PENDAHULUAN
Anestesiologi adalah cabang ilmu kedokteran yang mendasari berbagai tindakan
meliputi pemberian anestesi, penjagaan keselamatan penderita yang mengalami pembedahan,
pemberian bantuan hidup dasar, pengobatan intensif pasien gawat, terapi inhalasi dan
penanggulangan nyeri menahun. Pada prinsipnya dalam penatalaksanaan anestesi pada suatu
operasi terdapat beberapa tahap yang harus dilaksanakan yaitu pra anestesi yang terdiri dari
persiapan mental dan fisik pasien, perencanaan anestesi, menentukan prognosis dan persiapan
pada pada hari operasi. Sedangkan tahap penatalaksanaan anestesi terdiri dari premedikasi,
masa anestesi dan pemeliharaan, tahap pemulihan serta perawatan pasca anestesi1,2,3.
Cedera kepala traumatik merupakan masalah kesehatan yang serius di masyarakat
karena merupakan pemicu kecatatan dan kematian diseluruh dunia.4,5 Sekitar 1-1,5 juta jiwa di
Eropa dan Amerika Serikat mengalami cedera kepala tiap tahunnya. 5 Selama 20 tahun terakhir
penatalaksanaan pasien cedera kepala telah meningkat secara bermakna dan pedoman
penatalaksanaan cedera kepala traumatik berbasis bukti telah dikembangkan, namun
walaupun ada metode diagnostik dan penatalaksanaan yang mutakhir prognosis masih jauh
dari harapan.6
Pengendalian tekanan intrakranial dan evakuasi perdarahan dalam empat jam pertama
pascatrauma dilaporkan memiliki peran penting dalam penurunan angka kesakitan dan
kematian pada pasien cedera kepala dengan perdarahan intrakranial termasuk perdarahan
subdural akut. Namun oleh karena banyak hal terutama persetujuan dari keluarga pasien,
evakuasi perdarahan sering mengalami penundaan sehingga bahaya peningkatan tekanan
intrakranial (TIK) yang berujung pada herniasi otak menjadi salah satu penyebab kegagalan
penatalaksanaan perdarahan subdural akut.7
BAB II
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama
: An PM
Jenis Kelamin
: Laki - laki
Usia
Berat Badan
Tinggi Badan
Agama
Alamat
No. RM
Diagnosis
: 16 tahun
: 60 kg
: 155 cm
: Kristen
: Ratatotok
: 467880
: EDH Frontal Dekstra + ICH Frontal Dekstra
B. ANAMNESIS
a. Keluhan utama
: Penurunan Kesadaran akibat KLL
b. Riwayat penyakit sekarang
:
Pada anamnesis didapatkan pasien mengalami penurunan kesadaran akibat
KLL yang dialami 5 jam SMRS. Awalnya penderita sedang mengendarai sepeda
motor. Kemudian karena kurang hati-hati motor penderita tergelincir dan
penderita terjatuh dengan kepala membentur aspal. Riwayat pingsan (+), muntah
3x, alkohol (-), helm (-). Penderita lalu dibawa ke RS Noongan dan dirujuk ke
RSUP Prof. R. D. Kandou malalayang.
c. Riwayat penyakit dahulu
:d. Riwayat penyakit keluarga
:C. PEMERIKSAAN FISIK
GCS
: E4V1M5 = 10
Vital Sign
: Tekanan darah
a.
: 120/80 mmHg
Nadi
: 82 x/menit
Suhu
: 36,8C
Pernafasan
: 18 x/menit
Status Generalis
Kulit
: Warna kulit sawo matang, tidak ikterik, tidak sianosis, turgor
kulit cukup, capilary refill kurang dari 2 detik dan teraba
hangat.
b.
Kepala
c.
Mata
d.
Pemeriksaan Thorax
1) Jantung
a) Inspeksi : Tampak iktus kordis 2cm dibawah papila mamae sinistra
b) Palpasi : Iktus kordis teraba kuat angkat
c) Perkusi :
2
i.
ii.
iii.
iv.
d)
2) Paru
a) Inspeksi
b) Palpasi
teraba.
