Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sejak 1978 ketika Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memulai programnya Health
for All in 2000, pelayanan kesehatan primer menjadi salah satu hal yang utama dalam
pengembangan perencanaan pemerintah. Program tersebut menitikberatkan pelayanan
kesehatan yang komprehensif.
Pada Januari 1995 Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO) dan Organisasi Dokter
Keluarga Dunia yaitu World Organization of National Colleges, Academies and
Academic Associatons of General Practitioner or Family Physician (WONCA) telah
merumuskan sebuah visi global dan rencana tindakan (action plan) untuk meningkatkan
kesehatan individu dan masyarakat yang tertuang dalam tulisan Making Medical
Practice and Education More Relevant to Peoples Needs: The Role of Family Doctor.
Dalam acara pembukaan Temu Ilmiah Akbar Kursus Penyegar dan Penambah Ilmu
Kedokteran (TIA-KPPIK) 2002 di Jakarta, Menteri Kesehatan, Achmad Sujudi,
menyatakan bahwa visi dan misi kurikulum pendidikan dokter di Indonesia sepatutnya
diarahkan untuk menghasilkan dokter keluarga, tidak lagi dokter komunitas atau dokter
Puskesmas seperti sekarang. Hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
916/Menkes/Per/VIII/1997 tentang Pelayanan Dokter Umum yang diarahkan menjadi
pelayanan dokter keluarga.
Ilmu Kedokteran Keluarga kemudian masuk dalam Kurikulum Inti Pendidikan Dokter
di Indonesia (KIPDI II) pada tahun 1993, yang merupakan bagian dari Ilmu Kedokteran
Komunitas/Ilmu Kesehatan Masyarakat.
Definisi dokter keluarga (DK) atau dokter praktek umum (DPU) yang dicanangkan oleh
WONCA pada tahun 1991 adalah dokter yang mengutamakan penyediaan pelayanan
komprehensif bagi semua orang yang mencari pelayanan kedokteran dan mengatur
pelayanan oleh provider lain bila diperlukan. Dokter ini adalah seorang generalis yang
menerima semua orang yang membutuhkan pelayanan kedokteran tanpa adanya
pembatasan usia, jenis kelamin ataupun jenis penyakit. Dokter yang mengasuh individu
sebagai bagian dari keluarga dan dalam lingkup komunitas dari individu tersebut tanpa
membedakan ras, budaya dan tingkatan sosial. Secara klinis dokter ini berkompeten untuk
1

menyediakan pelayanan dengan sangat mempertimbangkan dan memperhatikan latar


budaya, sosial ekonomi dan psikologis pasien. Sebagai tambahan, dokter ini bertanggung
jawab atas berlangsungnya pelayanan yang komprehensif dan berkesinambungan bagi
pasiennya (Danakusuma, 1996).
Dokter keluarga ini memiliki fungsi sebagai five stars doctor dan memiliki organisasi
yang telah dibentuk yaitu PDKI dan KIKKI yang telah diketahui oleh IDI.
1.2 Tujuan Pembelajaran
Mahasiswa akan dapat melakukan penatalaksanaan terhadap penderita penyakit
dengan pendekatan dokter keluarga.
1.3 Kegiatan yang Dilakukan dan Keluarannya
Pada saat melakukan PBL, kelompok kami berdiskusi bersama untuk mempelajari
kasus-kasus yang ada di skenario. Kami melakukan pembelajaran dengan mengikuti tujuh
langkah (seven jumps) utuk dapat menyelesaikan masalah yang kami dapatkan.
1.4 Laporan Seven Jumps
Kelompok kami telah melakukan diskusi pada hari Selasa, 22 April 2014 dan kami
telah menyelesaikan 5 langkah dari 7 langkah yang ada. Berikut laporan dari hasil yang telah
kami dapatkan :

LANGKAH 1 (Clarify Unfamiliar)

SKENARIO 1
Seorang laki-laki 53 th di diagnosis menderita TB Paru oleh dokter puskesmas dari hasil
pemeriksaan fisik, dan dari hasil pemeriksaan sputum yang menunjukkan BTA yang positif.
Saat ini ia menjalani pengobatan TBC gratis di puskesmas yang merupakan program
pemerintah. Petugas puskesmas memberikan obat sekali dalam seminggu, namun ia selalu
terlambat mengambil obat dengan alasan rumah yang jauh dari puskesmas (jarak rumah ke
puskesmas kira-kira 5 km dg jalan kerikil dan transportasi umum hanya 2 kali dalam
seminggu pada hari pasar).
Laki-laki ini bekerja sebagai petani penggarap, tinggal disebuah gubuk kecil berlantai
tanah berukuran 5x7 m2 dg 3 ruangan didalamnya yaitu ruang tamu, ruang tidur dan dapur
yang disekat oleh tripleks dan kain. Ia tinggal bersama 1 orang istri (49 th), 2 org anak
perempuan masing-masing 25 th & 13 th, 1 orang menantu laki-laki umur 27 tahun, dan 1 org
2

cucu perempuan berumur 4 th. Istri, anak dan menantunya juga bekerja sebagai petani
penggarap.
Cucu dari laki-laki tersebut sudah 2 bln tidak mengalami kenaikan BB saat ditimbang di
posyandu dan berada di bawah garis merah (BGM) pada KMSnya.
.
KATA/ KALIMAT SULIT
KATA/ KALIMAT KUNCI
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

