Sumatif I part I
T-02 Immunologi Dasar
Fitriana Nur Rahmawati
T-03 Reaksi Hipersensitivitas
Oviliani Wijayanti
T-04 Farmakologi
Hipersensitivitas
Nila Purnama Sari
T-06 Patogenesis Bakteri & Jamur
Ayesya Nasta Lestari
RESPON IMUN
Respon imun secara garis
besar dibagi menjadi dua
yaitu respon imun bawaan
dan adaptif. Respon tersebut
merupakan
pertahanan
tubuh kita untuk mencegah
terjadinya
kerusakan
jaringan dan penyakit.
Antipiretik
Lutfie
T-12 Patogenesis Demam
Evan Regar
T-14 Pendekatan Klinis Demam
Johny Bayu Fitantra
juga udah ketahuan lah ya kalo sel ini bisa membunuh berbagai sel yang terinfeksi
bahkan juga sel tumor. Kerja dari sel NK berbeda apabila berhadapan dengan virus
dan mikroba. Ketika berhadapan dengan virus, ikatan antara sel NK dan sel targetnya
menyebabkan pelepasan granul yang berisi substansi toksik seperti perforin dan
granzyme. Perforin ini akan diinsersi ke membrane plasma sel target, terjadi perforasi
dan akhirnya lisis deh tu si selnya. Kalau granzyme kerjanya membuat si sel target
menjadi apoptosis. Apabila berhadapan dengan mikroba (sebelumnya si mikroba
harus ditangkep dulu sama makrofag), ikatan sel NK dengan makrofag menyebabkan
pelepasan IL-12. IL-12 ini akan menstimulasi sel NK untuk mengeluarkan IFN- yang
akhirnya membuat makrofag baru mau bekerja untuk membunuh mikroba yang sudah
terfagositosis.
b.
Fagositosis
Fagositosis adalah proses memakan mikroba atau partikel lain yang diperankan
oleh sel fagosit yaitu netrofil dan makrofag. Proses ini terdiri dari tiga langkah:
1) Rekruitmen dari leukosit ke tempat infeksi
2.
Imunitas Humoral
a. Komplemen
Sistem komplemen disusun dari kurang lebih 30 protein yang diproduksi di hati
dan ditemukan di darah serta jaringan di seluruh tubuh. Protein-protein ini dinamai
dengan protein C1 sampai C9. Seluruh protein ini awalnya inaktif dan baru aktif ketika
dibelah oleh enzim tertentu menjadi fragmen a dan b. Aktivasi ini bersifat kaskade
artinya satu reaksi akan memicu reaksi lainnya. Selain protein C tadi, ada juga protein
komplemen lain yang dinamakan faktor B, D, dan P.
Gambar di bawah ini sebenernya sama aja, cuma lebih memperjelas gimana cara kerja
komplemen :
b.
Sitokin
Dari gambar di sebelah sebenernya
udah cukup jelas sitokin-sitokin apa saja
yang berperan dalam imunitas bawaan:
1) IL-12 dikeluarkan oleh makrofag
dan memicu sel NK mengeluarkan
IFN-.
2) IFN- dikeluarkan sel NK dan
memicu aktivasi makrofag
3) TNF, IL-1 dan kemokin dikeluarkan
oleh
makrofag
dan
memicu
rekruitmen neutrofil.
Seleksi Klonal
Antigen yang masuk ke dalam tubuh biasanya akan berduplikasi sehingga jumlahnya
banyak sekali di dalam tubuh bahkan melebihi jumlah sel T dan B. Lalu bagaimana tentaratentara tubuh kita ini bisa menghadapi serangan antigen yang begitu banyak?? Jawabannya
adalah seleksi klonal yaitu suatu proses di mana limfosit berploriferasi dan berdiferensiasi
sebagai respon paparan antigen spesifik. Seleksi klonal ini terjadi di organ dan jaringan
limfatik sekunder makanya sewaktu kita sakit biasanya nodus limfa atau tonsil kita akan
membesar. Limfosit yang mengalami seleksi klonal ini nantinya akan membentuk dua
macam sel yaitu sel efektor dan sel memori. Sel efektor adalah sel yang berperang secara
langsung melawan antigen contohnya sel T helper aktif, sel T sitotoksik aktif, dan sel
plasma. Sedangkan sel memori ga berperan aktif dalam perang, tapi kalau antigen yang
sama masuk lagi ke tubuh dia bisa memicu respon yang lebih kuat dari invasi yang
pertama, contohnya sel T helper memori, sel T sitotoksik memori, dan sel B memori.
Antigen, Immunogen dan Hapten
Hmm kalau antigen sih pasti semua udah sering denger, tapi kok ada immunogen dan
hapten segala ya?? Jadi, antigen (antibody generator) adalah suatu molekul biologis (gula,
lipid, hormone) dalam bentuk makromolekul (protein, polisakarida, fosfolipid) yang
berikatan secara spesifik dengan antibody dan reseptor sel T. Kalau immunogen itu suatu
substansi makromolekul yang menstimulasi sel B untuk menghasilkan antibody spesifik.
Sedangkan hapten adalah suatu molekul kecil yang berikatan dengan makromolekul
(sebagai karier) sehingga nantinya dia bisa bersifat sebagai immunogen.
Antigen memiliki dua ciri penting yaitu immunogenisitas dan reaktivitas.
Immunogenisitas artinya kemampuan untuk memicu respon imun. Sedangkan reaktivitas
adalah kemampuan antigen bereaksi secara spesifik dengan antibody atau sel yang
dipicunya. Kalau antigen punya dua ciri di atas dia disebut dengan antigen yang komplit.
Sebenarnya tidak semua bagian dari antigen itu memicu respon imun, namun hanya
sebagian kecil bagian saja yang disebut dengan epitop.
Major Hisocompatibility Complex Antigens
MHC (Human Leukocyte Antigen/HLA) ini merupakan antigen yang berasal dari tubuh kita
sendiri, letaknya ada di membrane plasma semua sel (kecuali eritrosit) dan berbeda pada
setiap orang (kecuali kembar identik). Lalu buat apa tubuh kita memproduksi antigen?
Ternyata MHC ini diproduksi untuk membantu sel T mengenali antigen asing. Terdapat dua
tipe MHC, yaitu MHC I yang ada di semua sel kecuali eritrosit dan MHC II yang muncul
pada antigen precenting cells (APC).
dia akan bermigrasi dari jaringan ke nodus limfa melalui pembuluh limfatik. Proses
presentasi antigen eksogen oleh APC terdapat pada gambar di bawah:
APC lalu masuk ke jaringan limfa dan mempresentasikan antigen di dalamnya ke sel T
untuk menginformasikan ke sel T bahwa ada benda asing masuk ke dalam tubuh dan aksi
perlawanan tubuh segera dimulai.
Proses antigen endogen
Kebalikan dari antigen eksogen, antigen endogen adalah antigen asing yang berada di
dalam sel, misalnya antigen yang berasal dari protein virus yang diproduksi setelah infeksi
virus, toxin dari bakteri intraselular, atau protein abnormal yang disintesis dari sel kanker.
Jalur Pemrosesan Antigen
Ternyata proses pengenalan sel B dan sel T terhadap antigen itu berbeda. Sel B hanya bisa
mengenali dan mengikat antigen di limfa, cairan interstisial dan plasma darah (di luar sel).
Sedangkan sel T justru hanya bisa mengenali fragmen protein antigen yang telah diproses
dan dipresentasikan oleh MHC (di dalam sel).
Proses antigen eksogen
Antigen asing yang berada di luar sel disebut dengan antigen eksogen, misalnya bakteri,
toxin bakteri, parasit, cacing, pollen yang terhirup, debu, virus yang belum mengifeksi
badan sel. Antigen eksogen ini nantinya akan dipresentasikan oleh sel bernama antigen
presenting cell (APC). APC terdiri dari sel dendritik, makrofag, dan sel B. APC tersebut
biasanya bertugas di daerah-daerah rawan tempat masuknya antigen sepertii epidermis dan
dermis kulit (Langerhans), membran mukosa di traktus respiratori, gastrointestinal, traktus
urinari, traktus reproduksi, dan nodus limfa. Setelah APC ini bertemu dan mengikat antigen,
Imunitas Selular
Kebanyakan sel T berada dalam bentuk inaktif dan baru aktif ketika reseptor antigen yang
berada di permukaan sel T /T-cell reseptor (TCRs), mengenali dan mengikat fragmen
antigen asing spesifik yang dipresentasikan oleh kompleks antigen-MHC. Pengenalan
antigen juga dibantu oleh protein permukaan sel T, yaitu protein CD4 atau CD8
(koreseptor). Pengenalan antigen oleh TCR dengan protein CD4 atau CD8 adalah sinyal
pertama dalam aktivasi sel T. Namun, Sel T akan teraktivasi hanya jika dia berikatan
dengan atigen asing dan pada saat yang bersamaan menerima sinyal kedua, yang dikenal
dengan proses kostimulasi. Ada lebih dari 20 kostimulator, beberapa diantaranya adalah
sitokin, seperti IL2.
Aktivasi Sel T Helper
Kebanyakan dari sel T yang mempunyai CD4
berkembang menjadi sel T helper, sehingga
dikenal dengan sel T CD4. Sel T helper yang
inaktif mengenali fragmen antigen eksogen
yang berasosiasi dengan molekul MHC II pada
permukaan APC. Melalui bantuan protein CD4,
sel T berinterakasi satu sama lainnya,
kostimulasi beralangsung, dan sel T helper
teraktivasi.
Aktivasi Sel T Sitotoksik
Untuk sel T yang memiliki CD8 akan
berkembang menjadi sel T sitotoksik, sehingga
dikenal dengan sel T CD8. Sel T sitotoksik
mengenali komplek antigen MHC I pada
permukaan dari badan sel yang terinfeksi,
beberapa sel tumor, dan sel dari jaringan
transplan. Pengenalan ini memerlukan TCR dan
protein CD8 yang mempertahankan ikatan
dengan MHC-I. Untuk mengaktifkan sel T sitotoksik membutuhkan kostimulasi oleh IL-2
atau sitokin lainnya yang diproduksi oleh sel T helper yang aktif yang telah berikatan
dengan antigen yang sama. Untuk memaksimalkan aktivasi dari sel T sitotoksik dibutuhkan
presentasi antigen dengan molekul MHC-I dan MHC-II.