Pemeriksaan Ekstremitas :
Turgor kulit cukup, akral hangat
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
E. KESAN ANESTESI
Laki - laki 16 tahun menderita EDH frontal dextra + ICH frontal dextra.
F. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan yaitu :
a. Intravena fluid drip (IVFD) RL 20 tpm
b. Trepanasi
c. Informed Consent Operasi
d. Konsul ke Bagian Anestesi
e. Informed Conset Pembiusan
Dilakukan operasi dengan general anestesi dengan status ASA 4 E
Tabel Hemodinamik
HARI 0
RR & HCU(7
HARI 1
HCU(8 Maret)
HARI 2
HCU(9 Maret)
HARI 3
HCU(10 Maret)
Maret)
JA
OB
SE
RV
0/
0/
0/
0/
0/
0/
0/
0/
0/
0/
0/
0/
0/
0/
0/
0/
0/
0/
AS
I
TD
O
O
RR
3
1
8
1
K
1
5
1
0
2
0
2
0
2
5
1
8
1
7
1
0
2
0
2
0
2
0
2
5
1
8
1
2
1
8
1
8
2
SP
6
9
8
9
6
9
7
9
0
9
2
9
0
9
9
9
8
9
9
9
2
9
1
9
0
9
0
9
9
9
8
9
8
9
9
9
0
9
%
2
%
O
%
-
%
-
%
-
%
-
%
-
%
-
%
-
%
-
%
3
%
3
%
3
%
3
%
3
%
3
%
2
k
O
k
O
O2
Le
u
Eri
Hb
Ht
Tr
0
5,
4,
5
1
9
1
5,
2,
5
4
8
3
6,
8,
%
1
M
CH
M
CH
C
M
CV
SG
OT
SG
9
2
4
2
9,
9,
5
3
2
3
3,
3,
8,
8,
8
-
2
3
4
PT
Ur
Ck
2
0,
0
0,
GD
7
1
7
1
0
1
2
1
4
5,
0
4,
S
Chl
or
Kal
iu
m
Nat
riu
G. LAPORAN ANESTESI
1. Diagnosis Pra Bedah
ICH Frontal Dekstra + EDH Frontal Dekstra
2. Diagnosis Pasca Bedah
Post Craniotomy
3. Penatalaksanaan Preoperasi
a Infus RL 500 cc
4. Penatalaksanaan Anestesi
a. Jenis Pembedahan
: Craniotomy
b. Jenis Anestesi
: General Anestesi
c. Teknik Anestesi
: Inhalasi Semi Closed dengan intubasi Endotraceal
d.
e.
f.
Mulai Anestesi
Mulai Operasi
Premedikasi
g.
Induksi
h.
.i.
j.
k.
l.
Medikasi tambahan
Maintanance
Relaksasi
Respirasi
Posisi
Tube
: Pukul 21.30 WITA
: Pukul 21.40 WITA
: Sulfas Atropin 0,25 mg
Fentanyl 50 mg
: Atracurium 10 mg
Propofol 80 mg
: Ketorolac 30 mg
: O2, N2O,sevoflurane
:: Spontan
: Supine
n . Selesai operasi
: 00.30 WITA
Pasien, An. PM, 16 tahun datang ke ruang operasi untuk menjalani operasi
dengan diagnosis EDH frontal dextra + ICH frontal dextra. Pemeriksaan fisik dari tanda vital
didapatkan tekanan darah 110/60 mmHg; nadi 55x/menit; respirasi 18x/menit; suhu 36,8OC.
Dari pemeriksaan laboratorium hematologi yang dilakukan tanggal 7 Maret 2016 dengan
hasil: Hb 15,5 g/dl; Leukosit 20.400; ureum 22 mg/dl; kreatinin 0,7 mg/dl; SGOT 34 U/L;
SGPT 25 U/L; GDS 104 mg/dL. Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang disimpulkan bahwa pasien masuk dalam ASA 4E.
