airtanah berlandaskan pada kebijakan pengelolaan airtanah dan yang ditetapkan oleh
Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral, Gubernur, atau Bupati/Walikota. Kebijakan pengelolaan
airtanah merupakan keputusan yang bersifat mendasar untuk mencapai tujuan, melakukan kegiatan,
atau mengatasi masalah tertentu dalam rangka pengelolaan airtanah. Kebijakan pengelolaan
airtanah yang ditetapkan berfungsi sebagai arahan dalam penyelenggaraan konservasi airtanah,
pendayagunaan airtanah, pengendalian daya rusak airtanah, dan sistem informasi airtanah.
Page 8
Page 9
Kebijakan teknis pengelolaan airtanah nasional yang disusun dan ditetapkan Menteri Energi dan
Sumberdaya Mineral dengan mengacu pada kebijakan teknis pengelolaan airtanah nasional dan
berpedoman pada kebijakan pengelolaan sumberdaya air provinsi. Kebijakan teknis pengelolaan
airtanah kabupaten/ kota yang disusun dan ditetapkan bupati/ wali kota dengan mengacu pada
kebijakan teknis pengelolaan airtanah provinsi dan berpedoman pada kebijakan pengelolaan
sumberdaya air kabupaten/ kota (Gambar di bawah ini).
Page 10
Page 11
Page 12
Page 13
Pengendalian daya rusak airtanah dilakukan dengan mengendalikan pengambilan airtanah dan
meningkatkan jumlah imbuhan airtanah untuk menghambat/mengurangi laju penurunan muka
airtanah. Penurunan muka airtanah menyebabkan ketidakseimbangan kondisi hidrogeologi, sehingga
dapat menyebabkan terjadinya intrusi air laut dan atau amblesan muka tanah.
Pengendalian daya rusak airtanah meliputi upaya pencegahan, penanggulangan dan pemulihan.
Untuk mencegah intrusi air laut dilakukan dengan membatasi pengambilan airtanah di daerah pantai.
Untuk menanggulangi intrusi air laut dilakukan dengan cara melarang pengambilan airtanah di
daerah pantai, sedangkan untuk memulihkan kondisi airtanah yang telah terkena intrusi air laut
dengan cara menciptakan imbuhan atau resapan buatan atau dengan sumur injeksi di daerah yang
tercemar air laut.
Pengendalian pada amblesan tanah meliputi kegiatan pencegahan terjadinya amblesan tanah dengan
mengurangi pengambilan airtanah bagi pemegang ijin pemakaian airtanah atau pemegang ijin
pengusahaan airtanah pada zona kritis dan zona rusak. Upaya penghentian terjadinya amblesan
dilakukan dengan menghentikan pengambilan airtanah, sedangkan untuk mengurangi terjadinya
amblesan tanah juga dilakukan untuk menanggulangi intrusi air laut dengan membuat sumur
resapan.
Kebijakan Peningkatan Konservasi Airtanah Secara Menerus
Kebijakan peningkatan konservasi airtanah secara terus menerus terdiri dari :
1. Peningkatan Upaya Perlindungan dan Pelestarian Sumber Airtanah
Strategi untuk mewujudkan kebijakan ini adalah sebagai berikut :
a. memelihara daerah imbuhan airtanah dan menjaga kelangsungan fungsi resapan air
berdasarkan rencana pengelolaan sumberdaya airtanah di cekungan airtanah oleh
semua pemilik kepentingan, antara lain dengan:
mengendalikan budi daya pertanian ataupun hutan rakyat di daerah imbuhan
airtanah sesuai dengan kemiringan lahan dan kaidah konservasi tanah dan air;
meningkatkan tampungan air permukaan dengan memperbanyak waduk, embung,
sumur resapan, ruang terbuka hijau, serta mengendalikan alih fungsi lahan untuk
pembangunan permukiman, perkotaan maupun industri;
melakukan pengawasan dan kajian komprehensif secara menerus pada zona
imbuhan yang hasilnya dapat diakses oleh masyarakat;
melaksanakan rehabilitasi hutan dan lahan pada wilayah cekungan airtanah
prioritas yang dilakukan secara partisipatif dan terpadu;
menetapkan dan mempertahankan luas kawasan hutan di wilayah cekungan
airtanah dengan sebaran yang proporsional untuk menjamin keseimbangan tata air
