Anda di halaman 1dari 17

BAB I PENDAHULUAN

LATARBELAKANG
Gangguan jiwa adalah penyakit non fisik, seyogianya kedudukannya setara
dengan penyakit fisik lainnya. Meskipun gangguan jiwa tersebut tidak dianggap
sebagai gangguan yang menyebabkan kematian secara langsung, namun beratnya
gangguan tersebut dalam arti ketidak mampuan serta invalisasi baik secara individu
maupun kelompok akan menghambat pembangunan, karena tidak produktif dan
tidak efisien. Gangguan jiwa (mental disorder) merupakan salah satu empat
masalah kesehatan utama di Negara-negara maju, modern dan indrustri keempat
kesehatan utama tersbut adalah penyakait degeneratif, kanker, gangguan jiwa dan
kecelakaan. Meskipun gangguan jiwa tersebut tidak di anggap sebagai gangguan
jiwa yang menyebabkan kematian secara langsung, namun beratnya gangguan
tersebut dalam arti ketidakmampuan serta invaliditas baik secara individu maupun
kelompok akan menghambat pembangunan, karena tidak produktif dan tidak efisien
(Yosep, 2007).

PENGERTIAN
Skizofrenia berasal dari bahasa Yunani, schizeinyang berarti terpisahatau
pecah, dan phren yang artinya jiwa. Pada skizofrenia terjadi pecahnya atau
ketidakserasian antara afeksi, kognitif dan perilaku. Secara umum, simptom
skizofrenia dapat dibagi menjadi tiga golongan: yaitu simptom positif, simptom
negative, dan gangguan dalam hubungan interpersonal.
Skizofrenia merupakan suatu deskripsi dengan variasi penyebab (banyak
belum diketahui) dan perjalanan penyakit (tak selalu bersifat kronis atau
deteriorating) yang luas, serta sejumlah akibat yang tergantung pada
perimbangan pengaruh genetik, fisik, dan sosial budaya.
Pada umumnya ditandai oleh penyimpangan yang fundamental dan
karakteristik dari pikiran dan persepsi , serta oleh afek yang tidak wajar
(inappropriate) atau tumpul (blunted). Kesadaran yang jernih (clear consciousness)
dan kemampuan intelektual biasanya tetap terpelihara, walaupun kemunduran
kognitif tertentu dapat berkembang kemudian.
BAB II PEMBAHASAN
SKENARIO
EPIDEMIOLOGI
Sekitar satu persen penduduk dunia akan mengidap skizofrenia pada suatu
waktu dalam hidupnya. Di Indonesia diperkirakan satu sampai dua persen

penduduk atau sekitar dua sampai empat juta jiwa akan terkena penyakit ini.
Bahkan sekitar sepertiga dari sekitar satu sampai dua juta yang terjangkit penyakit
skizofrenia ini atau sekitar 700 ribu hingga 1,4 juta jiwa kini sedang mengidap
skizofrenia. Perkiraan angka ini disampaikan Dr LS Chandra, SpKJ dari Sanatorium
Dharmawangsa Jakarta Selatan.
Tiga per empat dari jumlah pasien skizofrenia umumnya dimulai pada usia 16
sampai 25 tahun pada laki-laki. Pada kaum perempuan, skizofrenia biasanya mulai
diidap pada usia 25 hingga 30 tahun. Penyakit yang satu ini cenderung menyebar di
antara anggota keluarga sedarah.
ETIOLOGI
Merupakan integrasi faktor biologis, faktor psikososial, faktor lingkungan. Model ini
mendalilkan bahwa seseorang mungkin memiliki suatu kerentanan spesifik
(diatessis) yang jika dikenai oleh suatu pengaruh lingkungan yang menimbulkan
stress, memungkinkan perkembangan skizofrenia.
Komponen lingkungan mungkin biologikal (seperti infeksi) atau psikologis (missal
kematian orang terdekat). Sedangkan dasar biologikal dari diatesis selanjutnya
dapat terbentuk oleh pengaruh epigenetik seperti penyalahgunaan obat, stress
psikososial , dan trauma.
Kerentanan yang dimaksud disini haruslah jelas, sehingga dapat menerangkan
mengapa orang tersebut dapat menjadi skizofren. Semakin besar kerentanan
seseorang maka stressor kecilpun dapat menyebabkan menjadi skizofren. Semakin
kecil kerentanan maka butuh stressor yang besar untuk membuatnya menjadi
penderita skizofren. Sehingga secara teoritis seseorang tanpa diathese tidak akan
berkembang menjadi skizofren, walau sebesar apapun stressornya.
(A) Faktor Neurobiologi
Penelitian menunjukkan bahwa pada pasien skizofrenia ditemukan adanya
kerusakan pada bagian otak tertentu. Namun sampai kini belum diketahui
bagaimana hubungan antara kerusakan pada bagian otak tertentu ddengan
munculnya simptom skizofrenia.
Terdapat beberapa area tertentu dalam otak yang berperan dalam membuat
seseorang menjadi patologis, yaitu sitem limbik, korteks frontal, cerebellum dan
ganglia basalis. Keempat area tersebut saling berhubungan, sehingga disfungsi
pada satu area mungkin melibatkan proses patologis primer pada area yang lain.
Dua hal yang menjadi sasaran penelitian adalah waktu dimana kerusakan
neuropatologis muncul pada otak, dan interaksi antara kerusakan tersebut dengan
stressor lingkungan dan sosial.
(B)Hipotesa Dopamin

