Anda di halaman 1dari 39

BAB I

PENDAHULUAN
Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu masalah kesehatan
masyarakat yang utama di Indonesia. Jumlah penderita dan luas daerah
penyebarannya semakin bertambah seiring dengan meningkatnya mobilitas dan
kepadatan penduduk. Di Indonesia Demam Berdarah pertama kali ditemukan di
kota Surabaya pada tahun 1968, dimana sebanyak 58 orang terinfeksi dan 24
orang diantaranya meninggal dunia (Angka Kematian (AK) : 41,3 %). Sejak saat
itu, penyakit ini menyebar luas ke seluruh Indonesia.1.
Dengue Fever/DF dan Dengue haemorrhagic fever/DHF adalah penyakit
infeksi yang disebabkan oleh virus dengue atau yang sering dikenal dengan
Demam dengue (DD) dan demam berdarah dengue (DBD). Indonesia dimasukkan
dalam kategori A dalam stratifikasi DHF oleh World Health Organization
(WHO) 2001 yang mengindikasikan tingginya angka perawatan rumah sakit dan
kematian akibat DHF, khususnya pada anak.2
Infeksi virus dengue merupakan salah satu penyebab penyakit pada anakanak di Asia Tenggara yang perlu mendapatkan perawatan di rumah sakit. Infeksi
mungkin tanpa gejala atau mungkin menimbulkan berbagai sindroma klinis mulai
dari demam berdarah (DF), suatu nonspesifik penyakit demam, demam berdarah
dengue (DHF), dan dengue syok sindrom (DSS). (4)
Infeksi virus dengue pada manusia mengakibatkan spektrum manifestasi
klinis yang bervariasi antara penyakit paling ringan (mild undifferentiated febrile
illness), demam dengue, demam berdarah dengue, sampai demam berdarah
dengue disertai syok (dengue shock syndrome). Gambaran manifestasi klinis yang
bervariasi ini memperlihatkan sebuah fenomena gunung es yang terlihat di atas
permukaan laut, sedangkan kasus dengue ringan (silent dengue infection dan
demam dengue) merupakan dasarnya.

Tanda patognomonik antara demam dengue dan demam berdarah dengue


adalah peningkatan permeabilitas kapiler darah yang menyebabkan adanya
kebocoran dari intravaskuler ke kompartemen ekstravaskuler. Pada DBD yang
parah hilangnya plasma sangat penting, pasien menjadi hipovolemik, tanda-tanda
circulatory compromise, dan dapat menjadi syok. Demam berdarah dengue
mempunyai kemungkinan 5% menyebabkan kematian, tetapi bila berkembang
menjadi sindrom syok dengue akan meningkatkan kematian hingga 40%.
Sindrom syok dengue merupakan salah satu kegawatan di bidang infeksi.
Masalah yang berkembang di Indonesia belakangan ini adalah kecenderungan
pasien yang menderita demam berdarah dengue jatuh pada keadaan yang lebih
berat, yaitu sindrom syok dengue . Berbagai faktor ikut menggiring terjadi
sindrom syok dengue yaitu faktor genetik, ketahanan host, virulensi virus dengue,
intensitas infeksi, vektor Aedes aegypti, tatanan lingkungan yang masih ramah
terhadap vektor serta penatalaksanaan yang masih perlu dioptimalkan. (2)
Penanganan DSS adalah resusitasi dengan pemberian cairan secara
parenteral, dengan tujuan untuk memulihkan dan mempertahankan kebutuhan
cairan selama periode meningkatnya permeabilitas kapiler. Perawatan khusus
diperlukan untuk menghindari overload cairan dengan semua komplikasinya. Bila
resusitasi cairan dimulai sejak tahap awal, syok biasanya reversibel, dan setelah
masalah kebocoran plasma teratasi, pasien dapat sembuh dengan baik.
Rekomendasi dari WHO adalah pergantian volume inisial dengan cairan kristaloid
diikuti dengan plasma atau koloid pada pasien dengan syok. (6)
Meningkatnya jumlah kasus serta bertambahnya wilayah yang terjangkit
disebabkan karena semakin baiknya sarana transportasi penduduk, adanya
pemukiman baru, kurangnya prilaku masyarakat terhadap pembersihan sarang
nyamuk, terdapatnya vektor nyamuk hampir di seluruh pelosok tanah air serta
adanya empat sel tipe virus yang bersirkulasi sepanjang tahun. Departemen
kesehatan telah mengupayakan berbagai strategi dalam mengatasi kasus ini. pada
awalnya strategi yang digunakan adalah memberantas nyamuk dewasa melalui

pengasapan, kemudian strategi diperluas dengan menggunakan larvasida yang


ditaburkan ke tempat penampungan air yang sulit dibersihkan. Akan tetapi kedua
metode tersebut sampai sekarang belum memeperlihatkan hasil yang memuaskan.
Titik berat upaya pemberantasan vektor demam berdarah oleh masyarakat dengan
melaksanakan pemberantasan sarang nyamuk ( PSN ). (2)

BAB II
LAPORAN KASUS
I.

ANAMNESIS
1. IDENTIFIKASI
Seorang pria, Tn. K, usia 19 tahun, agama Islam, alamat Desa
Dermayu Kecamatan Air Periukan, pekerjaan Pelajar, dirawat di ruang
Teratai RSUD DR. M. Yunus Bengkulu sejak tanggal 19 Maret 2016
dengan keluhan utama demam sejak 3 hari SMRS.
2. RIWAYAT PERJALANAN PENYAKIT
Sejak 3 hari SMRS pasien demam, demam naik turun dan
dirasakan tinggi pada sore hingga malam hari, pasien merasakan lidah
terasa pahit. Pasien mengeluhkan nyeri kepala (+), nyeri pada mata (+)
nyeri sendi (+) dan nyeri otot (+), pasien tampak lemah (+), menggigil
(-), kejang (-), batuk (-), pilek (-), mual (+), muntah (-), keluar cairan
dari telinga (-), mimisan (-), gusi mudah berdarah (+), muncul ruamruam merah pada muka (-), tampak pucat (-), keluar bintik-bintik
merah seperti digigit nyamuk (-), sesak nafas (-), nyeri perut (-), nafsu
makan menurun (+), BAK nyeri (-), BAK merah atau keruh (-), nyeri
pinggang (-), BAK sedikit (-), BAB cair (-), BAB sulit (+), BAB
berwarna hitam (-), riwayat tetangga, teman dan saudara dirawat di RS
karena sakit demam berdarah (-).

3. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU


a. Riwayat demam berdarah disangkal
b. Riwayat malaria disangkal
c. Riwayat demam tifoid disangkal
d. Riwayat infeksi saluran kemih disangkal

4. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA


a. Riwayat demam berdarah dalam keluarga disangkal
b. Riwayat malaria dalam keluarga disangkal
c. Riwayat demam tifoid dalam keluarga disangkal
5. RIWAYAT KEBIASAAN
a. Riwayat minum jamu-jamuan disangkal
b. Riwayat minum obat pereda nyeri disangkal
c. Pasien jarang berolahraga

6. RIWAYAT SOSIAL EKONOMI


Pasien seorang pelajar STM kelas 3, status belum menikah, Ibu pasien
seorang Ibu Rumah Tangga, Ayah pasien seorang. Pasien anak pertama
dari dua bersaudara. Keadaan sosial ekonomi sedang.

II.

PEMERIKSAAN FISIK
1. STATUS PRAESENS
Keadaan Umum : Tampak Sakit Sedang
Kesadaran
: Kompos Mentis
Tekanan Darah : 110/80 mmHg
Nadi
: 88x/menit, regular, isi dan tegangan cukup
Pernapasan
: 20x/menit
Suhu Aksila
: 38.4 C
Berat Badan
: 50 kg
Tinggi Badan
: 165 cm
2. STATUS GENERALIS
Kepala

: Normocephal, rambut hitam, tersebar merata, dan tidak


rontok

Mata

: Konjungtiva palpebra anemis (-/-), sklera ikterik (-/-),


eksoftalmus (-/-), edema palpebra (-/-)

Hidung

: Sekret -/-, nafas cuping hidung (-), deviasi (-)

Telinga

: Sekret -/-, nyeri tekan tragus -/-, nyeri tekan mastoid -/-

Mulut

: Bibir sianosis (-), mukosa bibir kering (-), gusi

berdarah (-), faring hiperemis (-), tonsil T1-T1


Leher

: JVP (5-2) cmHO, pembesaran kelenjar getah bening (-),


tiroid tidak teraba membesar

Thoraks
Paru
Inspeksi

: Statis, dinamis simetris, retraksi (-), otot bantu nafas (-)

Palpasi

: Stemfremitus simetris kiri dan kanan, ekspansi


dinding dada dextra sinistra simetris.

Perkusi

: Sonor pada lapangan paru dextra dan sinistra


Nyeri ketok (-) pada semua lapanggan paru

Auskultasi : Vesikuler (+) di seluruh lapang paru dextra dan sinistra,


Ronkhi -/-, wheezing -/-

Jantung
Inspeksi

: Iktus kordis tidak terlihat

Palpasi

: Iktus kordis tidak teraba

Perkusi

: Batas kanan jantung di ICS 5 linea parasternalis dextra,


Batas kiri jantung di ICS 5 linea midklavikula sinistra
Batas atas jantung ICS 2 linea parasternalis sinistra

Auskultasi : BJ1 dan BJ2 (+) reguler, gallop (-), murmur (-)
Abdomen
Inspeksi

: Datar, scar (-), striae (-)

Auskultasi : BU (+) Normal


Palpasi

: Supel, nyeri tekan (+) epigastrium, hepar dan lien tidak

teraba, Ballotment (-), nyeri ketok CVA (-),


Perkusi

: Timpani di seluruh regio abdomen

Ekstremitas
Superior

: Akral hangat +/+, CRT <2 detik, edema(-/-), akral

pucat (-/-)
Inferior

: Akral hangat +/+, CRT <2 detik, edema(-/-),


akral pucat (-/-)

Genital:
Inspeksi

: Luka(-), Skar (-), edema (-), Hiperemis (-)

Palpasi

: Nyeri tekan (-)

III.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. LABORATORIUM (Tanggal 13 Maret 2016)
Hb
: 13,3 g/dl
Ht
: 39%
Leukosit
: 3.800 mm3
Trombosit
: 122.000 sel/mm3
S. Typhi O
: 1/320
S. Paratyphi AO
: (-)
S. Paratyphy BO
: (-)
S. Paratyphi CO
: (-)
S. Typhi H
:1/320
S. Paratyphi AH
: (-)
S. Paratyphi BH
: 1/160
S. Paratyphi CH
: (-)

IV.

RESUME
Dari anamnesis didapatkan informasi dari pasien berupa keluhan
sebagai berikut; Pasien mengalami demam selama 3 hari naik turun dan
dirasakan lebih tinggi pada sore hingga malam hari, selain itu pasien
mengeluhkan lidah terasa pahit, nyeri kepala, nyeri pada mata, serta nyeri
pada otot dan sendi. Pasien juga terlihat sangat lemah. Dari pemeriksaan
fisik dilakukan uji bendung positif dengan jumlah 30 petekie. Hasil
labortorium didapatkan trombositopenia (122.000 sel/mm), Leukopenia
(3.800 mm).

V.

MASALAH
1. DAFTAR MASALAH
Typhoid Fever
Dengue Haemorrhagic Fever grade II
2. PENGKAJIAN MASALAH
Typhoid Fever dan Dengue Haemorrhagic Fever grade II
Pada pasien ini dipikirkan mengalami demam tifoid karena
didapatkan keluhan demam selama 3 hari yang naik turun dan lebih
tinggi pada sore hingga malam hari, selain itu pasien mengeluhkan
nyeri kepala, nyeri pada mata, serta nyeri pada otot dan sendi, mual,
sulit BAB. Pasien juga terlihat sangat lemah. Selain itu pasien juga
dipikirkan mengalami demam berdarah karena dari pemeriksaan fisik
dilakukan uji bendung positif dengan jumlah 30 petekie, kemudian
pasien juga mengalami gusi berdarah. Hasil labortorium didapatkan
trombositopenia (122.000 sel/mm), Leukopenia (3.800 mm).
Rencana Diagnostik
-

Widal

DHF Rapid test

Trombosit

Rencana Terapi
Non- Farmakologi
-

Istirahat
Menjaga asupan cairan oral

Farmakologi
-

IVFD RL gtt30/menit

Paracetamol tablet 3 x 500mg

Rencana Edukasi

Menjelaskan kepada pasien dan keluarganya tentang penyakitnya,


prosedur diagnostik yang akan dilakukan serta pengobatan dan

perawatan selanjutnya yang harus dilakukan


Menjelaskan kepada pasien untuk banyak istirahat dan menjaga
asupan cairan oral

VI.

DIAGNOSA SEMENTARA
Demam tifoid
DHF grade I

VII.

