Anda di halaman 1dari 7

PRAKTIKUM MIKOLOGI

GEJALA DAN KERUGIAN

Oleh :
Nama

: SHOLIKAH W R

NIM

: 135040200111000

Kelompok

: B2

Asisten

: Suswatun Khanifah

MINAT HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN


PROGAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2016

1. Gejala dan Kerusakan akibat Fusarium oxysporum


Fusarium oxysporum merupakan pathogen tular tanah dan dapat bertahan
ditanah hingga sepuluh tahun sebagai klamidospora. Penyebaran pathogen
dapat melalui biji, tanah, infeksi dari tanaman transplanting atau tanah yang
terikut dari tanaman transplanting (Wong, 2003). Jamur mengadakan infeksi
melalui akar sehingga apabila akar luka maka akan meningkatkan infeksi.
Penyakit berkembang pada suhu tanah 21-33oC dengan suhu optimum
28oC. Penyakit akan lebih berat bila tanah mengandung banyak nitrogen
tetapi miskin akan kalium. Contoh tanaman yang terserang Fusarium
oxysporum yaitu tanaman tomat.
Gejala yang ditimbulkan yaitu pertama tulang-tulang daun menjadi pucat
terutama daun-daun bagian atas, terkadang juga terjadi pada daun sebelah
bawah. Tanaman menjadi kerdil dengan tangkai merunduk dan akhirnya layu
keseluruham, jika tanaman dipotong dekat pangkal batang akan terlihat suatu
cincin cokelat dari berkas pembuluh. Pada tanaman yang masih sangat muda
penyakit dapat menyebabkan matinya tanaman secara mendadak, karena pada
pangkal terjadi kerusakan atau kanker yang menggelang. Sedangkan pada
tanaman dewasa yang terinfeksi sering dapat bertahan terus dam membentuk
buah, tetapi hasilnya sangat sedikit (Semangun,2004).

(Koike et all,. 2007).


Gambar 1. Gejala makroskopis fusarium pada tomat

Gambar 2. Gejala mikroskopis Fusarium oxysporum.


Penyakit layu yang disebabkan oleh jamur Fusarium oxysporum
dapat mengakibatkan kerusakan yang besar pada tanaman tomat, sehingga
dapat menimbulkan kerugian 20-30%. Penyakit layu ini juga menimbulkan
kerugian yang besar di Jawa Timur dengan tingkat serangan mencapai 23%,
sedangkan di Kupang (Nusa Tengara Timur), layu Fusarium oxysporum
merupakan penyakit penting pada pertanamamn tomat dengan kerugian
mencapai 35% (Bustaman,2001). Adanya serangan Fusarium oxysporum
menjadi salah satu pembatas yang menyebabkan terjadinya penurunan
produksi tomat.
2. Gejala dan Kerusakan akibat Colletotrichum capsici
Antraknosa adalah salah satu penyakit utama pada cabai selain layu
bakteri dan virus gemini. Pemuakit ini disebabkan oleh cendawan
colletrotichum spp yang dapat menurunkan produksi dan kualitas cabai besar
sebesar 45-60%. Selain cabai antraknosa juga dijumpai pada banyak tanaman
sayuran lain seperti tomat, mentimun, bawang, bahkan pada tanaman berkayu
seperti jarak pagar. Selain menyerang berbagai tanaman, cendawan ini juga
dapat hidup di berbagai ketinggian. Cendawan ini bisa menyerang cabai yang
ditanam didataran rendah hingga tinggi. buah yang terserang antraknosa akan
memperlihatkan gejala awal adanya bercak yang agak mengkilap, sedikit
terbenam dan berair. Lama-kelamaan seiring dengan kematangan buah,
bercak ini akan berubah menjadi coklat kehitaman dan membusuk.
Penyakit yang sering terdapat pada pertanaman cabai adalah penyakit
antraknosa (patek) yang disebabkan oleh pathogen Colletotrichum spp.
Penyakit ini bergejala mati pucuk yang berlanjut ke bagian tanaman sebelah
bawah. Daun, ranting dan cabang menjadi kering berwarna coklat kehitamhitaman. Pada batang cabai aservulus cendawan terlihat seperti tonjolan
(Djas,1980).

(Nugraheni et all,. 2014).


Gambar 3. Gejala C.gloeosporiodes pada apel.

3. Gejala dan Keruskana akibat Sclerotium rolfsii


Penyakit layu yang disebabkan oleh jamur Sclerotium rolfsii merupakan
penyakit yang umum terdapat pada tanaman kedelai. Penyakit ini sering
disebut juga sebagai penyakit busuk pangkal batang atau busuk Sclerotium
karena menimbulkan

pangkal batang membusuk (Semangun,1991).

Sclerotium rolfsi adalah jamur polifag yang dapat menyerang bebrabagi


macam tanaman seperti kedelai, kacang tanah, tembakau, cabai dan terong.
Pada tanaman kedelai, jamur S. rolfsii juga dapat menyerang daun, tangkai
dan polong apabila kondisi sangat lembab. Infeksi S. rolfsii pada kedelai
biasanya mulai terjadi di awal pertumbuhan tanaman dengan gejala busuk
kecambah atau rebah semai. Pada tanaman kedelai berumur yang lebih tua 23 minggu, gejalanya berupa busuk pangkal batang dan layu, pada bagian
infeksi terlihat bercak berwarna coklat pucat dan dibagian tersebut tumbuh
miselia berwarna putih (Semangun, 1993).
Tanaman yang sakit layu dan menguning perlahan-lahan. Pada pangkal
batang dan permukaan tanah didekatnya terdapat benang-benang jamur
berwarna putih seperti bulu. Benang-benang ini kemudian membentuk
sklerotium atau gumpalan benang yang berwarna putih akhirnya menjadi
cokelat seperti biji sawi dengan garis tengah 1-1,5 mm. Dinding yang keras,
maka sklerotium dapat dipakai untuk mempertahankan diri terhadap
kekeringan, suhu tinggi dan lain-lain yang merugikan (Semangun, 1993).
Pangkal batang menjadi busuk. S. rolfsii juga menyerang kecamaah atau
semai dan menyebabkan penyakit semai (damping off).