Menurut hipotesa ini, skizofrenia terjadi akibat dari peningkatan aktivitas


neurotransmitter dopaminergik. Peningkatan ini mungkin merupakan akibat dari
meningkatnya pelepasan dopamine, terlalu banyaknya reseptor dopamine,
turunnya nilai ambang, atau hipersentivitas reseptor dopamine, atau kombinasi dari
faktor-faktor tersebut. Munculnya hipotesa ini berdasarkan observasi bahwa : Ada
korelasi antara efektivitas dan potensi suatu obat antipsikotik dengan
kemampuannya bertindak sebagai antagonis reseptor dopamine D2.Obat yang
meningkatkan aktivitas dopaminergik- seperti amphetamine-dapat menimbulkan
gejala psikotik pada siapapun.

(C)Faktor Genetika
Penelitian tentang genetik telah membuktikan faktor genetik/keturunan merupakan
salah satu penyumbang bagi jatuhnya seseorang menjadi skizofren. Resiko
seseorang menderita skizofren akan menjadi lebih tinggi jika terdapat anggota
keluarga lainnya yang juga menderita skizofren, apalagi jika hubungan keluarga
dekat. Penelitian terhadap anak kembar menunjukkan keberadaan pengaruh
genetik melebihi pengaruh lingkungan pada munculnya skizofrenia, dan kembar
satu telur memiliki kemungkinan lebih besar untuk mengalami skizofrenia.
(D)Faktor Psikososial
1 Teori Tentang Individu Pasien
Teori Psikoanalitik
Freud beranggapan bahwa skizofrenia adalah hasil dari fiksasi perkembangan, yang
muncul lebih awal daripada gangguan neurosis. Jika neurosis merupakan konflik
antara id dan ego, maka psikosis merupakan konflik antara ego dan dunia luar.
Menurut Freud, kerusakan ego (ego defect) memberikan kontribusi terhadap
munculnya simptom skizofrenia. Disintegrasi ego yang terjadi pada pasien
skizofrenia merepresentasikan waktu dimana ego belum atau masih baru terbentuk.
Konflik intrapsikis yang berasal dari fiksasi pada masa awal serta kerusakan egoyang mungkin merupakan hasil dari relasi obyek yang buruk-turut memperparah
symptom skizofrenia. Hal utama dari teori Freud tentang skizofrenia adalah
dekateksis obyek dan regresi sebagai respon terhadap frustasi dan konflik dengan
orang lain.
Harry Stack Sullivan mengatakan bahwa gangguan skizofrenia disebabkan oleh
kesulitan interpersonal yangyang etrjadi sebelumnya, terutama yang berhubungan
dengan apa yang disebutnya pengasuhan ibu yang salah, yaitu cemas berlebihan.
Secara umum, dalam pandangan psikoanalitik tentang skizofrenia, kerusakan ego
mempengaruhi interprestasi terhadap realitas dan kontrol terhadap dorongan dari

dalam, seperti seks dan agresi. Gangguan tersebut terjadi akibat distorsi dalam
hubungan timbal balik ibu dan anak.
Berbagai simptom dalam skizofrenia memiliki makna simbolis bagi masing-masing
pasien. Misalnya fantasi tentang hari kiamat mungkin mengindikasikan persepsi
individu bahwa dunia dalamnya telah hancur. Halusinasi mungkin merupakan
substitusi dari ketidakmampuan pasien untuk menghadapi realitas yang obyektif
dan mungkin juga merepresentasikan ketakutan atau harapan terdalam yang
dimilikinya.
Teori Psikodinamik
Berbeda dengan model yang kompleks dari Freud, pandangan psikodinamik
setelahnya lebih mementingkan hipersensitivitas terhadap berbagai stimulus.
Hambatan dalam membatasi stimulus menyebabkan kesulitan dalam setiap fase
perkembangan selama masa kanak-kanak dan mengakibatkan stress dalam
hubungan interpersonal.
Menurut pendekatan psikodinamik, simptom positif diasosiasikan dengan onset akut
sebagai respon terhadap faktor pemicu/pencetus, dan erat kaitannya dengan
adanya konflik. Simptom negatif berkaitan erat dengan faktor biologis, dan
karakteristiknya adalah absennya perilaku/fungsi tertentu. Sedangkan gangguan
dalam hubungan interpersonal mungkin timbul akibat konflik intrapsikis, namun
mungkin juga berhubungan dengan kerusakan ego yang mendasar.
Tanpa memandang model teoritisnya, semua pendekatan psikodinamik dibangun
berdasarkan pemikiran bahwa symptom-simptom psikotik memiliki makna dalam
skizofrenia. Misalnya waham kebesaran pada pasien mungkin timbul setelah harga
dirinya terluka. Selain itu, menurut pendekatan ini, hubungan dengan manusia
dianggap merupakan hal yang menakutkan bagi pengidap skizofrenia.
Teori Belajar
Menurut teori ini, orang menjadi skizofrenia karena pada masa kanak-kanak ia
belajar pada model yang buruk. Ia mempelajari reaksi dan cara pikir yang tidak
rasional dengan meniru dari orangtuanya, yang sebenarnya juga memiliki masalah
emosional.
2. Teori Tentang Keluarga
Beberapa pasien skizofrenia-sebagaimana orang yang mengalami nonpsikiatrikberasal dari keluarga dengan disfungsi, yaitu perilaku keluarga yang patologis, yang
secara signifikan meningkatkan stress emosional yang harus dihadapi oleh pasien
skizofrenia. Antara lain:
Double Bind