Sel T sitotoksik dalam menghancurkan sel target yang telah terinfeksi melalui dua
mekanisme, yaitu :
a) Sel T sitotoksik menggunakan reseptor yang ada dipermukaannya dan mengikat sel
target yang terinfeksi yang mengandung antigen mikroba yang berada pada
permukaanya. Sel T sitotoksik mengeluarkan granzim, protein enzim yang menginisiasi
apoptosis
6
b)
Imunitas Humoral
Aktivasi sel B dimulai dengan ikatan antigen
dengan reseptor sel B (BCRs). Tadi udah
dijelasin kan kalau si sel B ini bisa mengenali
dan berikatan dengan antigen yang ada di
luar sel, namun ternyata respon sel B akan
lebih dahsyat kalo si antigen tadi diproses
dulu. Proses antigen di sel B terjadi melalui
beberapa cara, yaitu antigen masuk ke
dalam sel B, dan dihancurkan menjadi fragmen peptida dan berkombinasi dengan MHC II,
dan dipindahkan ke membran plasma sel B. Sel T helper mengenali kompleks antigen-MHC
II dan membawa kostimulasi yang diperlukan untuk proliferasi dan diferensiasi sel B. Sel T
helper memproduksi IL-2 dan sitokin lainnya yang berfungsi sebagai kostimulasi untuk
mengaktivasi sel B.
Sekali teraktivasi, sel B akan membentuk colonal selection. Sebagai hasilnya adalah formasi
dari klon sel B yang terdiri dari sel plasma dan sel B memori. Sel plasma mensekresikan
antibodi. Pada beberapa hari setelah terpajan antigen, sel plasma mensekresi ratusan
sampai jutaan antibodi setiap harinya selama 4-5 hari, sampai sel plasma mati. Kebanyakan
antibodi berjalan di dalam limfa dan darah ke tempat invasi. IL-4 dan IL-6 juga
memproduksi sel T helper yang menginduksi proliferasi, diferensiasi sel B di dalam sel
plasma, dan mensekresikan antibodi oleh plasma.
Antigen yang berbeda menstimulasi sel B yang berbeda berkembang menjadi sel plasma
dan sel B memori. Semua sel B hanya bisa mensekresikan satu jenis antibodi yang sejenis
dengan reseptor antigen yang sesuai dengan respon pertama sel B. Antibodi yang
diproduksi oleh klon sel plasma masuk ke dalam sirkulasi dan membentuk kompleks
antigen-antibodi dengan antigen yang menginisiasi peroduksinya.
Antibodi
Antibodi
merupakan
suatu
glikoprotein spesifik atau disebut
dengan
immunoglobulin/Ig
(gamma
globulin)
yang
berikatan dengan antigen serta
komplemen.
Kebanyakan
Ig
memiliki 4 rantai polipeptida, dua
merupakan rantai berat (H) dua
lainnya merupakan rantai ringan
(L). Kedua jenis rantai ini
dihubungkan
dengan
rantai
disulfide (S-S). Ujung dari masingmasing rantai merupakan area
tempat ikatan antigen (lihat
gambar),
sedangkan
bagian
lainnya disebut dengan bagian
konstan.
Ada
juga
yang
dinamakan Fc receptor, bagian ini
merupakan
tempat
ikatan
antibody dengan reseptor. Bagian
konstan dari rantai H berbeda dari
satu kelas antibody dengan kelas
lainnya makanya kita bisa membedakan IgG, IgA, IgM, IgD, dan IgE.
a.
b.
c.
d.
Aktivasi Komplemen
sistem imun bawaan
Sitokin
Sitokin yang banyak berperan dalam sistem imun adaptif ini antara lain IL-2, IL-4, IL-5,
IFN-. Untuk fungsi-fungsinya sepertinya sudah sangat dijelaskan di dalam gambar :)
Pada imunitas bawaan, sel yang terinfeksi oleh virus akan mengeluarkan interferon tipe 1
(alfa dan beta). IFN tersebut akan berikatan dengan sel lain yang belum terinfeksi dan
menginduksi sintesis protein antivirus yang mengganggu replikasi virus. Selain itu sel yang
terinfeksi virus juga akan mengundang sel NK untuk dihancurkan. Pada imunitas adaptif,
proteksi sel yang belum terinfeksi terjadi melalui peran antibody (inget kan fungsi
netralisasi dari antibody). Selain itu sel yang terinfeksi juga mengundang sel sitotoksik.
II
III
IV
Ig/Limfosit
Patogenesis
Penyakit
Hipersensitivitas
Urtikaria, asma,
syok
IgG, IgM
Ketidakcocokan
golongan darah
(transfusi)
Sitotoksik
tergantung antibody
(ADCC)
IgG, IgM
Penyakit serum,
glomerulonefritis
akut, SLE
Kompleks imun
Limfosit T
Tes Mantoux,
tuberkel
Tipe lambat
IgE
Anafilaktik
10
Sel Mast dan basofil (terutama sel Mast) memiliki reseptor FcRI yang berafinitas tinggi
terhadap porsi Fc IgE. IgE yang diproduksi massal tadi akan melekat pada permukaan sel
Mast. Antigen multivalen berikatan dengan beberapa IgE di sekitarnya, membentuk ikatan
silang (crosslink) antarreseptor. Ikatan ini mencetus transduksi sinyal, memicu perubahan
stabilitas membran, degranulasi mediator, serta pembentukan mediator baru oleh sel Mast.
Mediator yang berperan meliputi:
- Primer (preformed mediator
yang tersimpan dalam granul
sel Mast)
o Amin
vasoaktif,
khususnya
histamin.
Berefek kontraksi otot
polos,
peningkatan
permeabilitas
vaskular,
dan peningkatan produksi
mukus;
o Enzim, meliputi protease
netral (kimase, triptase)
dan
hidrolase
asam.
Menyebabkan kerusakan
jaringan, produksi kinin,
dan aktivasi komplemen;
o Proteoglikan, meliputi
heparin dan kondroitin
sulfat.
Berfungsi
menyimpan
amin
ke
dalam granul.
o Agen
kemotaktik,
meliputi
eosinophil
chemotactic factor (ECF)
dan
neutrophil
chemotactic factor (NCF).
- Sekunder (dipicu aktivasi
fosfolipase A2 dalam kaskade
asam arakidonat)
o Leukotrien. LC4, dan LD4 sebagai agen vasoaktif dan spasmogenik poten, LB4
sebagai agen kemotaktik untuk netrofil, eosinofil, monosit;
o Prostaglandin D, mediator yang paling banyak diproduksi. Menyebabkan
bronkospasme dan peningkatan sekresi mukus;
o Platelet-activating factor (PAF), menyebabkan agregasi platelet, pelepasan
histamin, bronkospasme, peningkatan permeabilitas vaskular, vasodilatasi,
rekruitmen netrofil dan eosinofil, juga dalam kadar tinggi mengaktifkan sel radang.
Produksi PAF diinduksi fosfolipase A, tetapi PAF bukan produk metabolisme asam
arakidonat.
Efek-efek mediator di atas terangkum dalam gambar berikut:
Jika antibodi terdeposisi di jaringan tetap (bukan di sel) seperti membran basal atau matriks
ekstraselular, terjadi inflamasi yang menyebabkan cedera jaringan. Deposit antibodi
mengaktifkan sistem komplemen, yang lalu menghasilkan:
Agen kemotaktik (terutama C5a) rekruitmen leukosit pelepasan substansi
proinflamasi (prostaglandin, agen kemotaktik, peptida vasodilator) dan enzim
lisosomal (protease, ROS) inflamasi dan cedera jaringan;
Anafilatoksin (C3a, C5a), berperan meningkatkan permeabilitas vaskular.
Penyakit yang didasari inflamasi ini antara lain glomerulonefritis (sindrom Goodpasture).
Sementara itu, patogenesis reaksi sistemik terbagi menjadi 3 tahap sebagai berikut:
Pembentukan kompleks imun. Sekitar 1 minggu setelah antigen masuk,
terbentuk antibodi spesifik yang lalu dilepaskan ke sirkulasi. Antibodi berikatan
dengan antigen yang masih ada di sirkulasi dan membentuk kompleks imun;
Deposisi kompleks imun. Predileksinya antara lain glomerulus, sinovial, pleksus
koroid, dan korpus siliaris. Kalau dilihat, semua lokasi tersebut mengandung banyak
kapiler dan terjadi filtrasi plasma untuk menghasilkan cairan. Dengan demikian,
kompleks imun pun mudah tersangkut di dinding vaskular. Saat kadar antigen dan
antibodi mencapai titik imbang dalam sirkulasi, presipitasi kompleks imun mencapai
puncak. Deposisi dipengaruhi pula oleh berbagai faktor lain, di antaranya ukuran
kompleks imun, muatan elektrik, afinitas jaringan, dan faktor hemodinamik.
Kerusakan jaringan. Sekitar 10 hari setelah antigen masuk, muncul reaksi radang
akut yang ditandai demam, urtikaria, arthralgia, pembesaran nodus limfe, dan
proteinuria. Secara patologi anatomis, ditemukan vasodilatasi, edema, dan nekrosis
yang didalangi komplotan fagosit, platelet, komplemen, dan faktor Hageman (faktor
XII dalam kaskade pembekuan darah).
Contohnya paling jelas terlihat pada penyakit serum akut.
12
Reaksi hipersensitivitas tipe III dibedakan menjadi bentuk akut jika disebabkan pajanan
antigen tunggal dalam dosis besar (misalnya pada penyakit serum akut dan
glomerulonefritis pascainfeksi streptokokus) serta kronik jika disebabkan pajanan antigen
berulang/berkepanjangan (misalnya pada SLE).
Membran basal glomerulus tampaknya merupakan lokasi favorit. Ayo kita tengok apa saja
yang bisa terjadi di sini:
Kalau kita lihat, antigen yang nantinya diikat antibodi itu bisa berasal dari jaringan sendiri
(contohnya pada sindrom Goodpasture), membentuk sistem imun dulu di sirkulasi baru
tersangkut, atau nancep di jaringan dulu baru diikat. Penyakit yang melibatkan glomerulus
dan dibahas di slide adalah glomerulonefritis akut (GNA) pascastreptokokal. Biasanya terjadi
1-3 minggu pascainfeksi streptokokus -hemolitik golongan A subtipe 1 dan 4 pada anakanak. Pemeriksaan serum ASTO (antistreptolisin titer O) meningkat, sedangkan kadar C3
menurun karena sudah banyak diaktivasi oleh kompleks imun menjadi C3a dan C3b.
Secara morfologis, DTH menunjukkan gambaran akumulasi sel MN (sel T CD4+ dan
makrofag) di sekitar venula (perivascular cuffing). Pada antigen persisten (>2-3 minggu),
infiltrat perivaskular didominasi (pooling) makrofag yang dapat mengalami perubahan
morfologis menjadi sel epiteloid. Familiar? Yap, kita sedang membicarakan inflamasi
granulomatosa dengan gambaran khasnya, granuloma.
Penyakit DTH yang ngetop, apa coba? Ya, tentu saja TB. M. tuberculosis merupakan
parasit obligat intraselular dalam makrofag. Antigennya adalah dinding lipid (mikosida) yang
berperan sebagai ajuvan kuat. Ia merangsang sel T untuk menghasilkan TNF dan IFN-
untuk merekrut monosit ke jaringan. Monosit di jaringan (alias makrofag/histiosit) lalu
membentuk sel epiteloid dan akhirnya membentuk granuloma seperti cerita di atas.
