Anda di halaman 1dari 41

Batuan Metamorf

Definisi Batuan Metamorf


Metamorphisme berasal dari bahasa Yunani; meta : change, morph : form. Batuan
Metamorf adalah batuan yang merupakan produk dari proses metamorfisme (perubahan) dari
batuan yang telah ada sebelumnya, yang karena proses metamorfisme mengalami perubahan,
baik tekstur maupun komposisi mineralogi. Istilah untuk menyebut batuan asal dari batuan
metamorf adalah protolith.
Proses metamorfisme sendiri dapat dianalogikan dengan proses diagenesis pada
batuan sedimen. Perbedaannya, diagenesis terjadi pada kondisi temperatur di bawah 200C
dan tekanan di bawah 300 MPa. metamorfisme terjadi pada kondisi sebaliknya. Meskipun
pada proses metamorfisme terjadi perubahan tekstur dan komposisi, namun yang harus
diperhatikan bahwa pada proses metamorfisme ini tidak terjadi perubahan fase.

Struktur Batuan Metamorf


Secara umum, struktur batuan metamorf terdiri atas foliasi dan non-foliasi. Foliasi
adalah struktur paralel yang ditimbulkan oleh mineral-mineral pipih sebagai akibat proses
metamorfosa. Foliasi ini dihasilkan oleh metamorfosa regional dan metamorfosa kataklastik.
Sedangkan non-foliasi adalah struktur yang dibentuk oleh mineral yang equidimensional,
dimana terdiri dari butiran-butiran (granular). Struktur non-foliasi ini dihasilkan oleh
metamorfosa termal.
1. Struktur Foliasi
a) Staycleavage, merupakan peralihan dari sedimen yang berubah ke metamorf. Mineralmineralnya berukuran halus dan kesan kesejajarannya halus sekali dengan memperlihatkan
belahan-belahan yang rapat dimana mulai terdapat daun-daun mika halus.

Struktur slate

b) Filitik (Phylitic), merupakan struktur yang hamper mirip dengan staycleavage hanya mineral
dan kesejajarannya sudah mulai agak kasar.

Struktur phylitic

c) Skistosa (Schistosity), merupakan struktur dimana mineral pipih lebih dominan disbanding
mineral butiran.

Struktur skist

d) Gneistosa (Gneissic), yaitu struktur dimana jumlah mineral-mineral yang granular relative
lebih banyak dari mineral-mineral pipih.

Struktur gneiss

2. Struktur Non-foliasi
Struktur non-foliasi adalah struktur yang tidak memperlihatkan adanya penjajaran
mineral penyusun batuan metamorf. Adapun yang termasuk struktur ini adalah:
a) Hornfelsik, dicirikan dengan adanya butiran-butiran yang seragam, berbentuk pada bagian
dalam daerah kontak sekitar tubuh batuan beku.
b) Milonitik, yaitu struktur yang berkembang karena adanya penghancuran batuan asal yang
mengalami metamorfosa dinamo.
c) Kataklstik, yaitu struktur yang hamper sama dengan milonitik hanya butirannya lebih kasar.
d) Pilonitik, yaitu struktur yang menyerupai milonitik tetapi butirannya lebih kasar dan
strukturnya mendekati tipe filitik.
e) Augen, seperti struktur flaser tetapi lensa-lensanya terdiri dari butir-butir feldspar dalam
masa dasar yang lebih halus
f) Granulosa, hampir sama dengan hornfelsik hanya butirannya mempunyai ukuran yang
berbeda-beda.
g) Liniasi, diperlihatkan oleh adanya kumpulan mineral yang berbentuk seperti jarum.
Tekstur Batuan Metamorf

Tekstur merupakan kenampakan batuan yang dilihat berdasarkan pda ukuran, bentuk
dan orientasi butir mineral dan individu penyusun batuan metamorf. Pada batuan metamorf,
tekstur dibedakan menjadi:
1. Tekstur berdasarkan Ketahanan terhadap Proses Metamorfisme
Berdasarkan ketahanan terhadap proses metamorfisme, tekstur batuan metamorf
dibagi menjadi:
a) Kristaloblastik, merupakan teksur pada batuan metamorf yang terbentuk oleh sebab proses
metamorfisme itu sendiri. Dicirikan dengan tidak terlihatkan tekstur asalnya.
b) Relict, merupakan tekstur pada batuan metamorf yang masih menunjukkan sisa tekstur dari
batuan asalnya.
2. Tekstur berdasarkan Ukuran Butir
Berdasarkan ukuran butirnya, tekstur batuan metamorf dibedakan menjadi:
a) Fanerik, apabila butir kristal dapat dilihat dengan mata telanjang.
b) Afanitik, apabila butir kristal tidak dapat dilihat dengan mata telanjang.
3. Tekstur berdasarkan Bentuk Individu Kristal
Bentuk individu kristal pada batuan metamorf dapat dibedakan menjadi:
a) Euhedral, apabila batas dari mineral adalah bentuk asli dari bidang kristal.
b) Subhedral, apabila sebagian dari batas kristalnya sudah tidak terlihat lagi.
c) Anhedral, apabila mineral sudah tidak mempunyai bidang kristal asli.
Berdasarkan bentuk kristal tersebut maka tekstur batuan metamorf dibedakan menjadi:
a) Idioblastik, yaitu tekstur dimana bentuk mineral penyusunnya euhedral.
b) Xenoblastik, yaitu tekstur dimana bentuk mineral penyusunnya anhedral.
4. Tekstur berdasarkan Bentuk Mineral
Berdasarkan bentuk mineralnya, tekstur batuan metamorf dapat dibedakan menjadi :
a) Lepidoblastik, yaitu tekstur batuan metamorf yang didominasi oleh mineral-mineral pipih
yang memperlihatkan orientasi sejajar.
b) Granoblastik, yaitu tekstur yang terdiri dari mineral-mineral yang membentuk butiran
seragam.
c) Nematoblastik, yaitu tekstu yang terdiri dari mineral-mineral berbentuk prsmatik menjarum
yang memperlihatkan orientasi sejajar.
d) Porfiroblastik, yaitu tekstur dimana suatu kristal besar tertanam pada masa dasar yang relatif
halus.
Macam-macam Protolith
1. Pellitic Rock
Merupakan batuan asal yang kaya unsur aluminium. Umumnya berupa batuan sedimen
berukuran halus, seperti mudrock dan shale. Kaya akan senyawa alumina seperti, mineral
lempung, mika, kyanit, silimanit, andalusit, garnet.
2. Quartzo-Feldspathic Rock
Merupakan batuan yang kaya akan mineral kuarsa dan feldspar, seperti granitic rock dan
arkosic sandstone. Mineral tersebut relatif stabil terhadap proses metamorfisme.
3. Calcareous Rock
Merupakan batuan yang kaya unsur kalsium, yang merupakan batuan karbonat.

4. Basic Rock
Merupakan batuan yang kaya unsur Fe-Mg tetapi miskin silika, seperti gabbro-basalt. Batuan
ini kaya akan mineral biotit, klorit, hornblenda dan calcic plagioclase serta epidot.
5. Magnesian Rock
Merupakan batuan yang kaya unsur Mg, tetapi miskin Fe. Mengandung mineral seperti
serpentin, brucite, talc, dolomit, tremolit. Batuannya misalnya golongan ultrabasic rock :
peridotit, dunit, piroksenit
6. Ferriginous Rock
Merupakan batuan yang kaya unsur Fe, tetapi sedikit Mg. Mineralnya : greenalite,
minnesotait, hematit, magnetit, fayalite, almandine garnet, ferrohedenbergite dll.
7. Manganiferous Rock
Merupakan batuan yang kaya akan unsur mangaan. Mineralnya seperti stipnomelane dan
spesartine.
Grade of Metamorphism
1. Low grade metamorphism
Merupakan metamorfisme berderajad rendah, yang terjadi pada suhu 200-320C dan
tekanan yang relatif rendah. Dicirikan dengan melimpahnya mineral hydrous (kaya H2O
dalam struktur kristalnya) : Clay mineral, klorit, serpentin Biotit (mineral hydrous yang tetap
stabil pada high grade metamorphism), muskovit (Akan hilang pada high grade
metamorphism)
2. High grade metamorphism
Metamorfisme yang terjadi pada suhu di atas 320C dan tekanan relatif tinggi. Seiring
meningkatnya suhu, maka keberadaan mineral hidrous akan berkurang dengan hilangnya
H2O. Didominasi mineral anhidrous : piroksen, garnet.