Konsep yang dikembangkan oleh Gregory Bateson untuk menjelaskan keadaan


keluarga dimana anak menerima pesan yang bertolak belakang dari orangtua
berkaitn dengan perilaku, sikap maupun perasaannya. Akibatnya anak menjadi
bingung menentukan mana pesan yang benar, sehingga kemudian ia menarik diri
kedalam keadaan psikotik untuk melarikan diri dari rasa konfliknya itu.
Schims and Skewed Families
Menurut Theodore Lidz, pada pola pertama, dimana terdapat perpecahan yang jelas
antara orangtua, salah satu orang tua akan menjadi sangat dekat dengan anak
yang berbeda jenis kelaminnya. Sedangkan pada pola keluarga skewed, terjadi
hubungan yang tidak seimbang antara anak dengan salah satu orangtua yang
melibatkan perebutan kekuasaan antara kedua orangtua, dan menghasilkan
dominasi dari salah satu orang tua.
Pseudomutual and Pseudohostile Families
Dijelaskan oleh Lyman Wynne, beberapa keluarga men-suppress ekspresi emosi
dengan menggunakan komunikasi verbal yang pseudomutual atau pseudohostile
secara konsisten. Pada keluarga tersebut terdapat pola komunikasi yang unik, yang
mungkin tidak sesuai dan menimbulkan masalah jika anak berhubungan dengan
orang lain di luar rumah.
Ekspresi Emosi
Orang tua atau pengasuh mungkin memperlihatkan sikap kritis, kejam dan sangat
ingin ikut campur urusan pasien skizofrenia. Banyak penelitian menunjukkan
keluarga dengan ekspresi emosi yang tinggi (dalam hal apa yang dikatakan maupun
maksud perkataan) meningkatkan tingkat relapse pada pasien skizofrenia
3. Teori Sosial
Beberapa teori menyebutkan bahwa industrialisasi dan urbanisasi banyak
berpengaruh dalam menyebabkan skizofrenia. Meskipun ada data pendukung,
namun penekanan saat ini adalah dalam mengetahui pengaruhnya terhadap waktu
timbulnya onset dan keparahan penyakit.
GEJALA KLINIS
Gejala-gejala skizofrenia dapat dibagi menjadi dua kelompok menurut Bleuler, yaitu
primer dan sekunder.
Gejala-gejala primer :
Gangguan proses pikiran (bentuk, langkah, isi pikiran).
Pada skizofrenia inti gangguan memang terdapat pada proses pikiran. Yang
terganggu terutama ialah asosiasi. Kadang-kadang satu ide belum selesai

diutarakan, sudah timbul ide lain. Atau terdapat pemindahan maksud, umpamanya
maksudnya tani tetapi dikatakan sawah.
Tidak jarang juga digunakan arti simbolik, seperti dikatakan merah bila
dimaksudkan berani. Atau terdapat clang association oleh karena pikiran sering
tidak mempunyai tujuan tertentu, umpamanya piring-miring, atau dulu waktu
hari, jah memang matahari, lalu saya lari. Semua ini menyebabkan jalan pikiran
pada skizofrenia sukar atau tidak dapat diikuti dan dimengerti. Hal ini dinamakan
inkoherensi. Jalan pikiran mudah dibelokkan dan hal ini menambah inkoherensinya.
Seorang dengan skizofrenia juga kecenderungan untuk menyamakan hal-hal,
umpamanya seorang perawat dimarahi dan dipukuli, kemudian seorang lain yang
ada disampingnya juga dimarahi dan dipukuli.Kadang-kadang pikiran seakan
berhenti, tidak timbul ide lagi. Keadaan ini dinamakan blocking, biasanya
berlangsung beberapa detik saja, tetapi kadang-kadang sampai beberapa hari. Ada
penderita yang mengatakan bahwa seperti ada sesuatu yang lain didalamnya yang
berpikir, timbul ide-ide yang tidak dikehendaki: tekanan pikiran atau pressure of
thoughts. Bila suatu ide berulang-ulang timbul dan diutarakan olehnya dinamakan
preseverasi atau stereotipi pikiran. Pikiran melayang (flight of ideas) lebih sering
inkoherensi. Pada inkoherensi sering tidak ada hubungan antara emosi dan pikiran,
pada pikiran melayang selalu ada efori. Pada inkoherensi biasanya jalan pikiran
tidak dapat diikuti sama sekali, pada pikiran melayang ide timbul sangat cepat,
tetapi masih dapat diikuti, masih bertujuan.
Gangguan afek dan emosi
Gangguan ini pada skizofrenia mungkin berupa : Kedangkalan afek dan emosi
(emotional blunting), misalnya penderita menjadi acuh tak acuh terhadap hal-hal
penting untuk dirinya sendiri seperti keadaan keluarganya dan masa depannya.
Perasaan halus sudah hilang.
Parathimi : apa yang seharusnya menimbulkan rasa senang dan gembira, pada
penderita timbul rasa sedih atau marah.Paramimi : penderita merasa senang dan
gembira, akan tetapi ia menangis. Parathimi dan paramimi bersama-sama dalam
bahasa Inggris dinamakan incongruity of affect dalam bahasa Belanda hal ini
dinamakan inadequat.Kadang-kadang emosi dan afek serta ekspresinya tidak
mempunyai kesatuan, umpamanya sesudah membunuh anaknya penderita
menangis berhari-hari, tetapi mulutnya tertawa. Semua ini merupakan gangguan
afek dan emosi yang khas untuk skizofrenia.
Gangguan afek dan emosi lain adalah Emosi yang berlebihan, sehingga kelihatan
seperti dibuat-buat, seperti penderita yang sedang bermain sandiwara. Yang
penting juga pada skizofrenia adalah hilangnya kemampuan untuk melakukan
hubungan emosi yang baik (emotional rapport). Karena itu sering kita tidak dapat
merasakan perasaan penderita. Karena terpecah belahnya kepribadian, maka dua
hal yang berlawanan mungkin terdapat bersama-sama, umpamanya mencintai dan