Pasien dikirim dari ruang resusitasi ke ruang HCU. Pasien masuk ke ruang OK pada
pukul 21.30 dilakukan pemasangan NIBP dan O2 dengan hasil TD 115/60 mmHg; Nadi
110x/menit, dan SpO2 99%. Dilakukan injeksi propofol 30 mg dan fentanyl 50 mcg.
Pemberian fentanyl yang merupakan obat opioid yang bersifat analgesik dan bisa bersifat
induksi. Penggunaan premedikasi pada pasien ini betujuan untuk menimbulkan rasa nyaman
pada pasien dengan pemberian analgesia dan mempermudah induksi dengan menghilangkan
rasa khawatir. Selanjutnya pasien ini diberikan atracurium bromide 10 mg untuk
merelaksasikan otot-otot pernapasan.
Pasien disungkupkan dengan sungkup muka yang telah terpasang pada mesin anestesi
yang menghantarkan gas (sevoflurane) dengan ukuran 2vol% dengan oksigen dari mesin ke
jalan napas pasien sambil melakukan bagging selama kurang lebih 2 menit untuk menekan
pengembangan paru dan juga menunggu kerja dari pelemas otot sehingga mempermudah
dilakukannya pemasangan endotrakheal tube. Penggunaan sevofluran disini dipilih karena
sevofluran mempunyai efek induksi dan pulih dari anestesi lebih cepat dibanding dengan gas
lain, dan baunya pun lebih harum dan tidak merangsang jalan napas sehingga digemari untuk
induksi anestesi dibanding gas lain (halotan). Efek terhadap kardiovaskular pun relatif stabil
dan jarang menyebabkan aritmia.
Setelah pasien di intubasi dengan mengunakan endotrakheal tube, maka dialirkan
sevofluran 2 vol%, oksigen sekitar 50 ml/menit sebagai anestesi rumatan. Ventilasi dilakukan
dengan bagging dengan laju napas 20 x/ menit. Sesaat setelah operasi selesai gas anestesi
diturunkan untuk menghilangkan efek anestesi perlahan-lahan dan untuk membangunkan
pasien. Juga diharapkan agar pasien dapat melakukan nafas spontan menjelang operasi hampir
selesai.
Setelah operasi selesai lalu mesin anestesi diubah ke manual supaya pasien dapat
melakukan nafas spontan. Gas sevo dihentikan karena pasien sudah nafas spontan dan
7
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Anestesi Umum
Anestesi umum adalah tindakan menghilangkan rasa nyeri/sakit secara sentral
disertai hilangnya kesadaran dan dapat pulih kembali (reversibel). Komponen trias
anestesi yang ideal terdiri dari analgesia, hipnotik, dan relaksasi otot .2
Obat anestesi yang masuk ke pembuluh darah atau sirkulasi kemudian menyebar
ke jaringan. Yang pertama terpengaruh oleh obat anestesi ialah jaringan kaya akan
pembuluh darah seperti otak, sehingga kesadaran menurun atau hilang, hilangnya rasa
sakit, dan sebagainya. Seseorang yang memberikan anestesi perlu mengetahui stadium
anestesi untuk menentukan stadium terbaik pembedahan itu dan mencegah terjadinya
kelebihan dosis.1,2
Agar anestesi umum dapat berjalan dengan sebaik mungkin, pertimbangan
utamanya adalah memilih anestetika ideal. Pemilihan ini didasarkan pada beberapa
pertimbangan yaitu keadaan penderita, sifat anestetika, jenis operasi yang dilakukan,
dan peralatan serta obat yang tersedia. Sifat anestetika yang ideal antara lain mudah
didapat, murah, tidak menimbulkan efek samping terhadap organ vital seperti saluran
pernapasan atau jantung, tidak mudah terbakar, stabil, cepat dieliminasi, menghasilkan
8
relaksasi otot yang cukup baik, kesadaran cepat kembali, tanpa efek yang tidak
diinginkan.8,9
Obat anestesi umum yang ideal mempunyai sifat-sifat antara lain pada dosis yang
aman mempunyai daya analgesik relaksasi otot yang cukup, cara pemberian mudah,
mulai kerja obat yang cepat dan tidak mempunyai efek samping yang merugikan. Selain
itu obat tersebut harus tidak toksik, mudah dinetralkan, mempunyai batas keamanan
1.
yang luas.8
Macam-macam Teknik Anestesi 9
Open drop method: Cara ini dapat digunakan untuk anestesik yang menguap,
peralatan sangat sederhana dan tidak mahal. Zat anestetik diteteskan pada kapas
yang diletakkan di depan hidung penderita sehingga kadar yang dihisap tidak
diketahui, dan pemakaiannya boros karena zat anestetik menguap ke udara
terbuka.