1.

2.

Tipe-Tipe Metamorfosa
Bucher dan Frey (1994) mengemukakan bahwa berdasarkan tatanan geologinya,
metamorfosa dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :
Metamorfosa regional / dinamothermal
Metamorfosa regional atau dinamothermal merupakan metamorfosa yang terjadi pada
daerah yang sangat luas. Metamorfosa ini terjadi pada daerah yang sangat luas. Metamorfosa
ini dibedakan menjadi tiga yaitu : metamorfosa orogenik, burial, dan dasar samudera (oceanfloor).
Metamorfosa Orogenik
Metamorfosa ini terjadi pada daerah sabuk orogenik dimana terjadi proses deformasi
yang menyebabkan rekristalisasi. Umumnya batuan metamorf yang dihasilkan mempunyai
butiran mineral yang terorientasi dan membentuk sabuk yang melampar dari ratusan sampai
ribuan kilometer. Proses metamorfosa ini memerlukan waktu yang sangat lama berkisar
antara puluhan juta tahun lalu.
Metamorfosa Burial

3.

a.

b.

c.

d.

Metamorfosa ini terjadi oleh akibat kenaikan tekanan dan temperatur pada daerah
geosinklin yang mengalami sedimentasi intensif, kemudian terlipat. Proses yang terjadi
adalah rekristalisai dan reaksi antara mineral dengan fluida.
Metamorfosa Dasar dan Samudera
Metamorfosa ini terjadi akibat adanya perubahan pada kerak samudera di sekitar
punggungan tengah samudera (mid oceanic ridges). Batuan metamorf yang dihasilkan
umumnya berkomposisi basa dan ultrabasa. Adanya pemanasan air laut menyebabkan mudah
terjadinya reaksi kimia antara batuan dan air laut tersebut.
Metamorfosa Lokal
Merupakan metamorfosa yang terjadi pada daerah yang sempit berkisar antara
beberapa meter sampai kilometer saja. Metamorfosa ini dapat dibedakan menjadi :
Metamorfosa Kontak
Terjadi pada batuan yang menalami pemanasan di sekitar kontak massa batuan beku intrusif
maupun ekstrusif. Perubahan terjadi karena pengaruh panas dan material yang dilepaskan
oleh magma serta oleh deformasi akibat gerakan massa. Zona metamorfosa kontak
disebut contact aureole. Proses yang terjadi umumnya berupa rekristalisasi, reaksi antara
mineral, reaksi antara mineral dan fluida serta penggantian dan penambahan material. Batuan
yang dihasilkan umumnya berbutir halus.
Pirometamorfosa/ Metamorfosa optalic/Kaustik/Thermal.
Adalah jenis khusus metamorfosa kontak yang menunjukkan efek hasil temperatur yang
tinggi pada kontak batuan dengan magma pada kondisi volkanik atau quasivolkanik. Contoh
pada xenolith atau pada zone dike.
Metamorfosa Kataklastik/Dislokasi/Kinemati/Dinamik
Terjadi pada daerah yang mengalami deformasi intensif, seperti pada patahan. Proses yang
terjadi murni karena gaya mekanis yang mengakibatkan penggerusan dan sranulasi batuan.
Batuan yang dihasilkan bersifat non-foliasi dan dikenal sebagai fault breccia, fault gauge,
atau milonit.
Metamorfosa Hidrotermal/Metasotisme
Terjadi akibat adanya perkolasi fluida atau gas yang panas pada jaringan antar butir atau pada
retakan-retakan batuan sehingga menyebabkan perubahan komposisi mineral dan kimia.
Perubahan juga dipengaruhi oleh adanya confining pressure.

Tipe-tipe metamorfosa

e. Metamorfosa Impact
Terjadi akibat adanya tabrakan hypervelocity sebuah meteorit. Kisaran waktunya hanya
beberapa
mikrodetik
dan
umumnya
ditandai
dengan
terbentuknya
mineralcoesite dan stishovite. Metamorfosa ini erat kaitannya dengan panas bumi
(geothermal).
f. Metamorfosa Retrogade/Diaropteris
Terjadi akibat adanya penurunan temperatur sehingga kumpulan mineral metamorfosa tingkat
tinggi berubah menjadi kumpulan mineral stabil pada temperatur yang lebih rendah (Combs,
1961).

a.

b.

c.

d.
e.
f.
g.

Klasifikasi dan Penamaan Batuan Metamorf


Kebanyakan penamaan batuan metamorf didasarkan pada kenampakan struktur dan
teksturnya serta beberapa nama batuan juga didasarkan pada jenis penyusun utamanya atau
dapat pula dinamakan berdasarkan fasies metamorfismenya.
Selain batuan yang penamaannya berdasarkan struktur, batuan metamorf yang lainnya
yang banyak dikenal antara lain:
Amphibolit, yaitu batuan metamorf dengan besar butir sedang sampai kasar dan mineral
utama penyusunnya adalah ampfibol (hornblende) dan plagioklas. Batuan ini dapat
menunjukkan schystosity bila mineral prismatiknya terorientasi.
Eclogit, yaitu batuan metamorf dengan besar butir sedang sampai kasar dan mineral utama
penyusunnya adalah piroksen ompasit (diopsid kaya sodium dan aluminium) dan garnet
kaya pyrope.
Granulit, yaitu batuan metamorf dengan tekstur granoblastik yang tersusun oleh mineral
utama kuarsa dan feldspar serta sedikit piroksen dan garnet. Kuarsa dan garnet yang pipih
kadang dapat menunjukkan struktur gneissic.
Serpentinit, yaitu batuan metamorf dengan komposisi mineralnya hampir semuanya berupa
mineral kelompok serpentin.
Marmer, yaitu batuan metamorf dengan komposisi mineral karbonat (kalsit atau dolomit) dan
umumnya bertekstur granoblastik.
Kuarsit, yaitu batuan metamorf yang mengandung lebih dari 80 % kuarsa.
Soapstone, yaitu batuan metamorf dengan komposisi mineral utama talk.
Tekstur
Slaty
Phyllitic
Foliasi

Schistose
Schistose
Gneissic

Non Foliasi

Komposisi
Mika
Kuarsa,
Mika, Klorit
Kuarsa, Mika
Amphibole,
Plagioklas
Feldspar,
Mika, Kuarsa
Karbon

Tipe
Regional

Batuan Asal
Mudstone

Nama Batuan
Slate

Regional

Mudstone

Phyllite

Regional

Slate
Basalt atau
Gabbro

Schist

Regional

Amphibolite

Regional

Schist

Gneiss

Kontak
atau

Bituminous
Coal

Anthracite Coal

Kuarsa,
fragmen
batuan
Kalsit
Kuarsa

Regional
Kontak
atau
Regional
Kontak
atau
Regional
Kontak
atau
Regional

Conglomerate

Metaconglomerate

Limestone

Marble

Sandstone

Quartzite

Tabel 2.1 Klasifikasi Batuan Metamorf berdasarkan W.T. Huang (1962)

BATUAN METAMORF
Defenisi
Proses metamorfosisme adalah proses yang
menyebabkan perubahan komposisi mineral, tekstur dan
struktur pada batuan karena panas dan tekanan tinggi, serta
larutan kimia yang aktif. Hasil akhir dari proses
metamorfisme adalah batuan metamorf. Jadi batuan
metamorf adalah batuan yang terbentuk oleh proses
metamorfisme pada batuan yang telah ada sebelumnya.
Batuan asalnya (yang telah ada sebelumnya) dapat berupa
batuan beku, sedimen maupun metamorf.