53 tahun menderita TB Paru


Pemeriksaan Sputum BTA (+)
Menjalani pengobatan TB gratis di puskesmas
Selalu terlambat menagambil obat
Jarak Rumah Puskesmas 5 km , kendala aksesibilitas
Pekerjaan : Petani Penggarap
Tinggal di gubuk kecil berlantai tanah, ukuran 5 x 7 m2
Cucu mengalami gangguan tumbuh kembang

LANGKAH 2 ( Define Problem )


PERTANYAAN
1. Bagaimana ciri- ciri perilaku sehat ?
2. Bagaimana kriteria hidup sehat ?
3. Bagaiamana cara penularan penyakit TB paru ?
4. Bagaimana struktur genogram pada skenario ?
5. Bagaimana upaya promotif dan preventif pada skenario ?
6. Bagaimana peran dokter keluarga untuk kasus di skenario ?
7. Bagaimana peran puskesmas dalam menangani kasus ini ?
8. Bagaimana peran pemerintah dalam menangani kasus ini ?
9. Bagaimana alur pencatatan dan pelaporan pada kasus TB Paru ?

LANGKAH 3 ( Brainstorme Possible)


Pada saat diskusi kami telah melakukan brain storming dengan cara menjawab
pertanyan-pertanyaan yang diajukan sebelumnya. Dalam langkah ke-3 ini beberapa
pertanyaan yang telah didapat dari langkah ke-2 telah ditemukan inti jawabannya.

LANGKAH 4 ( Hypothesis)

LANGKAH 5 ( Sasaran pembelajaran / Learning Objectif)


1. Menjelaskan tentang penyakit dalam keluarga
1.1 Menjelaskan tentang hubungan anatara struktur dan fumgsi keluarag dengan
penularan penyakit TB Paru , morbili, diare , dan scabies dalam keluarga.
1.2 Menjelaskan tentang hubungan antara tahap perkembangan kehidupan setiap
anggota keluarga dengan penularan penyakit TB Paru , morbili , diarea dan
scabies dalam keluarga.
1.3 Menjelaskan tentang hubungan antara aspek psikososial dalam hubungan
anatar angggota keluarga dengan perjalanan penyakit TB Paru , morbili ,
diarea dan scabies dalam keluarga.
1.4 Menjelaskan tentang hubungan antara aspek perumahan dengan penularan
dan perjalanan penyakit TB Paru , morbili , diarea dan scabies dalam
keluarga.
1.5 Menjelaskan tentang hubungan antara perilaku sehat dengan penularan dan
perjalanan penyakit TB Paru , morbili , diarea dan scabies dalam keluarga.
2. Menjelaskan dasar-dasar diagnostik & terapi penyakit TB Paru , morbili , diarea

dan scabies dengan pendekatan dokter keluarga.


3. Menjelaskan aspek- aspek hubungan dokter-pasien dalam penanganan penderita
TB Paru , morbili , diarea dan scabies dan untuk pemecahan masalah kesehatan
pada umumnya dnegan pendekatan dokter keluarga.
4. Menjelaskan aspek-aspek gizi keluarga dalam hubungannya dnegan pemgendalian
penyakit TB Paru , morbili , diarea dan scabies dalam keluarga.
4

5. Melakukan pencatatan dan pelaporan penyakit TB Paru , morbili , diarea dan


scabies dalam keluraga. Dengan baik dan benar.
6. Menjelaskan sistem rujukan pasien TB Paru , morbili , diarea dan scabies.

LANGKAH 6 ( Belajar Mandiri )


Kelompok kami melakukan belajar mandiri terlebih dahulu untuk mencari dasar

ilmiah, mengumpulkan data-data atau informasi yang dapat membantu meningkatkan


pemahaman dan penerapan konsep dasar yang telah ada yang pada tahap selanjutnya akan
dipersentasikan dan disajikan untuk dibahas bersama

LANGKAH 7 ( Pembahasan )
Kelompok kami telah melakukan diskusi kembali pada hari Senin, 28 April 2014 dan

kami telah menyelesaikan langkah yang belum tercapai pada pertemuan sebelumnya.
Semua anggota kelompok kami memaparkan semua hasil yang telah didapatkan pada saat
belajar mandiri. Pemaparan dari langkah teakhir ini akan kami bahas pada bab II.

