Anda di halaman 1dari 17

Geologi dan Potensi Andesit

Daerah Cikutamahi dan Sekitarnya Kecamatan Cariu


Kabupaten Bogor Jawa Barat

Oleh : Emmi Vathreescia, Djauhari Noor, dan Denny Sukamto Kadarisman

Abstrak
Secara administratif daerah pemetaan merupakan wilayah dari dearah Cikutamahi dan
sekitarnya, Kecamatan Cariu, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat, dengan luas 66 km2.
Geomorfologi daerah penelitian dibagi menjadi 4 (empat) satuan geomorfologi, yaitu : Satuan
Geomorfologi Perbukitan Lipat Patahan, Satuan Geomorfologi Perbukitan Intrusi, Satuan Perbukitan
Lereng Gunungapi, dan Satuan Geomorfologi Dataran Aluvial. Pola aliran sungai yang berkembang
adalah pola aliran sungai rektangular dan radial, dengan jentera geomorfik secara umum adalah
dewasa.
Tatanan batuan di daerah penelitian dari yang tua ke muda, adalah : Satuan Batugamping
Pasiran Selang-seling Batulempung (Formasi Parigi) yang berumur Miosen Tengah (N13 N14)
diendapkan pada lingkungan laut dangkal yaitu pada neritik tepi (5-20 m) hingga neritik tengah (20100 m). Selaras di atasnya diendapkan satuan batulempung (Formasi Subang) yang berumur Miosen
Akhir (N15 N18) pada lingkungan laut dangkal yaitu pada neritik tengah (20-100 m). Pada Kala
Pliosen yang menerus hingga Pleistosen (Plio-Plistosen) terbentuk Satuan Intrusi Andesit serta satuan
batuan produk gunungapi tak terurai yang diendapkan pada lingkungan pengendapan darat dengan
mekanisme pengendapan pyroklastik (proximal volcaniclastic facies, Visser,1972). Pada kala holosen,
satuan aluvial sungai menutupi satuan-satuan yang lebih tua yang tersingkap di daerah penelitian.
Strukturstruktur geologi yang berkembang di daerah penelitian berupa struktur lipatan dan
patahan yang terjadi dalam satu fase tektonik, yaitu pada Kala Miosen Akhir menerus hingga Kala
Plistosen dengan gaya utama berarah barat utara selatan yaitu, N 5 E. Struktur lipatan berupa
Sinklin Sukajadi, Antiklin Medalsari, Sinklin Kutamekar, Antiklin Cikutamahi, Sinklin Cibatutiga,
Antiklin. Struktur patahan yang berkembang berupa Sesar Naik Cibeet, Sesar Mendatar Cibatutiga,
Sesar Mendatar Kutamekar, Sesar Mendatar Medalsari, Sesar Mendatar Bantarkuning, Sesar
Mendatar Cikutamahi.
Potensi bahan galian yang berada di daerah penelitian berupa breksi andesit yang meliputi
perhitungan dan penyebaran sumber daya breksi pada satuan breksi gunungapi untuk untuk diolah dan
dimanfaatkan sebagai bahan baku untuk keperluan industri.
Potensi sumberdayayang terdapat di daerah penelitian berupa andesit dengan jumlah sumber
daya 21.036.574 m3. Kajian yang dilakukan berupa perhitungan jumlah cadangan andesit yang
terdapat di Gunung Rungking.

Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik Universitas Pakuan

1.

Umum

1.1 Pendahuluan
Secara regional, geologi daerah
Cikutamahi, Kecamatan Cariu, Kabupaten
Bogor berada pada cekungan Jawa Barat
bagian utara yang masuk dalam mandala
sedimentasi paparan kontinen dengan sejarah
perkembangan cekungannya yang relatif stabil
(Soejono, 1984).
Mandala Kontinen Jawa Barat bagian
utara dibatasi oleh suatu sistem antiklin dan
sinklin yang umumnya berarah barattimur
yang di pengaruhi oleh sesar naik Baribis dan
di selatan di batasi oleh struktur Rajamandala
yang mempunyai pola struktur barat dayatimur laut mengikuti pola sesar Cimandiri, di
bagian timur di pengaruhi oleh sesar Baribis
yang umumnya berarah barat laut-tenggara,
dapat di simpulkan bahwa daerah Bogor
merupakan daerah sedimentasi laut dangkal
dengan arah sedimentasi dari utara karena di
bagian selatannya merupakan daerah cekungan
laut dalam.
Daerah ini dipilih sebagai daerah
penelitian disamping untuk mengetahui
persebaran batuannya, stratigrafi, struktur
geologi, sejarah geologi dan potensi Andesit,
juga untuk mengetahui sejarah sedimentasi
perkembangan cekungan Jawa Barat bagian
uttara.
1.2. Tujuan Penelitian.

analisis
mikropaleontologi,
analisis
sedimentologi. Pekerjaan studio berupa
pembuatan peta-peta dan analisa struktur
geologi, pembuatan laporan sebagai bagian
akhir dari proses penelitian.
1.4. Letak, luas, kesampaian dan waktu
pelaksanaan
Secara administratif, daerah penelitian
termasuk ke dalamwilayah Kecamatan Cariu,
Kabupaten Bogor,Kabupaten Bogor Propinsi
Jawa Barat. Secara geografis batas-batas
daerah penelitian adalah 063001 LS 063408 LS, dan 1070737 BT1071226 BT.
dengan luas wilayah kurang lebih 66 km2.
Daerah penelitian dapat dicapai
dengan menggunakan kendaraan roda empat
atau roda dua, sedangkan untuk mencapai
lapangan kerja daerah penelitian dilakukan
dengan menggunakan kendaraan bermotor dan
berjalan kaki.
Waktu pelaksanaan penelitian kurang
lebih 6 (enam) bulan di mulai sejak awal bulan
Januari 2013 hingga Julii 2013, dimulai dari
kajian literatur, pemetaan geologi lapangan,
pekerjaan laboratorium dan studio, serta
penyusunan laporan.
2.

Geologi Umum

2.1. Fisiografi Regional

Tujuan penelitian adalah mengetahui


kondisi geologi daerah Cikutamahi dan
sekitarnya, Kecamatan Cariu, Kabupaten
Bogor, Jawa Barat, yang mencakup sejarah
perkembangan
cekungan,
sejarah
perkembangan
tektonik
dan
sejarah
perkembangan bentangalam (geomorfologi).
1.3. Metodologi Penelitian.
Metodologi yang dipakai dalam
penelitian ini adalah kajian pustaka, pemetaan
geologi lapangan, pekerjaan laboratorium dan
studio serta pembuatan laporan. Kajian
pustaka dilakukan untuk mempelajari hasil
penelitian terdahulu yang berhubungan dengan
daerah penelitian sedangkan pemetaan geologi
lapangan berupa pengamatan, pengukuran, dan
penyontohan batuan. Adapun
pekerjaan
laboratorium berupa analisis petrografi,

Gambar 2.1 Peta fisiografi Jawa Barat (van


Bemmelen, 1949)

Berdasarkan bentuk morfologi serta


litologinya Van Bemmelen, (1949) membagi
fisiografi Jawa Barat menjadi 4 Zona
Fisiografi (Gambar 1.2), yaitu : (1). Zona
Dataran Pantai Jakarta; (2). Zona Bogor; (3).
Zona Depresi Tengah (Zona Bandung) dan (4).

Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik Universitas Pakuan

Zona Pegunungan Selatan Jawa Barat.