Komposisi mineral
Mineral-mineral penyusun batuan metamorf dapat
dibedakan menjadi mineral-mineral yang :
1.
Mineral yang berbentuk kubus: kuarsa, feldsfar,kalsit,
garnet dan piroksin.
2.
Berbentuk bukan kubus : mika,
(hornblende), hematit, grafit dan talk.

klorit,

amfibol

Susunan mineral (fabrik)


Dari kenampakan tiga dimensional, fabrik dapat
dibedakan menjadi :
1.

Isotropik : susunan butir ke segala arah tampak sama.

2.
Anisotropik : kenampakan susunan butir mineral tidak
sama ke segala arah.
Tekstur
Berdasarkan
dibedakan menjadi :

ukuran

butir

mineralnya,

dapat

1.
Fanaretik : butiran cukup besar untuk dapat dikenal
dengan mata telanjang.
2.
Afanitik : butiran terlalu kecil untuk dapat dikenal
dengan mata telanjang.
Struktur
Struktur dalam batuan metamorf dikenal ada tiga :
1.
Granular : bila butir-butiran minerla yang berhubungan
saling mengunci (inter locking).
2.
Foliasi : bila mineral-mineral
rangkaian permukaan subparalel.

pipih

menbentuk

3.
Lineasi : bila mineral-mineral prismatik membentuk
kenampakan penjajaran pada batuan, seperti genggaman
pensil.

Di alam, batuan yang hanya mempunyai struktur lineasi


sangat jarang, dan sebagian besar selain berlineasi juga
berfoliasi. Foliasi mungkin tidak teratur, melengkung atau
terlipat bila terdeformasi.
Klasifikasi
Klasifikasi yang paling sering digunakan adalah
berdasarkan keadaan foliasi yang berkembang, dengan
komposisi mineral berperan sebagai tambahan. Berdasarkan
foliasi, batuan metamorf dibedakan menjadi tiga, yaitu
batuan yang :
1.
Berfoliasi sangat kuat; yaitu yang mudah pecah
melalui bidang foliasi, biasanya karena melimpahnya mika
yang terorientasi. Batuannya adalah :
a.
Slate (batusabak). Bersifat afanitik, mempunyai
kilap suram pada bidang foliasi. Berkomposisi utama mineral
lempung. Batusabak tampak merah bila banyak mengandung
hematit, hijau bila klorit, dan umumnya abu-abu sampai
hitam bila banyak grafit.
b.
Phyllite (fillit). Bersifat afanitik, berbutir lebih kasar
dari pada batusabak, dan bidang foliasinya mengkilat karena
mika dan klorit yang sudah lebih banyak dari pada
batusabak. Batu ini merupakan peralihan dari batusabk ke
skis.
c.
Schist (skis). Bersifat faneritik, banyak mengandung
mineral pipih yang terorientasi seperti : mika, klorit, grafit,
talk.
2.
Berfoliasi rendah : yaitu yang berfoliasi tetapi tidak
mudah/tidak dapat pecah melalui bidang foliasi. Orientasi
mineral-mineral pipih berselingan dengan mineral-mineral
yang tidak pipih yang berbutir sama besar. Batuannya
antara lain :
a. Gneiss (gneis). Bersifat faneritik. Berbutir sedang sampai
kasar. Komposisinya yang utama : kwarsa, feldsfar, mika dan
kadang-kadang hornblede.

3.
Berfoliasi sangat lemah sampai non foliasi: batuan
didominasi oleh mineral-mineral berbentuk kubus, mineralmineral pipih bila ada orientasinya acak. Batuan ada yang
granular atau berlineasi. Batuannya antara lain :
a.
Qurtzite (kwarsit). Komposisinya yang sangat utama
adalah kwarsa; bila pecah tak rata dan tidak mengelilingi
butiran. Non foliasi.
b.
Marble (marmer). Berkomposisi utama kalsit;
warnaabu-abu (biasanya) karena grafit (bereaksi positif
dengan HCl).
c.
Hornfels. Bersifat afanitik sampai faneritik halus,
berkomposisi kwarsa, feldsfar, mika (diketahui melalui
pengamatan lapangan).
d.
Granofels. Bersifat faneritik kasar, non foliasi,
berkomposisi kwarsa dan feldsfar (yang berbentuk kubus).
e.
Granulit. Bersifat faneritik kasar, non foliasi,
berkomposisi piroksin dan garnet disamping kwarsa dan
feldsfar.
f.
Serpentinite. Non foliasi sampai lineasi, berwarna
hitam, hijau sampai kuning pucat. Komposisi utamanya
serpentin.
Selain penamaan-penamaan dasr diatas, penamaan batuan
dapat diberi awalan pada nama-nama dasar tersebut
seperti :

Kloritik skis : artinya skis yang banyak mngandung


klorit.

Skis kwarsa : artinya skis yang banyak mengadung


kwarsa.
Disamping itu ada beberapa awalan atau akhiran yang perlu
diperhatikan (hanya sekedar dikatahui).
1.
Blasto- sebagai awalan, menunjukkan adanya tekstur
sisa dari batuan asal, seperti:

Blastoporfiritik; menunjukkan adanya tekstur sisa yang


porfiritik dalam batuan metamorf.
2.
-blastik sebagai akhiran,
kristalisasi dalam kondisi padat.

menunjukkan

akhir

3.
Meta- sebagai awalan yang diikuti oleh nama batuan
asal, menunjukkan kenampakan sisa dari tekstur dan
komposisi meneralogi yang masih bertahan, misal:

Metaandesit, artinya masih ada kenampakan sisa


andesit pada batuan metamorf.

Metasedimen, artinya masih ada kenampakan sisa


batuan sedimen pada batuan metamorf.
Penamaan batuan
Penamaan batuan metamorf dapat didasarkan pada
foliasi dan komposisi.
1.

Penamaan berdasarkan komposisi, misal :

Kwarsit

Serpentini

Marmer

Granulit

b.

Granofel

Penamaan berdasarkan foliasi, misal :

Skis

Slat

Filit

Gneis

Penamaan dengan foliasi dapat diikuti dengan nama mineral,


bila mineral tersebut cukup bnayak, misal :

Skis mika : skis yang banyak mika

Gneis hornblende : gneis yang banyak mengandung


hornblende.
Langkah-langkah penamaan batuan metamorf
Amati contoh dengan baik, kemudian :
a.

Tentukan teksturnya

b.
Tentukan strukturnya, berfoliasi atau nonfoliasi. Bila
berfoliasi tentukan foliasinya apa

c.

Tentukan komposisinya

d.
Tentukan nama batuan berdasarkan kenampakan yang
dominan. Bila berfoliasi biasanya penamaan berdasarkan
komposisi.

