Anda di halaman 1dari 9

DETASEMEN KESEHATAN WILAYAH 02.04.

04
RUMAH SAKIT Tk. IV 02.07.05 dr. NOESMIR

PANDUAN PENOLAKAN RESUSITASI (DNR)


I. Definisi DNR
DNR atau do-not-resuscitate adalah suatu perintah yang memberitahukan
tenaga medis untuk tidak mlakukan CPR. Hal ini berarti bahwa dokter, perawat dan
tenaga emergenci medis tidak akan melakukan usaha CPR emergensi bila
pernapasan maupun jantung pasien berhenti.
CPR atau cardiopulmonary resuscitation adalah suatu prosedur medis yang
digunakan untk mengembalikan fungsi jantung (sirkulasi) dan pernapasan spontan
pasien bila seorang pasien mengalami kegagalan jantung maupun pernapasan.
CPR melibatkan ventilasi paru (resusitasi mulut ke mulut atau mulut ke hidung) dan
kompresi dinding dada untuk mempertahankan perfusi ke jaringan organ vital
selama dilakukan upaya-upaya untuk mengembalikan respirasi dan ritme jantung
yang spontan. CPR lanjut melibatkan DC shock, insersi tube untuk membuka jalan
nafas, injeksi obat-obatan ke jantung dan untuk kasus-kasus ekstrim pijat jantung
langsung (melibatkan operasi bedah toraks). Perintah DNR untuk pasien harus
tertulis baik dicatatan yang dibawa pasien sehari-hari, di rumah sakit atau
keperawatan, atau untuk pasien di rumah. Perintah DNR di rumah sakit
memberitahukan kepada staf medis untuk tidak berusaha menghidupkan pasien
kembali sekalipun terjadi henti jantung. Bila kasusnya terjadi di rumah, maka
perintah DNR berarti bahwa staf medis dan tenaga emergens tidak boleh melakukan
usaha resusitasi maupun mentransfer pasien ke rumah sakit untuk CPR.
II. Tujuan
Untuk menyediakan suatu proses dimana pasien bisa memilih prosedur yang
nyaman dalam hal bantuan hidup oleh tenaga medis emergensi dalam kasus henti
jantung atau henti nafas.

III. Ruang Lingkup


Rumah sakit menghormati hak pasien dan keluarga dalam menolak tindakan
resusitasi atau pengobatan bantuan dasar. Penolakan resusitasi dapat diminta oleh
pasien dewasa yang kompeten dalam mengambil keputusan. Pasien yang tidak
membuat keputusan terhadap dirinya (belum cukup umur, gangguan kesadaran
mental dan fisik) diwakilkan kepada anggota keluarga atau wali yang ditunjuk.
GUIDELINES
A.

Menghormati keinginan pasien dan keluarga:


Kecuali perintah DNR dituliskan oleh dokter untuk seorang pasien, maka
dalam kasus-kasus henti jantung dan henti nafas, tenaga emergensi wajib
melakukan tindakan resusitasi ketika memutuskan untuk menuliskan perintah
DNR, dokter tidak boleh mengesampingkan keinginan pasien maupun
walinya. Perintah DNR dapat dibatalkan (gelang DNR dapat dimusnahkan)

B.

Kriteria DNR
Perintah DNR dapat diminta oleh pasien dewasa yang kompeten mengambil
keputusan, telah mendapat penjelasan dari dokternya atau bagi pasien yang
dinyatakan tidak kompeten, keputusan dapat diambil oleh keluarga dekat atau
wali yang sah yang ditunjuk oleh pengadilan. Dengan pertimbangan tertentu,
hal-hal dibawah ini dapat menjadi bahan diskusi perintah DNR dengan
pasien/walinya:

Kasus-kasus dimana angka harapan keberhasilan pengobatan rendah


atau CPR hanya menunda proses kematian yang alami

Pasien tidak sadar secara permanen

Pasien berada pada kondisi terminal

Ada kelainan atau disfungsi kronik dimana lebih banyak kerugian


dibanding keuntungan jika resusitasi dilakukan.

TATA LAKSANA
Prosedur penolakan resusitasi di rumah sakit: dokter penanggung jawab
pasien menjelaskan tentang pentingnya resusitasi atau pengobatan bantuan hidup
dasar. Pasien atau keluarga/wali yang ditunjuk mengisi formulir penolakan resusitasi.