Semi open drop method:
dipersiapkan dengan baik. Kunjungan pra anestesi pada bedah elektif dilakukan 1-2 hari
sebelumnya, dan pada bedah darurat sesingkat mungkin. Kunjungan pra anestesi pada
pasien yang akan menjalani operasi dan pembedahan baik elektif dan darurat mutlak
9
harus dilakukan untuk keberhasilan tindakan tersebut. Adapun tujuan kunjungan pra
anestesi adalah:1,7
a.
b.
Merencanakan dan memilih teknik serta obat-obat anestesi yang sesuai dengan
fisik dan kehendak pasien.
c.
Menentukan
status
fisik
dengan
klasifikasi
ASA
(American
Society
Anesthesiology):
ASA I
ASA II
ASA III : Pasien dengan gangguan sistemik berat sehingga aktivitas harian
terbatas. Angka mortalitas 38%.
ASA IV : Pasien dengan gangguan sistemik berat yang mengancam jiwa, tidak
selalu sembuh dengan operasi. Misal : insufisiensi fungsi organ,
angina menetap. Angka mortalitas 68%.
ASA V
ASA VI : Pasien mati otak yang organ tubuhnya akan diambil (didonorkan)6
Untuk operasi cito, ASA ditambah huruf E (Emergency) terdiri dari kegawatan
otak, jantung, paru, ibu dan anak.
a.
I.
5. Riwayat anestesi dan operasi sebelumnya yang terdiri dari tanggal, jenis
pembedahan dan anestesi, komplikasi dan perawatan intensif pasca bedah.
6. Riwayat kebiasaan sehari-hari yang dapat mempengaruhi tindakan anestesi
seperti merokok, minum alkohol, obat penenang, narkotik
7. Riwayat keluarga yang menderita kelainan seperti hipertensi maligna.
8. Riwayat berdasarkan sistem organ yang meliputi keadaan umum, pernafasan,
kardiovaskular, ginjal, gastrointestinal, hematologi, neurologi, endokrin,
psikiatrik, ortopedi dan dermatologi.
II.
Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan psikis : gelisah,takut, kesakitan
2. Keadaan gizi : malnutrisi atau obesitas
3. Tinggi dan berat badan. Untuk memperkirakan dosis obat, terapi cairan yang
diperlukan, serta jumlah urin selama dan sesudah pembedahan.
4. Frekuensi nadi, tekanan darah, pola dan frekuensi pernafasan, serta suhu tubuh.
5. Jalan nafas (airway). Jalan nafas diperiksa untuk mengetahui adanya trismus,
keadaan gigi geligi, adanya gigi palsu, gangguan fleksi ekstensi leher, deviasi
ortopedi dan dermatologi. Ada pula pemeriksaan mallampati, yang dinilai dari
visualisasi pembukaan mulut maksimal dan posisi protusi lidah. Pemeriksaan
mallampati sangat penting untuk menentukan kesulitan atau tidaknya dalam
melakukan intubasi. Penilaiannya yaitu:
i.
ii.
iii.
iv.
11
9. Ekstremitas, terutama untuk melihat adanya perfusi distal, sianosis, adanya jari
tabuh, infeksi kulit, untuk melihat di tempat-tempat pungsi vena atau daerah
blok saraf regional
III.
Lab rutin :
1. Pemeriksaan lab. Darah
2. Urine : protein, sedimen, reduksi
3. Foto rongten ( thoraks )
4. EKG
b.
Premedikasi Anestesi
Premedikasi anestesi adalah pemberian obat sebelum anestesi. Adapun tujuan dari
premedikasi antara lain :1,2
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
mengurangi sekresi kelenjar saluran nafas, misal : sulfas atropin dan hiosin.