BATUAN METAMORF
ANALISIS BATUAN METAMORF
Batuan asal atau batuan induk baik berupa batuan beku, batuan
sedimen maupun batuan metamorf dan telah mengalami perubahan
mineralogi, tekstur serta struktur sebagai akibat adanya perubahan
temperatur (di atas proses diagenesa dan di bawah titik lebur; 200350oC < T < 650-800oC) dan tekanan yang tinggi (1 atm < P < 10.000
atm) disebut batuan metamorf. Proses metamorfisme tersebut terjadi
di dalam bumi pada kedalaman lebih kurang 3 km 20 km. Winkler
(1989) menyatakan bahwasannya proses-proses metamorfisme itu
mengubah mineral-mineral suatu batuan pada fase padat karena
pengaruh atau respons terhadap kondisi fisika dan kimia di dalam
kerak bumi yang berbeda dengan kondisi sebelumnya. Proses-proses
tersebut tidak termasuk pelapukan dan diagenesa.
Pembentukan Batuan Metamorf
Batuan beku dan sedimen dibentuk akibat interaksi dari proses kimia,
fisika, biologi dan kondisi-kondisinya di dalam bumi serta di
permukaannya. Bumi merupakan sistim yang dinamis, sehingga pada
saat pembentukannya, batuan-batuan mungkin mengalami keadaan
yang baru dari kondisi-kondisi yang dapat menyebabkan perubahan
yang luas di dalam tekstur dan mineraloginya. Perubahan-perubahan
tersebut terjadi pada tekanan dan temperatur di atas diagenesa dan di
bawah pelelehan, maka akan menunjukkan sebagai proses
metamorfisme.
Suatu batuan mungkin mengalami beberapa perubahan lingkungan
sesuai dengan waktu, yang dapat menghasilkan batuan

polimetamorfik. Sifat-sifat yang mendasar dari perubahan metamorfik


adalah batuan tersebut terjadi selama batuan berada dalam kondisi
padat. Perubahan komposisi di dalam batuan kurang berarti pada
tahap ini, perubahan tersebut adalah isokimia yang terdiri dari
distribusi ulang elemen-elemen lokal dan volatil diantara mineralmineral yang sangat reaktif. Pendekatan umum untuk mengambarkan
batas antara diagenesa dan metamorfisme adalah menentukan batas
terbawah dari metamorfisme sebagai kenampakan pertama dari
mineral yang tidak terbentuk secara normal di dalam sedimen-sedimen
permukaan, seperti epidot dan muskovit. Walaupun hal ini dapat
dihasilkan dalam batas yang lebih basah. Sebagai contoh,
metamorfisme shale yang menyebabkan reaksi kaolinit dengan
konstituen lain untuk menghasilkan muskovit. Bagaimanapun juga,
eksperimen-eksperimen telah menunjukkan bahwa reaksi ini tidak
menempati pada temperatur tertentu tetapi terjadi antara 200C
350C yang tergantung pada pH dan kandungan potasium dari
material-material disekitarnya. Mineral-mineral lain yang
dipertimbangkan terbentuk pada awal metamorfisme adalah laumonit,
lawsonit, albit, paragonit atau piropilit. Masing-masing terbentuk pada
temperatur yang berbeda di bawah kondisi yang berbeda, tetapi
secara umum terjadi kira-kira pada 150C atau dikehendaki lebih
tinggi. Di bawah permukaan, temperatur di sekitarnya 150C disertai
oleh tekanan lithostatik kira-kira 500 bar.
Batas atas metamorfisme diambil sebagai titik dimana kelihatan terjadi
pelelehan batuan. Di sini kita mempunyai satu variabel, sebagai variasi
temperatur pelelehan sebagai fungsi dari tipe batuan, tekanan
lithostatik dan tekanan uap. Satu kisaran dari 650C 800C menutup
sebagian besar kondisi tersebut. Batas atas dari metamorfisme dapat
ditentukan oleh kejadian dari batuan yang disebut migmatit. Batuan ini
menunjukkan kombinasi dari kenampakan tekstur, beberapa darinya
muncul menjadi batuan beku dan batuan metamorf yang lain.
Berdasarkan tingkat malihannya, batuan metamorf dibagi menjadi dua
yaitu (1) metamorfisme tingkat rendah (low-grade metamorphism) dan

(2) metamorfisme tingkat tinggi (high-grade metamorphism) (Gambar


3.9). Pada batuan metamorf tingkat rendah jejak kenampakan batuan
asal masih bisa diamati dan penamaannya menggunakan awalan meta
(-sedimen, -beku), sedangkan pada batuan metamorf tingkat tinggi
jejak batuan asal sudah tidak nampak, malihan tertinggi membentuk
migmatit (batuan yang sebagian bertekstur malihan dan sebagian lagi
bertekstur beku atau igneous).

Gambar: memperlihatkan batuan asal yang mengalami metamorfisme


tingkat rendah medium dan tingkat tinggi (ODunn dan Sill, 1986).
Pembentukan batuan metamorf selain didasarkan pada tingkat
malihannya juga didasarkan pada penyebabnya. Berdasarkan
penyebabnya batuan metamorf dibagi menjadi tiga yaitu (1)
Metamorfisme kontak/ termal, pengaruh T dominan; (2) Metamorfisme
dinamo/ kataklastik/dislokasi/kinematik, pengaruh P dominan; dan (3)
Metamorfisme regional, terpengaruh P & T, serta daerah luas.
Metamorfisme kontak terjadi pada zona kontak atau sentuhan
langsung dengan tubuh magma (intrusi) dengan lebar antara 2 3 km
(Gambar 3.10). Metamorfisme dislokasi terjadi pada daerah sesar
besar/ utama yaitu pada lokasi dimana masa batuan tersebut
mengalami penggerusan. Sedangkan metamorfisme regional terjadi
pada kulit bumi bagian dalam dan lebih intensif bilamana diikuti juga
oleh orogenesa (Gambar 3.11). penyebaran tubuh batuan metamorf ini
luas sekali mencapai ribuan kilometer.

Gambar 3.10 memperlihatkan kontak aureole disekitar intrusi batuan


beku (Gillen, 1982).

Gambar 3.11 penampang yang memperlihatkan lokasi batuan


metamorf (Gillen, 1982).
Pengenalan Batuan Metamorf
Pengenalan batuan metamorf dapat dilakukan melalui kenampakankenampakan yang jelas pada singkapan dari batuan metamorf yang
merupakan akibat dari tekanan-tekanan yang tidak sama. Batuanbatuan tersebut mungkin mengalami aliran plastis, peretakan dan
pembutiran atau rekristalisasi. Beberapa tekstur dan struktur di dalam
batuan metamorf mungkin diturunkan dari batuan pre-metamorfik
(seperti: cross bedding), tetapi kebanyakan hal ini terhapus selama
metamorfisme. Penerapan dari tekanan yang tidak sama, khususnya
jika disertai oleh pembentukan mineral baru, sering menyebabkan
kenampakan penjajaran dari tekstur dan struktur. Jika planar
disebut foliasi. Seandainya struktur planar tersebut disusun oleh
lapisan-lapisan yang menyebar atau melensa dari mineral-mineral
yang berbeda tekstur, misal: lapisan yang kaya akan mineral granular
(seperti: felspar dan kuarsa) berselang-seling dengan lapisan-lapisan
kaya mineral-mineral tabular atau prismatik (seperti: feromagnesium),
tekstur tersebut menunjukkan sebagai gneis. Seandainya foliasi

tersebut disebabkan oleh penyusunan yang sejajar dari mineralmineral pipih berbutir sedang-kasar (umumnya mika atau klorit)
disebut skistosity. Pecahan batuan ini biasanya sejajar dengan
skistosity menghasilkan belahan batuan yang berkembang kurang
baik.
Pengenalan batuan metamorf tidak jauh berbeda dengan jenis batuan
lain yaitu didasarkan pada warna, tekstur, struktur dan komposisinya.
Namun untuk batuan metamorf ini mempunyai kekhasan dalam
penentuannya yaitu pertama-tama dilakukan tinjauan apakah
termasuk dalam struktur foliasi (ada penjajaran mineral) atau non
foliasi (tanpa penjajaran mineral) (Tabel 3.12). Pada metamorfisme
tingkat tinggi akan berkembang struktur migmatit (Gambar 3.12).
Setelah penentuan struktur diketahui, maka penamaan batuan
metamorf baik yang berstruktur foliasi maupun berstruktur non foliasi
dapat dilakukan. Misal: struktur skistose nama batuannya sekis; gneisik
untuk genis; slatycleavage untuk slate/ sabak. Sedangkan non foliasi,
misal: struktur hornfelsik nama batuannya hornfels; liniasi untuk asbes.
Variasi yang luas dari tekstur, struktur dan komposisi dalam batuan
metamorf, membuatnya sulit untuk mendaftar satu atau lebih dari
beberapa kenampakkan yang diduga hasil dari proses metamorfisme.
Oleh sebab itu hal terbaik untuk mempertimbangkan secara menerus
seperti kemungkinan banyaknya perbedaan kenampakan-kenampakan
yang ada.
Table 3.12 Diagram alir untuk identifikasi batuan metamorf secara
umum (Gillen, 1982).