13
Lastly, kita punya reaksi sel T CD8+ yang menginduksi cell-mediated cytotoxicity.
Sel T sitotoksik yang tersensitisasi melepaskan kompleks mediator dari dalam granul.
Mediator tersebut antara lain perforin, granzim, protein serglisin, dan ligan Fas.
Perforin memfasilitasi pelesapan granzim dari kompleks. Granzim sendiri adalah protease
yang bertugas mengaktifkan kaspase sehingga menginduksi apoptosis sel target. Ligan Fas
adalah homolog TNF yang akan mengikat Fas pada sel target dan menginduksi apoptosis
juga. Di samping itu, sel T CD8+ juga menghasilkan sejumlah sitokin, terutama IFN-,
yang menginduksi inflamasi.
Keterangan :
I. ANTIHISTAMIN
Referensi:
1. Slide kuliah Imunopatologi dr. Endang SR.
2. Robbins edisi 10.
3. Abbas edisi 5.
--oOo---oOo------oOo---oOo------oOo---oOo------oOo---oOo------oOo---oOo------oOo---oOo-YAY selesai! Terima kasih kepada dr. Endang SR atas kuliahnya yang mencerahkan, juga
kepada teman-teman yang sudah meluangkan waktunya membaca. Semoga ilmunya
bermanfaat.
Mohon
maaf
atas
semua
kekurangan/kekeliruan.
Ditunggu
masukan/kritik/saran/koreksinya. Semangat di station selanjutnya!
[Oviliani Wijayanti]
14
kembali, contohnya histamin yang disimpan dalam sel mast dan basofil tadi. Sedangkan
histamine yang disimpan di sel epidermis dan mukosa usus mempunya turn over yang
cepat.
Sistem saraf
Kapan dilepas??
Yaitu jika ada reaksi imunologi, zat kimia dan proses fisik seperti mekanik termal, termal
atau radiasi. Contoh zat kimia yang bersifat antigenik sehingga merangsang pelepasan
histamin antara lain beberapa surface active agents, ex. Deterjen, garam empedu; racun
dan endotoksin; media kontras,morfin, tubokurarin dll. Sedangkan akibat proses fisik
contohnya dapat dilihat pada cold urticaria & solar urticaria. Pada beberapa orang,
pendinginan dapat menyebabkan kemerahan lokal, flare, gatal2 dan edema.
Efek Histamin
Kardivakular
Reseptor Histamin
Sekarang kita berbicara tentang reseptor histamin. Ada 4 tipe reseptor histamin yang
penjelasannya diringkas dalam tabel di bawah ini.
Otot Polos
Bronkus
Otot Polos
GIT
Otot Polos
Organ lain
Kelenjar
Eksokrin
Antihistamin
Sewaktu diketahui bahwa histamine memengaruhi banyak proses fisiologik dan
patologik, maka dicarikan obat yang dapat mengantagoniskan efek histamine.
1. Antagonis Reseptor H1(AH1)
2 Tipe
Generasi 1 sedating mempunyai efek sedative(menyebabkan ngantuk)
Generasi 2 nonsedating tidak menyebabkan ngantuk
Reseptor H1,H2, dan H3 termasuk golongan G-protein couple receptor. Pada otak,
reseptor H1 dan H2 terletak pada membrane pascasinaptik dan reseptor H3 terutama
prasinaptik. Sedangkan reseptor H4 masih terus dalam penelitian.
15
Indikasi
AH1 berguna untuk pengobatan simtomatik berbagai penyakit alergi, mabuk perjalan
dan kondisi lainnya, seperti terlihat pada tabel dibawah ini
Penyakit Alergi
Mabuk
Perjalanan
Gangguan
keseimbangan &
vertigo
Hipnosis
Common cold
Farmakokinetik
Setelah pemberian oral atau parenteral, AH1 diabsorpsi secara baik. Efeknya timbul
15-30 menit setelah pemberian oral(OOA=onset of actionwaktu yang dibutuhkan
mulai dari obat diminum sampai muncul efek yang diinginkan) ) dan mencapai kadar
maksimal setelah 1-2 jam(Tmaxwaktu yang dibutuhkan untuk mencapai kadar
maksimal di darah). Lama kerja obat AH1 generasi 1 setelah pemberian dosis tunggal
umumnya 4-6 jam sedangkan generasi 2 memiliki masa kerja yang lebih panjang,
sekitar 12-24 jam sehingga dapat diberikan hanya 1x/hari, ex: loratadin
(DOA=duration of action lama kerja obat). AH1 dimetabolisme terutama di hati oleh
enzim CYP3A4. AH1 disekresi melalui urin setelah 24 jam, terutama dalam
bentuk metabolitnya.
16
Rinitis alergi dan Urtikaria efektif terhadap alergi yang disebabkan debu,
tetapi kurang efektif terhadap alergi yang disebabkan debu banyak dan kontak
lama(kalau kronik: lebih refrakter terhadap AH1). AH1 juga dapat digunakan
untuk pengobatan urtikaria dan angioderma, kadang2 dapat unutk dermatitis
atopik(tapi menyebabkan ngantukemang dibikin ngantuk supaya ga garuk2),
dermatitis kontak, dan gigitan seangga
Pemberian AH1 saja tidak efektif dalam mengatasi asma bronkhial . AH1
dapat mengatasi asma bronchial ringan bila diberikan sebagai profilaksis
AH1 tertentu misalnya difenhidramin, prometazin, siklizin dan meklizin
dapat digunakan untuk mabuk perjalana udara, darat dan laut. Dahulu
digunakan skopolamin untuk mabuk perjalan berat dengan jarak dekat(kurang
dari 6 jam), tapi sekarang AH1 lebih banyak digunakan, karena efektif dengan
dosis relative kecil. Untuk mencegah mabuk perjalan sebaiknya diminum
setengah jam sebelum berangkat.
AH1 efektif untuk 2/3 kasus vertigo, mual dan muntah. AH1 dapat juga
digunakan untuk mengobati meniere dan gangguan vestibular lain.
Efek samping hipnosis terutama oleh AH1 golongan etanolamin digunakan
untuk hipnotik.
Antagonis AH1 generasi 1 yang mempunyai efek antikolinergik lemah dapat
mengurangi rinorea
Efek Samping
Efek samping yang paling sering ialah sedasi, yang justru menguntungkan pasien
yang dirawat di RS atau pasien yang perlu banyak tidur. Tetapi efek ini menggangu
bagi pasien yang memerlukan kewaspadaan tinggi(ex: supir bus, pilot).Tapi obat2
seperti : Cetirizine, loratadin, desloratadine, fexofenadine, terfenadine, tidak
atau kurang menimbulkan sedasi karena sulit menembus BBB. Efek samping lain
yang mungkin timbul ialah : mulut kering, sakit kepala, mual, muntah, nafsu makan
berkurang,dll. Sedian antihistamin topikal dapat menyebabkan alergi. Pada
wanita
hamil
:
obat-obat
seperti
hidroksizin,
feksofenadin,
dan
azelastinbersifat teratogenik, sedangkan yang nonteratogenik ialah:
klorfeniramin, difenhidramin, cetirizine, dan loratadin)
AH1
ternyata tidak hanya memblok reseptor histamin tapi juga reseptor
kolinergik, -adrenergik, dan serotoin sehingga menimbulkan berbagai efek samping
seperti yang dapat dilihat pada gambar di bawah ini
II. ADRENALIN
Adrenalin biasanya digunakan untuk pengobatan anafilaksis yang termasuk
kegawatdaruratan medisharus cepat ditangani dan tidak cukup hanya diberikan
dengan dengan antihistamin. Contoh:
- Karena pengeluaran histamin dan mediator lain(ex: serotonin dan leukotrien)
secara sistemik. Leukotrien(SRS-A) asma
- Vasodilatasi massifsyokkematian jika tidak ditangani segera
- Bronkokonstriksi asfiksia
Tatalaksana : kalau udah jumpa kondisi kayak gitu segera berikan Adrenalin 0,3-0,5
mg s.c
Interaksi Obat
Pemberian terfenadin atau astemizol dosis terapi bersama obat2 yang merupakan
inhibitor CYP3A4 seperti antifungal(ex: ketokonazol, itrakonazole) atau antibiotik
golongan
makrolid
(ex:eritromisin)
dapat
menghambat
metabolisme
terfenadin/astemizol
tersebut
sehingga
konsentrasinya
dalam
darah
meningkatterjadinya perpanjangan interval QT dan mencetuskan terjadinya aritmia
ventrikel(torsades de pointes) yang mungkin fatal. Karena interaksi yang
berbahaya tersebut ,maka terfenadin dan astemizol telah ditarik izin
pemasarannya dan digantikan dengan feksofenadin, yang merupakan hasil
karboksilasi terfenadin yang tidak toksik terhadap jantung.
Jika ingin meresepkan AH1 ini jangan lupa tanyakan apakah pasien peminum
alcohol atau tidak?? Sedang minum obat2 anxiolitik ga? hal ini penting karena
pemberian obat2 AH1 bersama dengan alcohol, obat sedative, hypnosis, dan anxiolitik
dapat menyebabkan peningkatan depresi SSP.
2.
3.
III. GLUKOKORTOKOID
Biasanya digunakan untuk reaksi hipersensitivas yang tidak berespon terhadap
AH1.
Contoh obat : Prednison, dexametasone, dll dibahas lebih lanjut di kuliah
V.
17
Reseptor 5-HT yang dikenal hingga saat ini adalah 5-HT1, 5-HT2, 5-HT3, dan 5-HT4.
Reseptor lainnya yang masih dalam penelitian adalah 5-HT5 hingga 5-HT7.
Sistem Saraf
Sistem
Pernafasan
Kardivaskular
Sistem GIT
Otot Skeletal
Obat yang akan dibahas kali ini hanya yang bekerja secara langsung(agonis/antagonis
reseptor serotonin). Sedangkan obat yang bekerja secara tidak langsung(bekerja pada
transporter,ex: fluoksetin, sertralin, dll) telah dibahas dalam obat2 psikotropika.
1. Agonis
18
Sumatriptan
Sumatriptan termasuk golongan Triptan(contoh lainnya: naratriptan, rizatriptan,
zolmitriptin), merupakan agonis reseptor 5-HT 1B/1D. Sumatriptan merupakan
obat golongan triptan yang pertama dikembangkan sebagai obat migren. Aktivasi
antimigren obat2 golongan triptan diduga berdasarkan efek vasokonstriksi
2. Antagonis
Ondansetron
Ondansetron ialah suatu antagonis 5-HT3 yang sangat selektif untuk pencegahan
dan pengobatan mual dan muntah yang berhubungan dengan operasi dan
pengobatan kanker dengan radioterapi dan sitostatika. Ondansetron juga
mempercepat pengosongan lambung, bila kecepatan pengosongan basal rendah.