Prosedur yang direkomendasikan: meminta informed consent dari pasien atau


walinya mengisi formulir DNR. Tempatkan kopi atau salinan pada rekam medis
pasien dan serahkan juga salinan pada pasien atau keluarga dan careiver.
Mengintruksikan pasien atau caregiver memasang formulir DNR ditempattempat yang mudah dilihat seperti headboard, bedstand, pintu kamar atau kulkas.
Dapat juga meminta pasien mengenakan gelang DNR di pergelangan tangan atau
kaki (jika memungkinkan). Tinjau kembali status DNR secara berkala dengan pasien
atau walinya, revisi bila ada perubahan keputusan yang terjadi dan catat dalam
rekam medis. Bila keputusan DNR dibatalkan, catat tanggal terjadinya dan gelang
DNR dimusnahkan.
Perintah DNR harus mencakup hal-hal dibawah ini:

Diagnosis

Alasan DNR

Kemampuan pasien untuk membuat keputusan

Dokumen bahwa status DNR telah ditetapkan dan oleh siapa

Perintah DNR dapat dibatalkan dengan keputusan pasien sendiri atau dokter
yang merawat atau oleh wali yang sah. Dalam hai ini, catatan DNR direkam medis
harus pula dibatalkan dan gelang DNR (jika ada) harus dimusnahkan.
DOKUMENTASI
Pencatatan dan pelaporan dilakukan oleh seluruh penyelenggara RS dengan
menggunakan format yang sudah disediakan oleh Rekam Medis. Penolakan
pemberian DNR (Do Not Resusitasi) atau jangan lakukan resusitasi dengan mengisi
formulir keputusan DNR. Seluruh tindakan yang dilakukan dicatat dalam catatan
keperawatan.
Ditetapkan di : Baturaja
Pada tanggal :
Oktober 2015
Plt. Kepala Rumah Sakit Tk. IV
02.07.05 dr. Noesmir Baturaja

dr. Noldy Efriyanto, Sp.B


Mayor CKM NRP. 1196005560368

DETASEMEN KESEHATAN WILAYAH 02.04.04


RUMAH SAKIT Tk. IV 02.07.05 dr. NOESMIR

PANDUAN PELAYANAN PASIEN TAHAP TERMINAL


BAB I. DEFINISI
1. Latar Belakang
Kehilangan atau kematian adalah peristiwa dari pengalaman manusia yang
bersifat universal dan unik secara individual. Hidup adalah serangkaian kehilangan
dan pencapaian. Dukacita adalah respon alamiahterhadap kehilangan. Penting
artinya untuk diperhatikan bahwa apapu yang dikatakan disini tentang proses
dukacita dan kehialngan yang terdapat dalam perspektif sosial dan historis mungkin
berubah sepanjang waktu dan situasi. Menjadi tua adalah proses alamiah yang akan
dihadapi oleh setiap mahluk hidup dan meninggal dengan tenang adalah dambaan
setiap insan. Namun seringkali harapan dan dambaan tersebut tidak tercapai.
Kondisi terminal merupakan suatu kondisi dimana seseorang mengalami sakit atau
penyakit yang tidak mempunyai harapan untuk sembuh dan menuju pada proses
kematian dalam 6 (enam) bulan atau kurang. Dalam masyarakat kita, umur harapan
hidup semakin bertambah dan kematian semakin banyak disebabkan oleh penyakitpenyakit degenaratif seperti kanker dan stroke. Pasien dengan penyakit kronis
seperti ini akan melalui seuatu proses pengobatan dan perawatan yang panjang.
Jika penyakitnya berlanjut maka suatu saat akan dicapai stadium terminal yang
ditandai oleh kelemahan umum, penderitaan, ketidakberdayaan dan akhirnya
kematian.
Proses terjadinya kematian diawali dengan munculnya tanda-tanda yaitu
sakaratul maut dalam istilah disebut dying. Sangat penting diketahu, sebagai tenaga
kesehatan tentang bagaimana cara menangani pasien yang menghadapi sakaratul
maut. Inti dari penanganan pasien yang menghadapi sakaratul maut adalah dengan
memberikan perawatan yang tepat seperti memberikan perhatian ang lebihterhadap
pasien sehingga pasien dan keluarga lebih sabar dan ikhlas dalam menghadapi
kondisi sakaratul maut.