Premedikasi diberikan berdasar atas keadaan psikis dan fisiologis pasien yang
12
Obat-obatan Premedikasi
Pada kasus ini digunakan obat premedikasi 1,2,3 :
a. Fentanil
Fentanil merupakan salah satu preparat golongan analgesik opioid dan
termasuk dalam opioid potensi tinggi dengan dosis 100-150 mcg/kgBB, termasuk
sufentanil (0,25-0,5 mcg/kgBB). Bahkan sekarang ini telah ditemukan remifentanil,
suatu opioid yang poten dan sangat cepat onsetnya, telah digunakan untuk
meminimalkan depresi pernapasan residual. Opioid dosis tinggi yang deberikan
selama operasi dapat menyebabkan kekakuan dinding dada dan larynx, dengan
demikian dapat mengganggu ventilasi secara akut, sebagaimana meningkatnya
kebutuhan opioid potoperasi berhubungan dengan perkembangan toleransi akut. Maka
dari itu, dosis fentanyl dan sufentanil yang lebih rendah telah digunakan sebagai
premedikasi dan sebagai suatu tambahan baik dalam anestesi inhalasi maupun
intravena untuk memberikan efek analgesi perioperatif3.
Sebagai analgesik, potensinya diperkirakan 80 kali morfin. Lamanya efek
depresi nafas fentanil lebih pendek dibanding meperidin. Efek euphoria dan analgetik
fentanil diantagonis oleh antagonis opioid, tetapi secara tidak bermakna diperpanjang
masanya atau diperkuat oleh droperidol, yaitu suatu neuroleptik yang biasanya
digunakan bersama sebagai anestesi IV. Dosis tinggi fentanil menimbulkan kekakuan
yang jelas pada otot lurik, yang mungkin disebabkan oleh efek opioid pada tranmisi
dopaminergik di striatum. Efek ini di antagonis oleh nalokson. Fentanyl biasanya
digunakan hanya untuk anestesi, meski juga dapat digunakan sebagai anelgesi pasca
operasi. Obat ini tersedia dalam bentuk larutan untuk suntik dan tersedia pula dalam
bentuk kombinasi tetap dengan droperidol1. Fentanyl dan droperidol (suatu
butypherone yang berkaitan dengan haloperidol) diberikan bersama-sama untuk
menimbulkan analgesia dan amnesia dan dikombinasikan dengan nitrogen oksida
memberikan suatu efek yang disedut sebagai neurolepanestesia1,2.
d. Induksi
Induksi merupakan saat dimasukkannya zat anestesi sampai tercapainya
stadium pembedahan yang selanjutnya diteruskan dengan tahap pemeliharaan anestesi
untuk mempertahankan atau memperdalam stadium anestesi setelah induksi.
13
darah ke otak, metabolisme otak dan tekanan intrakranial akan menurun. Keuntungan
propofol karena bekerja lebih cepat dari tiopental dan konvulsi pasca operasi yang
minimal.
Propofol merupakan obat induksi anestesi cepat. Obat ini didistribusikan cepat
dan dieliminasi secara cepat. Hipotensi terjadi sebagai akibat depresi langsung pada
otot jantung dan menurunnya tahanan vaskuler sistemik. Propofol tidak mempunyai
efek analgesik. Dibandingkan dengan tiopental waktu pulih sadar lebih cepat dan
jarang terdapat mual dan muntah. Pada dosis yang rendah propofol memiliki efek
antiemetik1.