membenci satu orang yang sama ; atau menangis dan tertawa tentang satu hal
yang sama. Ini dinamakan ambivalensi pada afek.
Gangguan kemauan. Banyak penderita dengan skizofrenia mempunyai kelemahan
kemauan. Mereka tidak dapat mengambil keputusan., tidak dapat bertindak dalam
suatu keadaan. Mereka selalu memberikan alasan, meskipun alasan itu tidak jelas
atau tepat, umpamanya bila ditanyai mengapa tidak maju dengan pekerjaan atau
mengapa tiduran terus. Atau mereka menganggap hal itu biasa saja dan tidak perlu
diterangkan. Kadang-kadang penderita melamun berhari-hari lamanya bahkan
berbulan-bulan. Perilaku demikian erat hubungannya dengan otisme dan stupor
katatonik.
Negativisme : sikap atau perbuatan yang negative atau berlawanan terhadap suatu
permintaan.
Ambivalensi kemauan : menghendaki dua hal yang berlawanan pada waktu yang
sama, umpamanya mau makan dan tidak mau makan; atau tangan diulurkan untuk
berjabat tangan, tetapi belum sampai tangannya sudah ditarik kembali; hendak
masuk kedalam ruangan, tetapi sewaktu melewati pintu ia mundur, maju mundur.
Jadi sebelum suatu perbuatan selesai sudah timbul dorongan yang berlawanan.
Otomatisme : penderita merasa kemauannya dipengaruhi oleh orang lain atau
tenaga dari luar, sehingga ia melakukan sesuatu secara otomatis.
4. Gejala psikomotor
Juga dinamakan gejala-gejala katatonik atau gangguan perbuatan. Kelompok gejala
ini oleh Bleuler dimasukkan dalam kelompok gejala skizofrenia yang sekunder
sebab didapati juga pada penyakit lain.
Sebetulnya gejala katatonik sering mencerminkan gangguan kemauan. Bila
gangguan hanya ringan saja, maka dapat dilihat gerakan-gerakan yang kurang
luwes atau yang agak kaku. Penderita dalma keadaan stupor tidak menunjukkan
pergerakan sama sekali. Stupor ini dapat berlangsung berhari-hari, berbulan-bulan
dan kadang-kadang bertahun-tahun lamanya pada skizofrenia yang menahun.
Mungkin penderita mutistik. Mutisme dapat disebabkan oleh waham, ada sesuatu
yang melarang ia bicara. Mungkin juga oleh karena sikapnya yang negativistik atau
karena hubungan penderita dengan dunia luar sudah hilang sama sekali hingga ia
tidak ingin mengatakan apa-apa lagi.
Sebaliknya tidak jarang penderita dalam keadaan katatonik menunjukkan
hiperkinesa, ia terus bergerak saja, maka keadaan ini dinamakan logorea. Kadangkadang penderita menggunakan atau membuat kata-kata yang baru: neologisme.
Berulang-ulang melakukan suatu gerakan atau sikap disebut stereotipi; umpamanya
menarik-narik rambutnya, atau tiap kali mau menyuap nasi mengetok piring dulu
beberapa kali. Keadaan ini dapat berlangsung beberapa hari sampai beberapa

tahun. Stereotipi pembicaraan dinamakan verbigerasi, kata atau kalimat diulangulangi. Mannerisme adalah stereotipi yang tertentu pada skizofrenia, yang dapat
dilihat dalam bentuk grimas pada mukanya atau keanehan berjalan dan gaya.
Gejala katalepsi ialah bila suatu posisi badan dipertahankan untuk waktu yang
lama. Fleksibilitas cerea: bila anggota badan dibengkokkan terasa suatu tahanan
seperti pada lilin.
Negativisme : menentang atau justru melakukan yang berlawanan dengan apa
yang disuruh. Otomatisme komando (command automatism) sebetulnya
merupakan lawan dari negativisme : semua perintah dituruti secara otomatis,
bagaimana ganjilpun.Termasuk dalam gangguan ini adalah echolalia (penderita
meniru kata-kata yang diucapkan orang lain) dan ekophraksia (penderita meniru
perbuatan atau pergerakan orang lain).
Gejala-gejala sekunder :
Waham
Pada skizofrenia, waham sering tidak logis sama sekali dan sangat bizarre. Tetapi
penderita tidak menginsafi hal ini dan untuk dia wahamnya adalah fakta dan tidak
dapat diubah oleh siapapun. Sebaliknya ia tidak mengubah sikapnya yang
bertentangan, umpamanya penderita berwaham bahwa ia raja, tetapi ia bermainmain dengan air ludahnya dan mau disuruh melakukan pekerjaan kasar. Mayer
gross membagi waham dalam dua kelompok yaitu waham primer dan waham
sekunder, waham sistematis atau tafsiran yang bersifat waham (delutional
interpretations). Waham primer timbul secara tidak logis sama sekali, tanpa
penyebab apa-apa dari luar. Menurur Mayer-Gross hal ini hampir patognomonis buat
skizofrenia. Umpamanya istrinya sedang berbuat serong sebab ia melihat seekor
cicak berjalan dan berhenti dua kali, atau seorang penderita berkata dunia akan
kiamat sebab ia melihgat seekor anjing mengangkat kaki terhadap sebatang pohin
untuk kencing. Waham sekunder biasanya logis kedengarannya dapat diikuti dan
merupakan cara bagi penderita untuk menerangkan gejala-gejala skizofrenia lain.
Waham dinamakan menurut isinya :waham kebesaran atau ekspansif, waham
nihilistik, waham kejaran, waham sindiran, waham dosa, dan sebagainya.

