Anda di halaman 1dari 5

RESUME BUKU 35 SIRAH SHAHABIYAH JILID 1

Oleh :
Nourma Aulia Ulfa
SPJ Surabaya Batch 4 (Jcare)

1. Khadijah binti Khuwailid ra


Khadijah binti Khuwailid bin Asad bin Abdul Uzza b9n Qushai bin Kilab
adalah wanita keturunan Quraisy dari keluarga bani Asad. Ia lahir pada tahun 68
sebelum Hijrah. Hidup dan tumbuh serta berkembang dalam suasana keluarga yang
terhormat dan terpandang, berakhlak mulia, terpuji, berkemauan tinggi, serta
mempunyai akal yang suci, sehingga pada zaman jahiliyah diberi gelar AthThahirah.
Khadijah adalah wanita kaya yang hidup dari usaha perniagaan. Dan untuk
menjalankan perniagaannya itu ia memiliki beberapa tenaga laki-laki, diantaranya
adalah Muhammad shallallahu alaihi wa sallam (sebelum beliau menjadi suaminya).
Sebenarnya Khadijah adalah wanita janda yang telah menikah dua kali. Pertama
dengan Abu Halah bin Zurarah at-Tamimi, namun Abu Halah meninggal dunia setelah
memberinya seorang putra bernama Hindun. Beberapa saat kemudian ia menikah
dengan seorang pembesar Quraisy yang bernama Atiq bin Abdullah Al-Makhzumi.
Namun pernikahan itu pun tidak berlangsung lama.
Pada masa jandanya, banyak tokoh Quraisy yang ingin mempersuntingnya.
Namun ia selalu menolaknya. Dibalik semua itu, Allah memang telah mempersiapkan
Khadijah binti khuwailid untuk menjadi pendamping Rasul-Nya yang terakhir, yakni
Muhammad bin Abdullah Shallallahu alaihi wa sallam. Untuk pembela dan penolong
risalah yang beliau sampaikan.
Pada usianya yang ke empat puluh, beliau menikah dengan Nabi Muhammad
shallallahu alaihi wa sallam, pada waktu itu Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa
sallam belum diangkat menjadi rasul dan baru berusia 25 tahun. Perbedaan usia
tidaklah menimbulkan permasalahan bagi rumah tangga Rasulullah shallallahu alaihi
wa sallam bahkan, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pada waktu membentuk
rumah tangga dengannya tidak mempunyai isteri yang lainnya.
Pernikahannya dengan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dikaruniai
beberapa putera oleh Allah Subhanahu wa Taala yaitu Qosim, Abdullah, Zainab,
Ruqayah, Ummu Kultsum dan Fathimah. Namun putera beliau yang laki-laki
meninggal dunia sebelum dewasa.
Diawal permulaan Islam, peranan Khadijah tidaklah sedikit. Dengan setia ia
menemani suaminya dalam menyampaikan Risalah yang diemban oleh beliau dari
Rabb Subhanahu wa Taala. Wanita pertama yang beriman kepada Allah ketika
Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam mengajaknya menuju jalan Rabb-Nya. Dia
yang membantu Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam dalam mengibarkan bendera
Islam. bersama Rasulullah sebagai angkatan pertama. Dengan penuh semangat,