Efek samping propofol pada sistem pernafasan adanya depresi pernafasan,
apnea, bronkospasme, dan laringospasme. Pada sistem kardiovaskuler berupa
hipotensi, aritmia, takikardi, bradikardi, hipertensi. Pada susunan syaraf pusat adanya
sakit kepala, pusing, euforia, kebingungan, dll. Pada daerah penyuntikan dapat terjadi
nyeri sehingga saat pemberian dapat dicampurkan lidokain (20-50 mg)1,3.
e. Pemeliharaan
a. Nitrous Oksida (N2O)
Merupakan gas yang tidak berwarna, berbau manis dan tidak iritatif, tidak
berasa, lebih berat dari udara, tidak mudah terbakar/meledak, dan tidak bereaksi
dengan soda lime absorber (pengikat CO2). Mempunyai sifat anestesi yang
kurang kuat, tetapi dapat melalui stadium induksi dengan cepat, karena gas ini
tidak larut dalam darah. Gas ini tidak mempunyai sifat merelaksasi otot, oleh
karena itu pada operasi abdomen dan ortopedi perlu tambahan dengan zat
relaksasi otot. Terhadap SSP menimbulkan analgesi yang berarti. Depresi nafas
terjadi pada masa pemulihan, hal ini terjadi karena Nitrous Oksida mendesak
oksigen dalam ruangan-ruangan tubuh. Hipoksia difusi dapat dicegah dengan
pemberian oksigen konsentrasi tinggi beberapa menit sebelum anestesi selesai.
Penggunaan biasanya dipakai perbandingan atau kombinasi dengan oksigen.
Penggunaan dalam anestesi umumnya dipakai dalam kombinasi N2O : O2 adalah
sebagai berikut 60% : 40% ; 70% : 30% atau 50% : 50% 2.3.
f. Obat Pelumpuh Otot
Obat
golongan
ini
menghambat
transmisi
neuromuscular
sehingga
menimbulkan kelumpuhan pada otot rangka. Menurut mekanisme kerjanya, obat ini
dibagi menjadi 2 golongan yaitu obat penghambat secara depolarisasi resisten,
15
misalnya suksinil kolin, dan obat penghambat kompetitif atau nondepolarisasi, misal
kurarin.
Dalam anestesi umum, obat ini memudahkan dan mengurangi cedera tindakan
laringoskopi dan intubasi trakea, serta memberi relaksasi otot yang dibutuhkan dalam
pembedahan dan ventilasi kendali1,2.
Obat pelumpuh otot yang digunakan dalam kasus ini adalah :
Atracurium besilat (tracrium)
Merupakan obat pelumpuh otot non depolarisasi yang relatif baru yang
mempunyai struktur benzilisoquinolin yang berasal dari tanaman Leontice
leontopetaltum. Beberapa keunggulan atrakurium dibandingkan dengan obat terdahulu
antara lain adalah :
a.
Metabolisme terjadi dalam darah (plasma) terutama melalui suatu reaksi kimia
unik yang disebut reaksi kimia hoffman. Reaksi ini tidak bergantung pada fungsi
hati dan ginjal.
b.
c.
umumnya mulai kerja atracurium pada dosis intubasi adalah 2-3 menit, sedang lama
kerja atracurium dengan dosis relaksasi 15-35 menit3.
Pemulihan fungsi saraf otot dapat terjadi secara spontan (sesudah lama kerja
obat berakhir) atau dibantu dengan pemberian antikolinesterase.
Nampaknya
atracurium dapat menjadi obat terpilih untuk pasien geriatrik atau pasien dengan
penyakit jantung dan ginjal yang berat1,2.
Kemasan dibuat dalam 1 ampul berisi 5 ml yang mengandung 50 mg
atracurium besilat. Stabilitas larutan sangat bergantung pada penyimpanan pada suhu
dingin dan perlindungan terhadap penyinaran.
Dosis intubasi : 0,5 0,6 mg/kgBB/iv
Dosis relaksasi otot : 0,5 0,6 mg/kgBB/iv
Dosis pemeliharaan : 0,1 0,2 mg/kgBB/ iv
g. Intubasi Endotrakeal
Suatu tindakan memasukkan pipa khusus ke dalam trakea, sehingga jalan nafas
bebas hambatan dan nafas mudah dikendalikan. Intubasi trakea bertujuan untuk :1
a.
b.
c.
d.
e.
f.
h. Terapi Cairan
Prinsip dasar terapi cairan adalah cairan yang diberikan harus mendekati
jumlah dan komposisi cairan yang hilang. Terapi cairan perioperatif bertujuan untuk1.
a.