Geomorfologi
daerah
penelitian
berdasarkan fisiografi regional daerah
penelitian termasuk dalam Zona Bogor dan
Gunung Api Kuarter.

G. Rungking

2.1.1. Geomorfologi Daerah Penelitian


Berdasarkan genetika pembentukan
geomorfologinya maka daerah penelitian dapat
di bagi menjadi 4 (empat) satuan
geomorfologi, yaitu : Satuan Geomorfologi
Perbukitan
Lipat
Patahan,
Satuan
Geomorfologi Perbukitan Intrusi, Satuan
Perbukitan Lereng Gunungapi, dan Satuan
Geomorfologi Dataran Aluvial.
1. Satuan Geomorfologi Perbukitan
Lipat Patahan
Satuan geomorfologi ini berupa bukitbukit yang terbentuk akibat perlipatan dan
patahan, menempati sekitar 62%luas daerah
penelitian. Berada pada ketinggian 62,5 hingga
125 meter di atas permukaan laut, dengan
kemiringan yaitu 7o 35o. Stadia geomorfik
pada satuan ini dapat dimasukkan dalam stadia
dewasa.

Foto 1.2. Satuan Geomorfologi Perbukitan


Intrusi memperlihatkan bentuk morfologi
vulaknik neck barat ke arah timur
daerahpenelitian

3. Satuan Geomorfologi Perbukitan


Lereng Gunung Api
Satuan geomorfologi ini berupa bukitbukit yang terbentuk dari hasil pengendapan
produk erupsi gunung api, menempati sekitar
27,5% luas daerah penelitian, berada pada
ketinggian 200 hingga 400 meter di atas
permukaan laut. dengan kemiringan 60o 90o.
Stadia geomorfik pada satuan ini dapat
dimasukkan dalam stadia muda.

Cuesta
Lembah

Foto 1.3 Satuan Gemorfologi Perbukitan


Lereng Gunung Api
Foto 1.1. Bentuk bentang alam Satuan
Geomorfologi Lipat Patahan, diambil dari arah barat
ke arah timur daerah penelitian

2. Satuan Geomorfologi Perbukitan


Intrusi
Satuan geomorfologi bukit intrusi ini
berbentuk kerucut dengan dinding curam dan
tidak diketahui batas bawahnya yang disebut
dengan Jenjang Gunungapi (Volcanic Neck),
menempati sekitar 2% luas daerah penelitian.
Berada pada ketinggian 300 hingga 600 meter
di atas permukaan laut dengan kemiringan
lereng 20o 40o. Stadia geomorfik pada satuan
ini dapat dimasukkan dalam stadia dewasa.

memperlihatkan
bentuk perbukitan
4. Satuan
Geomorfologi
Dataran
Aluvial dengan puncak-puncaknya
Satuan ini terbentuk
sebagai akibat
yang runcing
dari
aktivitas
sungai
berupa
proses
pengendapan disepanjang saluran sungai,
menempati
8,5% luas daerah penelitian,
berada pada ketinggian 50 hingga 100 meter
di atas permukaan laut, dengan kemiringan
dari 3o-7o. Stadia geomorfik pada satuan ini
dapat dimasukkan dalam stadia muda.

Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik Universitas Pakuan

Dataran BanAjir
Tanggul Alam

Gosong Pasir

Foto 1.4Satuan Geomorfologi DataranAluvial Foto


diambil di Sungai Cigentis CR-86

Secara garis besar pola aliran sungai


daerah penelitian dapat dibagi menjadi dua,
yaitu pola aliran rektangular dan pola aliran
radial. Pola aliran rektangular dijumpai di
daerah yang wilayahnya dikendalikan oleh
struktur geologi, yang paling dominan, yaitu
struktur patahan (sesar), menempati bagian
utara hingga bagian tengah daerah penelitian.
Sedangkan pola aliran radial memperlihatkan
aliran sungai-sungai yang menyebar dari
bagian puncak yang lebih tinggi, umumnya
sungai radial berasosiasi dengan bagian
puncak gunungapi atau bukit intrusi,
ditunjukkan oleh beberapa sungai yang berada
di sebelah selatan daerah penelitian.
2.2. Stratigrafi
2.2.1. Stratigrafi Regional

Jatiluhur sampai Cibinong Jawa Barat,


menyebar ke utara ke lepas pantai utara pulau
Jawa.
Tatanan batuan yang menyusun
Mandala Paparan Kontinen dari yang tertua
hingga muda adalah Formasi Cibulakan yang
terdiri dari napal, batupasir, batulempung dan
batugamping, selaras diatas formasi ini
ditutupi oleh Formasi Parigi berupa
batugamping yang berumur Miosen Tengah,
selanjutnya
diatasnya
secara
selaras
diendapkan Formasi Subang berupa lempung
sisipan batupasir, kemudian diendapkan
Formasi Kaliwangu berupa batupasir dan
batulempung yang kaya moluska dan diatas
satuan ini diendapkan Formasi Tambakan
berupa endapan gunungapi muda yang
berumur Kuater.
Lingkungan
pengendapan
pada
Mandala Paparan Kontinen ini menunjukan
proses pengendapan laut dangkal dengan
kondisi tektonik yang stabil.
2.2.2. Stratigrafi Daerah Penelitian
Stratigrafi Daerah Penelitian terdiri
atas 4 (empat) satuan batuan, di mulai dari tua
ke muda yaitu :
1. Satuan Batugamping Pasiran
Selang-seling Batulempung
2. Satuan Batulempung
3. Satuan Intrusi Andesit
4. Satuan
Batuan
Produk
Gunungapi tak Terurai
5. Satuan Endapan Aluvial
2.2.2.1. Satuan Batugamping Pasiran
Selang-seling Batulempung

Gambar 2.3Peta Mandala Sedimentasi Jawa Barat


(Soejono,1984)

Berdasarkan struktur dan sejarah


sedimentasi daerah Jawa Barat (Soejono,
1984) Jawa Barat dibagi menjadi 3 mandala
sedimentasi,
yaitu:
Mandala
Paparan
Kontinen, Cekungan Bogor dan Cekungan
Banten. Mandala Paparan menempati bagian
utara Jawa Barat, dengan batas selatan di
bagian timur adalah Gunung Kromong,

Penamaan satuan ini didasarkan atas


perselingan batugamping pasiran dengan
batulempung, tersebar di bagian utara hingga
bagian tengah daerah penelitian, dengan luas
sekitar 54% dari luas daerah penelitian, pada
peta geologi berwarna biru. Satuan ini tersebar
di wilayah Desa Cibatutiga, Desa Kutamekar,
Desa Cikutamahi, Desa Medalsari, Desa
Kertasari, dan Desa Cipurwasari.Kedudukan
satuan ini pada umumnya berarah barat - timur
dengan ketebalan yang diperoleh berdasarkan
hasil rekonstruksi penampang yaitu 660,25
m.
Satuan ini tersingkap dalam keadaan
yang sebagian telah lapuk, dengan perlapisan
yang cukup tegas pada umumnya dengan
ketebalan 7 cm sampai dengan 20 cm.

Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik Universitas Pakuan

Secara megaskopis batugamping pasiran


memiliki ciri-ciri berwarna coklat terang,
keras, berbutir halus hingga sedang, bersifat
pasiran, dan biasanya terdapat urat-urat kalsit.
Sedangkan batulempung berwarna abu-abu,
umumnya telah lapuk, lunak. Ketebalan
bervariasi antara 5 cm 10 cm.

stratigrafi dengan satuan yang ada di atasnya


yaitu satuan batulempung adalah selaras
berdasarkan umur yang menerus serta
kedudukan perlapisan batuan yang relatif
sama.
Satuan batugamping pasiran selangseling batulempung di daerah penelitian
memiliki ciri litologi yang sama dengan
Formasi Parigi (Soejono M, 1984), yaitu
terdapat litologi gamping pasiran yang
mengandung kuarsa, disebandingkan dengan
ciri dari Formasi Parigi bagian atas, maka
dengan demikian penulis menyatakan satuan
ini sebagai bagian dari Formasi Parigi.
2.2.2.2. Satuan Batulempung

Foto 2.1. Foto singkapan Batugamping Pasiran


Selang-seling Batulempung (CR-11, Sungai Cibeet)

Untuk menentukan umur Satuan


Batugamping
Pasiran
Selang-seling
Batulempung ini, penulis menganalisa conto
batuan di dua lokasi yang mewakili bagian
atas dan bagian bawah satuan ini, yaitu yang
mewakili bagian bawah satuan batugamping
pasiran
Selang-seling
batulempung
menunjukkan kisaran umur N13-N14. Conto
diambil di lokasi CR-63 Sungai Ciomas pada
batugamping pasiran. Sedangkan yang
mewakili bagian atas satuan batugamping
Selang-seling batulempung yang menunjukkan
umur N14 di CR-58 Sungai Ciomas pada
batugamping pasiran. Berdasarkan kedua
conto tersebut di atas, maka dapat disimpulkan
bahwa kisaran umur Satuan Batugamping
Pasiran Selang-seling Batulempung adalah
N14 N16 atau pada Kala Miosen Tengah
(Zonasi Blow, 1969).
Kemudian
untuk
menentukan
lingkungan pengendapan satuan Batulempung
sisipan Batupasir ini, yaitu berdasarkan

Penamaan satuan ini didasarkan atas


atas keterdapatan batulempung yang tidak
berlapis, menempati luas sekitar + 8% dari
luas daerah penelitian, pada peta geologi
berwarna hijau dengan penyebaran umumnya
di bagian utara dan selatan daerah penelitian
yang meliputi Desa Sukajadi dan Desa
Bantarkuning. Kedudukan satuan ini pada
umumnya berarah barat - timur. Ketebalan
berdasarkan hasil rekonstruksi penampang
pada peta geologi + 397,5 m.
Singkapan satuan ini tersingkap dalam
kondisi pada umumnya lapuk dan segar pada
daerah penelitian, yang umumnya tidak
menunjukkan
perlapisan.
Batulempung
berwarna abu-abu terang, keadaan singkapan
sebagian lapuk, lunak, semen karbonatan, di
beberapa tempat terdapat konkresi batupasir
gampingan.

keterdapatan fosil foraminifera bentonik


pada conto batuan yang diambil di lokasi
CR-54 Sungai Ciomas, satuan ini berada
pada lingkungan Neritik Tepi (5-20 meter) ke
Neritik Tengah (20-100 meter).
Hubungan
stratigrafi
satuan
batugamping
pasiran
selang-seling
batulempung dengan satuan yang ada di
bawahnya tidak diketahui karena tidak
ditemukan di lapangan. Sedangkan hubungan

Foto 2.3. Singkapan batulempung dengan


konkresi batugamping. Foto diambil di lokasi
CR-28 Sungai Bojongkoneng

Untuk
Batulempung

Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik Universitas Pakuan

menentukan
ini,

umur

Satuan
penulis
5

menganalisacontobatuan di dua lokasi yang


mewakili bagian atas dan bagian bawah satuan
ini, yang mewakili bagian bawah satuan
batulempung yang menunjukkan kisaran umur
N15-N17. Conto diambil di lokasi CR-27
Sungai Cibeet pada batulempung. Sedangkan
yang
mewakili
bagian
atas
satuan
batulempung yang menunjukkan umur N16N18 di CR-11 Sungai Cibeet pada
batulempung. Berdasarkan kedua conto
tersebut di atas, maka dapat disimpulkan
bahwa kisaran umur Satuan Batulempung
adalah N15 N18, yaitu pada Kala Miosen
Tengah (Zonasi Blow, 1969).
Kemudian
untuk
menentukan
lingkungan pengendapan satuan Batulempung
sisipan Batupasir ini, yaitu berdasarkan
keterdapatan fosil foraminifera bentonik pada
conto batuan yang diambil di lokasi CR-27,
Sungai Cibeet, satuan ini berada pada
lingkungan Neritik Tengah (20-100 meter).

Bidang kontak antara satuan


batulempung dengan satuan batuan yang
berada di bawahnya, yaitu satuan
batugamping
pasiran
selang-seling
batulempung tidak dijumpai di lapangan.
Hubungan stratigrafi dengan satuan yang
berada di bawahnya adalah selaras selaras
berdasarkan umur yang menerus serta
kedudukan perlapisan batuan yang relatif
sama. Sedangkan hubungan stratigrafi
dengan satuan yang berada di atasnya yaitu
satuang produk gunungapi tak terurai
adalah tidak selaras yang ditandai dengan
adanya orogenesa pada kala Plistosen.
Satuan batulempung di daerah
penelitian memiliki ciri litologi yang sama
dengan Formasi Subang (Soejono M, 1984),
yaitu dijumpai litologi batulempung yang tidak
berlapis yang umumnya terdapat konkresi
berukuran hingga satu meter, sebanding
dengan ciri dari Formasi Subang bagian
tengah, maka dengan demikian penulis
menyatakan satuan ini sebagai bagian dari
Formasi Subang.

2.2.2.3. Satuan Intrusi Andesit


Penamaan satuan ini didasarkan
kepada batuan penyusun satuan ini yaitu
batuan beku andesit, terdapat di bagian
tenggara daerah penelitian, yaitu tepatnya di
Gunung Rungking dan Gunung Aseupan.
Satuan ini menempati sekitar 2 % dari luas

daerah penelitian dan pada peta geologi


berwarna merah. Tidak dijumpai kontak
antara satuan batuan intrusi andesit dengan
satuan batuan yang diterobosnya, yaitu
satuan batulempung. Intrusi ini berbentuk
kerucut dengan bagian puncak sudah tidak
bersudut, serta dinding yang curam dan
tidak diketahui batas bawahnya. Singkapan
yang terungkap dipermukaan pada
ketinggian 300 meter hingga 600 meter.

Foto 2.4 Singkapan Intrusi Andesit di G. Rungking.


Foto diambil dari arah utara ke arah tenggara

Satuan ini secara umum memiliki


singkapan yang segar tetapi di beberapa
tempat sudah tertutup oleh vegetasi.
Secara megaskopis memiiki ciri-ciri
berwarna abu-abu, hipokristalin, fanerik,
subhedral anhedral, inequigranular, kompak,
dengan
komposisi
mineral
piroksen,
hornblende, plagioklas, ortoklas, kuarsa, pirit,
gelas.
Satuan ini diperkirakan berumur N21
(Plistosen), menerobos batuan samping yang
umurnya lebih tua yaitu satuan batulempung
yang berumur N16-N18 (Miosen Akhir).
2.2.2.4 Satuan Batuan Produk Gunungapi
tak Terurai
Penamaan satuan ini didasarkan atas
ciri-ciri litologi, yaitu berupa batuan produk
hasil erupsi gunung api, yang terdiri dari
breksi vulkanik, tuff kristal, dan tuf lapili,
tersebar di bagian barat daya dan bagian
tenggara daerah penelitian dengan luas
penyebaran 27,5 % dari luas daerah penelitian,
pada peta geologi berwarna oranye. Satuan ini
dapat teramati dengan jelas di Gunung
Seureuh, Gunung Tonjong, Gunung Gadung,
Gunung Klangir, Gunung Paseban, Gunung

Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik Universitas Pakuan

Gebang, dan sungai Cibatutiga. Membentuk


morfologi yang bergelombang kuat, ketebalan
satuan ini tidak dapat ditentukan dengan pasti
dikarenakan pelamparannya yang mengikuti
bentuk
morfologi
sebelumnya,
tetapi
berdasarkan hasil rekontruksi penampang
geologi, ketebalan satuan ini adalah + 200
meter.
Keadaan singkapan pada satuan ini
secara umum segar, tetapi di beberapa tempat
sudah ada yang lapuk. Terdiri dari breksi
vulkanik, tuff kristal, dan tuf lapili.
Secara megaskopis, variasi litologi
yang dijumpai pada satuan batuan ini adalah:
1) Breksi
vulkanikberwarna
coklat,
dengan ukuran fragmen 3 5 cm,
bentuk menyudut menyudut
tangung, pemilahan buruk, kompak,
fragmen berupa tuff gelas kristal
dengan massa dasar tuff gelas kristal.
2) Tuf kristalberwarna abu-abu terang
kecoklatan,
tekstur
fanerik,
hipohyalin, kompak.
3) Tuf lapiliberwarna abu-abu terang
dengan ukuran butir halus, porositas
sedang.

Foto 2.7Singkapan tuf pada lokasi pengamatan


CR-20

Foto 2.8Singkapan breksi vulkanik, pada lokasi


pengamatan CR-48

Foto 2.5 Singkapan breksi vulkanik, pada lokasi


pengamatan CR-71 Curug Ciomas

Foto 2.6 Singkapan tuf gelas kristal, pada lokasi


pengamatan CR-71 Curug Ciomas.

Penentuan umur pada satuan ini


didasarkan pada posisi stratigrafi terhadap
satuan batuan yang berada di bawahnya,
dimana
satuan ini menutupi
satuan
batulempung
(Formasi
Subang),
serta
dihubungkan dengan orogenesa yang terjadi
pada daerah penelitian yang berumur PlioPlistosen (N18-N21). Pada satuan ini juga
tidak dijumpai adanya fosil dan belum
mengalami perlipatan ataupun pensesaran, atas
dasar tersebut maka umur dari satuan ini
adalah N21 (Plistosen) dan merupakan hasil
dari aktifitas gunungapi.
Untuk
penentuan
lingkungan
pengendapan dari satuan produk gunungapi
tak teruarai ini dilihat dari ciri litologi yang
ada, disebandingkan dengan model Pyroclastic
Volcaniclastic Facies (Bogie, I. dan
Mackenzie, K.M., 1998). Satuan endapan
vulkanik ini disusun oleh litologi berupa breksi
gunungapi dan endapan piroklastik, maka
satuan breksi gunungapi ini diperkirakan
diendapkan pada lingkungan piroklastik
(Fasies Proximal).

Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik Universitas Pakuan

Hubungan stratigrafi satuan produk


gunungapi tak terurai dengan satuan yang
berada di bawahnya yaitu satuan batulempung
adalah tidak selaras sedangkan bagian atasnya
ditutupi oleh endapan aluvial yang batasi oleh
bidang erosi.
2.2.2.5 Satuan Endapan Aluvial
Penyebaran satuan ini 8,5 % dari
seluruh luas daerah penelitian, pada peta
geologi berwarna abu-abu, terdapat di bagian
utara hingga selatan daerah penelitian, yaitu di
Sungai Cibeet dan Sungai Cigeuntis. Satuan
ini terbentuk sebagai akibat dari aktivitas
sungai
berupa
proses
pengendapan
disepanjang saluran sungai. Morfometri satuan
ini berada pada diketinggian 37,5 50 mdpl
dengan kemiringan lereng antara 0% - 2%.
Ketebalan dari satuan ini dari 1 meter hingga
3 meter di daerah penelitian.
Terdiri dari material-material yang
berukuran pasir kasar hingga bongkah yang
berasal dari batuan beku, batulempung dan
batupasir. Satuan ini membentuk bentang alam
sungai berupa gosong pasir, dataran banjir,
serta tanggul alam.Proses-proses geomorfologi
yang terjadi berupa pengendapan
hasil
pengikisan batuan yang lebih tua oleh sungai
yang berlangsung hingga saat ini.

Foto 2.9 Endapan aluvial sungai


lokasi pengamatan Sungai Cibeet

Berdasarkan pengamatan di lapangan,


bahwa proses erosi, transportasi dan
sedimentasi pada satuan ini masih terus
berlangsung hingga saat ini (berumur holosen).
Hubungan stratigrafi satuan endapan
aluvial dengan Satuan Gunungapi tak Terurai
adalah tidak selaras, dibatasi oleh bidang erosi.
2.3. Struktur Geologi
2.3.1. Struktur Geologi Regional

Menurut
Van
Bemmelen(1949),
selama zaman Tersier Jawa Barat telah
mengalami tiga kali periode tektonik
(orogenesa), yaitu :
1. Orogenesa Oligo-Miosen
Pada orogenesa ini terjadinya
pembentukan cekungan Bogor, di
mana sebelumnya terletak pada
cekungan depan busur menjadi
cekungan belakang busur.
2. Orogenesa Intra Miosen
Orogenesa periode ini di cirikan
oleh perlipatan dan pensesaran
yang kuat, terjadi pembentukan
geantiklin yang terletak di sebelah
selatan
Pulau
Jawa
yang
melahirkan gaya ke arah utara.
Gaya gaya ini membentuk
lipatan lipatan yang berarah
barat timur dan sesar sesar
mendatar dengan arah barat daya
timur laut. Periode tektonik ini di
perkirakan berlangsung dari kala
Miosen hingga Pliosen.
3. Orogenesa Plio-Plistosen
Orogenesa pada periode ini di
cirikan oleh adanya aktifitas
gunung
api,
gaya-gayanya
mengarah
ke
Utara
dan
menyebabkan terjadinya amblesan
pada Zona Bandung bagian Utara.
Proses amblesan Bandung ini
mengakibatkan tekanan-tekanan
kuat terhadap Zona Bogor
sehingga terbentuk lipatan dan
sesar naik yang berkembang di
bagian Utara Zona Bogor dan
memanjang dari Subang hingga
Gunung Ceremai.
Menurut Sukendar (1986) pola umum
struktur Jawa Barat berdasarkan data gaya
berat dan data seismik di bagi menjadi tiga
pola arah umum, yaitu :
1. Pola struktur Barat LautTenggara
Secara umum sesar ini membatasi
daerah
Bogor,
Purwakarta,
Bandung,
Sumedang,
Tasikmalaya, Banjar dan menerus
ke sebagian Jawa Tengah.
Sebagian besar daerah ini
termasuk
ke
dalam
Zona
Fisiografi Bogor.

Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik Universitas Pakuan

2.

3.

Pola struktur Barat-Timur


memotong
sepanjang
jalur
Pegunungan Selatan, merupakan
sesar normal dengan bagian Utara
yang relatif turun terhadap bagian
Selatannya.
Pola
struktur
TimurlautBaratdaya
seperti yang terlihat di lembah
Cimandiri dekat Pelabuhan Ratu.