Gambar 3.12 Berbagai struktur pada migmatit dengan leukosom


(warna terang) (Compton, 1985).

Struktur Batuan Metamorf


Secara umum struktur yang dijumpai di dalam batuan metamorf dibagi
menjadi dua kelompok besar yaitu struktur foliasi dan struktur non
foliasi. Struktur foliasi ditunjukkan oleh adanya penjajaran mineralmineral penyusun batuan metamorf, sedang struktur non foliasi tidak
memperlihatkan adanya penjajaran mineral-mineral penyusun batuan
metamorf.
Struktur Foliasi
a. Struktur Skistose: struktur yang memperlihatkan penjajaran mineral
pipih (biotit, muskovit, felspar) lebih banyak dibanding mineral butiran.
b. Struktur Gneisik: struktur yang memperlihatkan penjajaran mineral
granular, jumlah mineral granular relatif lebih banyak dibanding
mineral pipih.
c. Struktur Slatycleavage: sama dengan struktur skistose, kesan
kesejajaran mineraloginya sangat halus (dalam mineral lempung).
d. Struktur Phylitic: sama dengan struktur slatycleavage, hanya mineral
dan kesejajarannya sudah mulai agak kasar.

Struktur Non Foliasi


a. Struktur Hornfelsik: struktur yang memperlihatkan butiran-butiran
mineral relatif seragam.
b. Struktur Kataklastik: struktur yang memperlihatkan adanya
penghancuran terhadap batuan asal.

c. Struktur Milonitik: struktur yang memperlihatkan liniasi oleh adanya


orientasi mineral yang berbentuk lentikuler dan butiran mineralnya
halus.
d. Struktur Pilonitik: struktur yang memperlihatkan liniasi dari belahan
permukaan yang berbentuk paralel dan butiran mineralnya lebih kasar
dibanding struktur milonitik, malah mendekati tipe struktur filit.
e. Struktur Flaser: sama struktur kataklastik, namun struktur batuan
asal berbentuk lensa yang tertanam pada masa dasar milonit.
f. Struktur Augen: sama struktur flaser, hanya lensa-lensanya terdiri
dari butir-butir felspar dalam masa dasar yang lebih halus.
g. Struktur Granulose: sama dengan hornfelsik, hanya butirannya
mempunyai ukuran beragam.
h. Struktur Liniasi: struktur yang memperlihatkan adanya mineral yang
berbentuk jarus atau fibrous.

Tekstur Batuan Metamorf


Tekstur yang berkembang selama proses metamorfisme secara tipikal
penamaanya mengikuti kata-kata yang mempunyai akhiran -blastik.
Contohnya, batuan metamorf yang berkomposisi kristal-kristal
berukuran seragam disebut dengan granoblastik. Secara umum satu
atau lebih mineral yang hadir berbeda lebih besar dari rata-rata; kristal
yang lebih besar tersebut dinamakan porphiroblast. Porphiroblast,
dalam pemeriksaan sekilas, mungkin membingungkan dengan fenokris
(pada batuan beku), tetapi biasanya mereka dapat dibedakan dari sifat
mineraloginya dan foliasi alami yang umum dari matrik. Pengujian
mikroskopik porphiroblast sering menampakkan butiran-butiran dari
material matrik, dalam hal ini disebut poikiloblast. Poikiloblast biasanya
dianggap terbentuk oleh pertumbuhan kristal yang lebih besar
disekeliling sisa-sisa mineral terdahulu, tetapi kemungkinan poikiloblast

dapat diakibatkan dengan cara pertumbuhan sederhana pada laju yang


lebih cepat daripada mineral-mineral matriknya, dan yang
melingkupinya. Termasuk material yang menunjukkan (karena
bentuknya, orientasi atau penyebarannya) arah kenampakkan mulamula dalam batuan (seperti skistosity atau perlapisan asal); dalam hal
ini porphiroblast atau poikiloblast dikatakan mempunyai tekstur
helicitik. Kadangkala batuan metamorf terdiri dari kumpulan butiranbutiran yang berbentuk melensa atau elipsoida; bentuk dari kumpulankumpulan ini disebut augen (German untuk mata), dan umumnya
hasil dari kataklastik (penghancuran, pembutiran, dan rotasi). Sisa
kumpulan ini dihasilkan dalam butiran matrik. Istilah umum untuk
agregat adalah porphyroklast.
Tekstur Kristaloblastik
Tekstur batuan metamorf yang dicirikan dengan tekstur batuan asal
sudah tidak kelihatan lagi atau memperlihatkan kenampakan yang
sama sekali baru. Dalam penamaannya menggunakan akhiran kata
blastik. Berbagai kenampakan tekstur batuan metamorf dapat dilihat
pada Gambar 3.13.
a. Tekstur Porfiroblastik: sama dengan tekstur porfiritik (batuan beku),
hanya kristal besarnya disebut porfiroblast.
b. Tekstur Granoblastik: tekstur yang memperlihatkan butir-butir
mineral seragam.
c. Tekstur Lepidoblastik: tekstur yang memperlihatkan susunan mineral
saling sejajar dan berarah dengan bentuk mineral pipih.
d. Tekstur Nematoblastik: tekstur yang memperlihatkan adanya
mineral-mineral prismatik yang sejajar dan terarah.
e. Tekstur Idioblastik: tekstur yang memperlihatkan mineral-mineral
berbentuk euhedral.

f. Tekstur Xenoblastik: sama dengan tekstur idoblastik, namun


mineralnya berbentuk anhedral.

Tekstur Palimpset
Tekstur batuan metamorf yang dicirikan dengan tekstur sisa dari
batuan asal masih bisa diamati. Dalam penamaannya menggunakan
awalan kata blasto.
a. Tekstur Blastoporfiritik: tekstur yang memperlihatkan batuan asal
yang porfiritik.
b. Tekstur Blastopsefit: tekstur yang memperlihatkan batuan asal
sedimen yang ukuran butirnya lebih besar dari pasir.
c. Tekstur Blastopsamit: sama dengan tekstur blastopsefit, hanya
ukuran butirnya sama dengan pasir.
d. Tekstur Blastopellit: tekstur yang memperlihatkan batuan asal
sedimen yang ukuran butirnya lempung.

Komposisi Batuan Metamorf


Pertumbuhan dari mineral-mineral baru atau rekristalisasi dari mineral
yang ada sebelumnya sebagai akibat perubahan tekanan dan atau
temperatur menghasilkan pembentukan kristal lain yang baik, sedang
atau perkembangan sisi muka yang jelek; kristal ini
dinamakan idioblastik, hypidioblastik, atau xenoblastik. Secara umum
batuan metamorf disusun oleh mineral-mineral tertentu (Tabel 3.13),
namun secara khusus mineral penyusun batuan metamorf
dikelompokkan menjadi dua yaitu (1) mineral stress dan (2) mineral
anti stress. Mineral stress adalah mineral yang stabil dalam kondisi
tekanan, dapat berbentuk pipih/tabular, prismatik dan tumbuh tegak

lurus terhadap arah gaya/stress meliputi: mika, tremolit-aktinolit,


hornblende, serpentin, silimanit, kianit, seolit, glaukopan, klorit, epidot,
staurolit dan antolit. Sedang mineral anti stress adalah mineral yang
terbentuk dalam kondisi tekanan, biasanya berbentuk equidimensional,
meliputi: kuarsa, felspar, garnet, kalsit dan kordierit.