Memenuhi kebutuhan cairan, elektrolit dan darah yang hilang selama operasi.
b.
Mengatasi syok dan kelainan yang ditimbulkan karena terapi yang diberikan.
= 8 ml/kgBB/jam.
observasi pasien pasca atau anestesi. Ruang pulih sadar merupakan batu loncatan
sebelum pasien dipindahkan ke bangsal atau masih memerlukan perawatan intensif di
ICU. Dengan demikian pasien pasca operasi atau anestesi dapat terhindar dari
komplikasi yang disebabkan karena operasi atau pengaruh anestesinya 2.
Untuk memindahkan pasien dari ruang pulih sadar ke ruang perawatan perlu
dilakukan skoring tentang kondisi pasien setelah anestesi dan pembedahan. Beberapa
cara skoring yang biasa dipakai untuk anestesi umum yaitu cara Aldrete dan Steward,
dimana cara Steward mula-mula diterapkan untuk pasien anak-anak, tetapi sekarang
sangat luas pemakaiannya, termasuk untuk orang dewasa. Sedangkan untuk regional
anestesi digunakan skor Bromage1,6.
Aktivitas
motorik
Kriteria
Mampu menggerakkan ke-4 ekstremitas atas
Skor
2
Respirasi
Sirkulasi
Kesadaran
Warna kulit
Apneu/tidak bernafas
Tekanan darah berbeda 20% dari semula
Pucat
Sianosis
Kesadaran
Jalan napas
Gerakan
Kriteria
Bangun
Respon terhadap stimuli
Tak ada respon
Batuk atas perintah atau menangis
Mempertahankan jalan nafas dengan baik
Perlu bantuan untuk mempertahankan jalan nafas
Skor
2
1
0
2
1
0
2
1
0
Kesadaran
Jalan napas
Aktifitas
Kriteria
Sadar penuh, membuka mata, berbicara
Skor
4
Tidur ringan
Tidak bergerak
perkembangan
Muntah, mual pusing minimal
Tidak ada sesak nafas, stridor, dan mendengkur
Alert, orientasi tempat, waktu, dan orang
19
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Penatalaksanaan pasien CKB di UGD.
Penatalaksanaan
anestesi
pada
pasien
cedera
kepala
traumatik
bertujuan
mengendalikan tekanan intra kranial dan memelihara tekanan perfusi serebral, melindungi
jaringan saraf dari iskemi dan cedera (Brain Proteksi Otak), menyediakan kondisi
pembedahan yang adekuat (slack brain). Hal ini dikenal dengan prinsip ABCDE neuro
anestesi yaitu: A) Airway, jalan nafas yang selalu bebas sepanjang waktu, B) Breathing,
ventilasi kendali untuk mendapatkan oksigenasi adekuat dan normokapnea, C) Circulation,
menghindari peningkatan atau penurunan tekanan darah yang berlebihan, menghindari faktor
mekanis
yang
meningkatkan
tekanan
venaserebral,
menjaga
kondisi
normotensi,
normoglikemi, isoosmolar selama anestesi, D) Drugs, menghindari obat dan tehnik anestesi
yang dapat meningkatkan TIK, dan beri obat-obatan yang mempunyai efek proteksi otak, E)
Environment, kontrol temperatur dengan target suhu inti 35C di kamar operasi. Pasien
dibawa ke ruang operasi sudah dalam kendali ventilasi karena diintubasi di unit gawat darurat,
dan selama dilakukan tindakan diagnostik tetap dilakukan kendali ventilasi dengan relaksan.
Tindakan induksi intubasi mempertimbangkan keadaan klinis dan stabilitas
kemodinamik. Induksi dilakukan dengan dosis titrasi propofol intra vena total 2mg/KgBB,
obat pelumpuh otot non depol dipergunakan fentanyl 1/KgBB diberikan untuk mengurangi
respon hemodinamik sewaktu laringoskopi dan intubasi, lidokain 1,5 mg/Kg diberikan 90
detik sebelum laringoskopi intuk mencegah peningkatan TIK lidokain diberikan setelah laju
nadi bisa dinaikkan dengan tindakan hiperventilasi sebelumnya. Obat anestesi dan tehnik
20
anestesi yang dipergunakan untuk rumatan anestesi dipilih yang mempunyai kemampuan
menurunkan TIK, mempertahankan tekanan perfusi serebral (CPP), menjaga stabilitas
kardiovaskular dan memiliki efek proteksi otak terhadap bahaya iskemia.