DIAGNOSIS BANDING
Demam dengue

VIII. PERKEMBANGAN SELAMA RAWAT INAP


Tanggal
S

14 Maret 2016
Demam (+), begah (+), nyeri kepala (+), nyeri otot (+),
nyeri daerah mata (+) mual (+), muntah (-), badan lemas
(+), mimisan (-), gusi berdarah (-), bintik kemerahan di
kulit (-), BAK (+) normal, nyeri BAK (-), BAB (-)
Normal

O
Keadaan umum

Tampak Sakit Sedang

Kesadaran

Kompos Mentis

Tekanan darah

110/70 mmHg

Nadi

83 x/ menit

Frekuensi napas

20x/ menit

Suhu

38,1 C

Keadaan spesifik
Kepala

CA -/-, SI -/-, Edema palpebra (-)

Leher

Pembesaran kelenjar getah bening (-), tiroid tidak teraba


membesar.

Thorax

Cor : BJ I dan II normal, regular, murmur (-), gallop (-)

Pulmo : Sonor di seluruh lapang paru, Vesikuler (+),


ronkhi (-), wheezing (-)
Abdomen

Datar, BU (+) normal, nyeri tekan

(+) epigastrium,

Timpani di seluruh abdomen, hepar dan lien tak teraba.


Ekstremitas

Akral hangat (+/+), edema (-/-), CRT <2 detik, akral


pucat (-/-)

Laboratorium:
Leukosit 2.800 mm
Hemoglobin 12,9 gr/dl
Hematokrit 37%
A
P

(terapi

ruangan)

Trombosit 100.000 sel/mm


Demam tifoid, DHF grade II
di Terapi :
IVFD RL gtt 20/menit
Omeprazole inj 1x1
Ceftazidim inj 2x1
Paracetamol tablet 3 x 500mg
Psidii 3x1

Rencana

Neurodex 2x1
H2TL

Pemeriksaan
Tanggal
S

15 Maret 2016
Demam (+), nyeri kepala (+), nyeri otot (+), nyeri daerah
mata (+) mual (+), muntah (-), badan lemas (+), mimisan (-),
gusi berdarah (-), bintik kemerahan di kulit (-), BAK (+)
normal, nyeri BAK (-), BAB (+)

O
Keadaan umum

Tampak Sakit Sedang

10

Kesadaran

Kompos Mentis

Tekanan darah

110/70 mmHg

Nadi

85 x/ menit

Frekuensi napas

20x/ menit

Suhu

38,3 C

Keadaan spesifik
Kepala

CA -/-, SI -/-, Edema palpebra (-)

Leher

Pembesaran kelenjar getah bening (-), tiroid tidak teraba


membesar.

Thorax

Cor : BJ I dan II normal, regular, murmur (-), gallop (-)


Pulmo : Sonor di seluruh lapang paru, Vesikuler (+), ronkhi
(-), wheezing (-)

Abdomen

Datar, BU (+) normal, nyeri tekan (+), Timpani di seluruh


abdomen, hepar dan lien tak teraba.

Ekstremitas

Akral hangat (+/+), edema (-/-), CRT <2 detik, akral pucat
(-/-)

Laboratorium:
Leukosit 3.000 mm
Hemoglobin 13,9 gr/dl
Hematokrit 37%
A
P

(terapi

ruangan)
Rencana

Tanggal

Trombosit 55.000 sel/mm


Demam tifoid, DHF grade II
di Terapi :
IVFD RL gtt 20/menit
H2TL

16 Maret 2016

11

Demam (-), begah (+), nyeri kepala (-), nyeri otot (+), nyeri
daerah mata (-) mual (-), muntah (-), badan lemas (-),
mimisan (-), gusi berdarah (-), bintik kemerahan di kulit
(-), BAK (+) normal, nyeri BAK (-), BAB (-)

O
Keadaan umum

Tampak Sakit Ringan

Kesadaran

Kompos Mentis

Tekanan darah

120/70 mmHg

Nadi

78 x/ menit

Frekuensi napas

20x/ menit

Suhu

37,3C

Keadaan spesifik
Kepala

CA -/-, SI -/-, Edema palpebra (-)

Leher

Pembesaran kelenjar getah bening (-), tiroid tidak teraba


membesar.

Thorax

Cor : BJ I dan II normal, regular, murmur (-), gallop (-)


Pulmo : Sonor di seluruh lapang paru, Vesikuler (+), ronkhi
(-), wheezing (-)

Abdomen

Datar, BU (+) normal, nyeri tekan (+) epgastrium, Timpani


di seluruh abdomen, hepar dan lien tak teraba.

Ekstremitas

Akral hangat (+/+), edema (-/-), CRT <2 detik, akral pucat
(-/-)
Laboratorium:
Trombosit 52.000 sel/mm

A
P

(terapi

ruangan)

Demam tifoid, DHF grade II


di Terapi :
IVFD RL gtt 20/menit
Ceftazidim inj 2x1
Antacid syr 3x1

12

Neurodex 3x1
Curcuma 3x1
Rencana

Psidii 3 x 1
Ht, trombosit

Tanggal
S

17 Maret 2016
Demam (-), nyeri kepala (-), nyeri otot (-), nyeri daerah
mata (-) mual (+), muntah (-), badan lemas (-), mimisan
(-), gusi berdarah (-), bintik kemerahan di kulit (-), BAK
(+) normal, nyeri BAK (-), BAB (+) Normal

O
Keadaan umum

Tampak Sakit Ringan

Kesadaran

Kompos Mentis

Tekanan darah

100/70 mmHg

Nadi

80 x/ menit

Frekuensi napas

20x/ menit

Suhu

36,6C

Keadaan spesifik
Kepala

CA -/-, SI -/-, Edema palpebra (-)

Leher

Pembesaran kelenjar getah bening (-), tiroid tidak teraba


membesar.

Thorax

Cor : BJ I dan II normal, regular, murmur (-), gallop (-)


Pulmo : Sonor di seluruh lapang paru, Vesikuler (+), ronkhi
(-), wheezing (-)

Abdomen

Datar, BU (+) normal, nyeri tekan (-), Timpani di seluruh


abdomen, hepar dan lien tak teraba.

Ekstremitas

Akral hangat (+/+), edema (-/-), CRT <2 detik, akral pucat
(-/-)
Laboratorium:
Hematokrit 43%
13

Trombosit 40.000 sel/mm


A
P

(terapi

Demam tifoid, DHF grade II


di Terapi :

ruangan)

IVFD gelafusal gtt 15/menit


Curcuma 3x1
Ceftazidim
Neurodex 2x1

Rencana

Psidii 3 x1
Hematokrit
Trombosit
DHF rapid test

Tanggal
S

18 Maret 2016
Demam (-), nyeri kepala (-), nyeri otot (-), nyeri daerah
mata (-) mual (-), muntah (-), badan lemas (-), mimisan (-),
gusi berdarah (-), bintik kemerahan di kulit (-), BAK (+)
normal, nyeri BAK (-), BAB (+) Normal

O
Keadaan umum

Baik

Kesadaran

Kompos Mentis

Tekanan darah

110/70 mmHg

Nadi

76 x/ menit

Frekuensi napas

20x/ menit

Suhu

36,7C

Keadaan spesifik
Kepala

CA -/-, SI -/-, Edema palpebra (-)

Leher

Pembesaran kelenjar getah bening (-), tiroid tidak teraba


membesar.