Gambar 3.13 Tekstur batuan metamorf (Compton, 1985).


A. Tekstur Granoblastik, sebagian menunjukkan tekstur mosaik; B.
Tekstur Granoblatik berbutir iregular, dengan poikiloblast di kiri atas; C.
Tekstur Skistose dengan porpiroblast euhedral; D. Skistosity dengan
domain granoblastik lentikuler; E. Tekstur Semiskistose dengan meta
batupasir di dalam matrik mika halus; F. Tekstur Semiskistose dengan
klorit dan aktinolit di dalam masa dasar blastoporfiritik metabasal; G.
Granit milonit di dalam proto milonit; H. Ortomilonit di dalam
ultramilonit; I. Tekstur Granoblastik di dalam blastomilonit.

Tabel 3.13 Ciri-ciri fisik mineral-mineral penyusun batuan metamorf


(Gillen, 1982)

Setelah kita menentukan batuan asal mula metamorf, kita harus


menamakan batuan tersebut. Sayangnya prosedur penamaan batuan
metamorf tidak sistematik seperti pada batuan beku dan sedimen.
Nama-nama batuan metamorf terutama didasarkan pada kenampakan
tekstur dan struktur (Tabel 3.14). Nama yang umum sering dimodifikasi
oleh awalan yang menunjukkan kenampakan nyata atau aspek penting
dari tekstur (contoh gneis augen), satu atau lebih mineral yang ada
(contoh skis klorit), atau nama dari batuan beku yang mempunyai
komposisi sama (contoh gneis granit). Beberapa nama batuan yang
didasarkan pada dominasi mineral (contoh metakuarsit) atau
berhubungan dengan facies metamorfik yang dipunyai batuan (contoh
granulit).
Metamorfisme regional dari batulumpur melibatkan perubahan
keduanya baik tekanan dan temperatur secara awal menghasilkan
rekristalisasi dan modifikasi dari mineral lempung yang ada. Ukuran
butiran secara mikroskopik tetap, tetapi arah yang baru dari orientasi
mungkin dapat berkembang sebagai hasil dari gaya stres. Resultan
batuan berbutir halus yang mempunyai belahan batuan yang baik
sekali dinamakan slate. Bilamana metamorfisme berlanjut sering

menghasilkan orientasi dari mineral-mineral pipih pada batuan dan


penambahan ukuran butir dari klorit dan mika. Hasil dari batuan yang
berbutir halus ini dinamakan phylit, sama seperti slate tetapi
mempunyai kilap sutera pada belahan permukaannya. Pengujian
dengan menggunakan lensa tangan secara teliti kadangkala
memperlihatkan pecahan porpiroblast yang kecil licin mencerminkan
permukaan belahannya. Pada tingkat metamorfisme yang lebih tinggi,
kristal tampak tanpa lensa. Disini biasanya kita menjumpai mineralmineral yang pipih dan memanjang yang terorientasi kuat membentuk
skistosity yang menyolok. Batuan ini dinamakan skis, masih bisa
dibelah menjadi lembaran-lembaran. Umumnya berkembang
porpiroblast; hal ini sering dapat diidentikkan dengan sifat khas
mineral metamorfik seperti garnet, staurolit, atau kordierit. Masih pada
metamorfisme tingkat tinggi disini skistosity menjadi kurang jelas;
batuan terdiri dari kumpulan butiran sedang sampai kasar dari tekstur
dan mineralogi yang berbeda menunjukkan tekstur gnessik dan
batuannya dinamakan gneis. Kumpulan yang terdiri dari lapisan yang
relatif kaya kuarsa dan feldspar, kemungkinan kumpulan tersebut
terdiri dari mineral yang mengandung feromagnesium (mika, piroksin,
dan ampibol). Komposisi mineralogi sering sama dengan batuan beku,
tetapi tekstur gnessik biasanya menunjukkan asal metamorfisme;
dalam kumpulan yang cukup orientasi sering ada. Penambahan
metamorfisme dapat mengubah gneis menjadi migmatit. Dalam kasus
ini, kumpulan berwarna terang menyerupai batuan beku tertentu, dan
perlapisan kaya feromagnesium mempunyai aspek metamorfik
tertentu.
Jenis batuan metamorf lain penamaannya hanya berdasarkan pada
komposisi mineral, seperti: Marmer disusun hampir semuanya dari
kalsit atau dolomit; secara tipikal bertekstur
granoblastik. Kuarsit adalah batuan metamorfik bertekstur granobastik
dengan komposisi utama adalah kuarsa, dibentuk oleh rekristalisasi
dari batupasir atau chert/rijang. Secara umum jenis batuan metamorfik
yang lain adalah sebagai berikut:

Amphibolit: Batuan yang berbutir sedang sampai kasar komposisi


utamanya adalah ampibol (biasanya hornblende) dan plagioklas.
Eclogit: Batuan yang berbutir sedang komposisi utama adalah piroksin
klino ompasit tanpa plagioklas felspar (sodium dan diopsit kaya
alumina) dan garnet kaya pyrop. Eclogit mempunyai komposisi kimia
seperti basal, tetapi mengandung fase yang lebih berat. Beberapa
eclogit berasal dari batuan beku.
Granulit: Batuan yang berbutir merata terdiri dari mineral (terutama
kuarsa, felspar, sedikit garnet dan piroksin) mempunyai tekstur
granoblastik. Perkembangan struktur gnessiknya lemah mungkin terdiri
dari lensa-lensa datar kuarsa dan/atau felspar.
Hornfels: Berbutir halus, batuan metamorfisme thermal terdiri dari
butiran-butiran yang equidimensional dalam orientasi acak. Beberapa
porphiroblast atau sisa fenokris mungkin ada. Butiran-butiran kasar
yang sama disebutgranofels.
Milonit: Cerat berbutir halus atau kumpulan batuan yang dihasilkan
oleh pembutiran atau aliran dari batuan yang lebih kasar. Batuan
mungkin menjadi protomilonit, milonit, atau ultramilomit, tergantung
atas jumlah dari fragmen yang tersisa. Bilamana batuan mempunyai
skistosity dengan kilap permukaan sutera, rekristralisasi mika,
batuannya disebutphilonit.
Serpentinit: Batuan yang hampir seluruhnya terdiri dari mineralmineral dari kelompok serpentin. Mineral asesori meliputi klorit, talk,
dan karbonat. Serpentinit dihasilkan dari alterasi mineral silikat
feromagnesium yang terlebih dahulu ada, seperti olivin dan piroksen.
Skarn: Marmer yang tidak bersih/kotor yang mengandung kristal dari
mineral kapur-silikat seperti garnet, epidot, dan sebagainya. Skarn
terjadi karena perubahan komposisi batuan penutup (country rock)
pada kontak batuan beku.

Tabel 3.14 Klasifikasi Batuan Metamorf (ODunn dan Sill, 1986).