Halusinasi
Pada skizofrenia, halusinasi timbul tanpa penurunan kesadaran dan hal ini
merupakan gejala yang hampir tidak dijumpai dalam keadaan lain. Paling sering
pada keadaan sskizofrenia ialah halusinasi (oditif atau akustik) dalam bentuk suara
manusia, bunyi barang-barang atau siulan. Kadang-kadang terdapat halusinasi
penciuman (olfaktorik), halusinasi citrarasa (gustatorik) atau halusinasi singgungan

(taktil). Umpamanya penderita mencium kembang kemanapun ia pergi, atau ada


orang yang menyinarinya dengan alat rahasia atau ia merqasa ada racun
dalammakanannya Halusinasi penglihatan agak jarang pada skizofrenia lebih sering
pada psikosa akut yang berhubungan dengan sindroma otak organik bila terdapat
maka biasanya pada stadium permulaan misalnya penderita melihat cahaya yang
berwarna atau muka orang yang menakutkan.
Tiga hal yang perlu diperhatikan dalam menilai simptom dan gejala klinis skizofrenia
adalah:
(1). Tidak ada symptom atau gejala klinis yang patognomonik untu
skizofrenia. Artinya tidak ada simptom yang khas atau hanya terdapat pada
skizofrenia. Tiap simptom skizofrenia mungkin ditemukan pada gangguan psikiatrik
atau gangguan syaraf lainnya. Karena itu diagnosis skizofrenia tidak dapat
ditegakkan dari pemeriksaan status mental saat ini. Riwayat penyakit pasien
merupakan hal yang esensial untuk menegakkan diagnosis skizofrenia.
(2). Simptom dan gejala klinis pasien skizofrenia dapat berubah dari waktu ke
waktu. Oleh karena itu pasien skizofrenia dapat berubah diagnosis subtipenya dari
perawatan sebelumnya (yang lalu). Bahkan dalam satu kali perawatanpun diagnosis
subtipe mungkin berubah.
(3). Harus diperhatikan taraf pendidikan, kemampuan intelektual dan latar
belakang sosial budaya pasien. Sebab perilaku atau pola pikir masyarakat dari
sosial budaya tertentu mungkin dipandang sebagai suatu hal yang aneh bagi
budaya lain. Contohnya memakai koteka di Papua merupakan hal yang biasa namun
akan dipandang aneh jika dilakukan di Jakarta. Selain itu hal yang tampaknya
merupakan gangguan realitas mungkin akibat keterbatasan intelektual dan
pendidikan pasien.
DIAGNOSIS
Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas dan biasanya
dua gejala atau lebih bila gejala-gejala itu kurang jelas :
(a) Thought echo : isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema
dalam kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya sama,
namun kulitasnya berbeda; atau
- Thought insertion or withdrawal: isi pikiran yang asingdari luar masuk
kedalam pikirannya (insertion)atau isi pikirannya diambil keluar oleh sesuatu dari
luar (withdrawal); dan
- Thought broadcasting: isi pikirannya tersiar keluar sehingga orang lain
atau umum mengetahuinya;

(b) - delusion of control : waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu


kekuatan tertentu dati luar; atau
- delusion of influence: waham tentang dirinya dipengaruhi oleh suatu
kekuatan tertentu dari luar; atau
- delusion of passivity: waham tentang dirinya tidak berdaya dan pasrah
terhadap suatu kekuatan dari luar;
(tentang dirinya: secara jelas merujuk ke pergerakan tubuh/anggota gerak
atau ke pikiran, tindakan atau penginderaan khusus);
- delusional perception: pengalaman inderawi yang tak wajar, yang
bermakna sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik atau mukjizat;
(c) Halusinasi auditorik :
- Suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap perilaku
pasien, atau
- Mendiskusikan perihal pasien diantara mereka sendiri (diantara berbagai
suara yang berbicara), atau
- Jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian tubuh.
(d) Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat
dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal keyakinan agama
atau politik tertentu, atau kekuatan dan kemampuan diatas manusia biasa
(misalnya mampu mengendalikan cuaca, atau berkomunikasi dengan makhluk
asing dari dunia lain).
Atau paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara jelas :
(e) Halusinasi yang menetap dari panca indera apa saja, apabila disertai baik
oleh waham yang mengambang mauupun yang setengah berbentuk tanpa
kandungan afektif yang jelas, ataupun disertai ole hide-ide berlebihan (over-valued
ideas) yang menetap, atau apabila terjadi setiap hari selama berminggu-minggu
atau berbulan-bulan terus menerus;
(f)Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisispan
(interpolation), yang berakibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak relevan,
atau neologisme;
(g)Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh-gelisah (excitement), posisis
tubuh tertentu (posturing), atau fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme, dan
stupor;