Thorax

Cor : BJ I dan II normal, regular, murmur (-), gallop (-)


Pulmo : Sonor di seluruh lapang paru, Vesikuler (+), ronkhi
14

(-), wheezing (-)


Datar, BU (+) normal, nyeri tekan (-), Timpani di seluruh
Abdomen

abdomen, hepar dan lien tak teraba.


Akral hangat (+/+), edema (-/-), CRT <2 detik, akral pucat

Ekstremitas

(-/-)
Laboratorium:
Hematokrit 51%
Trombosit 89.000 sel/mm
DHF rapid test IgG (+), IgM (-)

A
P

(terapi

ruangan)

Demam tifoid, DHF grade II


di Terapi :
Neurodex 2x1
Curcuma 3x1

Rencana

Psidii 3 x1
Pasien boleh pulang (rawat jalan)
Hematokrit, trombosit per 24 jam

15

BAB III
ANALISIS KASUS
Dengue Haemorragic Fever
Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) adalah penyakit demam akut yang
disertai dengan adanya manifestasi perdarahan, yang bertendensi mengakibatkan
renjatan yang dapat menyebabkan kematian. 1 Penyakit ini merupakan infeksi akut
yang disebabkan oleh Arbovirus (arthropodborn virus) dan ditularkan melalui
gigitan nyamuk Aedes Aegypti dan Aedes Albopictus.2

Gambar 1. Perbedaan Demam Dengue dan Demam Berdarah Dengue

Sindrom syok dengue adalah derajat terberat dari DBD yang terjadi karena
peningkatan permeabilitas kapiler sehingga cairan keluar dari intravaskuler ke
ekstravaskuler, sehingga terjadi penurunan volume intravaskuler dan hipoksemia.
16

Syok yang biasanya terjadi pada saat atau segera setelah suhu turun,
antara hari ke 3 sampai hari sakit ke 7 disebabkan oleh peningkatan permeabilitas
vaskular sehingga terjadi kebocoran plasma, efusi cairan serosa ke rongga pleura
dan peritonium, hipoproteinemia, hemokonsentrasi dan hipovolemia yang
mengakibatkan berkurangnya aliran balik vena, preload miokard, volume
sekuncup dan curah jantung sehingga terjadi disfungsi sirkulasi dan penurunan
perfusi organ. 1,2
3.1. ETIOLOGI 8
Virus dengue merupakan small single stranded RNA. Infeksi dengue
disebabkan oleh virus dengue yang termasuk kelompok B Arthropod Virus
(Arbovirus) yang sekarang dikenal dengan genus Flavivirus, famili
Flaviviride, dan mempunyai 4 jenis serotipe, yaitu: Den-1, Den-2, Den-3,
Den-4.
Virus DBD ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk aedes
aegypti betina yang infektif. Nyamuk medapatkan virus saat menghisap darah
manusia yang terinfeksi virus dengue. Setelah masa inkubasi, nyamuk yang
terinfeksi dapat menularkan virus selama sisa hidupnya. Bahkan nyamuk
betina yang terinfeksi juga dapat menularkan virus kepada anak-anak mereka
dengan transovarial (melalui telur) transmisi, tetapi peran penularan virus ke
manusia belum didefinisikan.
3.2. PATOGENESIS8
Patogenesisnya belum dimengerti secara sempurna; penelitian
epidemiologi memberi kesan bahwa biasanya disertai dengan infeksi dengue
tipe 2,3, dan 4 sekunder. Virus dengue masuk ke dalam tubuh manusia
melalui gigitan nyamuk dan infeksi pertama kali mungkin memberi gejala
sebagai demam dengue. Reaksi tubuh memberikan reaksi yang berbeda ketika
seseorang mendapat infeksi yang berulang masuk ke dalam tubuh melalui
gigitan nyamuk. Hal ini merupakan dasar teori yang disebut the secondary
heterologous infection atau the sequential infection hypothesis. Infeksi virus
17

yang berulang ini akan menyebabkan suatu reaksi anamnestik antibodi,


sehingga menimbulkan kompleks antigen-antibodi dengan konsentrasi tinggi.
Antibodi heterolog yang telah ada sebelumnya akan mengenai virus
lain yang akan menginfeksi dan kemudian membentuk kompleks antigen
antibodi yang kemudian berikatan dengan Fc reseptor dari membran sel
leukosit terutama makrofag. Oleh karena antibodi heterolog maka virus tidak
dinetralisasi oleh tubuh sehingga akan bebas melakukan replikasi dalam sel
makrofag. Dihipotesiskan juga mengenai antbodi dependent enchancement
(ADE), suatu proses yang akan meningkatkan infeksi dan replikasi virus
dengue di dalam sel mononuklear. Sebagai tanggapan terhadap infeksi
tersebut, terjadi sekresi mediator vasoaktif yang kemudian menyebabkan
peningkatan permeabilitas pembuluh darah, sehingga mengakibatkan keadaan
hipovolemik dan syok.
Sebagai akibat infeksi sekunder oleh tipe virus dengue yang berlainan
pada tiap pasien, respon antibodi anamnestik yang akan terjadi dalam waktu
beberapa hari mengakibatkan proliferasi dan transformasi limfosit dengan
menghasilkan titer tinggi antibodi IgG anti dengue. Replikasi virus dengue
terjadi juga dalam limfosit yang bertransformasi dengan akibat terdapatnya
virus dalam jumlah banyak. Hal ini mengakibatkan terbentuknya kompleks
antigen antibodi yang kaan mengaktifkan sistem komplemen. Pelepasan C3a
dan C5a akibat aktivasi C3 dan C5 menyebabkan peningkatan permeabilitas
dinding pembuluh darah dan merembesnya plasma dari ruang intravaskular
ke ruang ekstravaskuler. Pada pasien yang syok berat volume plasma dapat
berkurang sampai lebih dari 30% dan berlangsung selama 24-48 jam.
Perembesan plasma ini terbukti dengan adanya peningkatan hematokrit,
penurunan kadar natrium, dan terdapatnya cairan pada rongga serosa (efusi
pleura,ascites). Syok yang tidak ditangani secara adekuat akan menyebabkan
asidosis dan anoksia.