2. Tujuan
Adapun tujuan dilakukan ini adalah
Menghargai nilai yang dianut pasien, agama dan preferensi budaya
Mengikutsertakan pasien dan keluarga dalam aspek pelayanan kesehatan
Memberikan respon pada hal psikologis, emosional, spiritual dan budaya
dari pasien dan keluarganya
Diharapkan untuk menambah wawasan dan pengetahuan dalam kaitannya
dengan pelayanan kesehatan kepada masyarakat
3. Pengertian
Pelayanan pada tahap terminal adalah pelayanan yang diberikan untuk
pasien yang mengalami sakit atau penyakit yang tidak mempunyai harapan
untuk sembuh dan menuju pada proses kematian dalam 6 (enam) bulan atau
kurang. Pasien yang berada pada tingkat akhir hidupnya memerlukan pelayanan
yang berfokus akan kebutuhannya yang unik. Pasien dalam tahap ini dapat
menderita gejala lain yang berhubungan denganpross penyakit atau terapi
kuratif atau memerlukan bantuan berhubungan dengan faktor psikososial,
agama dan budaya yang berhubungan dengan proses kematian. Keluarga dan
pemberi layanan dapat diberikan kelonggaran melayani pasien tahap terminal
dan membantu meringankan rasa sedih dan kehilangan.
Penyakit terminal adalah penyakit yang tidak bisa disembuhkan lagi.
Kematian adalah tahap akhirnya kehidupan. Kematian bisa datang tiba-tiba
tanpa peringatan atau mengikuti periode sakit yang panjang, terkadang
kematian menyerang usia muda.
Kondisi terminal adalah suatu proses yang progresif menuju kematian
berjalan melalui suatu tahapan proses penurunan fisik, psikososial dan spirituan
bagi individu. Pasien terminal adalah pasien-pasien yang dirawat yang sudah
jelas bahwa mereka akan meninggal atau keadaan mereka makin lama makin
memburuk.

BAB II. TATA LAKSANA


Pada tata laksana pelayanan pada pasien yang mengalami tahap terminal
dapat dilihat hal-hal yang berkaitan seperti:
1.

Deskripsi Rentang Pola Hidup Sampai Menjelang Kematian


Pandangan pengetahuan tentang kematian yang dipahami oleh
seseorang berbeda-beda. Adapun seorang ahli yang mengemukakan
pendapatnya tentang deskripsi rentang pola hidup sampai menjelang
kematian adalah Martocchio. Menurut Martocchio, rentang pola hidup
sampai menjelang kematian sebagai berikut:
a. Pola puncak dan lembah
Pola ini karakteristik periodik yang sangat tinggi (puncak) dan
periode krisis (lemah). Pad kondisi puncak, pasien benar-benar
merasakan harapan yang tingi atau besar, sebaliknya pada
periode lemah, klien merasa sebagai kondisi yang menakutkan
hingga timbul depresi.
b. Pola dataran yang turun
Karakteristik dari pola ini adalah adanya sejumlah tahapan dari
kemunduran yang terus bertambah dan tidak terduga yang
terjadi selama atau setelah periode kesehatan yang stabil serta
berlangsung pada waktu yang tidak bisa dipastikan.
c. Pola tebing yang menurun
Karakteristik dari pola ini adalah adanya kondisi penurunan yang
menetap atau stabil yang menggambarkan semakin buruknya
kondisi. Kondisi ini dapat diramalkan dalam waktu yang bisa
diperkirakan baik dalam ukuran jam atau hari. Kondisi ini lazim
ditemui di unit khusus (Intensive care unit)
d. Pola landai yang turun sedikit-sedikit
Karakteristik pola ini kehidupan yang mulai surut dan hampir
tidak teramati sampai akhirnya menuju maut.