Gambar 4. Kiri : Gambar kenampakan Sclerotium rolfsii secara


makroskopis, Kanan : Kenampakan mikroskopis akibat Sclerotium rolfsii.
Pada kedelai, infeksi S. rolfsii menyebabkan rendahnya persentase
biji berkecambah sehingga mengurangi populasi tanaman (Blum, 1996).
Kondisi lahan yang lembab merupakan lingkungan kondusif yang dapat
memicu parahnya infeksi S. rolfsii pada tanaman aneka kacang. Keparahan
penyakit juga dipengaruhi oleh rendahnya ketahanan varietas yang
ditanam. Kedelai varietas Anjasmoro di lingkungan lembab seperti di
Genteng-Banyuwangi, dilaporkan terinfeksi S. rolfsii dengan kejadian
penyakit cukup tinggi mencapai 23%, sementara itu pada varietas Wilis
kejadian penyakit kurang dari 10% (Rahayu 2018). Akibat dari Sclerotium
rolfsii maka akan manyebabkan penurunan hasil kuantitas maupun kualitas
dari biji kedelai.
4. Gejala dan Kerusakan Ustilago maydis
Penyakit Ustilago maydis lebih banyak terdapat di daerah pegunungan.
Pertanaman yang rapat akan membantu perkembangan penyakit. Makin
panjang umur tanaman, biasanya makin besar pula kemungkinan untuk
mendapatkan serangan (Semangun, 1993).
Gejala serangan akibat Ustilago maydis yaitu gejala awal berupa
pembengkakan atau gall yang dibungkus dengan jaringan berwarna putih
sampai putih perak mengkilat. Bagian dalam gall berwarna gelap dan berubah
menjadi massa tepung spora berwarna coklat sampai hitam. Apabila bunga
jantan terinfeksi, maka semua tongkol pada tanaman tersebut terinfeksi
penyakit gosong (Wakman dan Burhanuddin, 2007).
Biji-biji yang terinfeksi membengkak, membentuk kelenjar-kelenjar.
Dengan makin membesarnya kelenjar-kelenjar, kelobot terdesak ke samping,

sehingga sebagian dari kelenjar itu tampak dari luar. Akhirnya kelenjar pecah
dan spora jamur yang berwarna hitam terhambur keluar (Semangun, 1993).

Gambar 5. Gejala serangan Ustilago maydis pada jagung


Penyakit gosong pada jagung tersebar luas di dunia, meliputi
Amerika, Meksiko, Rusia, Afrika, Australia, Selandia Baru, Eropa, dan Asia
termasuk Indonesia. Kehilangan hasil yang diakibatkannya mencapai 10%
(Wakman dan Burhanuddin, 2007).

DAFTAR PUSTAKA
Alberida, Heffi et all,. 2014. Pengaruh Minyak Atsiri Terhadap Pertumbuhan
Colletotrichum gloeosporioides (Penz.) Sacc. Penyebab Penyakit Antraknosa
Buah Pepaya (Carica papaya L.) Secara Invitro. Jurnal Sainstek Vol. VI No.
1 : 57-64, Juni 2014.
Blum, A. 1996. Crop Responses to Drought and the Interpretation of Adaptation.
Plant Growth Regulation, 20: 135-148.
Bustamam, H. 2001. Pengaruh pemberian jamur terhadap serapan p dan
pengurangan penyakit layu bakteri pada tanaman jahe. Akta Agrosia 4(2) :
69-7.
Djas, F., 1980. Classification of Fungi and Spesific Characteristic of Each Class.
Fakultas Pertanian USU. Medan. Hal: 29.
Koike, Steven et all,. 2007. Vegetable Disease. Manson Publishing Ltd. London.
Nugraheni et all., 2014. Potensi Minyak Atsiri Serai Wangi (Cymbopon
winterianus) sebagai Fungisida Nabati terhadap Penyakit Antraknosa

(Colletotrichum gloesporiodes) pada Buah Apel (Malus sylvestri Mill). Jurnal


HPT Volume 2 Nomor 4, Desember 2014.
Rahayu, M. 2008. Teknologi Budidaya Intensif Tanaman Kedelai di Lahan Sawah
Setelah Padi di Kecamatan Kempo, Kabupaten Dompu. Diakses pada 11
Maret 2016.
Semangun, H. 1991. Penyakit-penyakit Tanaman Pangan di Indonesia. Gadjah
Mada University Press. Yogyakarta.
Semangun, H. 1993. Penyakit-penyakit Tanaman Pangan di Indonesia.
Universitas Gadjah Mada Press. Yogyakarta.
Semangun, H. 2000. Penyakit-Penyakit Tanaman Perkebunan di Indonesia.
Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Hal. 835.
Semangun, H. 2004. Penyakit-penyakit Tanaman Hortikultura di Indonesia Edisi
II. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Wakman, W dan Burhanudiiin. 2007. Pengelolaan Penyakit Prapanen Jagung.
Balai Penelitian Tanaman Serealia, Maros.
Wong, M.Y., 2003. Fusarium oxysporumf. sp. lycopersici(Sacc.) W.C. Snyder and
H.N.

Hans.

NC

State

University.

Diakses

dari

http://www.cals.ncsu.edu/course/pp728/Fusarium/Fusarium_oxysporum.htm.
pada tanggal 11 Maret 2016.

Anda mungkin juga menyukai