18

Selain aktifkan komplemen, reaksi ini pun menyebabkan agregasi


trombosit dan mengaktivisasi sistem koagulasi melalui kerusakan endotel
pembuluh darah. Kedua faktor tersebut menyebabkan perdarahan oada DBD.
Agregasi trombosit terjadi sebagai akibat dari perlekatan kompleks antigenantibodi pada membran trombosit mengakibatkan pengeluaran ADP, sehingga
trombosit melekat satu sama lain. Hal ini membuat trombosit dihancurkan
oleh RES sehingga terjadi trombositopenia. Agregasi trombosit ini
menyebabkan pengeluaran platelet faktor III sehingga terjadi koagulopati
konsumtif (KID), ditandai dengan peningkatan FDP (fibrinogen degredation
product) sehingga ada penurunan faktor pembekuan.
Agregasi trombosit mengakibatkan gangguan fungsi trombosit,
sehingga walaupun jumlah trombosit masih cukup banyak, tidak berfungsi
baik. Disisi lain, aktivasi koagulasi akan menyebabkan aktivasi faktor
Hageman sehinga terjadi aktivasi sistem kinin sehingga memacu peningkatan
permeabilitas kapiler yang dapat mempercepat terjadinya syok. Jadi
perdarahan pada DBD akibat trombositopenia, penurunan faktor pembekuan
akibat KID, kelainan fungsi trombosit, kerusakan dinding endotel kapiler.
Akhirnya perdarahan memperberat syok yang terjadi.
Dampak metabolik lain yang terjadi pada infeksi virus dengue ialah
memposisikan tubuh host dalam kondisi hipermetabolik. Pada kondisi
hipermetabolik tubuh menuntut mitokondria untuk meningkatkan produksi
ATP. Dampak sampingnya ialah peningkatan produksi Reactive Oxygen
Species (ROS). ROS bersama sitokin proinflamatori menyebabkan penurunan
elastisitas otot polos kapiler, miokard dan berpengaruh pada sistem konduksi
jantung terutama pada sindrom syok dengue. Dapat dipahami bahwa syok
pada infeksi DBD dapat terjadi akibat perpindahan plasma, perdarahan,
kelumpuhan otot polos vaskuler, kelumpuhan miokard.10
3.3.

MANIFESTASI KLINIK7

19

Infeksi dengue merupakan penyakit sistemik dan dinamis. Penyakit ini


memiliki spektrum klinis yang. Setelah masa inkubasi, dilanjutkan dengan 3
fase yaitu fase demam, kritis dan resolusi/pemulihan.
Fase pertama yang relatif ringan dengan demam mendadak , malaise,
mual, muntah, nyeri kepala, anoreksia. Pada fase kedua, biasanya terdapat
ekstremitas dingin, lembab, badan panas, muka merah, keringat banyak,
gelisah, iritabel, nyeri mid epigastrium. Seringkali ptekie tersebar pada dahi
dan tungkai. Pernafasan cepat dan sering berat. Nadi lemah, cepat, kecil dan
suara jantung halus.

Hati mungkin membesar dibawah tepi kosta dan

biasanya keras dan agak nyeri. Kurang dari 10% penderita menderita
ekimosis atau perdarahan saluran cerna yang nyata, biasanya pasca masa syok
yang tidak terkoreksi.
1. Fase demam
Demam tinggi mendadak, terus menerus, berlangsung 2-7 hari, naik
turun tidak berpengaruh dengan antipirektik. Suhu tubuh bisa mencapai
40oC dan dapat terjadi kejang demam. Kadang terdapat muka yang
merah, eritema, myalgia, arthralgia, dan sakit kepala. Pada beberapa
pasien pun bisa ada gejala nyeri tenggorok, infeksi pada konjungtiva.
Anoreksia, mual, dan muntah sering juga dikeluhkan. Sulit membedakan
demam karena infeksi dengua dengan demam non dengue pada fase awal
seperti ini, tetapi dengan positifnya uji torniket meningkatkan
kemungkinan demam dengue.

20

2. Fase kritis
Akhir fase demam merupakan fase kritis , anak terlihat seakan
sehat, hati-hati karena fase tersebut dapat sebagai awal kejadian syok.
Hari ke 3-7 adalah fase kritis. Dimana kebocoran plasma bisa terjadi
kurang dari 24-48 jam.
Progresif leukopenia

diikuti

penurunan

jumlah

trombosit

mendahului terjadinya kebocoran plasma. Pada fase ini, pasien yang


tidak mengalami kebocoran plasma akan membaik keadaannya,
sedangkan yang mengalami kebocoran plasma sebaliknya karena
kehilangan volume plasma. Ascites dan efusi pleura bisa terdeteksi
tergantung dari keparahan kebocoran plasma dan volume terapi cairan.
3. Fase resolusi
Bila dalam waktu 24-48 jam pasien berhasil melewati fase kritis, keadaan
umum dan nafsu makan membaik, status hemodinamik stabil. Semua
nilai lab kembali normal secara perlahan.
Demam

21

Demam tinggi mendadak, terus menerus, berlangsung 2-7 hari, naik turun
tidak berpengaruh dengan antipirektik. Suhu tubuh bisa mencapai 40oC dan
dapat terjadi kejang demam. Kadang terdapat muka yang merah, eritema,
myalgia, arthralgia, dan sakit kepala. Pada beberapa pasien pun bisa ada
gejala nyeri tenggorok, infeksi pada konjungtiva. Anoreksia, mual, dan
muntah sering juga dikeluhkan. Sulit membedakan demam karena infeksi
dengua dengan demam non dengue pada fase awal seperti ini, tetapi dengan
positifnya uji torniket meningkatkan kemungkinan demam dengue. 5

Tanda-tanda perdarahan
Ptekie, purpura, ekimosis, perdarahan konjungtiva. Ptekie merupakan
tanda perdarahan yang paling sering ditemukan. Ptekie muncul pada hari
pertama tetapi dapat juga pada hari ke 3,4,5 demam. Perdarahan lain seperti
epistaksis, perdarahan gusi, melena dan hematemesis. Kadang terdapat juga
hematuria.
Hepatomegali
Umumnya dapat ditemukan apada permulaan penyakit. Pembesaran hepar
bervariasi dari yg hanya teraba sampai 2-4cm di bawah arkus kosta.
Nyeri sendi
Pada demam berdarah dengue terdapat gejala pada nyeri pada tulang
disebabkan replikasi virus dan dekstruksi seluler pada sumsum tulang. 14 Pada
kira-kira sepertiga kasus, setelah demam berlangsung beberapa hari, keadaan
umum pasien tiba-tiba memburuk. Hal ini terjadi pada saat atau setelah
demam menurun, yaitu diantara hari sakit ke 3-7.
Syok
Adanya gangguan permeabilitas vaskular yang terus menerus, memicu
terjadinya hipovolemi dan syok. Hal ini terjadi dimana suhu tubuh mulai
menurun hingga normal, yaitu rata-rata pada hari ke 3-7. Pada tahap awal
syok, mekanisme kompensasi yang mempertahankan tekanan darah normal
sistolik juga menyebabkan takikardi dan vasokontriksi perifer dengan