Tetapi waktu transit saluran cerna memanjang sehingga terjadi konstipasi.
Ondansetron tidak selektif untuk pengobatan motion sickness.Efek samping :
konstipasi(keluhan umum), gejala lain sakit kepala, flushing, mengantuk, dll.
Siproheptadin
Siproheptadin merupakan antagonis AH1 dan serotonin(5-HT1) yang kuat.
Siproheptadin bermanfaat untuk pengobatan alergi kulit seperti dermatosis
pruritik yang tidak teratasi oleh histamin. Dapat juga digunakan untuk coldinduced urticaria. Efek samping yang paling menonjol ialah mengantuk.
Metisergid
Metisergid tidak hanya memiliki efek antagonis terhadap 5-HT2A dan 5-HT2C,
tetapi juga memiliki aktivitas agonis parsial di pembuluh darah dan di SSP. Obat ini
digunakan untuk mencegah serangan migren dan sakit kepala vascular lainnya.
Ketansiren
Ketansiren merupakan prototip golongan antagonis serotonin. Ketansiren
merupakan penghambat reseptor 5-HT2 dan 5-HT1C.
Jika merasa ada yang ingin menambahkan, mengkoreksi kesalahan atau bertanya
silahkan post di milist ya. Sekian dan terimakasih
[Nila Purnama Sari]
Teman-teman semua, selamat datang di kuliah Mikrobiologi pada modul Infeksi-Imunologi ini.
Pertama-tama saya mau meminta maaf dulu karena sejujurnya waktu kuliah saya sedikit mengantuk
jadi tidak memahami keseluruhan kuliahnya, tapi saya tetap berusaha sebaik mungkin untuk
mempersembahkan tentir ini kepada kalian semua. Selamat menikmati!
Sebelum masuk ke materi utama, ada baiknya kita belajar dulu nih istilah-istilah umum
yang sangat berkaitan dengan bahasan ini, yang mungkin sebenernya udah sering kita pake
sehari-hari.
Faktor virulensi: kemampuan yang dipunyain sama si mikroorganisme ini nih, yang
kelak bakal ngebantu dia buat interaksi dengan host, biar diizinin masuk ke si host,
nempel di sel-sel host, nyolong nutrisi punyanya si host, sampe kabur pas mau diusir
sama sistem imunnya host. Kira-kira kayak tamu gak diundang yang sikapnya
nyebelin banget gitu ya.
Udah siapkah masuk ke materi utama? Eitttss...sabar dulu ya. Ternyata, mikroorganisme itu
gak semuanya jahat! Kalo semuanya jahat, kita bakal gampang banget kena penyakit loh
temen-temen. Jadi, mikroorganisme yang ada di tubuh kita itu dibagi jadi tiga, yaitu:
Flora normal: nah, ini nih mikroorganisme yang baik. Dia punya fungsi
penting buat hostnya, misalnya E.coli yang ngebantu pencernaan makanan,
S.aureus di kulit yang ngebantu pertahanan kulit terhadap mikroba patogen, dan
lain-lain. Di bawah ini ada tabel flora normal berdasarkan tempatnya:
Mikroba harus bisa diisolasi dari host yang sakit dan ditumbuhkan di kultur
murni
Penyakit harus bisa menular kalo kultur murninya itu dipaparin ke host yang
sehat
Mikroba harus bisa recover kalo ketemu host yang udah pernah keinfeksi
Postulatnya pak dokter Koch ini udah dipake berpuluh-puluh tahun loh. Tapi seperti kata
orang peraturan dibuat untuk dilanggar, ternyata ada juga perkecualian buat
postulatnya nih. Apa aja yaa perkecualian itu? Silakan cek...
Karena masalah etik, postulat Koch ini nggak bisa sepenuhnya dibuktikan
di penyakit atau mikroba yang cuma nyerang manusia (ya iyalah, ada gitu
yang mau ditularin penyakit dengan sengaja?). Contohnya AIDS yang kalo nyerang
manusia dan monyet manifestasi klinisnya beda.
Suatu penyakit bisa aja baru nongol beberapa tahun setelah infeksi. Contoh?
Yaa, lagi-lagi si AIDS.
Nah tadi kan kita udah belajar tentang patogen nih. Ternyata, meskipun patogen ini bisa
bikin sakit hostnya, ternyata manifestasi klinis yang terjadi pada tiap host bisa
beda-beda loh. Ada variasi yang luas mengenai keparahan penyakit. Contohnya, liat aja
kalo lagi musim sakit dan satu angkatan kena flu. Ada yang bersin-bersin terus di kelas, ada
yang cuma nyedot-nyedot hidung, macem-macem deh. Padahal mikroba penyebabnya bisa
19
aja sama. Hal ini dikenal dengan nama the biologic response gradient. Nah, biologic
response gradient ini dipengaruhi banyak hal, yaitu dosis dan rute infeksi, umur, jenis
kelamin, keberadaan mikroba lain, status nutrisi, dan genetik.
(Taaa, kapan nih masuk ke bahasan utamanya?) Duh, sabar dikit yaa, ini bahasan terakhir
sebelum masuk ke patogenesisnya yang beneran kok. Jadi, infeksi itu sebelum berhasil
munculin manifestasi klinisnya di tubuh kita, harus ngelaluin berbagai macam proses dulu
nih. Ibaratnya artis Korea yang harus training bertahun-tahun dulu baru bisa debut. Nah,
prosesnya itu apa aja yaa? Yuk kita bahas satu-satu....
1. Entry
Entry adalah tahap ketika si mikroorganisme ini masuk ke tubuh. Rute masuknya
mikroorganisme macem-macem, bisa lewat kulit, membran mukosa (traktus GI atau
respi), plasenta, dan parenteral. Yang parenteral ini sebenernya bukan rute masuk
resmi, tapi rute masuk yang dibuat-buat. Misalnya, kalau kita nyuntik pake jarum yang
udah gak steril.
Berikut ini saya kasih tabel patogen yang masuknya lewat plasenta:
Pathogen
Condition in Adults
Toxoplasma
gondii
Toxoplasmosis
Treponema
pallidum
Syphillis
Listeria
monocytogenes
Listeriosis
Cytomegalovirus
Usually
asymptomatic
Parvovirus B19
Erythema
infectiosum
Abortion
Lentivirus (HIV)
AIDS
Immunosuppresion (AIDS)
Rubivirus
German measels
Cara masuknya si mikroorganisme ke dalam tubuh kita tuh ada dua. Ingress adalah
kalo makhluk kecil imut-imut ini masuknya karena dihirup atau ditelan. Mereka gak
akan masuk ke dalam jaringan, cuma nempel di permukaan mukosa aja.
Sedangkan disebut penetration kalo masuknya dengan nerobos barrier epitel.
Nah, kok si barrier epitel ini bisa rusak? Oh, ternyata karena gigitan serangga, kulit
yang robek, atau invasi. Kalo pada mikroba yang masuknya lewat penetrasi ini, dia
biasanya butuh interaksi dengan reseptor spesifik di sel host.
20
2.
3.
Tadi kan sempet disebut juga tentang reseptor di sel host. Nah, reseptor itu dibikinnya
dari apa sih sebenernya? Ups, ternyata dia adalah suatu glikoprotein yang
mengandung molekul gula, kayak galaktosa dan mannosa (tapi jangan coba dimakan
yaa). Meski dibilang reseptor spesifik antigen, mereka sesungguhnya reseptor baik yang
punya fungsi vital di tubuh. Tapi karena pengaruh si antigen jahat, mereka pun ditarik ke
pihak yang salah, akhirnya jadi reseptor buat agen infeksius deh T__T. Reseptor-reseptor
ini biasanya adanya cuma di sel-sel tertentu, yang unik buat masing-masing
infeksi, misalnya N.gonorrhoeae punya adhesin di fimbriae-nya yang bisa nempel di sel-sel
yang melapisi dinding vagina dan uretra. Cara buat ngelepasin reseptor dari si
mikroorganisme ini adalah dengan ngilangin kemampuannya buat bikin ligan, entah
dengan mutasi genetik atau karena paparan zat fisik/kimia tertentu. Kalo udah kayak gini,
jadi harmless deh.
Ada beberapa bakteri patogen yang nggak langsung nempel ke sel host, tapi interaksi satu
sama lain membuat sticky web yang terbuat dari bakteri dan polisakarida yang disebut
biofilm, yang kemudian bakal nempel di permukaan sel host. Contohnya, plak di gigi.
Patogenesis Infeksi Bakteri
Naaah, akhirnya masuk juga ke materi inti yang kita tunggu-tunggu! Di sini, kita bakal
berteman baik dengan seseorang bernama faktor virulensi. Udah disebutin kan di awal,
faktor virulensi itu yang memungkinkan mikroorganisme bisa ngelakuin tugasnya sebagai
patogen di tubuh manusia. Yuk, daripada kebanyakan cuap-cuap kita langsung cau aja.
1. Adhesi/penempelan
Adhesi atau penempelan adalah proses si bakteri ini nempelin dirinya sendiri ke
sel. Buat ngelakuin itu, dibutuhin faktor adhesi. Faktor adhesi ini ada dua, yaitu
struktur yang terspesialisasi dan ligan. Struktur terspesialisasi contohnya
adhesion disk di protozoa, batil pengisap, dan hook di helminthes. Sedangkan
ligan itu adalah lipoprotein dan glikoprotein permukaan, contohnya adhesin di
bakteri dan attachment protein di virus.
Karena sekarang kita lagi ngebahas patogenesis infeksi bakteri, ya kita bahasnya
faktor adhesi yang di bakteri dong. Nah, adhesin di bakteri bisa beda-beda tergantung
si bakteri ini gram negatif apa positif. Kalau negatif, faktor adhesinya antara pili
2.
3.
4.
5.
6.
(fimbriae), protein permukaan invasin, dan kapsul. Gram positif bisa punya
kapsul juga, tapi protein permukaannya namanya fibronektin.
Enzim ekstraseluler
- Hialuronidase dan kolagenase: mendegradasi molekul spesifik biar bakteri
bisa masuk ke jaringan yang lebih dalam.
- Koagulase: dia bikin darah ngendep, dengan harapan si bakteri bisa ngumpet di
dalam bekuan darah.
- Kinase: ada staphylokinase dan streptokinase yang fungsinya mencerna bekuan
darah. Mungkin kalo situasinya udah aman, bakterinya dilepasin dari tempat
persembunyiannya ya.
Toksin
Toksin ada dua, yaitu eksotoksin dan endotoksin. Eksotoksin terdiri atas
sitotoksin yang ngebunuh sel host secara umum atau ngerubah fungsinya,
neurotoksin yang kerjanya di sel saraf, dan enterotoksin yang kerja di sistem GI.
Kalo endotoksin itu berupa lipid A, yaitu bagian lipid di lipopolisakarida membran sel.
Untuk gambar-gambarnya, silakan liat sendiri di slide karena entah kenapa jadi
corrupt di laptop saya.