(h) Gejala-gejala negative seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang,
dan respons emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang
mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan social dan menurunnya kinerja social;
tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan oleh depresi atau
medikasi neuroleptika;
Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun
waktu satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik prodromal).
Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu
keseluruhan (overall quality) dari beberapa aspek perilaku pribadai (personal
behaviour), bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan, tidak
berbuat sesuatu, sikap larut dalam diri sendiri (self absorbed attitude), dan
penarikan diri secara sosial.
KLASIFIKASI
Gejala klinis skizofrenia secara umum dan menyeluruh telah diuraikan di
muka, dalam PPDGJ III skizofrenia dibagi lagi dalam 9 tipe atau kelompok yang
mempunyai spesifikasi masing-masing, yang kriterianya di dominasi dengan hal-hal
sebagai berikut :
1. Skizofrenia Paranoid
Memenuhi kriteria diagnostik skizofrenia
Sebagai tambahan :
Halusinasi dan atau waham harus menonjol :
(a)Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi perintah,
atau halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal berupa bunyi pluit, mendengung, atau
bunyi tawa.
(b)Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat seksual, atau
lain-lain perasaan tubuh halusinasi visual mungkin ada tetapi jarang menonjol.
(c)Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham dikendalikan
(delusion of control), dipengaruhi (delusion of influence), atau Passivity (delusion
of passivity), dan keyakinan dikejar-kejar yang beraneka ragam, adalah yang paling
khas.
Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan, serta gejala
katatonik secara relatif tidak nyata / menonjol.
Pasien skizofrenik paranoid biasanya berumur lebih tua daripada pasien
skizofrenik terdisorganisasi atau katatonik jika mereka mengalami episode pertama
penyakitnya. Pasien yang sehat sampai akhir usia 20 atau 30 tahunan biasanya

mencapai kehidupan social yang dapat membantu mereka melewati penyakitnya.


Juga, kekuatan ego paranoid cenderung lebih besar dari pasien katatonik dan
terdisorganisasi. Pasien skizofrenik paranoid menunjukkan regresi yang lambat dari
kemampuanmentalnya, respon emosional, dan perilakunya dibandingkan tipe lain
pasien skizofrenik.
Pasien skizofrenik paranoid tipikal adalah tegang, pencuriga, berhati-hati, dan
tak ramah. Mereka juga dapat bersifat bermusuhan atau agresif. Pasien skizofrenik
paranoid kadang-kadang dapat menempatkan diri mereka secara adekuat didalam
situasi social. Kecerdasan mereka tidak terpengaruhi oleh kecenderungan psikosis
mereka dan tetap intak.
2. Skizofrenia Hebefrenik
Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia
Diagnosis hebefrenia untuk pertama kali hanya ditegakkan pada usia remaja
atau dewasa muda (onset biasanya mulai 15-25 tahun).
Kepribadian premorbid menunjukkan ciri khas : pemalu dan senang
menyendiri (solitary), namun tidak harus demikian untuk menentukan diagnosis.
Untuk diagnosis hebefrenia yang menyakinkan umumnya diperlukan
pengamatan kontinu selama 2 atau 3 bulan lamanya, untuk memastikan bahwa
gambaran yang khas berikut ini memang benar bertahan :
Perilaku yang tidak bertanggung jawab dan tak dapat diramalkan, serta
mannerisme; ada kecenderungan untuk selalu menyendiri (solitary), dan perilaku
menunjukkan hampa tujuan dan hampa perasaan;
Afek pasien dangkal (shallow) dan tidak wajar (inappropriate), sering disertai
oleh cekikikan (giggling) atau perasaan puas diri (self-satisfied), senyum sendirir
(self-absorbed smiling), atau oleh sikap, tinggi hati (lofty manner), tertawa
menyeringai (grimaces), mannerisme, mengibuli secara bersenda gurau (pranks),
keluhan hipokondrial, dan ungkapan kata yang diulang-ulang (reiterated phrases);
Proses pikir mengalami
(rambling) serta inkoheren.

disorganisasi

dan

pembicaraan

tak

menentu

Gangguan afektif dan dorongan kehendak, serta gangguan proses pikir


umumnya menonjol. Halusinasi dan waham mungkin ada tetapi biasanya tidak
menonjol (fleeting and fragmentary delusions and hallucinations). Dorongan
kehendak (drive) dan yang bertujuan (determination) hilang serta sasaran
ditinggalkan, sehingga perilaku penderita memperlihatkan ciri khas, yaitu perilaku
tanpa tujuan (aimless) dan tanpa maksud (empty of purpose). Adanya suatu
preokupasi yang dangkal dan bersifat dibuat-buat terhadap agama, filsafat dan
tema abstrak lainnya, makin mempersukar orang memahami jalan pikiran pasien.

Menurut DSM-IV skizofrenia disebut sebagai skizofrenia tipe terdisorganisasi.