22

penurunan perfusi pada kulit menyababkan akral menjadi dingin dan


lambatnya cappilary reffill.
Demam turun disertai keluarnya keringat, perubahan pada denyut nadi dan
tekanan darah, akral dingin, disertai kongesti kulit. Perubahan ini
menandakan gejala gangguan sirkulasi, sebagai akibat dari perembesan
plasma yang dapat bersifat ringan atau sementara. Terdapat tanda kegagalan
sirkulasi: kulit teraba dingin dan lembab terutama pada ujung jari dan kaki,
sianosis disekitar mulut, pasien menjadi gelisah, nadi cepat dan lemah dan
kecil sampai tidak teraba. Sesaat sebelum syok seringkali pasien mengeluh
nyeri perut.
Syok ditandai dengan :

Denyut nadi cepat dan lemah


Anak yang semula rewel, cengeng dan gelisah lambat laun kesadarannya
menurun menjadi apatis, sopor, dan koma. Hal ini disebabkan kegagalan
sirkulasi serebral

Perubahan nadi, baik frekuensi maupun amplitudonya. Nadi menjadi


cepat dan lembut sampai tidak dapat diraba oleh karena kolap sirkulasi.

Tekanan nadi menurun (20mmhg atau kurang)


Hipotensi Tekanan sistolik pada anak menurun menjadi 80 mmHg
atau kurang

Kulit pucat, dingin, dan lembab terutama pada ujung jari kaki, tangan dan
hidung sedangkan kuku menjadi biru. Hal ini disebabkan oleh sirkulasi
yang insufisien yang menyebabkan peninggian aktivitas simpatikus
secara refleks.

Oliguria sampai anuria karena menurunnya perfusi darah yang meliputi


arteri renalis.

23

Gambar 10. Derajat Beratnya Penyakit DBD

Klasifikasi derajat penyakit Infeksi virus dengue:


DD

: Demam disertai 2 atau lebih tanda : Sakir kepala, nyeri retroorbita, mialgia,

artralgia.

Derajat I

: Demam disertai uji tourniquet positif.

Derajat II

: Demam + uji tourniquet positif disertai manifestasi perdarahan


(seperti : Epistaksis, perdarahan gusi )

Derajat III

: Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah,


tekanan nadi menyempit (<20 mmhg), hipotensi, sianosis, disekitar
mulut, kulit dingin dan lembab, gelisah.

Derajat IV

: Syok berat (profound syok), nadi tidak teraba, dan tekanan darah
tidak terukur.

3.4. PEMERIKSAAN PENUNJANG 8


Laboratorium
a. Leukosit
24

Dapat normal atau menurun dengan dominasi sel neutrofil. Akhir fase
demam jumlah leukosit dan neutofil menurun, sehingga jumlah
limfosit relatif meningkat. Peningkatan jumlah limfosit atipikal atau
limfosit plasma biru (LPB >4%) di daerah tepi dijumpai pada hari sakit
ke 3-7.
b. Trombosit
Jumlah trombosit 100.000/ul atau kurang dari 1-2 trombosit/lpb. Pada
hari ke 3-7
c. Hematokrit
Gambaran hemokonsentrasi. Merupakan indikator yang peka akan
terjadinya perembesan plasma, sehingga perlu dilakukan pemeriksaan
secara berkala. Hemokonsentrasi dengan peningkatan hematokrit 20%
atau lebih mencerminkan peningkatan permeabilitas kapiler dan
perembesan plasma. Nilai hematokrit dipengaruhi oleh pergantian
cairan atau perdarahan.
d. Kadar albumin menurun sedikit dan besifat sementara
e. Eritrosit dalam tinja hampir selalu ditemukan
f. Penurunan faktor koagulasi dan fibrinotik yaitu fibrinogen, protrombin
g.
h.
i.
j.
k.

seperti faktor V, VII, IX, X


Waktu tromboplastin parsial dan waktu protrombin memanjang
Hipoproteinemia
Hiponatremia
SGOT/SGPT sedikit meningkat
Asidosis metabolik berat dan peningkatan kadar urea nitrogen terdapat
pada syok yang berkepanjangan.

Radiologi
Pada foto thoraks DBD grade III / IV dan sebagian grade II
didapatkan efusi pleura, biasanya sebelah kanan. Posisi foto adalah lateral
dekubitus kanan. Ascites dan efusi pleura dapat di deteksi dengan
pemeriksaan USG.
Serologis
a. Uji Hemaglutinasi Inhibisi (HI test)
Merupakan uji serologis yang dianjurkan dan sering dipakai dan
dipergunakan sebagai gold standard pada pemeriksaan serologis.
25

Meskipun begitu, terdapat hal-hal yang perlu diperhatikan pada uji HI


ini : (a) Uji HI sensitif tetapi tidak spesifik, artinya tidak dapat
menunjukkan tipe virus apa yang menginfeksi, (b) antibodi HI bertahan
sangat lama dalam tubuh (sampai > 48 tahun), sehingga sering dipakai
dalam studi sero-epidemiologi, (c) untuk diagnosis membutuhkan
kenaikan titer konvalesens 4x lipat dari titer serum akut atau titer tinggi
(> 1280) baik pada serum akut atau konvalesens dianggap sebagai
positif infeksi dengue yang baru terjadi (recent dengue infection).
b. Uji Komplemen fiksasi (CF test)
Uji komplemen fiksasi jarang digunakan sebagai uji diagnostik rutin,
oleh karena cara pemeriksaan yang rumit dan memerlukan tenaga yang
berpengalaman. Berbeda dengan antibodi HI, antibodi CF hanya
bertahan beberapa tahun saja (2-3 tahun).
c. Uji Neutralisasi (NT test)
Merupakan uji yang paling sensitif dan spesifik untuk virus dengu. Uji
neutralisasi memakai cara yang disebut Plague reduction Neutralization
Test (PRNT) yang berdasarkan adanya reduksi dari plak yang terjadi.
Antibodi neutralisasi dideteksi hampir bersamaan dengan HI antibodi
dan bertahan lama (> 4-8 tahun). Tetapi uji neutralisasi juga rumit dan
memerlukan waktu yang cukup lama sehingga tidak dipakai secara rutin.
d. IgG dan IgM Elisa
Setelah satu minggu terinfeksi virus dengue, terjadi viremia yang diikuti
oleh pembentukan IgM antidengue. IgM hanya berada dalam waktu
yang relatif singkat dan akan disusul dengan pembentukan igG. Pada
kira-kira hari ke 5 terbentuklah antibodi yang bersifat menetralisasi
virus. Imunoserologi berupa IgM (merupakan penanda infeksi saat ini)
dan IgG (merupakan penanda infeksi masa lalu). IgM akan terdeteksi
mulai hari ke 3-5, meningkat sampai minggu ke-3 dan menghilang
setelah 60-90 hari setelahnya. Sedangkan IgG terdeteksi pada hari ke-14
pada infeksi primer dan hari ke-2 pada infeksi sekunder.