Faktor antifagosit
- Kapsul: disusun dari material yang emang secara normal ditemuin di tubuh,
contohnya polisakarida. Si kapsul ini gak memicu sistem imun.
- Zat kimia antifagosit: dia fungsinya buat mencegah fusi antara lisosom
dan vesikel fagositik, biar si bakteri masih bisa hidup di antara sel-sel fagosit.
Contohnya S.pyogenes punya protein M yang mencegah fagositosis dan ningkatin
virulensi.
Faktor invasi
Faktor invasi adalah mekanisme yang memungkinkan si bakteri menyerang
jalan masuk ke sel eukariot di permukaan mukosa. Beberapa faktor invasi tuh
dipunyain sama bakteri yang intraseluler obligat, tapi sebagian besar intraseluler
fakultatif. Tapi faktor spesifik di permukaan sel bakteri yang memperantarai invasi
belum diketahui secara pasti.
Siderophore
Siderophore itu molekul yang diproduksi bakteri buat ngambilin zat besi dari
hostnya. Soalnya semua organisme, gak terkecuali si bakteri, butuh banget zat besi
buat pertumbuhan dan metabolisme! Pengikatan zat besi ke siderophore ini
kuat banget, sampe zat besi yang udah diiket sama transferrin atau lactoferrin bisa
ditarik sama bakteri. Di bawah ini ada gambaran gimana bakteri dan hostnya rebutan
zat besi:
Sekarang kita masuk ke bahasan kedua terakhir dari patogenesis infeksi bakteri, yaitu
imunopatogenesis. Nah, apa sih si imunopatogenesis ini? Ups, ternyata gejala yang muncul
pas terjadi infeksi bakteri itu gak cuma dari bakterinya doang loh. Bisa juga karena respon
imun dan peradangan yang dipicu si bakteri. Contohnya bisa kita lihat di bawah ini:
Endotoksin: protein fase akut yang bisa nyebabin sindrom yang mengancam
nyawa, terkait sepsis dan meningitis.
Protein M di S.pyogenes itu mirip banget sama jaringan di jantung, jadi dia
berinteraksi dengan antibodi antiprotein M dan bikin kerusakan jantung.
21
Type of Infection
Respiratory Tract
Microbial Evasion
Mechanism
Host Defenses
Examples
Mucociliary clearence
Adhere to epithelial
cells, interfere with
ciliary action
Influenza
pertusis
Alveolar macrophage
Replicate in alveolar
macrophage
Legionella, M.tbc
Intestinal tract
Adhere to epithelial
cells, resist acid, bile
Rotavirus,
Salmonella, Poliovirus
Liver
Kuppfer
cells
endothelial cells
Localize in sinusoid,
bypass Kupffer cells
and endothelial cells
Hepatitis virus
and
Reproductive tract
Adhere
urethral/vaginal
epithelial cells
to
Gonococus,
Chlamydia
Urinary tract
Adhere
urethral/epithelial
cells
to
E.Coli
Central
System
Nervous
virus,
Polyomavirus
Bacterial meningitis,
viral encephalitis
22
Pasien yang berisiko kena infeksi jamur antara lain pasien dengan gangguan imun, infeksi
HIV, leukopenia, abis dapet donor organ, terapi kanker, penggunaan obat antimikroba
spektrum luas, sama obat imunosupresan dan terapi steroid.
Ketemunya si fungi dengan kita gak boleh sembarangan loh, ada dua mekanisme yang
harus dipatuhi. Kalau mekanisme eksogen, si funginya hidup bahagia di lingkungan,
dan karena satu dan lain hal masuk deh ke tubuh manusia. Sedangkan mekanisme
endogen itu sumbernya dari flora normal.
Nah, sekarang kita ngomongin nih tentang gimana si fungi bisa masuk ke tubuh kita.
Sebenernya tubuh kita punya innate immunity yang bagus banget loh buat
ngelawan si fungi. Makanya itu, sebagian besar infeksi jamur biasanya ringan dan selflimiting. Tapi kalo ada keadaan tertentu, misalnya gangguan keseimbangan flora
normal dan kerusakan barrier karena trauma atau benda asing, si fungi ini bisa
masuk dengan bebasnya ke tubuh kita, dan akhirnya bikin infeksi deh
Kalo si fungi udah dengan bebasnya masuk ke tubuh hostnya, apa yang akan kita lakukan?
Ups, tadi kan udah dibilang kalo innate immunity di badan kita bagus banget (siapa yang
udah lupa hayoooo?). Jadi, si neutrofil dengan enaknya bisa fagosit dan ngebunuh
fungi. Tapi kalo funginya kegedean jadi gabisa langsung dimakan, gimana dong? Fungi
yang udah masuk kan gabisa dipotong-potong ya? Akhirnya si sel-sel fagosit baris deh
di permukaan hifa, terus ngeluarin enzim lisosom buat ngerusak fungi. Eh, gimana
dengan imunitas adaptif? Perannya ternyata dikit doang. Sel T cuma gerak kalo funginya
persisten di dalam makrofag dan ga bisa dibunuh.
Parahnya kerusakan yang dihasilkan si fungi ini tergantung ukuran inokulum, virulensi,
kemampuan multiplikasi, dan adekuat/nggaknya pertahanan host.
Nah, sekarang kita ketemuan lagi deh sama teman baik kita selama di patogenesis infeksi
bakteri, yaitu faktor virulensi! Sebenernya saya agak bingung kenapa namanya faktor
virulensi, kenapa kalo di bakteri namanya gak faktor bakterilensi dan kalo di jamur faktor
fungilensi? Tapi yah bukan salah bunda mengandung (lupakan) jadi kita langsung masuk
aja ke faktor virulensinya si jamur apa aja....
1. Phenotypic switching
Phenotypic switching itu bagian tak terpisahkan yang sangat penting buat si jamur,
terkait kemampuannya buat beradaptasi terhadap perubahan lingkungan pas dia
nginvasi manusia. Dia bisa loh ngubah morfologi, komponen permukaan sel,
penampakan koloni, komponen biokimia, dan metabolisme, jadinya dia lebih virulen
dan efektif deh infeksinya. Nah, phenotypic switching itu bisa beda-beda tergantung
sama spesies jamurnya, jadi kita liat dulu yukk...
- Candida albicans
Tadinya, si kandida ini punya koloni yang warnanya putih, oval, dan licin
(mungkin mirip sama yang kita liat di praktikum ya). Tapi kalo fenotipnya berubah
gini, koloninya jadi abu-abu dan kasar. Kenapa ya dia bisa berubah gini?
Ternyata, itu gara-gara sel yang opak ngehasilin aspartyl proteinase 1 dan
3 yang kurang virulen, sedangkan sel yang putih ngehasilin aspartyl
proteinase 2, jadi lebih virulen. Emang sih virulensinya nambah, tapi akibatnya
jadi jelek gitu ya penampilannya. Nah, kenapa dia bisa berubah gini? Diduga sih
gara-gara rearrangement kromosom dan regulasi SIR2-like (like a sir).
- Cryptococcus neoformans dan aspergillus fumigatus
Mereka bikin melanin warna abu-abu, coklat, atau item buat ngelindungin diri
mereka sendiri dari sinar UV, temperatur yang ekstrim, dan lain-lain.
2.
3.
4.
nutrisi dan kerusakan jaringan. Fosfolipase juga punya peran lain yaitu
ningkatin adhesi ke epitel paru-paru.
-
5.
6.
Morphological dimorphism
Kemampuannya si fungi buat berubah-ubah morfologinya, dari yeast yang
uniseluler ke bentuk filamen namanya hifa dan pseudohifa. Canggih ya, berasa
power rangers gitu. Dan lagi-lagi ini dilakuin fungi buat melindungi diri dari godaan
setan yang terkutuk kondisi lingkungan kayak suhu lebih dari 37 C, pH > 7,
konsentrasi karbon dioksida 5,5%, dan adanya serum atau karbon yang
menstimulasi pertumbuhan hifa.
Adhesi dan molekul adhesi
Adhesi ini intinya sama sih kayak di bakteri, jadi gimana si fungi bisa nempel ke sel,
jaringan, atau proteinnya host, terus nyebar deh di dalem tubuh hostnya. Contohnya
si C.albicans yang punya reseptor di permukaan dinding selnya buat adhesi ke
sel epitel, endotel, protein serum, dan matriks protein ekstrasel. Dia juga bisa nempel
ke berbagai substrat superfisial dengan ngebentuk biofilm.
Enzim hidrolitik
Enzim hidrolitik ini contohnya protease, lipase, dan fosfolipase. Enzim-enzim ini
punya peran selain buat nutrisi juga bikin kerusakan jaringan, nyebar di dalam
tubuh manusia, ngambil zat besi dan ngelawan sistem imun host, sama
berkontribusi juga buat patogenisitas si fungi. Enzim hidrolitik yang dipunyain
masing-masing fungi bisa beda-beda loh. Apa aja yaa?
- C.albicans
Kandida punya fosfolipase buat hidrolisis ester atau gliserofosfolipid,
lipase buat hidrolisis ikatan ester mono-/di-/tri-asilgliserol, dan secreted
aspartyl proteinase (SAP). SAP ini punya keluarga loh, terdiri atas ayah, ibu,
dan anak sepuluh gen berbeda, SAP1-SAP10 yang tugasnya mengkode enzim
dengan fungsi dan karakter yang sama, tapi komponen molekulernya beda.
C.neoformans
C.neoformans punya enzim protease dan fosfolipase yang berperan buat
7.
A.fumigatus
A.fumigatus punya enzim serin dan aspartic protease, metallo-proteinase,
Yaaak, akhirnya selesai juga deh bahasan kita tentang patogenesis infeksi bakteri dan
jamur. Maaf yaa karena saya kebanyakan ngopas slide. Selamat belajar!
[Ayesya Nasta Lestari]
23
Kalo udah ngerti tahap-tahapnya, apa lagi nih yang penting? Ada beberapa hal yang
penting namun sering dianggap spele, yaitu:
Jumlah pengambilan spesimen, metode transportasi dan alat pemeriksa
yang adekuat. Ini perlu diperhatikan, soalnya kalo salah-salah, hasil pemeriksaan
bisa gak valid.
24
A.
Komunikasi antara klinisi, perawat, sampe orang di lab juga harus efektif.
Biar ga terjadi kesalahan.
Pengetahuan petugas-petugas yang terlibat dalam pemeriksaan mikro ini.
Misalnya kurir spesimen yang ga tau kalo spesimen dari CSF itu harus cepet-cepet di
kirim ke lab, terus dia santai-santai jadi telat. Ini bisa bikin hasilnya jadi invalid dan
merugikan pasien.