Anestesi inhalasi merupakan metabolisme otak dan menyebabkan vasodilatasi serebral
yang akan meningkatkan aliran darah otak (CBF), dan TIK pada konsentrasi lebih dari 1
MAC. Dengan menggunakan obat tersebut pada konsentrasi yang rendah efek vasodilatasi
serebral dapat diminimalisir. Obat anestesi inhalasi nitrous oxide meningkatkan metabolisme
otak dan menyebabkan vasodilatasi serebral yang mengakibatkan TIK meningkat,
pemakaiannya pada cedera kepala traumatik sebaiknya dihindari. Obat anestesi intravena
thiopental dan propofol mempunyai sifat kerja menurunkan CMRO dan CBF sehingga
menurunkan TIK. Selain itu obat ini memiliki efek minimal pada autoregulasi dan reaktivitas
terhadap CO sehingga menguntungkan untuk anestesi pada cedera kepala.
Pada pasien ini dipergunakan kombinasi obat anestesi sevofluran dan propofol
kontinyu dengan tujuan mendapat level anestesi yang cukup tanpa gejolak susunan saraf pusat
dengan mengambil keuntungan dari sifat obat tersebut seperti sifat neuro protektif, sambil
meminimalkan efek vasodilatasi sovofluran dengan cara mengatur konsentrasi propofol
kemudian mempertahankan level anestesi intra operasi pengaturan sistem respirasi cedera
kepala traumatik yang berat yaitu dengan menyesuaikan ventilasi mekanik sehingga
didapatkan kondisi normokapnea dengan PaCO sekitar 35mmHg dan mengatur fraksi
oksigen sampai didapat PaO 100-200 nnHg. Pada operasi ini dipasang monitor ETCO yang
hasilnya berkisar 30-35. PEEP yang terlalu besar harus dihindari karena dapat meningkatkan
tekanan intra torakal yang mengganggu drainase vena serebral dan meningkatkan TIK. Sistem
sirkulasi intraoperatif diatur untuk mendapatkan kondisi normovolemi, normotensi,
isoosmoler juga normoglikemi.15
B. Persiapan operasi pada pasien CKB.16
1. Pemasangan pipa endotrakeal memastikan jalan napas tetap bebas dan mencegah
aspirasi paru.
2. Oksigenasi dan kontrol ventilasi untuk mencegah hipoksia dan hiperkapnea.
3. Menjaga status hemodinamik tetap stabil dengan menghindari hipertensi berlebih dan
mencegah terjadinya hipotensi membahayakan. Cairan infus rumatan digunakan yang
bersifat isoosmoler (ringerfundin).
4. Posisi kepala netral dan head up untuk memastikan aliran darah balik serebral tidak
mengalami gangguan (tetap mengawasi akibat posisi tersebut pada status
hemodinamik pasien).
5. Phenytoin sebagai anti kejang diberikan intravena.
21
BAB V
KESIMPULAN
Pemeriksaan pra anestesi memegang peranan penting pada setiap operasi yang
melibatkan anestesi. Pemeriksaan yang teliti memungkinkan kita mengetahui kondisi pasien
dan memperkirakan masalah yang mungkin timbul sehingga dapat mengantisipasinya.
22
DAFTAR PUSTAKA
Penerbit FKUI
8. Wirdjoatmodjo, K., 2000. Anestesiologi dan Reanimasi Modul Dasar untuk
Anestesiologi
& reanimasi.
Klinik
Anestesiologi.
10. Handoko, Tony. 1995. Anestetik Umum. Dalam :Farmakologi dan Terapi FKUI, edisi
Penerbit FKUI
12. Mansjoer A, Suprohaita, dkk. 2002. Ilmu Anestesi. dalam: Kapita Selekta Kedokteran
23
24