BATU METAMORF
(pengertian dan jenis)
Batuan metamorf adalah batuan yang terbentuk dari
proses metamorfisme batuan-batuan sebelumnya
karena
perubahan
temperatur
dan
tekanan.
Metamorfisme terjadi pada keadaan padat (padat ke
padat) meliputi proses kristalisasi, reorientasi dan
pembentukan mineral-mineral baru serta terjadi dalam
lingkungan yang sama sekali berbeda dengan
lingkungan batuan asalnya terbentuk. Banyak mineral
yang mempunyai batas-batas kestabilan tertentu yang
jika dikenakan tekanan dan temperatur yang melebihi
batas tersebut maka akan terjadi penyesuaian dalam
batuan dengan membentuk mineral-mineral baru yang
stabil. Disamping karena pengaruh tekanan dan
temperatur, metamorfisme juga dipengaruhi oleh fluida,
dimana fluida (H2O) dalam jumlah bervariasi di antara
butiran mineral atau pori-pori batuan yang pada
umumnya mengandung ion terlarut akan mempercepat
proses metamorfisme.
Batuan metamorf memiliki beragam karakteristik.
Karakteristik ini dipengaruhi oleh beberapa faktor dalam
pembentukan batuan tersebut ;
Komposisi mineral batuan asal
Tekanan dan temperatur saat proses metamorfisme
Pengaruh gaya tektonik
Pengaruh fluida

Pada pengklasifikasiannya berdasarkan struktur, batuan


metamorf diklasifikasikan menjadi dua, yaitu :
oliasi, struktur planar pada batuan metamorf sebagai
akibat dari pengaruh tekanan diferensial (berbeda) pada
saat proses metamorfisme.
Non foliasi, struktur batuan metamorf yang tidak
memperlihatkan penjajaran mineral-mineral dalam
batuan tersebut.
Jenis-jenis Metamorfisme
Metamorfisme kontak/termal
Metamorfisme oleh temperatur tinggi pada intrusi
magma atau ekstrusi lava.
Metamorfisme regional
Metamorfisme oleh kenaikan tekanan dan temperatur
yang sedang, dan terjadi pada daerah yang luas.
Metamorfisme Dinamik
Metamorfisme akibat tekanan diferensial yang tinggi
akibat pergerakan patahan lempeng.
Berikut adalah contoh dan karakteristik dari betuan
metamorf :
1.
Gneiss (ganes)

Merupakan batuan yang terbentuk dari hasil


metamorfosisme batuan beku dalam temperatur dan
tekanan yang tinggi. Dalam Gneiss dapat diperoleh
rekristalisasi dan foliasi dari kuarsa, feldspar, mika dan
amphibole.
Asal
: Metamorfisme regional
siltstone, shale, granit
Warna
: Abu-abu
Ukuran butir
: Medium Coarse grained
Struktur
: Foliated (Gneissic)
Komposisi
: Kuarsa, feldspar, amphibole,
mika
Derajat metamorfisme
: Tinggi
Ciri khas
: Kuarsa dan feldspar nampak
berselang-seling dengan lapisan tipis kaya
amphibole dan mika.

Ganes adalah batuan matemorf dengan kristal-kristal


yang kasar, biasanya berlapis-lapis akibat pemisahan
mineral-mineral yang berbeda sehingga membentuk
foliasi sekunder yang kasar. Terbentuk pada tempat
yang dalam dan pada tingkat metamorfise, yang tinggi
bersama-sama dengan struktur pegunungan lipatan.
Pada prinsipnya gneiss berasal dari batuan beku
silllicaous seperti granit, monozit kwarsa, syenite, dan
granodiorit, tetapi dapat juga dari rhyolit, tuff, arkosa dan

batu pasir feldspatik. Mineral-mineral utama pada gneis


adalah kwarsa dan feldspat, sedangkan mineral-mineral
yang lain adalah, biotite, horblende dan augite. Warna
bervariasi tergantung pada warna mineral dominan yang
ada. Pelapisan disini dihasilkan oleh pergantian warnawarna mineral yang terang dan gelap atau oleh
perbedaan ukuran butir dengan pelapisan yang tebal
dan kasar ataupun tipis. Sering mengandung mineralmineral metamorf yang lain seperti garnet, epidot,
tournaline, graphite, dan silimanite. Jika batuan beku
(sebagian bahn induknya) adalah sari batuan mafic
tertentu, mungkin greiss tersebut dapat berkembang
manjadi serpentine olivin, augite, horblede dan biotite.
Jika bahan beku (sebagian bahan induknya) dapat
dikenal maka nama batuan dapat ditentukan seperti
misalnya : gabbro gneiss, syenite gneiss ataupun
granite gneiss. Gneiss yang berasal dari batuan
sedimen, contohnya : quatzite gneiss conglomerate
gneiss, politic gneiss (dari sedimen clay) dan calc
gueniss (dari cilliceous limetone dan dolomite) gneiss
yang berbentuk oleh penerobosan mineral-mineral
batuan beku kedalam folisasi akan menghasilkan
campuran batuan dalam bentuk dike yang tipis dari
material-material quartzfeldspathic. Ini disebut injection
gneiss. Batuan ini tersebar luas dan mungkin
menempati bagian terbesar dari tipe gneiss lainnya.
2. Sekis

Schist (sekis) adalah batuan metamorf yang


mengandung lapisan mika, grafit, horndlende. Mineral
pada batuan ini umumnya terpisah menjadi berkasberkas bergelombang yang diperlihatkan dengan kristal
yang mengkilap.
Asal
: Metamorfisme siltstone, shale,
basalt
Warna
: Hitam, hijau, ungu
Ukuran butir
: Fine Medium Coarse
Struktur
: Foliated (Schistose)
Komposisi
: Mika, grafit, hornblende
Derajat metamorfisme : Intermediate Tinggi
Ciri khas
: Foliasi yang kadang
bergelombang, terkadang terdapat kristal garnet
3. Marmer

Terbentuk ketika batu gamping mendapat tekanan dan


panas sehingga mengalami perubahan dan rekristalisasi
kalsit. Utamanya tersusun dari kalsium karbonat.
Marmer bersifat padat, kompak dan tanpa foliasi.
Asal
: Metamorfisme batu gamping,
dolostone

Warna
: Bervariasi
Ukuran butir
: Medium Coarse Grained
Struktur
: Non foliasi
Komposisi
: Kalsit atau Dolomit
Derajat metamorfisme : Rendah Tinggi
Ciri khas
: Tekstur berupa butiran seperti
gula, terkadang terdapat fosil, bereaksi dengan HCl.

Marmer adalah metamorfisme dari batuan kapur, baik itu


batu kapur kalsit maupun batu kapur dolomit.
Terbentuknya terutama disebabkan oleh reksistelisasi
calsit. (dolomit) yang biasanya berbutir lebih kasar
daripada batu kapur aslinya. Marmer yang terbentuk
oleh dolomitc disebut marmer dolomit (dolomitic
marble). Akibat proses metamorfos dan rekristalisasi,
pelapisan sering meliuk atau bahkan tidak terlihat sama
sekali. Umumnya marmer danmarmer dolomit terbentuk
oleh metamorfisme kontak atau regional dan dijumpai
bersama-sama dengan phyllite, slate, schist, dan
metakwarsa. Struktur batu kapur sangat bervariasi dari
yang berbutir sangat halus hingga berbutir sangat
kasar. Pada tipe-tipe metamorfose kontak ditunjukan
dari adanya orientasi kristal-kristal yang memanjang
sebagai hasil tekanan yang searah. Meneral-mineral
aksesor pada marmer banyak macamnya antara lain:
tremolit, forserite, periclose, diopside, wollastonite,

brucite, spincl, felspar, dan garnet, yang kesemuanya ini


tergantung pada macam material batuan asalnya.
Warna yang ditimbulakn mulai dari cerah atau putih
apabila terdiri dari kalsit dan dolomit, tetapi bisa
berwarna kelabu, merah, coklat atau kombinasi warna
tergantung pada mineral-mineral aksesornya. Contohcontoh batuan marmer yakni: breccia marble, tremolite
marble, graphite marble, talcose marble, phlogopite
marble.
4. Kuarsit