PENGAMBILAN SPESIMEN
Pengambilan spesimen itu ada beberapa ketentuan, yaitu:
i)
fase akut misalnya ngambil di darah pas fase akut (demam), karena
bakterinya lagi banyak.
ii) sebelum terapi antibiotik kalo setelah antibiotik, kumannya udah banyak
yg ilang.
iii) tempat anatomis pengambilan spesimennya bener contohnya, kalo
jelas2 ada pasien sepsis dengan gejala klinis demam dan fistula di anus, berarti
ambil spesimennya di darah dan di fistula, bukan urin. Kan doi ga ada gejala ISK.
iv) teknik pengambilannya bener misalnya ada luka yang ditutupi pus,
ambilnya jgn pus doang, tapi dasar lukanya juga hrs keambil. Di pus itu ga ada
apa2nya soalnya.
v) kuantitas spesimen yang adekuat jumlah spesimen juga harus pas, kalo
ga malah ga bisa diperiksa.
vi) kontainernya yang sesuai cek dulu spesimen terkait butuh kontainer kyk
gimana, apa perlu yang sterile ato yang kering dan bersih aja cukup.
vii) transportasi yang sesuai ga boleh lama2, umumnya sih kalo nganter
spesimen ke lab itu harus di bawah 2 jam dalam suhu ruang.
viii) data-data penulisan informasi ini merupakan hal yang penting, dengan
begitu spesimen ga akan tertukar, dokter yang meriksa juga jelas, daninformasi
seperti gejala klinis dan riwayat antibiotik sangat membantu orang-orang di lab
dalam menjalankan pemeriksaan mikro.
a. Identitas pasien: nama ,umur, jenis kelamin, nomor kamar
b. Identitas klinisi: nama, alamat, nomor telepon
c. Spesimen: jenis, sumber, waktu pengambilan
d. Gejala klinis
e. Riwayat penggunaan antibiotik
f. Uji lab yang dibutuhkan
Selalu kasih instruksi gimana cara ambil spesimen yang benar. JANGAN
berasumsi kalo pasien udah tau. Walaupun ada poster instruksi (misalnya di toiletnya),
kita harus jelasin.
Berikut ini adalah beberapa poin tentang pengambilang spesimen:
Spesimen urin
o Kalo orangnya mampu midstream / clean catch
o Kalo ga bisa puncture supra pubic ato kateter juga bole
o Kalo bayi bisa pake urine collection bag, di tempelin di perineum-nya (ada di
gambar slide no. 10)
Swab
o Biasanya untuk spesimen di: traktus respiratorius, telinga luar, traktus genital, dan
mata.
o Ujung swab dapat berupa: kapas (tapi ini bisa bersifat toksik pada beberapa
bakteri) atau dacron (polyester).
o Dapat mengambil sebanyak 150 L.
o Kelemahan: kalo ga cepet2, bisa kering dan bakterinya keburu mati.
(terutama bakteri anaerob)
o Kalo untuk luka sebaiknya jgn swab, tapi aspirat atau biopsi aja.
o Media transport harus dipilih dengan cermat untuk mencegah kematian
mikroba.
Spesimen pada traktus respiratorius
o Dapat berupa sputum (ajarin pasien gmn caranya dapetin sputum, jgn sampe
cuman ngeludah doang), swab tenggorok, bronchial washing, bronchoalveolar
lavage, aspirasi tracheal, etc.
Spesimen genital
Cewek:
o Pengambilan harus dilakukan oleh petugas ahli (ga ada cerita nyuruh pasien
ambil swab dari cervix nya sendiri, lulz bgt itu)
o HARUS pake speculum, TANPA lubrikan
o Tahap: 1) bersihin dulu mukus2 yang berlebih, 2) ambil spesimen di endocervix
pake swab kayak pas kkd.
Cowok:
o Masukkan swab ke dalam sekitar 2-4 cm dari orificium urethrae externa, lalu putar
swab nya selama 2-3 detik, baru tarik dan letakkan spesimen di media transport.
Lesi HSV
o Yang harus di ambil adalah cairan di dalam papulnya, jgn swab permukaan
papulnya doang.
Tapi ada beberapa yang di suhu ruang juga cukup, misalnya: abses, lesi, luka, cairan
tubuh, CSF untuk bakteri, telinga dalam, genital, nasal, tenggorokan, jaringan.
B.
Kalo memang lebih dari 2 jam, umumnya harus di suhu dingin, terutama spesimen
berikut: CSF untuk virus, telingan luar, feses, sputum, urin.
SPESIMEN DARAH
Untuk spesimen darah, di pisah sama spesimen yang lain, soalnya bagian ini sangat di
tekankan oleh dr. Anis dan bahasannya juga agak lebih banyak.
Oke, yang pertama harus diingat adalah: spesimen darah untuk pemeriksaan kultur itu sulit,
hanya sekitar 30% yang memberi hasil (+) dan sisanya () dan kemungkinan besar itu
negatif palsu
Faktor apa aja yang mempengaruhi kesuksesan pemeriksaan mikrobio dengan spesimen
darah?
25
Bagi spesimen darah tsb buat jadi 2-3 tabung (karena keperluaan pemeriksaan
yang berbeda-beda, missal: pemeriksaan jenis mikroba & pemeriksaan kerentanan
antibiotik)
Waktu kultur spesimen
Intepretasi
Antikoagulan
Untuk pengambilan spesimen darah, jangan pernah lupa antikoagulan. Tentunya berguna
agar darahnya ga menggumpal, kalo menggumpal, bakterinya sembunyi di gumpalan
tsb.Antikoagulan-nya apa yang oke? SPS (sodium poluanethol sulfonate). Yang lainlain misalnya heparin, EDTA dan citrate juga bisa tapi ga dianjurkan.
PENTING!!!
Kalo ada orang datang, demam karena bakterimia, terus kita ambil darahnya. Ini cukup ga
sih? TIDAK!
Orang yang bakterimia itu pasti punya suatu sumber di tubuhnya yang menyebabkan
bakteri bisa masuk ke sirkulasi. Misalnya orang yang mengidap fasciitis nekrotik dapat
mengalami bakterimia karena si bakteri bikin lesi parah di jaringan otot fascia dkk sehingga
bakteri dapat masuk ke sirkulasi. Jadi, kalo ada orang yang bakterimia, spesimen yang
harus di ambil ada dua yaitu darah DAN lokasi sumber bakteri (dalam kasus ini,
biopsi jaringan otot/fascia).
C.
PENOLAKAN SPESIMEN
Harus dicamkan bahwa penolakan spesimen oleh orang lab adalah bukan suatu
pelecehan terhadap klinisi yang bersangkutan. Penolakan ini adalah semata-mata demi
validitas pemeriksan mikrobio, yang ujung-ujungnya untuk pasien juga, biar hasilnya dapat
membantu terapi, BUKAN karena si orang lab mau ngerjain dokternya.
D. INVESTIGASI MIKROBIOLOGI (TESTING)
Investigasi laboratorium mikrobiologi dapat berupa
- Pemeriksaan mikroskopik
Pewarnaan Gram
1) dapat menentukan ada bakteri ato ga
2) kalo ada, jenis bakterinya apa
3) dapat digunakan untuk hitung jumlah bakteri
- Kultur
- Tes kerentanan antimikroba
- Serologi (antigen & antibodi)
- Molekular (asam nukleat)
E.
(*) Kalo pada bayi ga perlu ambil darah banyak-banyak soalnya ada > 1000 CFU
(colony forming unit) bakteri /mL.
Kalo di dewasa cuman < 30 CFU/mL makanya jumlah spesimennya harus banyak.
26
POST-ANALYTICAL PHASE
Final stage dari pemeriksaan mikro adalah post-analytical, yang terdiri dari komponenkomponen berikut:
Transkripsi dan intepretasi hasil
Pengiriman hasil
Review hasil*
Tindakan yang diambil berdasarkan hasil
(*) Hasil pemeriksaan perlu ditinjau lagi soalnya kadang-kadang ada bakteri yang dilaporin
padahal sebenernya itu flora normal. Misalnya: ternyata ditemukan Streptococcus viridans
dari spesimen traktus respiratorius atas, berarti dokternya ga perlu kasih antibiotik soalnya
itu adalah flora normal di traktus respi atas.
Terus kalo ternyata dari spesiemen ditemukan keberadaan bakteri-bakteri lain, coba
cek ulang, kemungkinan besar spesiemennya udah terkontaminasi, jadi hasilnya ga
valid.Tapi kita harus cek juga status imunitas pasien. Kalo pada pasien-pasien
immunocompromised, sering memiliki berbagai jenis bakteri di spesimen2 dari tubuhnya.
Kalo di temukan Streptococcus grum B pada wanita hamil, mau berapa pun jumlah
CFU/mL nya, harus dilaporkan, soalnya bisa berdampak bahaya pada fetus.
Kalo pada pasien wanita ditemukan Streotococcus grup be sebanyak >50 CFU/mL
juga harus dilaporkan.
Harus dari dua sumber yaitu darah dan lokasi sumber penyebaran bakteri. Bakteri
patogen umumnya ditandai oleh hasil yang merujuk pada satu jenis bakteri pada
kedua hasil. Tapi kalo hasilnya menunjukkan ada dua bakteri yang berbeda,
umumnya menandai adanya kontaminasi.
Jangan lupa juga kenali hasil-hasil yang aneh menggunakan obat-obat indikator,
contohnya:
o MRSA (methicillin resistant Staphylococcus aureus) itu resisten terhadap
-lactam, jadi kalo hasilnya ternyata rentan, berarti pemeriksaannya ngaco.
o Bakteri ESBL (Extended Spectrum -lactamases) resisten terhadap
cephalosporin, ini juga kalo ternyata hasilnya rentan, berarti juga salah.
o Neisseria gonorrhoeae sudah mulai menunjukkan penurunan kerentanan
terhadap fluoroquinolones, jadi sebaiknya pake obat yang lain aja ya.
MDRO (multiple drug resistant organism) yaitu bakteri yang resisten terhadap 1 atau
lebih golongan agen antimikroba, contohnya adalah:
o MRSA
o VRE vancomycin resistant enterococcus
o Bakteri Gram negatif: ESBL, Pseudomonas aeroginosa, etc.
o MDRSP multi drug resistant Streptococcus pneumoniae
o Lain-lain (coba cek slide kuliah no. 47 ya)
27
IMUNOSUPRESAN
Imunosupresan adalah kelompok obat yang digunakan untuk menekan respons imun
Yeeee selesai~ Oke kalo misalnya ada kesalahan pada tentir ini, harap langsung segera
diumumin di milis ya Selamat belajar!
[Zahra Suhardi]
o Efek kerja dan sampingan pada berbagai sistem organ, terutama pada dosis
besar jangka panjang:
Respon inflamasi dan imun mudah kena infeksi (ini doang
sebenarnya yang penting)
28
Sistem cerna:
Deposisi glikogen hati + glukosa keluar dari hati + glukoneogenesis
+ utilisasi glukosa glukosa darah drastis diabetes mellitus
Katabolisme protein muscle wasting, hambatan pertumbuhan
Katabolisme tulang osteoporosis
Asam lambung ulkus peptikum
Sistem renal-adrenal:
Reabsorbsi Na+ retensi natrium diikuti air hipertensi, edema,
4.