3. Skizofrenia Katatonik
Memenuhi kriteria umum untuk diagnosis skizofrenia.
Satu atau lebih dari perilaku berikut ini harus mendominasi gambaran
klinisnya :
(a)stupor (amat berkurangnya dalam reaktivitas terhadap lingkungan dan
dalam gerakan serta aktivitas spontan) atau mutisme (tidak berbicara):
(b)Gaduh gelisah (tampak jelas aktivitas motorik yang tak bertujuan, yang
tidak dipengaruhi oleh stimuli eksternal)
(c)Menampilkan posisi tubuh tertentu (secara sukarela mengambil dan
mempertahankan posisi tubuh tertentu yang tidak wajar atau aneh);
(d)Negativisme (tampak jelas perlawanan yang tidak bermotif terhadap
semua perintah atau upaya untuk menggerakkan, atau pergerakkan kearah yang
berlawanan);
(e)Rigiditas (mempertahankan posisi tubuh yang kaku untuk melawan upaya
menggerakkan dirinya);
(f) Fleksibilitas cerea / waxy flexibility (mempertahankan anggota gerak
dan tubuh dalam posisi yang dapat dibentuk dari luar); dan
(g)Gejala-gejala lain seperti command automatism (kepatuhan secara
otomatis terhadap perintah), dan pengulangan kata-kata serta kalimat-kalimat.
Pada pasien yang tidak komunikatif dengan manifestasi perilaku dari
gangguan katatonik, diagnosis skizofrenia mungkin harus ditunda sampai diperoleh
bukti yang memadai tentang adanya gejala-gejala lain.
Penting untuk diperhatikan bahwa gejala-gejala katatonik bukan petunjuk
diagnostik untuk skizofrenia. Gejala katatonik dapat dicetuskan oleh penyakit otak,
gangguan metabolik, atau alkohol dan obat-obatan, serta dapat juga terjadi pada
gangguan afektif.
Selama stupor atau kegembiraan katatonik, pasien skizofrenik memerlukan
pengawasan yang ketat untuk menghindari pasien melukai dirinya sendiri atau
orang lain. Perawatan medis mungkin ddiperlukan karena adanya malnutrisi,
kelelahan, hiperpireksia, atau cedera yang disebabkan oleh dirinya sendiri.
4. Skizofrenia tak terinci (Undifferentiated).

Seringkali. Pasien yang jelas skizofrenik tidak dapat dengan mudah


dimasukkan kedalam salah satu tipe. PPDGJ mengklasifikasikan pasien tersebut
sebagai tipe tidak terinci. Kriteria diagnostic menurut PPDGJ III yaitu:
Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia
Tidak memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofrenia paranoid, hebefrenik,
atau katatonik.
Tidak memenuhi kriteria untuk skizofrenia residual atau depresi pasca
skizofrenia.
5. Depresi Pasca-Skizofrenia
Diagnosis harus ditegakkan hanya kalau :
(a)Pasien telah menderita skizofrenia (yang memenuhi kriteria diagnosis
umum skizzofrenia) selama 12 bulan terakhir ini;
(b)Beberapa gejala skizofrenia
mendominasi gambaran klinisnya); dan

masih

tetap

ada

(tetapi

tidak

lagi

(c)Gejala-gejala depresif menonjol dan menganggu, memenuhi paling sedikit


kriteria untuk episode depresif, dan telah ada dalam kurun waktu paling sedikit 2
minggu.
Apabila pasien tidak lagi menunjukkan gejala skizofrenia diagnosis menjadi
episode depresif. Bila gejala skizofrenia diagnosis masih jelas dan menonjol,
diagnosis harus tetap salah satu dari subtipe skizofrenia yang sesuai.
6. Skizofrenia Residual
Untuk suatu diagnosis yang meyakinkan, persyaratan berikut ini harus
dipenuhi semua
(a) Gejala negative dari skizofrenia yang menonjol misalnya perlambatan
psikomotorik, aktivitas menurun, afek yang menumpul, sikap pasif dan ketiadaan
inisiatif, kemiskinan dalam kuantitas atau isi pembicaraan, komunikasi non-verbal
yang buruk seperti dalam ekspresi muka, kontak mata, modulasi suara, dan posisi
tubuh, perawatan diri dan kinerja sosial yang buruk;
(b)Sedikitnya ada riwayat satu episode psikotik yang jelas di masa lampau
yang memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofenia;
(c)Sedikitnya sudah melampaui kurun waktu satu tahun dimana intensitas
dan frekuensi gejala yang nyata seperti waham dan halusinasi telah sangat
berkurang (minimal) dan telah timbul sindrom negative dari skizofrenia;

(d)Tidak terdapat dementia atau penyakit / gangguan otak organik lain,


depresi kronis atau institusionalisasi yang dapat menjelaskan disabilitas negative
tersebut.
Menurut DSM IV, tipe residual ditandai oleh bukti-bukti yang terus menerus
adanya gangguan skizofrenik, tanpa adanya kumpulan lengkap gejala aktif atau
gejala yang cukup untuk memenuhi tipe lain skizofrenia. Penumpulan emosional,
penarikan social, perilaku eksentrik, pikiran yang tidak logis, dan pengenduran
asosiasi ringan adalah sering ditemukan pada tipe residual. Jika waham atau
halusinasi ditemukan maka hal tersebut tidak menonjol dan tidak disertai afek yang
kuat.
7. Skizofrenia Simpleks
Diagnosis skizofrenia simpleks sulit dibuat secara meyakinkan karena
tergantung pada pemantapan perkembangan yang berjalan perlahan dan progresif
dari : gejala negative yang khas dari skizofrenia residual tanpa didahului riwayat
halusinasi, waham, atau manifestasi lain dari episode psikotik, danmdisertai dengan
perubahan-perubahan perilaku pribadi yang bermakna, bermanifestasi sebagai
kehilangan minat yang mencolok, tidak berbuat sesuatu, tanpa tujuan hidup, dan
penarikan diri secara sosial.
Gangguan ini
skizofrenia lainnya.