Adalah salah satu batuan metamorf yang keras dan


kuat. Terbentuk ketika batupasir (sandstone) mendapat
tekanan dan temperatur yang tinggi. Ketika batupasir
bermetamorfosis menjadi kuarsit, butir-butir kuarsa
mengalami rekristalisasi, dan biasanya tekstur dan
struktur asal pada batupasir terhapus oleh proses
metamorfosis .
Asal
: Metamorfisme sandstone
(batupasir)
Warna
: Abu-abu, kekuningan, cokelat,
merah
Ukuran butir
: Medium coarse
Struktur
: Non foliasi
Komposisi
: Kuarsa
Derajat metamorfisme : Intermediate Tinggi
Ciri khas
: Lebih keras dibanding glass

5.Milonit

Milonit merupakan batuan metamorf kompak. Terbentuk


oleh rekristalisasi dinamis mineral-mineral pokok yang
mengakibatkan pengurangan ukuran butir-butir batuan.
Butir-butir batuan ini lebih halus dan dapat dibelah
seperti schistose.
Asal
: Metamorfisme dinamik
Warna
: Abu-abu, kehitaman, coklat, biru
Ukuran butir
: Fine grained
Struktur
: Non foliasi
Komposisi
: Kemungkinan berbeda untuk
setiap batuan
Derajat metamorfisme : Tinggi
Ciri khas
: Dapat dibelah-belah
6. serpinit

Serpentinit, batuan yang terdiri atas satu atau lebih


mineral serpentine dimana mineral ini dibentuk oleh
proses serpentinisasi (serpentinization). Serpentinisasi
adalah proses proses metamorfosis temperatur rendah
yang menyertakan tekanan dan air, sedikit silica mafic

dan batuan ultramafic teroksidasi dan ter-hidrolize


dengan air menjadi serpentinit.
Asal
: Batuan beku basa
Warna
: Hijau terang / gelap
Ukuran butir : Medium grained
Struktur
: Non foliasi
Komposisi : Serpentine
Ciri khas
: Kilap berminyak dan lebih keras
dibanding kuku jari
7.Hornfels

Hornfels terbentuk ketika shale dan claystone


mengalami metamorfosis oleh temperatur dan intrusi
beku, terbentuk di dekat dengan sumber panas seperti
dapur magma, dike, sil. Hornfels bersifat padat tanpa
foliasi.
Asal
: Metamorfisme kontak shale dan
claystone
Warna
: Abu-abu, biru kehitaman, hitam
Ukuran butir
: Fine grained
Struktur
: Non foliasi
Komposisi
: Kuarsa, mika
Derajat metamorfisme : Metamorfisme kontak
Ciri khas
: Lebih keras dari pada glass,
tekstur merata

8. Sekismika

Sekismika dihasilkan oleh metamorfosa regional dengan


tingkat lebih tinggi dibandingkan phyllite, mempunyai
foliasi dan kristalin. Ummnya berbutir lebih kasar dari
slate dan phyllite tetapi lebih halus dari gneias. Foliasi
tersebut terbentuk oleh kristal-kristal berbentuk lempeng
(play) dan kristal-kristal prismatik. Mineral-mineral
berbentuk lempengan tersebut antara lain : chlorite,
sericite, muscovite, biotite, dan tolc, sedangkan mineralmineral prismatik adalah actinolite, kyanite, hornblede,
staurolite, dan silimanite. Kadang-kadang schist hanya
terdiri dari satu macam mineral saja, contohnya talc
schist, tetapi pada umumnya terdiri dari dua atau lebih
mineral seperti calcite - sericalcite albite schist. Sekis
sering mengandung mineral-mineral yang bersifat
antara lempengan dan pragmatik (flaky nor prismatic),
tetapi equigracular seperti misalnya : garnet dan
feldspar, yang biasanya bertekstur porphyroblastic.
Batuan-batuan scihist dapat pula berasal dari gabbro,
basalt, ultrabasin, tuff, shale dan sandstone. Jika
beberapa teksture asli batuan asal masih ada, akibat
tekanan yang kuat, maka batuan disebut, metabasalt,
metagabbro
dan
sebagainya.
9.
Filit

Filit berkaitan dengan perkembangan aktivitas


metamorfik yaitu baliknya temperatur atau bertambah
besarnya rekristalisasi maka slate berubah menjadi filit.
Filit secara dominan tersusun dari mineral-mineral
kelompok mika seperti: mika, maricite, dan chlorite.
Batuan ini lebih kasar daripada slate, tetapi ada batas
yang tegas antara keduanya baik dalam hal ukuran
butir maupun kandungan mineralnya. Mineral-mineral
seperti muscovit, mika, sericite, dan cholite terdapat
dalam jumlah yang besar. Mineral-mineral asesore
dalam jumlah yang sedikit antara lain megnetit, hematit,
graphite, dan tourmaline. Filit disebut pula sericite
phllite, chlorite phyllite atau sericite phyllite. Warna dari
putih perak, merah sampai kehijau-hijauan. Sifat dalam
(tenacery) : brittle dan sering mempunyai pegangan
halus hingga agak kasar. Filit dihasilkan oleh
metamorfose regional tingkat rendah terutama dari
mineral clay, shall, dan juga tuff dan tuffacous sedimen.
10.

Sabak

Sabak merupakan batuan berbutir halus dan homogen,


mempunyai achistosity planar, tergantung pada
pelapisannya. Oleh karena itu biasanya mempunyai
beberapa sudut untuk masing-masing perlapisan
sehingga batuan menjadi balah/rekah kedalam lapisan
yang tipis. Sabak merupakan salah satu istilah struktur
dan tidak ada kaitannya dengan komposisinya.
Perlapisan asli dari slate masihg dapat terlihat, apabila
berasal dari abtuan beku basalt seperti struktur
amigdoloidal. Sabak berbutir sangat halus dan hanya
dapat dideterminasi dengan mikroskop. Hanya sedikit
mineral sabak yang berbutir kasar seperti: kwarsa,
feldspar, cholorite, biotite, magnetite, hematite, kalsit,
dan ineral-mineral yang terdapat pada batuan shale.
Warna yang ditimbulakan dari warna merah, hijau, abuabu, hingga hitam. Warna merah karena ada mineral
yang hemalit, hijau karena ada mineral cholorite. Warna
abu-abu karena adanya mineral-mineral dari karbon dan
bahan-bahan organik seperti grafit. Sabak yang berasal
dari batu pasir graywacke disebut graywacke slate.
11.

kuarsit

Kuarsit adalah metamorfose dari batuan pasir, jika


strukturnya tak mengalami perubahan dan masih
menunjukan struktur aslinya. Kuarsit terbentuk akibat
panas yang tinggi sehingga menyebabkan rekristalisasi
kwarsa dan felsdpar. Akibat tekanan pada kwarsit dapat
mengakibatkan hancurnya kwarsit tersebut dan
menghasilkan tekstur granoblastik. Kuarsit sangat keras
karena adanya sementasi sirikat (biasanya kwasa
kristalin) yang terendapkan disekitar butir-butir kuarsa
yang lebih besar, sehingga menghasilkan ikatan butir
yang sangat kuat. Mineral lain yang dijumpai dalam
kuarsit adalah: apatite, zircon, epidote, dan hornblede.
Kuarsit dapat berbentuk akibat metamorfisme kontak
atau metamorfis regional dari pada panas dan tekanan
terhadap batu pasir, chert, vien kuarsit, dan kuarsit
pigmatit. Sering berlapis-lapis dan dapat mengandung
fosil. Warna dari kuarsit bervariasi dari putih, coklat
hingga mendekati hitam. Adanya hematit memberikan
warna merah muda (pink) sedangkan chlori memberikan
warna kehijau-hijauan.

Anda mungkin juga menyukai