26

e. NS1-Ag tes
Tes yang dapat mendiagnosis DBD dalam waktu demam 8 hari pertama
yaitu antigen virus dengue yang disebut dengan antigen NS1.
Keuntungan mendeteksi antigen NS1 yaitu untuk mengetahui adanya
infeksi dengue pada penderita tersebut pada fase awal demam, tanpa
perlu menunggu terbentuknya antibodi.
Pemeriksaan antigen NS1 diperlukan untuk mendeteksi adanya infeksi
virus dengue pada fase akut, dimana pada berbagai penelitian
menunjukkan bahwa NS1 lebih unggul sensitivitasnya dibandingkan
kultur virus dan pemeriksaan PCR maupun antibodi IgM dan IgG
antidengue. Spesifisitas antigen NS1 100% sama tingginya seperti pada
gold standard kultur virus maupun PCR.
Antigen NS1 merupakan glikoprotein tersekresi 48 kDa yang tidak
terdapat pada partikel virus yang terinfeksi namun terakumulasi di
dalam supernatan dan membran plasma sel selama proses infeksi. NS1
merupakan gen esensial di dalam sel yang terinfeksi dimana fungsinya
sebagai ko-faktor untuk replikasi virus, yang terdapat bersama di dalam
bentuk replikasi RNA double-stranded (Mackenzie, 1996). Immune
recognition dari permukaan sel NS1 pada sel endotel dihipotesiskan
berperan dalam mekanisme kebocoran plasma yang terjadi selama
infeksi virus dengue yang berat. Sampai saat ini, bagaimana NS1

27

berhubungan dengan membran plasma, yang tidak berisi motif sekuens


membrane-spanning masih belum jelas.
NS1 terikat secara langsung pada permukaan berbagai tipe sel epitelial
dan sel mesensimal, juga menempel secara kurang lekat terhadap
berbagai sel darah tepi. NS1-Ag tes adalah tes untuk deteksi protein non
struktur NS-1 Ag yang ada dalam sirkulasi dan dapat mendeteksi ke
empat serotipe. Keunggulannya dapat mendeteksi virus lebih awal,
mulai dari hari ke-1 demam sampai demam hari ke-9 dan mempunyai
sensitivitas DEN-1 : 88,9%, DEN-2 : 87,1%, DEN-3 : 100%, DEN-4 :
93,35%.
3.4. PENATALAKSANAAN 1,3,8,9
Pada prinsipnya terapi DHF adalah bersifat suportif dan simtomatis.
Penatalaksanaan ditujukan untuk mengganti kehilangan cairan akibat
kebocoran plasma dan memberikan terapi substitusi komponen darah
bilamana diperlukan. Dalam pemberian terapicairan, hal terpenting yang
perlu dilakukan adalah pemantauan baik secara klinis maupun laboratoris.
Proses kebocoran plasma dan terjadinya trombositopenia pada umumnya
terjadi antara hari ke 4 hingga 6 sejak demam berlangsung. Pada hari ke-7
proses kebocoran plasma akan berkurang dan cairan akan kembali dari
ruang interstitial ke intravaskular.
Protokol

pemberian

cairan

sebagai

komponen

utama

penatalaksanaan DHF dewasa mengikuti 5 protokol, mengacu pada protokol


WHO. Protokol ini terbagi dalam 5 kategori, sebagai berikut:
1. Penanganan tersangka DHF tanpa syok
2. Pemberian cairan pada tersangka DHF dewasa di ruang rawat
3. Penatalaksanaan DHF dengan peningkatan hematokrit >20%
4. Penatalaksanaan perdarahan spontan pada DHF dewasa
5. Tatalaksana sindroma syok dengue pada dewasa
28

Protokol 1. Penanganan Tersangka DHF dewasa tanpa syok.


Seorang

yang

tersangka

menderita

DHF

dilakukan

pemeriksaan

haemoglobin, hematokrit, dan trombosit, bila :


Hb, Ht, dan trombosit normal atau trombosit antara 100.000-150.000,
pasien dapat dipulangkan dengan anjuran kontrol atau berobat jalan ke
poliklinik dalam waktu 24 jam berikutnya ( dilakukan pemeriksaan Hb,
Ht, lekosit dan trombosit tiap 24 jam ) atau bila keadaan penderita
memburuk segera kembali ke instalansi gawat darurat.
Hb, Ht normal dengan trombosit <100.000 dianjurkan untuk dirawat.
Hb, Ht meningkat dan trombosit normal atau turun juga dianjurkan
dirawat.

29

Gambar 11. Penanganan tersangka DHF tanpa syok

Protokol 2. Pemberian cairan pada tersangka DHF dewasa di ruang


rawat.
Pasien yang tersangka DHF tanpa perdarahan spontan dan masif dan
tanpa syok maka diruang rawat diberikan cairan infus kristaloid dengan
jumlah seperti rumus berikut ini :
Volume cairan kristaloid per hari yang diperlukan, sesuai rumus berikut :
1500 + (20 x( BB-20) ml
Setelah pemberian cairan dilakukan pemeriksaan Hb, HT tiap 24 jam :

30

Bila Hb, Ht meningkat 10-20% dan trombosit < 100.000 jumlah


pemberian cairan tetap, tetapi pemantauan Hb, Ht, trombo dilakukan tiap
12 jam.
Bila Hb, Ht meningkat >20% dan trombosit <100.000, maka Pemberian
cairan sesuai dengan protokol penatalaksanaan DHF dengan peningkatan
Ht>20%.

Gambar 12. Pemberian cairan pada tersangka DHF dewasa di


ruang rawat

31

Protokol 3. Penatalaksanaan DHF dengan peningkatan Ht>20%

Gambar 13. Penatalaksanaan DHF dengan peningkatan hematokrit >20%

Protokol 4. Penatalaksanaan Perdarahan spontan pada DHF dewasa.