e. Perkembangan Persepsi Tentang Kematian


Seiring dengan perkembangan usianya menuju kedewasaan,
mereka mengerti tentang kematian. Karena itu berkembanglah
klasifikasi tentang kematian menurut umur yang didefinisikan
oleh Eny Retna Ambarwati, adalah:
1) Bayi 5 tahun (Tidak mengerti tentang kematian,
keyakinan bahwa mati adalah tidur atau pergi yang
temporer)
2) 5-9 tahun (mengerti bahwa titik akhir orang yang mati
dapat dihindari)
3) 9-12 tahun (mengerti bahwa kematian adalah akhir
dari kehidupan dan tidak dapat dihindari, dapat
mengekspresikan ide-ide tentang kematian yang
diperoleh dari orang tua atau dewasa lainnya)
4) 12-18 tahun (mereka takut dengan kematian yang
menetap,

kadang-kadang

memikirkan

tentang

kematian yang dikaitkan dengan sikap religi)


5) 18-45 tahun (memiliki sikap terhadap kematian yang
dipengaruhi oleh religi dan keyakinan)
6) 45-65 tahun (menerima tentang kematian terhadap
dirinya. Kematian merupakan puncak kecemasan)
7) 65 tahun keatas (takut kesakitan yang lama. Kematian
mengandung banyak makna: terbebas dari rasa sakit
dan reuni dengan anggota keluarga yang telah
meninggal)
2. Ciri-ciri Pokok Pasien Yang Akan Meninggal
Pasien yang menghadapi sakaratul maut akan memperlihatkan tingkah laku
khas seperti:
a. Penginderaan dan gerakan menghilang secara berangsur-angsur yang
dimulai pada gerakan paling ujung khususnya pada ujung kaki, tangan,
ujung hidung yang terasa dingin dan lembab
b. Kulit nampak kebiru-biruan kelabu atau pucat

c. Nadi mulai tidak teratur, lemah dan pucat


d. Terdengar suara mendengkur disertai gejala nafas cyene nokes
e. Menurunnya tekanan darah
f. Peredaran darah perifer menjadi terhenti
g. Rasa nyeri (bila ada) biasanya menghilang
h. Otot rahang menjadi mengendur
i. Wajah pasien yang tadinya kelihatan cemas menjadi tampak lebih pasrah
menerima.
3. Instalasi Gawat Darurat
Fasilitas pelayanan pada tahap terminal meliputi fasilitas yang ada seperti:
monitor, ECG, defibrilator, masker oksigen dan tabung oksigen, suction set,
endoctracheal tube, kateter, pipa endotracheal, nasogastric tube (NGT),
disposible spuit, alkohol swab, injeksi plug, dll.
4. Unit Rawat Inap (termasuk ICU)
Fasilitas yang ada yaitu meliputi: monitor (ICU), ECG, defibrilator, ambubag,
masker oksigen dan tabung oksigen, infus set, injeksi analgesik, obat-obatan
resusitas, dll.
BAB III. DOKUMENTASI
-

Pencatatan pelayanan pasien terminal di rekam medik

Formulir DNR

BAB IV. PENUTUP


Pelayanan tahap terminal merupakan bagian dari pelayanan kesehatan
paripurna di rumah sakit yang terkait dengan keenam dasar fungsi rumah sakit yaitu
peningkatan, pencegahan, penembuhan, pemulihan, pendidikan dan penelitian.
Dengan pelayanan tahap terminal yang tepat dan berhasil guna akan membantu
pasien dan keluarganya dalam melewati fase kritisnya.
Perawatan pasien yang menghadapi sakaratul maut (dying) oleh petugas
kesehatan dilakukan dengan cara memberi pelayanan khusus jasmaniah dan
rohaniah sebelum pasien meninggal. Perawat memiliki peran untuk memenuhi

kebutuhan biologis, sosiologis, psikologis dan spiritual pasien sakaratul maut dengan
memperhatikan moral, etika serta menumbuhkan sikap empati dan caring kepada
pasien. Penanganan pasien perlu dukungan semua pihak yang terkait terutama
keluarga pasien dan perlu tindakan yang tepat dari perawat.

Ditetapkan di : Baturaja
Pada tanggal :
Oktober 2015
Plt. Kepala Rumah Sakit Tk. IV
02.07.05 dr. Noesmir Baturaja,

dr. Noldy Efriyanto, Sp.B


Mayor CKM NRP. 1196005560368

Anda mungkin juga menyukai