kurang

jelas

gejala

psikotiknya

dibandingkan

subtipe

Skizofrenia simpleks sering timbul pertama kali pada masa pubertas. Gejala
utama pada jenis simpleks adalah kedangkalan emosi dan kemunduran kemauan.
Gangguan proses berpikir biasanya sukar ditemukan. Waham dan halusinasi jarang
sekali terdapat. Jenis ini timbulnya perlahan-lahan sekali. Pada permulaan mungkin
penderita mulai kurang memperhatikan keluarganya atau mulai menarik diri dari
pergaulan. Makin lama ia makin mundur dalam pekerjaan atau pelajaran dan
akhirnya menjadi pengangguran, dan bila tidak ada orang yang menolongnya ia
mungkin akan menjadi pengemis, pelacur, atau penjahat.
8. Skizofrenia lainnya
9. Skizofrenia YTT
Selain beberapa subtipe di atas, terdapat penggolongan skizofrenia lainnya
(yang tidak berdasarkan DSM IV TR), antara lain :
Bouffe delirante (psikosis delusional akut).
Konsep diagnostik Perancis dibedakan dari skizofrenia terutama atas dasar
lama gejala yang kurang dari tiga bulan. Diagnosis adalah mirip dengan diagnosis
gangguan skizofreniform didalam DSM-IV. Klinisi Perancis melaporkan bahwa kira-

kira empat puluh persen diagnosis delirante berkembang dalam penyakitnya dan
akhirnya diklasifikasikan sebagai media skizofrenia.
Skizofrenia laten.
Konsep skizofrenia laten dikembangkan selama suatu waktu saat terdapat
konseptualisasi diagnostic skizofrenia yang luas. Sekarang, pasien harus sangat
sakit mental untuk mendapatkan diagnosis skizofrenia; tetapi pada konseptualisasi
diagnostik skizofrenia yang luas, pasien yang sekarang ini tidak terlihat sakit berat
dapat mendapatkan diagnosis skizofrenia. Sebagai contohnya, skizofrenia laten
sering merupakan diagnosis yang digunakan gangguan kepribadian schizoid dan
skizotipal. Pasien tersebut mungkin kadang-kadang menunjukkan perilaku aneh
atau gangguan pikiran tetapi tidak terus menerus memanifestasikan gejala psikotik.
Sindroma juga dinamakan skizofrenia ambang (borderline schizophrenia) di masa
lalu.
Oneiroid.
Keadaan oneiroid adalah suatu keadaan mirip mimpi dimana pasien mungkin
pasien sangat kebingungan dan tidak sepenuhnya terorientasi terhadap waktu dan
tempat. Istilah skizofrenik oneiroid telah digunakan bagipasien skizofrenik yang
khususnya terlibat didalam pengalaman halusinasinya untuk mengeluarkan
keterlibatan didalam dunia nyata. Jika terdapat keadaan oneiroid, klinisi harus
berhati-hati dalam memeriksa pasien untuk adanya suatu penyebab medis atau
neurologist dari gejala tersebut.
Parafrenia.
Istilah ini seringkali digunakan sebagai sinonim untuk skizofrenia paranoid.
Dalam pemakaian lain istilah digunakan untuk perjalanan penyakit yang memburuk
secara progresif atau adanya system waham yang tersusun baik. Arti ganda dari
istilah ini menyebabkannya tidak sangat berguna dalam mengkomunikasikan
informasi.
Pseudoneurotik.
Kadang-kadang, pasien yang awalnya menunjukkan gejala tertentu seperti
kecemasan, fobia, obsesi, dan kompulsi selanjutnya menunjukkan gejala gangguan
pikiran dan psikosis. Pasien tersebut ditandai oleh gejala panansietas, panfobia,
panambivalensi dan kadang-kadang seksualitas yang kacau. Tidak seperti pasien
yang menderita gangguan kecemasan, mereka mengalami kecemasan yang
mengalir bebas (free-floating) dan yang sering sulit menghilang. Didalam
penjelasan klinis pasien, mereka jarang menjadi psikotik secara jelas dan parah.
Skizofrenia Tipe I.

Skizofrenia dengan sebagian besar simptom yang muncul adalah simptom


positif yaitu asosiasi longgar, halusinasi, perilaku aneh, dan bertambah banyaknya
pembicaraan. Disertai dengan struktur otak yang normal pada CT dan respon yang
relatif baik terhadap pengobatan.
Skizofrenia tipe II.
Skizofrenia dengan sebagian besar simptom yang muncul adalah simptom
negative yaitu pendataran atau penumpulan afek, kemiskinan pembicaraan atau isi
pembicaraan, penghambatan (blocking), dandanan yang buruk, tidak adanya
motivasi, anhedonia, penarikan sosial, defek kognitif, dan defisit perhatian. Disertai
dengan kelainan otak struktural pada pemeriksaan CT dan respon buruk terhadap
pengobatan.

Anda mungkin juga menyukai