Gambar 2.4Pola Struktur Umum Jawa Barat


(Sukendar Asikin, 1986)

Ketiga pola struktur tersebut sangat di


pengaruhi oleh posisi jalur subduksi dan busur
magmatik Indonesia. Seiring dengan proses
yang terjadi, maka terjadi pula deformasi dan
perkembangan tektonik hingga terbentuk
morfologi pada masa sekarang. Sesar regional
yang mempengaruhi geologi Jawa Barat, di
antaranya adalah sesar regional Cimandiri dan
Baribis. Keberadaan kedua sesar ini di yakini
berbeda dalam hal umur serta mekanisme
pembentukannya. Berbeda dengan sesar
Cimandiri, sesar Baribis merupakan sesar
muda (pola Jawa) yang terbentuk pada periode
tektonik Plio-Plistosen dan di yakini masih
aktif hingga sekarang (Pulunggono dan
Martodjojo, 1984). Sesar Baribis untuk
pertama kalinya di kemukakan oleh Van
Bemmelen (1949) sebagai sesar naik yang
membentang mulai dari Purwakarta hingga ke
daerah Baribis di Majalengka.
Beberapa
peneliti
mempunyai
pandangan seperti yang di kemukakan oleh
Martodjojo (1984), Simandjuntak (1994),
Haryanto dkk (2002) dan Rahardjo dkk
(2002). Martodjojo (1984), meyakini bahwa
sesar Baribis menerus ke arah Tenggara
melalui kelurusan Citanduy sebagai sesar naik,

sedangkan Haryanto dkk (2002) berpendapat


bahwa penerusan sesar ke arah tenggara
sebagai sesar mendatar dekstral. Berbeda
dengan kedua penulis di atas, Simandjuntak
(1994) berpendapat bahwa sesar Baribis
menerus ke arah timur melalui daerah
Kendeng dan berakhir di sekitar Nusa
Tenggara Barat, sehingga penulis ini
menamakannya sebagai Baribis-Kendeng
Fault Zone. Selanjutnya Rahardjo dkk (2002)
berpendapat bahwa sesar Baribis merupakan
sesar inversi yang semula merupakan sesar
normal berubah menjadi sesar naik.
Kendeng dan berakhir di sekitar Nusa
Tenggara Barat, sehingga penulis ini
menamakannya sebagai Baribis-Kendeng
Fault Zone. Selanjutnya Rahardjo dkk (2002)
berpendapat bahwa sesar Baribis merupakan
sesar inversi yang semula merupakan sesar
normal berubah menjadi sesar naik.
2.3.2. Struktur Geologi Daerah Penelitian
Berdasarkan
hasil
pengamatan
lapangan di daerah penelitian di jumpai
indikasi struktur geologi yang berupa kekar,
lipatan dan sesar.
2.3.2.1. Struktur Lipatan
Struktur lipatan yang terdapat di
daerah penelitian adalah berupa antiklin dan
sinklin. Lipatan yang kemiringan lapisan
batuan ke arah berlawanan disebut antiklin dan
kemiringan lapisan batuan ke satu arah disebut
sinklin. Lipatan yang dijumpai di daerah
penelitian antara lain :
a. Sinklin Sukajadi
b. Antiklin Medalsari
c. Sinklin Kutamekar
d. Antiklin Cikutamahi
e. Sinklin Cibatutiga
f. Antiklin Bantarkuning
a.

Sinklin Sukajadi
Penamaan sinklin ini didasarkan pada
sumbu sinklin yang melewati Desa Sukajadi,
dengan sumbu sepanjang 8,7 km. dicirikan
oleh adanya pembalikan arah perlapisan
batuan pada satuan batugamping pasiran
selang-seling batulempung, dengan kedudukan
batuan sayap bagian utara N 80 E sampai N
100 E kemiringan 15 sampai 20, serta
kedudukan batuan sayap bagian selatan N 260
E sampai N 290 E kemiringan 12 sampai
22. Sehingga Sinklin Sukajadi sebagai sinklin
simetris.

Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik Universitas Pakuan

b. Antiklin Medalsari
Antiklin Medalsari berkembang di daerah
penelitian yang membentang di wilayah Desa
Medalsari, dengan sumbu sepanjang 8,7 km,
dicirikan oleh adanya pembalikan arah
perlapisan batuan pada satuan batugamping
pasiran selang seling batulempung, dengan
kedudukan batuan sayap bagian utara
N
260 E sampai N 290 E kemiringan 12
sampai 22, serta kedudukan batuan sayap
bagian selatan N 80 E sampai N 110 E
kemiringan 21 sampai 37. Sehingga Antiklin
Medalsari sebagai antiklin simetris.
c.

Sinklin Kutamekar
Penamaan lipatan ini didasarkan pada
sumbu lipatan yang melintasi Desa
Kutamekar, dengan sumbu sepanjang 8,7
km, dicirikan oleh adanya pembalikan arah
perlapisan batuan pada satuan batugamping
pasiran selang seling batulempung,dengan
kedudukan batuan sayap bagian utara N 80 E
sampai N 100 E kemiringan 21 sampai 37,
serta kedudukan batuan sayap bagian selatan N
260 E sampai N 280 E kemiringan 50
sampai 54. Sehingga Sinklin Kutamekar
sebagai sinklin simetris.
d.

Antiklin Cikutamahi
Antiklin Medalsari berkembang di
daerah penelitian yang membentang di
wilayah Desa Cikutamahi, dengan sumbu
sepanjang 8,7 km, dicirikan oleh adanya
pembalikan arah perlapisan batuan, dengan
kedudukan batuan sayap bagian utara N 260
E sampai N 280 E kemiringan 50 sampai
54, serta kedudukan batuan sayap bagian
selatan N 70 E sampai N 115 E kemiringan
18 sampai 31. Sehingga Antiklin Cikutamahi
sebagai antiklin asimetris.
`

Sinklin Cibatutiga
Penamaan lipatan ini didasarkan pada
sumbu lipatan yang melintasi Desa Cibatutiga,
dengan sumbu sepanjang 8,7 km, dicirikan
oleh adanya pembalikan arah perlapisan
batuan, dengan kedudukan batuan sayap
bagian utara N 70 E sampai N 155 E
kemiringan 18 sampai 31, serta kedudukan
batuan sayap bagian selatan N 250 E sampai
N 270 E kemiringan 20 sampai 25.
Sehingga Sinklin Cibatutiga sebagai sinklin
simetris, sebagian besar sudah tertutup oleh
endapan gunungapi.

f.
Antiklin Bantarkuning
Antiklin Bantarkuning berkembang di daerah
penelitian yang membentang di wilayah Desa
Bantarkuning, dengan sumbu sepanjang 8,6
km, dicirikan oleh adanya pembalikan arah
perlapisan batuan, dengan kedudukan batuan
sayap bagian utara N 250 E sampai N 270 E
kemiringan 20 sampai 25, serta kedudukan
batuan sayap bagian selatan N 90 E sampai N
110 E kemiringan 26 sampai 36. sehingga
Antiklin Bantarkuning sebagai antiklin
simetris.
4.2.2 Struktur Patahan (Sesar)
Berdasarkan hasil pengamatan unsurunsur struktur geologi di lapangan dapat
diketahui bahwa di daerah penelitian terdapat
2 jenis sesar, yaitu sesar naik dan sesar
mendatar sebagai berikut :
a. Sesar Naik Cibeet
b. Sesar Mendatar Cibatutiga
c. Sesar Mendatar Kutamekar
d. Sesar Mendatar Medalsari
e. Sesar Mendatar Bantarkuning
f. Sesar Mendatar Cikutamahi
a.