Khadijah turut berjihad dan berjuang, mengorbankan harta, jiwa, dan berani
menentang kejahilan kaumnya.
Khadijah seorang yang senantiasa menentramkan dan menghibur Rasul disaat
kaumnya mendustakan risalah yang dibawa. Seorang pendorong utama bagi Rasul
untuk selalu giat berdawah, bersemangat dan tidak pantang menyerah. Ia juga selalu
berusaha meringankan beban berat di pundak Rasul.
Kebijakan, kesetiaan dan berbagai kebaikan Khadijah tidak pernah lepas dari
ingatan Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Bahkan sampai Khadijah meninggal. Ia
benar-benar seorang istri yang mendapat tempat tersendiri di dalam hati Rasulullah
shallallalhu alaihi wa sallam. Betapa kasih beliau kepada Khadijah, dapat kita simak
dari ucapan Aisyah . Belum pernah aku cemburu terhadap istri-istri Nabi
Shallallahu alaihi wa sallam sebagaimana cemburuku pada Khadijah, padahal aku
tidak pernah melihatnya. Tetapi Nabi shallallahu alaihi wa sallam selalu menyebutnyebut namanya, bahkan adakalanya menyembelih kambing dan dibagikannya kepada
kawan-kawan Khadijah. Bahkan pernah saya tegur, seakan-akan di dunia tidak ada
wanita selain Khadijah, lalu Nabi menyebut beberapa kebaikan Khadijah, dia dahulu
begini dan begitu, selain itu, aku mendapat anak daripadanya.
Khadijah binti Khuwailid, wafat tiga tahun sebelum hijrah dalam usia 65
tahun. Kepergiaannya membuat kesedihan yang sangat mendalam di hati Rasulullah
shallallahu alaihi wa sallam maupun umat Islam. Ia pergi menghadap Rabb-Nya
dengan meninggalkan banyak kebaikan yang tak terlupakan.
2. Saudah binti Zamah ra
Dia adalah wanita pertama yang dinikahi Nabi SAW sesudah Khadijah r.a. dan
dia sendiri yang bersama Nabi SAW selama kurang lebih 3 tahun sehingga beliau
berumah tangga dengan 'Aisyah r.a.
Adalah para sahabat -radhiyallahu 'anhum- memperhatikan kesendirian Nabi
SAW sesudah Khadijah r.a. wafat dan berharap kiranya beliau menikah, barangkali
dalam pernikahan itu ada yang menghibur kesendiriannya. Akan tetapi, siapa yang
berani bicara kepada beliau soal itu?
Khaulah binti Hakim maju untuk melakukan tugas itu. Maka dia berbicara
kepada Rasul SAW dan menawarkan 'Aisyah binti Ash-Shiddiq r.a. namun dia masih
kecil. Maka biarlah dia dipinang, kemudian ditunggu hingga dewasa. Akan tetapi,
siapakah yang akan memperhatikan urusan-urusan Nabi SAW dan melayani putriputri serta memenuhi rumah beliau? Pernikahan dengan 'Aisyah tidak akan
berlangsung sebelum 2 atau 3 tahun lagi. Siapakah gerangan wanita yang memimpin
urusan-urusan Nabi SAW dan memelihara putri-putrinya? Dia adalah Saudah binti
Zam'ah dari bani Ady bin Najjar.
Rasul SAW mengizinkan Khaulah meminang keduanya. Pertama Khaulah
datang ke rumah Abu Bakar r.a., lalu ke rumah Zam'ah. Dia menemui puterinya,
Saudah, dan berkata : "Kebaikan dan berkah apa yang dimasukkan Allah kepadamu,
wahai Saudah?" Saudah bertanya karena tidak tahu maksudnya, "Apakah itu, wahai
Khaulah? "Khaulah menjawab : "Rasulullah SAW mengutus aku untuk
meminangmu." Saudah berkata dengan suara gemetar, "Aku berharap engkau masuk

kepada ayahku dan menceritakan hal itu kepadanya." Maka terjadi kesepakatan dan
berlangsunglah pernikahan.
Saudah mengalami situasi yang menyebabkan Rasulullah SAW mengulurkan
tangannya yang penyayang untuk menolong masa tua dan meringankan kekerasan
hidup yang dirasakan oleh Saudah. Saudah telah hijrah ke Habasyah untuk
menyelamatkan agama bersama suami, putra pamannya. Kemudian suaminya
meninggal sebagai muhajir dan Saudah tinggal sendirian. Saudah menjadi janda yang
hidup di tanah perantauan sebelum tiba di Ummul Qura. Rasul SAW telah terkesan
oleh wanita muhajir yang mu'min dan janda itu. Ternyata, Saudah setuju untuk
menikah dengan Rasulullah SAW.
Saudah menjadi ibu rumah tangga di rumah suaminya, Rasul SAW sampai
'Aisyah r.a. datang ke rumah kenabian. Dia mengetahui kedudukan 'Aisyah terhadap
hati Nabi SAW. Maka dia berikan harinya kepada 'Aisyah dan melapangkan tempat
pertama baginya di dalam rumah. Saudah berupaya sekuat tenaga untuk mendapatkan
keridhoan pengantin yang masih muda dan menyenangkannya ('Aisyah). Setelah
menginjak masa tua yang dingin, Saudah sangat berharap untuk tetap menjadi isteri
Rasulullah SAW di dunia dan di akhirat serta tidak diharamkan dari kemuliaan yang
besar ini, sekalipun dia berikan harinya kepada 'Aisyah setelah merasa dia tidak
menginginkan apa yang biasa diinginkan kaum wanita.
Saudah hidup bekerja keras dalam mengurusi rumah kenabian, sementara
hatinya sarat dengan keridhoan dan iman hingga Nabi SAW pergi menghadap
Tuhannya. Saudah wafat dalam masa khilafah Umar ibnul Khaththab r.a. 'Aisyah r.a.
sering menyebut kebaikan dan memujinya atas kebaikan itu. Dia berkata, "Tidak
seorang pun yang lebih aku sukai dalam dirinya daripada Saudah binti Zam'ah, hanya
saja dia agak keras wataknya."
3. Aisyah binti Abu Bakar ra
Di antara istri-istri Rasulullah saw, Aisyah mempunyai tempat yang sangat
istimewa. Ia adalah satu-satunya istri yang dinikahi Nabi dalam keadaan masih gadis.
Ialah, yang sejak awal disiapkan oleh Allah SWT untuk menjadi pendamping dan
penyokong Rasulullah sebagai Pengemban Risalah. Putri dari sahabat Rasulullah yang
paling dicintai, yakni Abubakar Shiddiq, berhasil menjadi istri yang paling dicintai
oleh Rasulullah SAW. Di pangkuannyalah, Rasulullah menghembuskan nafas
terakhirnya.
Aisyah adalah figur dan potret wanita ideal nan agung. Ia memiliki hati nan
lembut, penuh cinta dan kehangatan, setia, berwawasan tajam, perasa, dan menjadi
sentral dalam kehidupan. Ia pun penebar kedamaian, kasih sayang, dan cinta. Di
bawah naungan rumah tangga yang bersahaja di situlah tinggal sang istri, pahlawan di
balik layar pembawa ketenangan dan kesejukan.
Aisyah istri Nabi yang sangat cerdas. Ribuan hadis Rasulullah SAW yang
berbicara seputar hukum, wahyu, perilaku Nabi dan lainnya, bersumber darinya. Aku
tidak melihat seorang pun yang memiliki kepandaian dalam ilmu fiqih, kedokteran,
dan syair melebihi Aisyah, kata Urwah bin Zubair. Buku ini menguraikan kemuliaan
Aisyah, wanita yang melalui secarik kain sutera hijau di tangan Jibril, dihadirkan