dan lingkungan; dan
b. meningkatkan upaya perlindungan sumber air/mata air, pengaturan daerah sempadan
sumber air, dan imbuhan airtanah pada sumber air oleh para pemilik kepentingan,
antara lain dengan :
melindungi dan melestarikan sumber air terutama di dekat kawasan permukiman
melalui kegiatan fisik dan/atau non-fisik, dengan mengutamakan kegiatan non-fisik;
mengendalikan ijin penambangan pada kawasan lindung sumber air dan hutan
lindung;
menata ulang daerah sempadan sumber-sumber air, terutama pada kawasan
perkotaan;
meningkatkan kapasitas resapan air melalui pengaturan pengembangan kawasan,
berupa penerapan persyaratan pembuatan kolam penampungan, sumur resapan,
atau berbagai teknologi resapan air;
melindungi sumber air melalui pencegahan, pengaturan, dan pengendalian
terhadap pelaksanaan kegiatan pembangunan fisik pada sumber air, pemanfaatan
sumber air dan pemanfaatan lahan di sekitarnya, serta mengendalikan usaha
pertambangan dan kegiatan lain yang merusak kelestarian sumber air; dan
Pengelolaan Sumberdaya Airtanah
Page 14
Page 15
Page 16
Page 17
Page 18
Page 19
Ringkasan
Program Konservasi Air Tanah, diarahkan untuk:
Meningkatkan, memulihkan dan mempertahankan daya dukung, daya tampung dan fungsi Air Tanah untuk
menjamin ketersediaannya.
Memulihkan, memperbaiki dan mempertahankan kualitas Air Tanah.
Menerapkan prinsip pencemar membayar sebagai instrumen untuk mendorong pengendalian pencemaran Air Tanah
dan meningkatkan pengelolaan kualitas Air Tanah.
Program Pendayagunaan Air Tanah, diarahkan untuk:
Menyediakan Air Tanah yang memenuhi persyaratan kualitas dan kuantitas sesuai dengan ruang dan waktu secara
berkelanjutan untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari sebagai prioritas.
Meningkatkan efektivitas dan efisiensi penyediaan serta penggunaan Air Tanah sebagai air baku.
Meningkatkan dan mendorong pengembangan sistem penyediaan air minum berbasis masyarakat dalam rangka
mendukung asesibilitas masyarakat terhadap air bersih.
Melaksanakan pendayagunaan Air Tanah untuk mendukung perkembangan ekonomi secara efektif dan efisien
dengan mempertimbangkan kepentingan antarsektor, antarwilayah, dan dampak jangka panjang.
Menerapkan prinsip penerima manfaat menanggung biaya jasa pengelolaan Air Tanah, kecuali untuk kebutuhan
pokok sehari-hari dan pertanian rakyat guna mendorong penghematan penggunaan Air Tanah dan meningkatkan
kinerja pengelolaan Air Tanah.
Meningkatkan peran dunia usaha dalam pemanfaatan Air Tanah dengan tetap mengutamakan kepentingan publik
dan sosial.
Program Pengendalian Daya Rusak Air Tanah, diarahkan untuk:
Meningkatkan kesiapan, adaptasi dan ketahanan pemilik kepentingan menghadapi akibat daya rusak Air Tanah.
Melindungi kawasan budidaya dari bencana Air Tanah dengan prioritas daerah permukiman, daerah produksi, dan
prasarana umum.
Memperbaiki dan memulihkan fungsi lingkungan hidup serta prasarana dan sarana umum yang terkena bencana
akibat daya rusak Air Tanah.
Perencanaaan tata ruang seharusnya memperhatikan kemungkinan terjadinya bencana akibat daya rusak Air Tanah.
Program Peningkatan Peran Masyarakat, Swasta, dan Pemerintah, diarahkan untuk:
Meningkatkan prakarsa dan peran masyarakat secara terencana, sistematis dan menerus dalam kegiatan
pengelolaan Air Tanah.
Meningkatkan peran dan tanggung jawab swasta untuk berpartisipasi dalam kegiatan pengelolaan Air Tanah.
Meningkatkan kinerja lembaga pemerintah dalam pengelolaan Air Tanah melalui penyesuaian dan penyempurnaan
kelembagaan, peningkatan kualitas sumber daya manusia sesuai standar kompetensi, dan peningkatan sistem
koordinasi antar lembaga pemerintah.