Sesar Naik Cibeet


Sesar
Naik
Cibeet
diketahui
berdasarkan indikasi-indikasi sesar antara lain
adanya perubahan kemiringan perlapisan dari
keadaan normal ke arah yang lebih terjal 54 60, terdapat gawir sesar Cibeet yang
memperlihatkan cermin sesar berupa gores
garis di CR-32 Sungai Cibeet dengan bidang
sesar N800 E/ 600, gores garis 550. N 1600 E.
Pitch 850, adanya Drag Fold dengan sayap
kanan N 75 E/ 18 dan sayap kiri N 255 E/
22 dengan sumbu N 75 E.

e.

Foto b.
2.10 Gawir
Cibeet yang
memperlihatkan cermin sesar
Sesarsesar
Mendatar
Cibatutiga
berupa gores garis di CR-32 Sungai Cibeet dengan bidang sesar
N800 E/ 600, gores garis 550. N 1600 E. Pitch 850

Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik Universitas Pakuan

10

Sesar Mendatar Cibatutiga diketahui


berdasarkan indikasi sesar antara lain
ditemukan adanya kedudukan batuan yang
memperlihatkan pola yang searah dengan arah
sesar mendatar, yaitu barat daya - timur laut,
serta pembelokan sungai yang sangat tajam
serta ditemukan gawir sesar
yang
memperlihatkan cermin sesar berupa gores
garis di Sungai Cibeet dengan bidang sesar
N450 E/ 250, gores garis 300. N 1100 E. Pitch
250.

Foto 2.11 Gawir sesar yang memperlihatkan cermin


sesar berupa gores garis di Sungai Cibeet dengan bidang
sesar N450 E/ 250, gores garis 300. N 1100 E. Pitch 250

d. Sesar Mendatar Medalsari


Sesar
Mendatar
Medalsari
diketahui
berdasarkan indikasi-indikasi sesar yaitu
ditemukannya gores garis di CR-64 di Sungai
Ciomas dengan data sebagai berikut :
1. Bidang sesar N 120 E/ 720
2. Gores garis 620, N 580 E, Pitch 570
Berdasarkan data-data tersebut diatas,
maka dapat disimpulkan bahwa sesar
Medalsari merupakan sesar mendatar.
Berdasarkan hasil analisis dari data kedudukan
arah cermin sesar diperoleh jenis sesar adalah
sesar mendatar mengiri (sinistral).

Berdasarkan
data-data
lokasi Sungai
Cibeettersebut
CR-03) diatas,
maka dapat disimpulkan bahwa Sesar
Cibatutiga merupakan sesar mendatar. Hasil
dari analisis data diatas diperoleh jenis sesar
adalah sesar mendatar mengengiri (sinistral).
c.

Sesar Mendatar Kutamekar


Sesar Mendatar Kutamekar diketahui
berdasarkan hasil analisa peta topografi dan
didukung dengan adanya data dilapangan,
yaitu adanya milonitisasi dengan arah umum
N25E di Sungai Cibojonggede (CR-41),
kedudukan batuan yang memperlihatkan pola
yang searah dengan arah sesar mendatar, yaitu
barat daya - timur laut. Pembelokan sungai
yang sangat tajam.
Berdasarkan data-data tersebut diatas, maka
dapat disimpulkan bahwa Sesar Kutamekar
merupakan sesar mendatar. Hasil dari analisis
data diatas diperoleh jenis sesar adalah sesar
mendatar mengengiri (sinistral).

Foto 2.13 Cermin sesar yang ditemukan pada Satuan


Batugamping Pasiran Selang-seling Batulempung
Pasiran (Lokasi Sungai Cibeet CR-64)

e.

Sesar Mendatar Bantarkuning


Sesar Mendatar Medalsari diketahui
berdasarkan indikasi-indikasi sesar yaitu
ditemukannya gores garis di CR-21 di Sungai
Cibeet dengan data sebagai berikut :
1. Bidang sesar N 1520 E/ 820
2. Gores garis 250, N 1720 E, Pitch 300

Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik Universitas Pakuan

11

Berdasarkan data-data tersebut diatas,


maka dapat disimpulkan bahwa sesar
Bantarkuning merupakan sesar mendatar.
Berdasarkan hasil analisis dari data kedudukan
arah cermin sesar diperoleh jenis sesar adalah
sesar mendatar menganan (dextral).

Foto 4.8 Cermin sesar yang ditemukan di CR-21


Sungai Cibeet pada Satuan Batugamping Pasiran
Selang-seling Batulempung Pasiran

f.
Sesar Mendatar Cikutamahi
Sesar Mendatar
Cikutamahi
diketahui
berdasarkan hasil analisa peta topografi dan
didukung dengan adanya data dilapangan,
yaitu pola kedudukan batuan yang tidak
beraturan di Sungai Ciomas dan pola
kelurusan sungai disepanjang sungai Ciomas,
serta dijumpai milonitisasi dengan arah umum
Milonitisasi dengan arah umum N147E di
Sungai Cibojonggede CR-47.
Berdasarkan data-data tersebut di atas,
maka dapat disimpulkan bahwa Sesar
Cikutamahi merupakan sesar mendatar. Hasil
dari analisis data diatas diperoleh jenis sesar
adalah sesar mendatar menganan (dextral).

Foto 4.9 Zona hancuran (milonitisasi) dengan arah umum


N 147 E pada CR-47 Sungai Cibojonggede

2.3.3. Mekanisme pembentukan struktur


geologi daerah penelitian
Dari hasil analisis data-data di lapangan
berupa cermin sesar dan hasil intepretasi peta
geologi, maka gaya utama yang bekerja di
daerah penelitian adalah Utara-Selatan (N
5E). Umur dari struktur-struktur geologi yang
berkembang di daerah penelitian terjadi dalam
satu fase tektonik saja, yaitu pada kala PliosenPlistosen di mana gaya/aktifitas tektonik yang
terjadi pada kala Pliosen masih terus
berlangsung sampai pada kala Plistosen
sehingga pada kala Plistosen memicu
terjadinya aktifitas erupsi gunungapi di bagian
tenggara daerah penelitian yaitu Gunung
Sanggabuwana
yang
endapannya
menghasilkan Satuan Batuan Gunungapi tak
Terurai serta Satuan Intrusi Andesit di daerah
penelitian.
Mekanisme pembentukan struktur
geologi daerah penelitian di mulai pada Kala
Pliosen awal seperti yang telah disebutkan di
atas dengan arah gaya utamanya adalah N 5E
yang membentuk perlipatan berupa sinklin dan
antiklin, kemudian gaya masih terus
berlangsung sehingga terbentuk sesar naik
serta sesar mendatar di daerah penelitian.
2.4. Sejarah Geologi
2.4.1. Sejarah Geologi Jawa Barat
Kondisi Paleogeografi Jawa Barat pada
kala Miosen awal adalah bagian daratan
berada di bagian selatan Jawa Barat, yang
meliputi sekitar Jampang Kulon, ke arah
bagian tengah berupa laut dalam yang meliputi
daerah Sukabumi, Bogor, Cianjur, Bandung
hingga ke Tasikmalaya. Sedangkan di bagian
utara Jawa Barat mulai Serang, Rangkas
Bitung, Jakarta hingga Cirebon berupa laut
dangkal.

Gambar 2.5 Paleogeografi kala Miosen Awal

Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik Universitas Pakuan

12

Pada kala akhir Miosen Tengah,


kondisi Paleogeografi Jawa Barat daratan yang
berada di bagian selatan Jawa Barat sudah
mengalami penyusutan, tersebar dari Jampang
Kulon hingga ke Ujung kulon, sedangkan ke
arah bagian tengah Jawa Barat masih berupa
laut dalam dan ke arah utara di tempati oleh
terumbu Batugamping yang menyebar hingga
ke laut Jawa. Laut dangkal berada di bagian
utara, barat dan selatan laut Jawa, Selat Sunda
dan Samudra Hindia.