sebagai penyanding kemuliaan Khadijah (istri pertama Nabi) untuk Rasulullah SAW
sebagai istri dunia-akhirat.
Kulitnya putih, berubah kemerahan saat diterpa sinar mentari. Maka kemudian
wanita pemilik kulit putih ini pun dipanggil dengan al-Humairah. Ia adalah Aisyah
binti Abu Bakar, istri Nabi Muhammad. Panggilan kesayangan al-Humairah, tak lain
dari suaminya tercinta itu.
Aisyah masih terbilang sangat belia saat mendampingi Muhammad. Ia barulah
menginjak usia sembilan tahun. Ensiklopedi Islam yang mengutip Ibnu Hisyam,
menyatakan Aisyah menikah dengan Muhammad saat berusia enam tahun dengan mas
kawin sebesar 400 dirham.
Tiga tahun kemudian, baru Aisyah hidup bersama dengan Muhammad setelah
melakukan hijrah dari Makkah ke Madinah. Namun demikian, usianya yang belia itu
tak membuatnya kesulitan untuk menyesuaikan diri dengan kehidupan sang Nabi
yang juga sahabat ayahnya, Abu Bakar as-Shidiq.
Sebab, Aisyah merupakan seorang wanita yang cerdas dan memiliki ingatan
yang begitu tajam. Ia mampu mengingat segala pertanyaan yang diajukan oleh umat
Muhammad dan jawaban yang diberikan oleh suaminya itu kepada para penannya.
Kecerdasan inilah yang kemudian menjadi salah satu titik penting ia menjadi istri
tersayang Muhammad, bila dibandingkan istri lainnya setelah Khadijah. Bahkan saat
maut menghampiri, Muhammad berada di pangkuan Aisyah.
4. Hafshah binti Umar ra
Hafshah binti Umar Bin Khattab adalah putri seorang laki-laki-laki-laki yang
terbaik dan mengetahui hak-hak Allah SWT dan kaum muslimin, Umar Bin Khattab
r.a. Sayyidah Hafshah r.a dibesarkan dengan mewarisi sifat ayahnya, Umar bin
Khattab. Dalam soal keberanian, dia berbeda dengan wanita lain. Kepribadiannya
kuat dan ucapannya tegas. Aisyah melukiskan bahwa sifat Hafshah sama dengan
ayahnya. Kelebihan lain yang dimiliki Hafshah adalah kepandaiannya dalam
membaca dan menulis, padahal ketika itu kemampuan tersebut belum lazim dimiliki
oleh kaum perempuan.
Pernikahan Rasulullah SAW dengan Hafshah merupakan bukti cinta kasih
beliau kepada mukminah yang telah menjanda setelah ditinggalkan suaminya,
Khunais bin Hudzafah as-Sahami, yang berjihad di jalan Allah SWT, pernah berhijrah
ke Habasyah, kemudian ke Madinah, dan gugur dalam Perang Badar.
Umar sangat sedih karena anaknya telah menjadi janda pada usia yang sangat
muda, sehingga dalam hatinya terbersit niat untuk menikahkan Hafshah dengan
seorang muslim yang sholeh agar hatinya kembali tenang. Untuk itu dia pergi
kerumah Abu Bakar dan meminta kesediaannya untuk menikahi putrinya. Akan tetapi
Abu Bakar diam, tidak menjawab sedikitpun. Kemudian Umar menemui Utsman bin
Affan dan meminta kesediaannya untuk menikahi putrinya. Akan tetapi pada saat itu,
Utsman masih berada dalam kesedihan karena istrinya Ruqayah binti Muhammad,
baru meninggal. Utsman pun menolak permintaan Umar. Menghadapi sikap dua
sahabatnya, Umar sangat kecewa. Kemudian dia menemui Rasulullah SAW dengan
maksud mengadukan sikap kedua sahabatnya itu. Mendengar penuturan Umar,
Rasulullah SAW bersabda, Hafshah akan menikah dengan seseorang yang lebih baik