5.
Antibodi Imunosupresif
Antibodi Poliklonal (ATG: Anti Thymocite Globulin)
o Mekanisme kerja: berikatan dengan permukaan sel T (CD 2,3,4) jumlah dan
fungsi kerja limfosit
Antibodi Monoklonal (Muromonab CD3 Anti CD3, OKT3)
o Mekanisme kerja: berikatan dengan CD3 (spesifik) kegagalan pengenalan
antigen.
Basiliximab dan Daclizumab
o Mekanisme kerja: pengikatan IL-2 ke limfosit yang teraktivasi aktivasi dan
proliferasi sel T
buffalo hump
Kontraindikasi:
o Absolut tidak ada
o Relatif (boleh, tapi harus sangat hati hati, dan jangan sampai jangka panjang
dosis tinggi) DM, ulkus saluran cerna, infeksi berat.
2.
Efek Samping umum: Toksisitas (ginjal, saraf, hati), gangguan GIT (mual, muntah)
Efek Samping lain per obat:
29
Immunoglobulin Rh
o Farmakokinetik: diberikan intramuskular pada ibu 24 72 jam setelah persalinan
agar sirkulasi ibu bersih dari sel darah merah bayi.
o Mekanisme kerja: antibodi spesifik untuk antigen permukaan eritrosit bayi.
o Indikasi: ibu RH dengan anak Rh +, agar tidak terbentuk antibodi terhadap
RH+ sehingga kalau anak ke 2 Rh+ lagi tetap aman.
o Sekilas info: Kenapa ya Rh bahaya kalau beda sedangkan golongan darah beda
santai aja? Karena ternyata Rh itu Ig G dan nembus plasenta, kawan kawan,
dan golongan darah itu Ig M, jadinya aman dan ga nembus plasenta.
IMUNOSTIMULAN
Jadi, mekanisme kerja umumnya adalah meningkatkan fungsi sistem imun pada orang yang
mengalami imunokompresi, misalnya pada AIDS, infeksi kronik, maupun keganasan.
Namun, hingga saat ini, masih belum jelas efeknya, terlihat dari hasil kerjanya yang juga
masih lemah dan sifatnya yang non spesifik pada sel atau antibodi tertentu.
1. Isoprinosine
Mekanisme kerja : Meningkatkan fungsi sel NK, limfosit T, dan monosit.
2. Levamisole
Mekanisme kerja : Meningkatkan kerja imunitas selular
Indikasi
: Kanker kolorektal dan penyakit Hodgkin
Efek samping
: Agranulositosis
3. Sitokin
IL-2 (faktor pertumbuhan sel T)
o Mekanisme kerja: Aktivasi proliferasi dan diferensiasi sel T sitotoksik, T helper,
sel B, makrofag.
o Efek samping: Myelosupresi, hipotensi berat, edema paru, nefrotoksisitas.
Interferon (,,)
o Indikasi
: Melanoma, Leukemia mielositik kronik, sarcoma Kaposi, infeksi
HCV kronik
o Efek samping: Myelosupresi, demam, menggigil, myalgia, depresi
Colony Stimulating Factors (CSF) Stimulating: akhiran -stim
o Granulocyte CSF, filgrastim cegah neutropenia akibat kemoterapi
o Granulocyte-Macrophage CSF, sagramostim mempercepat penyembuhan
setelah pencangkokan sumsum tulang.
ANTIPIRETIK
Mudah ditebak dari namanya, antipiretik berarti obat untuk menurunkan suhu pada orang
yang demam. Tapi, kalau dipakai ke orang normal, kerjanya ga efektif sehingga suhunya
ga bakal turun.
Mekanisme umum kerjanya adalah dengan memblok endotel hipotalamus untuk
mensekresikan prostaglandin, tepatnya PGE2. Adapun proses penghambatan ini dapat
30
lagi
judulnya
sama,
mencegah
terbentuknya
PGE2.
Antipiretik yang umum
dipakai ada 4, yaitu:
1. Aspirin
Farmakodinamik
o Komponen penyusunnya asam asetil salisilat
o Mekanisme kerjanya blok sintesis PGE2
Farmakokinetik
o Absorbsi
: berlangsung baik
o Metabolisme : di hati, hidrolisis asetil, jadinya bentuk asam salisilat
Dosis sebagai antipiretik:
o Anak
: 10 mg/ kg BB tiap 4 6 jam (maksimal 3,6 gr/ hari)
o Dewasa
: 325 650 mg tiap 4 6 jam
Obat Over the Counter (melewati serangan balik, boong deng: obat yang dijual
bebas tanpa perlu resep)
Efek Samping:
o Gangguan GI tract: nyeri abdominal, mual, dyspepsia, ulkus lambung /
duodenum, diare
o Inhibisi agregasi platelet darah jadi encer perdarahan jadi lebih lama
o Sindrom Reye ini jarang banget sebenarnya, biasanya terkena pada anak
yang dikasih aspirin tapi juga sedang terinfeksi virus koma, kejang, edema
serebral, gagal organ dan kematian.
Intoksikasi: salicylism, berupa muntah, hiperventilasi, vertigo, gangguan
pendengaran, dan tinnitus tinnitus biasanya muncul bila kadar asam salisilat di
plasma mencapai 200 450 g/ml (dosis normalnya kalau dipakai jadi aspirin 60
g/ml).
2.
Ibuprofen
Derivat asam propionat
Dibandingkan aspirin: Efek analgesik dan antipiretik sama, tapi antiinflamasi lebih
jelek, efek samping di GIT lebih lemah
Obat bebas
3.
4.
Yap, demikianlah tentir kali ini. Cenderung copas slide dan hanya sedikit tambahan dari
dosennya(yang cenderung baca slide) ataupun beberapa pustaka karena menurut saya
slide pun sudah cukup menyiksa. Hmm, farmako.. ga bisa berkata banyak selain
hafalkanlah.
[Lutfie]
Jadi, apa itu demam? Demam merupakan respons tubuh fisiologis terhadap suatu
keadaan abnormal (penyakit, baik akibat infeksi maupun non-infeksi) yang ditandai dengan
kenaikan suhu tubuh di atas suhu tubuh normal akibat stimulasi pirogen (senyawa
peningkat suhu) yang merangsang pusat regulasi suhu tubuh di hipotalamus. Untuk
memahami demam diperlukan pemahaman bagaimana tubuh mengendalikan
temperaturnya.
Mekanisme Termoregulasi
Tubuh manusia telah diciptakan dengan mekanisme penghasil kalor dan pembuangan kalor.
Mekanisme termoregulasi ini bermanfaat untuk menjaga suhu tubuh manusia dalam
rentang fisiologis. Sumber panas bagi tubuh dapat berasal dari produksi internal (misal:
metabolisme bahan makanan) serta lingkungan eksternal (panas udara luar). Sementara itu
keluaran panas menuju lingkungan luar membuang kalor di dalam tubuh. Keseimbangan
kedua proses ini menentukan kandungan kalor tubuh total, yang secara langsung
berkorelasi dengan suhu tubuh (core temperature).
Suhu tubuh normal: 36,2 37,7 OC, menampilkan variasi diurnal (paling rendah
pagi hari, cenderung meningkat di sore-malam hari). Variasi diurnal terjadi akibat
adanya siklus hormonal seperti katekolamin dan hormon-hormon metabolik lain.
Karena adanya variasi diurnal demam adalah suhu >37,2OC di pagi hari atau>37,7OC
di sore hari.
Hipotermia: <35OC
32
Contoh Agen
Mikroba
Toksin mikroba
Sisa hancuran
mikroba
Komponen imun
dan sitokin
Obat
Tumor
Pola Demam
Tipe
Intermiten
Remiten
Relaps
Bifasik
Kontinu
Penjelasan
Contoh
dari catatan penulis melalui ucapan lisan dr. Khie Chen, dikatakan bahwa relaps dapat
dikatakan jika setelah suhu meningkat, terjadi fase penurunan suhu hingga mencapai
normal dan bertahan minimal 2 x 24 jam tanpa pemberian antipiretik, baru kemudian
demam muncul kembali. Jadi orang yang terkena penyakit kemudian demam, minum obat
penyembuh penyakit dalam 3 hari sembuh, lalu minggu depan panas lagi dapat dikatakan
demamnya relaps. Misalnya orang yang resisten terhadap obat antimalaria. Contoh lain:
orang dengan demam tifoid yang diterapi, dalam 5 hari suhu menjadi normal. Namun
karena pengobatan tidak adekuat, orang tersebut panas lagi.
Beberapa kasus penyakit dapat menimbulkan pola demam yang khas (grafik suhu tubuh
untuk kondisi di bawah ini bisa dilihat di slide):
Malaria akibat P. vivax: malaria tersiana (demam hari pertama, kedua normal,
ketiga muncul lagi). Merupakan contoh demam intermiten.
Malaria akibat P. falciparum: malaria tropika, demam hari pertama, kedua turun
(tidak sampai normal), meningkat lagi di hari ketiga. Merupakan contoh demam
remiten.
Hepatitis akut: demam remiten. Terdapat fase preikterik (3-10 hari) dan fase
ikterik (7-21 hari atau lebih)
Humanity has but three great enemies: Fever, famine and war; of theseby far the greatest,
by far the most terrible, is fever.
William Osler
Referensi
1. Slide kuliah dr. Khie Chen
2. Harrisons Principles of Internal Medicine, 17th ed.
[Evan Regar]
33
Demam merupakan kondisi peningkatan suhu tubuh di atas variasi sikardian normal. Hal
tersebut disebabkan oleh perubahan pusat pengatur panas yang terletak di hipotalamus
anterior. Secara normal, manusia berusia 18 sampai 40 tahun memiliki variasi suhu
36,80,4 C (98,20,7F). Titik nadir, atau titik terendah suhu manusia terjadi pada pukul
06.00 pagi dengan suhu maksimal sebesar 37,2C. Sementara, titik tertinggi atau zenith
terjadi pada pukul 16.00-18.00 dengan suhu tertinggi 37,7C pada pukul 16.00. Secara
normal, dalam 24 jam, manusia memiliki selisih variasi suhu tubuh terendah dan tertinggi
sebesar 0,5C. Namun, masih bisa diartikan sebagai normal meski perbedaannya mencapai
1C pada titik nadir dan zenith.
Pirogen, substansi yang menyebabkan demam dapat berasal dari eksogen berupa
mikroorganisme, produknya atau toksin maupun endogen. Pirogen endogen dihasilkan oleh
tubuh sendiri yang secara umum merupakan respon terhadap stimulus yang seringkali
dipicu oleh infeksi dan inflamasi.
Sitokin-sitokin pirogenik seperti IL-1, TNF, IL-6 dan INFs nantinya akan menstimulus
hipotalamus anterior untuk menghasilkan PGE2 sehingga set point pengaturan panas naik.