Gambar 2.5 Paleogeografi kala Miosen Tengah

Pada kala Miosen Akhir kondisi


paleogeografi Jawa Barat sudah mengalami
perubahan yang cukup berarti yaitu daratan
ada pada bagian barat (Banten) dan selatan
Jawa Barat (JampangkulonTasikmalaya).
Kondisi laut dalam semakin menyempit,
berada di bagian tengah Jawa Barat sedangkan
laut transisi berada di bagian utaranya tersebar
dari selatan Jakarta-Cirebon. Laut dangkal
tersebar di bagian utara Jawa Barat mulai dari
dataran pantai Jakarta hingga Cirebon dan
menerus hingga kelaut Jawa.

Gambar 2.6 Paleogeografi kala Miosen Akhir

Pada Kala Pliosen kondisi Paleogeografi Jawa


Barat hampir separuh Jawa Barat sudah berupa
daratan, yaitu mulai dari Serang, Rangkas
Bitung, Bogor, Bandung hingga ke
Tasikmalaya. Ke arah utara di tempati oleh
endapan kipas alluvial, sedangkan laut dangkal
menempati bagian utara Jawa Barat, mulai dari
dataran pantai Jakarta hingga Cirebon dan
lautan berada di bagian utaranya yaitu di laut
Jawa sekarang.

Gambar 2.7 Paleogeografi Kala Plistosen - Resen

2.4.2. Sejarah Geologi Daerah Penelitian


Sejarah geologi di daerah penelitian
dimulai pada Kala Miosen Tengah pada
rentang waktu N13-N14, dengan kondisi pada
waktu itu adalah laut dangkal antara 20 100
mdpl (Neritik Tengah). Batuan yang
diendapkan yaitu satuan batugamping pasiran
selang-seling batulempung (Formasi Parigi).
Ketebalan terukur satuan ini adalah 660,25
m. Kemudian pada kala Miosen Akhir (N15N18) diendapkan secara selaras di atasnya
yaitu
satuan
batulempung
(Formasi
Kaliwangu) pada lingkungan pengendapan laut
dangkal dengan kedalaman 5 20 mdpl
(Neritik Tepi) hingga 20 100 mdpl (Neritik
Tengah).
Kemdian pada Kala Pliosen Awal
mulai terjadi aktivitas tektonik, sehingga
batuan
mengalami
proses
perlipatan,
pengangkatan dan terpatahkan. Proses tektonik
ini terus berlangsung sampai kala Pleistosen,
diikuti oleh aktivitas vulkanisme. Adanya
aktivitas vulkanisme pada Kala Pliosen hingga
Pleistosen tersebut menghasilkan produk
berupa batuan intrusive dan batuan ekstrusive.
Batuan intrusive berupa intrusi di Gunung
Rungking dan Gunung Aseupan. Sedangkan

Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik Universitas Pakuan

13

batuan ekstrusive berupa material-material


hasil erupsi Gunung Api berupa breksi
gunungapi, tuff kristal, dan tuf lapili yang
menutupi satuan batuan sebelumnya. dengan
sumber pengendapan diperkirakan berasal dari
Gunung Sanggabuwana yang berada di arah
Selatan lokasi penelitian, di luar daerah
penelitian.
Akibat dari perlipatan dan pensesaran
di beberapa tempat pada daerah penelitian, dan
seiring dengan waktu geologi yang
berlangsung terjadi pula proses eksogen yaitu
pelapukan-pelapukan pada zona lemah yang
kemudian membentuk sungai-sungai. Sungaisungai tersebut mengikuti pola struktur yang
berkembang pada daerah penelitian, sehingga
menghasilkan
endapan
aluvial
yang
merupakan hasil rombakan dari batuan yang
terbentuk sebelumnya. Sehingga menghasilkan
bentuk ekspresi morfologi yang ada seperti
pada saat ini. Endapan aluvial sungai ini
menutupi seluruh satuan batuan yang ada di
bawahnya dengan batas berupa bidang erosi.
2.5. Potensi Andesit Gunung Rungking
2.5.1. Kondisi Geografis Gunung Rungking
Gunung Rungking merupakan salah satu dari
dua buah bukit intrusi yang ditemukan di
daerah penelitian, berada di bagian tenggara
daerah penelitian, dimana lokasi ini
merupakan perbatasan antara Kabupaten
Bogor bagian timur laut dengan Kabupaten
Karawang bagian barat daya.
Berada pada elevasi 300 meter dengan
titik puncak di ketinggian 600 meter, dengan
bentuk yang kokoh dan menjulang tegak yang
berada di antara beberapa bukit-bukit di
sekelilingnya menunjukkan bahwa Gunung
Rungking merupakan bentang alam vulkanik
neck atau jenjang gunungapi.
Area penelitian memiliki luas 846.804
m2 (didapat dari perhitungan menggunakan
metode gridding, dengan ketinggian yang
tersingkap di atas permukaan tanah adalah
300 meter.
2.5.2 Metode Perhitungan
Dalam perhitungan sumber daya
bahan galian di daerah peneltian dibagi
menjadi dua
tahapan, yaitu :
1. Tahapan perhitungan luas
Dalam
perhitungan
luas
digunakan metode gridding,
yaitu perhitungan luas yang

membagi area pada peta yang


berbentuk bujur sangkar. Satu
buah bujur sangkar memiliki
luas 50 m2.
2. Tahapan perhitungan volume
Dalam perhitungan volume
digunakan
metode
kontur
menurut
B.C.Craft
and
M.F.Hawkins (1959).
Tabel2.7.Metodeperhitungan volume
sumberdayabahangaliandenganmetodekonturberdasark
anB.C.Craft and M.F.Hawkins, 1959dalam Petroleum
Reservoir Engineering
Elevasi
Luas
Interval
Volume
Kontur
Area
h(m)
V ( m3 )
2
a(m)
a(m )
Dasar
batas
perhitungan (
A0
a0 )
Kontur antara
h1 = a1
dasar
dan
A1
**
a0
puncak ( a1 )*
Puncak dengan
ketinggian
h2 = a2
V2 = 1/3.h2 (A1)
kontur tertentu
a1
( a2 )
Keterangan:
*
: Banyaknya kontur tergantung dari data kontur
di peta antara kontur dasar
batas perhitungan dengan titik puncak
**
: Jika A1/A0> 0.5, maka rumus yang digunakan
adalah

V1 = ( A0 + A1 + . )

Jika A1/A0 < 0.5, maka rumus yang digunakan


adalah

V1 = ( A0 + A1 )