32

Perdarahan spontan dan masif pada penderita DHF dewasa adalah :


perdarahan hidung/epistaksis yang tidak terkendali, perdarahan saluran cerna
(henatemesis dan melena atau hematokesia), perdarahan saluran kencing
(hematuria), perdarahan otak atau perdarahan tersembunyi dengan jumlah
perdarahan sebanyak 4-5 ml/kgBB/jam.

Perdarahan
Spontan dan
Masif :
- Epistaksis
tidak TRAN
terkendali
SFUSI
Hematemesis
Hb < 10
melena
gr%
Gambar 14. Penatalaksanaan
- DHF Spontan pada dewasa
TROM
Perdarahan
BOSIT
otak
TRANSF
Pasien ini mengeluhkan demam
tinggi yang terus menerus selama 4
hari yang hari terus menerus yang
turunPRC
jika -diberi paracetamol namun
USI
kemudian demam kembali, selain Hematuria
itu pasien mengeluhkan nyeri kepala, nyeri
pada mata, serta nyeri pada otot dan sendi. Pasien juga terlihat sangat lemah.
Dari pemeriksaan fisik dilakukan uji bendung positif dengan jumlah 28
petekie. Hasil labortorium didapatkan trombositopenia (51.000 sel/mm),
Leukopenia (3.700 mm), dan peningkatan hematokrit (51%). Serologi DHF
IgG positif dan IgM positif.
Pengobatan yang diberikan adalah terapi cairan, yaitu IVFD RL gtt
87/menit, paracetamol 3 x 500 mg, dan Psidii 3 x 1. Follow up dilakukan
untuk memantau tanda vital, tanda perdarahan, serta dilakukan pemeriksaan
trombosit/ 24 jam.

33

DAFTAR PUSTAKA

1. Infeksi Virus Dengue. Dalam : Soedarmo SSP, Garna H, Hadinegoro SRS.


Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis. Edisi Kedua. Jakarta : Badan Penerbit
IDAI. 2010. Hal.155-181
2. Hadinegoro SR, Soegijanto S, Wuryadi S, Suroso T. Tatalaksana Demam
Berdarah Dengue di Indonesia. Jakarta: Depkes RI Dirjen Pemberantasan
Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan. 2006. Hal. 1-43
3. Hardiono D., Sri Rezeki. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak.
Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2004.
4. Behrman Richard E., Kliegman Robert, Arvin Ann M., et al. Demam
Berdarah Dengue dan Sindrom Syok Dengue. Ilmu Kesehatan Anak
Nelson. Vol. II. E/15. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.20001. Hal
1134-1135
5. WHO. Dengue, Dengue Haemorrhagic Fever, Degue Shock Syndrome In
The Context Of The Integrated Management Of Childhood Illness. 2005.
Hal 1-34
6. WHO. Dengue Guidelines For Diagnosis, Treatment, Prevention, and
Control. 2009. Hal 3-147
7. Fitri Sari A. Gejala Awal Klinis dan Laboratorium Sebagai Faktor
Prediktor Syok Pada Demam Berdarah Dengue di Instalasi Kesehatan
Anak RS Dr. Sardjito. 2004. Hal 10-11
8. Suhendro, Nainggolan L, Chen K, Pohan T. Demam Berdarah Dengue
dalam: Setiati S dkk. Buku Ajar Penyakit Dalam Ed.6 Jilid 1. Jakarta:
Interna Publishing. 2014

34

9. Sungkar Saleha. Demam Berdarah Dengue. Jakarta: Yayasan Penerbit


Ikatan Dokter Indonesia. 2002.
10. Tim Ilmu Kesehatan Anak RSCM. Draft Panduan Pelayanan Medis
Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSCM. Jakarta: Balai Penerbit RSCM.
2007
HALAMAN PENGESAHAN

Nama Mahasiswa

: Tria Claresia Bungarisi, S.Ked

NIM

: H1AP10004

Fakultas

: Kedokteran

Judul

: Dengue Haemorrhagic Fever Grade I

Bagian

: Ilmu Penyakit Dalam

Pembimbing

: dr. Etty Febrianti, Sp.PD

Bengkulu,

Maret 2016
Pembimbing

dr. Etty Febrianti, Sp.PD

35

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena berkat rahmat
dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini.
Laporan kasus ini disusun untuk memenuhi salah satu komponen penilaian
Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD Dr. M. Yunus,
Fakultas Kedokteran Universitas Bengkulu, Bengkulu.
Pada kesempatan ini Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1.

dr. Etty Febrianti, Sp.PD sebagai pembimbing yang


telah bersedia meluangkan waktu dan telah memberikan masukan-masukan,
petunjuk serta bantuan dalam penyusunan tugas ini.

2.

Teman teman yang telah memberikan bantuan


baik material maupun spiritual kepada penulis dalam menyusun laporan kasus
ini.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam laporan kasus ini,

maka penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak. Penulis
sangat berharap agar laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Bengkulu, Maret 2016

Penulis

36

LAPORAN KASUS

DENGUE HAEMORRHAGIC FEVER GRADE I

Oleh:
Tria Claresia Bungarisi
H1AP10004

Pembimbing
dr. Etty Febrianti, Sp. PD

SMF PENYAKIT DALAM RSUD Dr. M. YUNUS BENGKULU


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS BENGKULU
2016
37

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .....................................................................................

HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................

ii

KATA PENGANTAR..................................................................................... iii


DAFTAR ISI..................................................................................................

iv

BAB 1. PENDAHULUAN............................................................................

BAB 2. LAPORAN KASUS


A. ANAMNESIS
1. Identifikasi....................................................................................
2. Riwayat Perjalanan Penyakit........................................................
3. Riwayat Penyakit Dahulu.............................................................
4. Riwayat Penyakit Keluarga..........................................................
5. Riwayat Kebiasaan.......................................................................
6. Riwayat Sosial Ekonomi..............................................................

3
3
4
4
4
4

II. PEMERIKSAAN FISIK


1. Status Praesens.............................................................................
2. Status Generalis............................................................................
III.

5
5

PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.

IV.

Laboratorium..........................................................................

RESUME............................................................................................

7
V.

MASALAH
1.
2.

Daftar Masalah.......................................................................
Pengkajian Masalah................................................................

38

7
7

VI.

DIAGNOSIS SEMENTARA

............................................................

8
VII.
VIII.

DIAGNOSIS BANDING..................................................................
PERKEMBANGAN
.

SELAMA RAWAT INAP..............................

BAB 3. ANALISIS KASUS


Dengue Haemorrhagic Fever..............................................................
1.
Etiologi...................................................................................
2.
Patogenesis.............................................................................
3.
Manifestasi Klinis...................................................................
4.
Pemeriksaan penunjang..........................................................
5.
Penatalaksanaan......................................................................

16
17
17
19
24
28

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................... 33

39

Anda mungkin juga menyukai