Antipiretik bekerja dengan menghambat proses pembentukan PGE2 tersebut.
Dalam mendiagnosis demam, yang perlu kita perhatikan adalah riwayat, pola demam,
pemeriksaan fisik, tes laboratorium,serta respon dari usaha diagnosis dan terapi yang
dilakukan.
a.
Riwayat
Dalam riwayat, yang perlu kita perhatikan tidak hanya demamnya saja, melainkan juga
di mana pasien tinggal (kondisi geografisnya), perjalanan, hewan peliharaan, orientasi dan
kelakukan seksual, penggunaan obat intravena, trauma, gigitan hewan, gigitan serangga,
transfusi, imunisasi, dan alergi obat atau hipersensitivitas. Riwayat sangat membantu untuk
mempersempit kemungkinan diagnosis seperti infeksi atau bukan infeksi. Jika pun infeksi,
kita dapat mengarah pada organisme tertentu dengan mengetahui riwayat tersebut.
Penggunaan obat (termasuk yang diminum tanpa pengawasan medis), termasuk prosedur
bedah dan implant, juga perlu diperhatikan. Selain itu, yang perlu diketahui pula adalah
etnis maupun riwayat keluarga berupa tuberkulosis, penyakit infeksi atau demam, artritis
atau penyakit kolagen vaskular, serta gejala yang tidak biasa pada keluarga (urtikaria,
demam dan poliserositis, nyeri tulang atau anemia).
Pola demam secara umum dapat dibedakan menjadi 4 tipe yaitu:
Sustained fever: suhu tubuh terus menerus tinggi (di atas normal) dalam beberapa
hari (tingginya tidak terlalu bervariasi).
34
Intermittent fever: suhu tubuh naik turun dari hari ke hari, bervariasi dari
demamsuhu normaldemamsuhu normal.
Remittent fever: suhu naik turun dari hari ke hari. Berbeda dengan intermittent,
pada remittent fever suhu tidak pernah mencapai normal.
Relapsing fever: bisa dikatakan sebagai demam kambuhan. Pasien mengalami
demam selama beberapa hari, kemudian kembali normal selama beberapa hari,tetapi
kemudian suhu kembali naik. Demam ini mirip dengan intermittent, hanya saja fase
demam dan fase normalnya terjadi dalam beberapa hari.
b.
Pemeriksaan Fisik
Setelah melakukan anamnesis, perlu dilakukan pemeriksaan fisik yang teliti yang
sebaiknya dilakukan berulang secara teratur. Semua tanda fisik perlu diperhatikan karena
dapat relevan dengan gejala demam yang muncul. Selain itu, perlu dicermati pula keadaan
kulit, nodus limfa, mata, ujung kuku, sistem kardiovaskular, dada, abdomen, sistem
muskuloskeletal, dan sistem saraf. Dikatakan juga bahwa pemeriksaan rektal cukup penting
dan dapat mendesak. Penis, prostat, skrotum, dan testis sebaiknya diperiksa dengan hatihati. Jika perlu, kalau belum disunat, kulup penis perlu ditarik. Pemeriksaan pelvis secara
umum juga bisa dilakukan.
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan di antaranya adalah
Hitung darah lengkap, hitung jenis, laju endap darah,
CRP (c-reactive protein)
Urinalisis, pemeriksaan tinja
Elektrolit, glukosa, BUN, kreatinin, tes fungsi hati, CPK (creatinin phosphokinase),
amilase, lipase
Radiologi (CXR, ultrasonografi abdominal, CT scan, echo)
Serologi (widal, serologi dengue, fungal, HIV, CMV)
Komplemen
Mikrobiologi (darah, kultur spesimen, PCR)
Pemeriksaan akumulasi cairan yang abnormal
Biopsi sumsum tulang belakang
Histopatologi
Selanjutnya, dilakukan analisis terhadap respon dari usaha diagnostik dan terapi yang
dilakukan. Dalam tahap ini, tampilan klinis dan pemeriksaan laboratorium diperiksa
korelasinya. Selain itu, treatment empiris yang dilakukan juga perlu diperiksa apakah
berespon membaik atau tidak.
Dalam pendekatan klinis, kita perlu perhatikan apakah demam tersebut merupakan demam
akut atau berkepanjangan karena dapat membantu untuk mengarahkan ke faktor penyebab
yang harus ditangani. Jika terjadi kurang dari 2 minggu, demam termasuk akut. Infeksi
sistemik yang dapat menyebabkan demam ini di antaranya adalah infeksi virus, malaria,
demam dengue, leptospirosis. Penyakit tadi biasanya menyebabkan demam sampai 1
minggu. Jika sampai 2 minggu, ada kemungkinan demam tersebut merupakan demam
tifoid. Infeksi organ fokal yang dapat dicurigai sebagai penyebab demam di antaranya
adalah pneumonia, pielonefritis, apendisitis, kolesistitis, abses liver,infeksi saluran kemih,
infeksi pelvis, dsb. (Dengan pemeriksaan fisik dan laboratorium yang dilakukan sebelumnya,
kita dapat mempersempit kemungkinan-kemungkinan di atas).
Disebut demam berkepanjangan apabila terjadi lebih dari 2 minggu. TB sistemik,
keganasan (limfoma, leukimia, mieloma), autoimun (rheumatoid arthritis, SLE), induksi
obat, metabolik, HIV dan malingering dapat bermanifestasi sebagai demam berkepanjangan
ini.
Contoh kasus pada kuliah ini adalah
Seorang pria, 23 tahun, pekerja kasar. Dia mengeluhkan demam tinggi sejak 5 hari yang
lalu. Selain itu, dia merasa sakit kepala, menggigil, mual dan muntah. Diare, batuk dan
bersin disangkal.
Secara umum, kita dapat membedakan penyebab demam ini sebagai demam akibat infeksi
dan non infeksi. Ciri khas yang dapat kita amati pada infeksi adalah onsetnya akut, suhu
tinggi, ada riwayat kontak atau eksposur, data epidemiologi dan demografi. Sementara
yang non infeksi onsetnya lama, suhu tidak terlalu tinggi, tidak ada kontak. Untuk
autoimun, secara demografi wanita lebih rentan terkena sedangkan keganasan lebih pada
orang tua.
Dari informasi di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa demam disebabkan oleh infeksi.
Namun, belum dapat dipastikan apakah oleh bakteri, virus atau parasit. Selain itu, kita
sudah mendapatkan data bahwa ada gejala pada gastrointestinal dan CNS, tetapi belum
pasti apakah sistem tersebut merupakan lokasi/fokal infeksi atau infeksi sistemik yang
menyebabkan sistem tersebut mendapatkan pengaruh. Maka dari itu, diperlukan
pemeriksaan laboratorium serta mengamati respon terhadap perawatan empiris untuk
menentukan diagnosis.
Demam Dengue/ Demam Dengue Hemoragik
Demam ini disebakan oleh flavivirus, khususnya virus dengue tipe 1-4. Patogenesisnya
dipengaruhi oleh virulensi virus, peningkatan non-neutralized antibodi dan infeksi heterolog
sekunder. Manifestasi dari infeksi ini berupa:
Untuk melakukan diagnosis penyakit ini, terdapat kriteria diagnosis menurut WHO tahun
1997 berupa demam akut selama 2-7 hari (biasanya bifasik), level platelet yang
rendah (<100.000/mm3) dan adanya kebocoran plasma. Rendahnya kadar platelet
didukung oleh manifestasi perdarahan, pemeriksaan tourniquet positif, ptekie, ekimosis,
purpura, perdarahan mukosa, hematoma mukosa, hematemesis dan melena.
Sedangkan kebocoran plasma dapat bermanifestasi pada peningkatan hematokrit >20%,
penurunan hematokrit >20% sesudah penatalaksanaan cairan, efusi pleura, ascites,
hiponatremia, dan hipoalbuminemia.
Demam Tifoid
Demam tifoid merupakan manifestasi dari infeksi sistemik akut yang disebabkan oleh
Salmonela enterica serotipe thyphi atau parathypi yang juga dikenal sebagai Salmonella
typhi. Manifestasi dari demam tifoid ini berupa demam dengan pola berjenjang naik. Selain
itu, terdapat gejala sakit kepala, myalgia, anoreksia, mual, muntah. Gangguan pada
abdominal dapat berupa konstipasi dan diare, yang jika parah dapat terjadi perdarahan dan
perforasi intestinal. Pembesaran liver dan limfa mungkin terjadi. Selain itu, pasien dapat
mengalami penurunan kesadaran menjadi apati, delirium atau koma. Lidah pasien nampak
bersalut. Juga, dapat terjadi bradikardi relatif dan rose spot.
Kriteria diagnostik dapat dibedakan menjadi definitif dan probable. Diagnostik definitif
berupa kultur empedu atau PCR Salmonella thypi positi, titer widal serology agglutinin O
1/640 atau titer H1/1280, serta peningkatan titer O dua kali atau lebih. Pasien baru bisa
35
disimpulkan mungkin mengalami demam tifoid apabila titer widal serology agglutinon O
hanya 1/320 atau titer H 1/640.
Malaria
Malaria disebabkan oleh plasmodium yang transmisinya melalui nyamuk anopheles. Ada
empat spesies protozoa ini yaitu Plasmodium falciparum, vivax, malariae dan ovale.
Infeksi dapat terjadi melalui transmisi oleh vektor nyamuk atau induksi melalui transfusi
darah, injeksi bahkan kongenital.
Gejala yang muncul di antaranya adalah trias malaria berupa demam, menggigil dan
berkeringat. Selain itu, seperti pada demam tifoid, penderita malaria dapat mengalami sakit
kepala, mual-muntah, diare dan myalgia. Karena biasanya bersifat endemik, biasanya
pasien memiliki riwayat bepergian ke daerah yang endemik dalam 1-4 minggu yang lalu
atau bahkan tinggal di daerah tersebut. Sesuai dengan jalur transmisinya, riwayat transfusi
serta riwayat malaria juga perlu dipastikan. Demam pada malaria dapat mencapai 37,540C. Juga dapat terjadi anemia, splenomegali, hepatomegali dan hilangnya kesadaran.
Diagnosis malaria berat dapat ditegakan jika ditemukan P.falciparum asexual pada
apusan darah dengan salah satu kondisi berikut.
Hilangnya kesadaran, konvulsi, koma
Anemia berat (Hb<5 g/dl atau hematokrit<15 dengan hitung parasit >10.000/ul
Gagal ginjal akut
Edema paru atau accute respiratory distress syndrome
Hipoglikemia
Syok
Perdarahan
Asidosis
Hemoglobinuria makroskopik
Hiperparasitemia >5% di area hipoendemic
Jaundice (bilirubin>3 mg/dl
Hiperpireksia
Ganggaun neurologis atau kelelahan
Diagnosis post mortem
[Johny Bayu Fitantra]
36