Mendorong peran serta wadah koordinasi dan konsultasi para pemilik kepentingan dalam rangka pengelolaan Air
Tanah yang berdasarkan asas transparansi, keadilan, pelestarian, keterpaduan, dan akuntabilitas.
Program Peningkatan Jaringan Sistem Informasi Air Tanah, agar diarahkan untuk:
Mengkoordinasi dan menyediakan data dan informasi Air Tanah yang akurat, tepat waktu, berkelanjutan, dan mudah
diakses oleh pengguna atau publik.
Mewujudkan kemudahan mengakses dan mendapatkan data dan informasi Air Tanah bagi masyarakat untuk
mendukung transparansi kegiatan pengelolaan Air Tanah.
Page 20
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2008, Pengelolaan Air Tanah Berbasis Cekungan Air Tanah, Direktorat Pembinaan
Pengusahaan Panas Bumi dan Pengelolaan Air Tanah, Direktorat Jenderal Mineral, Batubara
dan Panas Bumi, Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, Jakarta.
Anonim, 2008, Manajemen Air Tanah Berbasis Konservasi, Direktorat Pembinaan Pengusahaan
Panas Bumi dan Pengelolaan Air Tanah, Direktorat Jenderal Mineral, Batubara dan Panas Bumi,
Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, Jakarta.
Anonim, 2011, Rencana Program Kegiatan Pengelolaan Air Tanah di Cekungan Air Tanah
Yogyakarta-Sleman, Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan dan Energi Sumber Daya Mineral
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
Danaryanto H, dkk., 2005, Air Tanah di Indonesia dan Pengelolaannya, Direktorat Tata Lingkungan
Geologi dan Kawasan Pertambangan Direktorat Jenderal Geologi dan Sumber Daya Mineral
Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, Jakarta.
Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, 2006, Kumpulan Panduan Teknis Pengelolaan Air
Tanah, Jakarta.
Hendrayana, H., 2002a, A Concept Approach of Total Groundwater Basin Management,
International Symposium on Natural Resource and Environmental Management, held in the
framework of the 43rd Anniversary of UPN Veteran Jogyakarta, on January 21 22, 2002
(Published in English Proceeding).
Hendrayana, H., 2002b, Konsep Dasar Pengelolaan Cekungan Air Bawah Tanah, Pelatihan
Manajemen Air Bawah Tanah di Wilayah Perkotaan Yang Berwawasan Lingkungan, Fakultas
Teknik UGM, 15 27 September 2002, Yogyakarta.
Hendrayana, H., 2002c, Program Perencanaan Pendayagunaan Sumberdaya Air Bawah Tanah,
Pelatihan Manajemen Air Bawah Tanah di Wilayah Perkotaan Yang Berwawasan Lingkungan,
Fakultas Teknik UGM, 15 27 September 2002, Yogyakarta.
Hendrayana, H., 2002d, Sistem Pengelolaan Air Bawah Tanah Yang Berkelanjutan, dalam buku
Peluang dan Tantangan Pengelolaan Sumberdaya Air di Indonesia, P3-TPSLK BPPT and HSF,
Jakarta.
Hendrayana, H., 2011b, Konservasi dan Pengendalian Daya Rusak Air Tanah, Disampaikan pada
Forum Koordinasi Kebijakan Bidang PU dan ESDM Kebijakan Pengelolaan Air Tanah di Provinsi
DIY Sekretariat Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Yogyakarta, 30 Juni 2011.
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2011 tentang Penetapan Cekungan Air
Tanah.
Lembaga Kerjasama Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada (LKFT-UGM), 2007a, Penyusunan
Rancangan Pedoman Konservasi Air Tanah, Laporan Akhir, Yogyakarta.
Lembaga Kerjasama Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada (LKFT-UGM), 2007b, Penyusunan
Rancangan Pedoman Konservasi Air Tanah, Laporan Akhir, Yogyakarta.
PP No. 42 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sumberdaya Air.
PP No. 43 Tahun 2008 tentang Air Tanah.
PP No. 33 Tahun 2011 tentang Kebijakan Nasional Pengelolaan Sumberdaya Air
Soetrisno S., 1997, Pengelolaan Air Tanah di Indonesia, Buletin Lingkungan Pertambangan Vol. 1 &
2 , Departemen Pertambangan dan Energi, Jakarta.
UU RI No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air.
Page 21