Gambar 2.4Gambar metode perhitungan volume berdasarkan


B.C.Craft and M.F.Hawkins, 1959 dalam Petroleum
Reservoir Engineering

Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik Universitas Pakuan

14

2.5.3 Perhitungan Sumber Daya Andesit


Gunung Rungking
Kajian mengenai ketedapatan sumber
daya andesit di Gunung Rungking hanya
dilakukan berupa perhitungan jumlah sumber
dayanya saja tanpa menguji kualitas
keteknikan dari batuan tersebut. Sehingga
berdasarkan klasifikasi sumber daya menurut
SNI, daerah penelitian termasuk ke dalam
sumber daya mineral hipotetik.
Dengan menggunakan metode kontur
menurut B.C.Craft and M.F.Hawkins maka
didapatkan jumlah sumber daya andesit
Gunung Rungking adalah sebesar 21.036.574
m3.
2.6 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pemetaan geologi
serta pengamatan yang telah dilakukan
mengenai unsur-unsur geomorfologi, stratigrafi,
struktur geologi dan perhitungan sumber daya
andesit di daerah Cikutamahi dan sekitarnya,
Kecamatan Cariu, Kabupaten Bogor, Jawa
Barat, maka dapat disimpulkan hasil penelitian
sebagai berikut :
Geomorfologi
daerah
penelitian
terbentuk sebagai akibat dari proses Endogen
dan Eksogen. Proses endogen menghasilkan
perlipatan dan patahan pada batuan yang
terdapat di daerah penelitian sehingga
menampakkan morfologi lipat patahan setelah
batuan tererosi akibat dari proses eksogen.
Selain daripada itu proses endogen yang
menimbulkan aktivitas vulkanik menghasilkan
morfologi perbukitan intrusi dan perbukitan
lereng gunung api pada daerah penelitian yang
disusun oleh batuan produk gunung api. Adapun
proses eksogen pada daerah penelitian
menghasilkan morfologi endapan sungai atau
endapan aluvial sungai serta membentuk polapola sungai berdasarkan kondisi litologi daerah
penelitian maupun struktur geologinya.
Stratigrafi daerah penelitian tersusun
atas Formasi Parigi dan Formasi Subang,
dimana hubungan stratigrafi keduanya adalah
selaras berdasarkan umur yang menerus serta
kedudukan lapisan yang relatif sama. Pada
daerah penelitian Formasi Parigi diwakili oleh
satuan satuan batugamping selang-seling
batulempung yang disebandingkan dengan ciri
Formasi Parigi bagian atas yaitu berupa litologi
batugamping pasiran. Sedangkan Formasi
Subang diwakili oleh satuan batulempung yang
disebandingkan dengan litologi batulempung

tidak berlapis, konkoidal dan kaya akan


konkresi, dari ukuran beberapa centimeter
sampai lebih dari 1 m. Kedua litologi ini
diendapkan pada lingkungan pengendapan laut
dangkal. Pada kala Pliosen tidak terjadi
pengendapan batuan karena adanya proses
tektonik berupa pengangkatan yang disertai
perlipatan hingga terbentuk patahan. Aktivitas
vulkanik pada Kala Plistosen menghasilkan
satuan batuan intrusi dan satuan batuan produk
gunungapi tak terurai yang merupakan produk
daratan.
Struktur geologi yang berkembang pada
daerah penelitian dicirikan dengan lipatan dan
patahan, yang membentang pada satuan
batugamping
selang-seling
batulempung
(Formasi Parigi) dan satuan batulempung
(Formasi Subang). Struktur geologi terbentuk
akibat proses tektonik yang berlangsung pada
Kala Pliosen Awal menerus hingga Kala
Pleistosen (Plio Pleistosen) akibat adanya
gaya utama yang mendorong dari arah utara dan
selatan
sehingga
menghasilkan
struktur
perlipatan yang umumnya berarah barat-timur
berupa : Sinklin Sukajadi, Antiklin Medalsari,
Sinklin Kutamekar, Antiklin Cikutamahi,
Sinklin Cibatutiga, Antiklin Bantarkuning, serta
membentukan patahan berupa : Sesar Naik
Cibeet, Sesar Mendatar Cibatutiga, Sesar
Mendatar
Kutamekar,
Sesar
Mendatar
Medalsari, Sesar Mendatar Bantarkuning, Sesar
Mendatar Cikutamahi. Intrusi andesit di Gunung
Rungking memiliki luas wilayah 846.804 m
dengan ketebalan terukur di permukaan yaitu
300 meter. Dengan jumlah sumber daya sebesar
21.036.574 m3.

2.7 Daftar Pustaka

Asikin, Sukendar., 1986, Geologi


Struktur Indonesia, Departemen
Teknik Geologi, Institut Teknologi
Bandung.
Badan Koordinasi Survey dan
Pemetaan Nasional, 1999, Peta
Rupabumi Digital Indonesia lembar
Cariu
No.
1209-234,
Badan
Koordinasi Survey dan Pemetaan
Nasional, Cibinong, Bogor.

Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik Universitas Pakuan

15

Bemmelen, R. W. Van., 1949, The


Geology of Indonesia, Vol. IA :
General Geology of Indonesia and
Adjacent Archipelagoes, Government
Printing Office, The Hague, 732 p.
Billings, Marlan P., 1960, Structural
Geology, Second Edition, Prentice
Hall Inc. Englewood Cliffs, New
Jersey, 514 p.
Blow, W. H. and Postuma J. A., 1969.
Range Chart, Late Miosen to Recent
Planktonic
Foraminifera
Biostratigraphy, Proceeding of The
First.
Bogie, I dan Mackekenzie, K.M.,
1998. The application of volcanic
facies models to an andesitic
stratovolcano hosted geothermal
system at Wayang Windu, Java
Indonesia. Procceedings, 20 th New
Zealand Geothermal Workshop, h
265-276.
Dunham, 1962, Op Cit Mudjur M.,
1985, Petrografi Batuan Metamorf
dan BatuanSedimen,Jurusan Teknik
Geologi, Fakultas Teknik, Universitas
Pakuan Bogor.
Koesoemadinata,
R.P.,
1985,
PRINSIP-PRINSIP
SEDIMENTASI, Jurusan Geologi,
Institut Teknologi Bandung, Bandung.
Martodjojo, Soejono., 1984, Evolusi
Cekungan Bogor Jawa Barat,
Fakultas Pasca Sarjana, Institut
Teknologi Bandung.
Noor, Djauhari, dan Kadarisman,
Denny. S., 2002, Pedoman Ekskursi
Geologi Regional Jawa Barat 2011,
Edisi 4, Program Studi Teknik
Geologi, Fakultas Teknik, Universitas
Pakuan, Bogor.
Noor, Djauhari., 2012, Pengantar
Geologi Edisi II, Program Studi
Teknik Geologi Universitas Pakuan,
Bogor.

Noor, Djauhari., 2006, Geomorfologi


dan Geologi FotoEdisi I, Program
Studi Teknik Geologi Universitas
Pakuan, Bogor.
Noor,
Cahyo.Yuniarti.,
Panduan
Praktikum Sedimentologi Analisa
Besar Butir , Universitas Padjajaran
2010
Robert L Folk , 1985, PETROLOGY
OF SEDIMENTARY ROCKS,
Hemphill publishing company Austin
Texas.78703
Sukandarrumidi, 1999, Bahan Galian
Industri, Gadjah Mada University
Press, Yogyakarta.
Thornburry W.D., 1958, Principles Of
Geomorfologi, JHon Wiley and sons,
Inc. London.

2.8 Lampiran Peta


1.
2.
3.
4.

Peta Lintasan
Peta Geologi
Peta Geomorfologi
Peta Penyebaran Sumberdaya Andesit

PENULIS
1. Emmi Vathreescia, ST. Alumni (2013)
Program Studi Teknik Geologi, Fakultas
Teknik Unpak
2. Ir. Djauhari Noor, M.Sc. Staf Dosen
Program Studi Teknik Geologi, Fakultas
Teknik Unpak
3. Ir. Denny Sukamto Kadarisman, MT.
Staf Dosen Program Studi Teknik
Geologi, Fakultas Teknik Unpak

Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik Universitas Pakuan

16

Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik Universitas Pakuan

17

Anda mungkin juga menyukai