daripada Utsman dan Abu Bakar. Utsman pun akan menikah dengan seseorang yang
lebih baik daripada Hafshah. Disinilah Umar mengetahui bahwa Rasulullah SAW
yang akan meminang putrinya.
Karya besar Hafshah bagi Islam adalah terkumpulnya Al Qur`an ditangannya
setelah mengalami penghapusan. Dialah istri Nabi SAW yang pertama kali
menyimpan Al Qur`an dalam bentuk tulisan pada kulit, tulang, dan pelepah kurma,
hingga kemudian menjadi sebuah Kitab yang sangat agung. Mushaf asli Al Qur`an itu
berada dirumah Hafshah hingga dia meninggal.
5. Zainab binti Khuzaimah ra
Nama lengkap Zainab binti Khuzaimah bin Harsi bin Abdullah bin Amru bin
Abdi Manaf bin Hilal bin Amir bin Sha'shaah al Hilaliyah. Ibunya bernama Hindun
binti Auf bin Harits bin Hamathah.
Zainab binti Khuzaimah adalah istri Rasulullah yang dikenal dengan kebaikan,
kedermawanan, dan sifat santunnya terhadap orang miskin. Dia adalah istri Rasul
kedua yang wafat setelah Khadijah ra. Untuk memuliakan dan mengagungkannya,
Rasulullah mengurus mayat Zainab dengan tangan beliau sendiri.
Berdasarkan asal usul keturunannya, di termasuk keluarga yang dihormati dan
disegani. Tanggal lahirnya tidak diketahui dengan pasti, namun ada riwayat yang
mengatakan bahwa ia lahir pada tahun ketiga belas kenabian. Sebelum memeluk
Islam dia sudah dikenal dengan gelar Ummul Masakin (Ibu orang orang miskin)
sebagaimana telah dijelaskan kitab Thabaqat ibnu Saad bahwa Zainab binti
Khuzaymah adalah Ummul Masakin. Gelar tersebut disandangnya sejak masa
Jahiliah. Ath-Thabary, dalam kitab As Samthus-Samin fi Manaqibi Ummahatil
Mu'minin pun diterangkan bahwa Rasulullah saw menikahinya sebelum beliau
menikah dengan Maimunah ra, dan ketika itu dia sudah dikenal dengan sebutan
Ummul Masakin sejak jaman Jahiliah. Berdasarkan hal itu dapat disimpulkan bahwa
Zainab binti Khuzaimah mimililki sifa murah hati, kedermawanan dan sifat santunnya
kepada orang orang miskin yang ia utamakan ketimbang dirinya sendiri.
Zainab adalah termasuk kelompok orang yang pertama tama masuk Islam dari
kalangan wanita. Yang mendorongnya masuk Islam adalah akal pikirannya yang baik,
menolak syirik dan penyembahan berhala dan selalu menjauhkan diri dari perbuatan
jahiliyah.
Selain dikenal sebagai wanita yang penuh welas asih, Zainab juga dikenal
sebagai orang yang senang meringankan beban beban saudaranya. Sebagaimana yang
diriwayatka oleh Atha bin Yasir, bahwa Zainab mempunyai seorang budak hitam dari
Habasyah. Ia sangat menyayangi budak itu, hingga budak itu tidak diperlakukan
layaknya seorang budak, Zainab malah meperlakukannya layaknya kerabat dekat.
Dalam salah satu Haditsnya, Rasulullah saw pernah menyatakan pujian kepada
Ummul Mukminin Zainab binti Khuzaimah dengan sabdanya: "Ia benar benar
menjadi ibunda bagi orang orang miskin, karena selalu memberikan makan dan
bersedekah kepada mereka."

Anda mungkin juga menyukai