BAB II
PEMBAHASAN

A.SKENARIO 2
Seorang laki-laki 53 th di diagnosis menderita TB Paru oleh dokter puskesmas dari
hasil pemeriksaan fisik, dan dari hasil pemeriksaan sputum yang menunjukkan BTA yang
positif. Saat ini ia menjalani pengobatan TBC gratis di puskesmas yang merupakan
program pemerintah. Petugas puskesmas memberikan obat sekali dalam seminggu,
namun ia selalu terlambat mengambil obat dengan alasan rumah yang jauh dari
puskesmas (jarak rumah ke puskesmas kira-kira 5 km dg jalan kerikil dan transportasi
umum hanya 2 kali dalam seminggu pada hari pasar).
Laki-laki ini bekerja sebagai petani penggarap, tinggal disebuah gubuk kecil berlantai
tanah berukuran 5x7 m2 dg 3 ruangan didalamnya yaitu ruang tamu, ruang tidur dan
dapur yang disekat oleh tripleks dan kain. Ia tinggal bersama 1 orang istri (49 th), 2 org
anak perempuan masing-masing 25 th & 13 th, 1 orang menantu laki-laki umur 27 tahun,
5

dan 1 org cucu perempuan berumur 4 th. Istri, anak dan menantunya juga bekerja sebagai
petani penggarap.
Cucu dari laki-laki tersebut sudah 2 bln tidak mengalami kenaikan BB saat ditimbang
di posyandu dan berada di bawah garis merah (BGM) pada KMSnya.

B. KLARIFIKASI KATA/KALIMAT SULIT


C. KATA KUNCI
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

53 tahun menderita TB Paru


Pemeriksaan Sputum BTA (+)
Menjalani pengobatan TB gratis di puskesmas
Selalu terlambat menagambil obat
Jarak Rumah Puskesmas 5 km , kendala aksesibilitas
Pekerjaan : Petani Penggarap
Tinggal di gubuk kecil berlantai tanah, ukuran 5 x 7 m2
Cucu mengalami gangguan tumbuh kembang

D. PERTANYAAN
1. Bagaimana ciri- ciri perilaku sehat ?
2. Bagaimana kriteria hidup sehat ?
3. Bagaiamana cara penularan penyakit TB paru ?
4. Bagaimana struktur genogram pada skenario ?
5. Bagaimana upaya promotif dan preventif pada skenario ?
6. Bagaimana peran puskesmas dalam menangani kasus ini ?
7. Bagaimana peran pemerintah dalam menangani kasus ini ?
8. Bagaimana peran dokter keluarga untuk kasus di skenario ?
9. Bagaimana alur pencatatan dan pelaporan pada kasus TB Paru ?
10. Bagaimana hubungan gizi dengan perjalanan dan penularan penyakit TB?
E. JAWABAN PERTANYAAN
1. Bagaimana ciri- ciri perilaku sehat ?
Menurut Depkes, 2006, PHBS terdiri dari:
a. PHBS tatanan rumah tangga
Tidak Merokok
Imunisasi
Penimbangan Balita
Gizi Keluarga/Sarapan
Kepesertaan Kartu Keluarga Miskin
Mencuci Tangan Dengan Sabun
Olah Raga Teratur
b. PHBS di institusi kesehatan
c. PHBS di institusi pendidikan / sekolah
d. PHBS di tempat kerja
6

Indikator Lingkungan :
Ada Jamban
Ada Air Bersih
Ada Tempat Sampah
Ventilasi
Kepadatan
Lantai
Membuang Sampah pada tempatnya

& tidak meludah sembarangan

2.

Bagaimana kriteria hidup sehat ?


Rumah sehat adalah bangunan rumah tinggal yang memenuhi syarat
kesehatan, yaitu rumah yang memiliki jamban yang sehat, sarana air bersih, tempat
pembuangan sampah, sarana pembuangan air limbah , ventilasi rumah yang
baik,kepadatan hunian rumah yang sesuai dan lantai tidak tebuat dari tanah.
Komponen- Komponennya adalah :
a. Langit- langit
Dapat menahan debu dan kotoran lain yang jatuh dari atap, harus menutup
rata kerangka atap serta mudah sibersihkan.
b. Dinding
Tegak lurus dengan permukaan tanah agar dapat menahan beban dinding
itu sendiri, beban tekanan angin dan beban diatasnya. Dinding harus terpisah
7

dari pondasi oleh lapisan kedap air agar air tanah tidak meresap naik sehingga
dinding tidak lembab dan berlumut.
c. Lantai
Harus kuat menahan beban diatasnya, stabil saat dipijak, tidak licin dan
mudah dibersihkan. Menurut Sanropie (1989), lantai tanah sebaiknya tidak
digunakan, sebab bila musim hujan akan lembab dan menimbulkan penyakit.
Oleh karena itu perlu dilapisi dengan bahan kedap air dan sebaiknya
ditinggikan 20 cm diatas permukaan tanah.
d. Tata Ruang
Ruang istirahat/tidur : Teradapat pemisah yang baik antara kamar orangtua
dengan anak, terutama yang berusia dewasa. Luas kamar sekurang-kurangnya
8 m2 namun untuk satu orang
Ruang dapur : Harus merupakan ruangan tersendiri dan memiliki ventilasi
yang baik.
Kamar mandi : paling sedikit memiliki satu ventilasi .
e. Ventilasi
Luas lubang tetap minimum 5% dari luas lantai ruangan, dan lubang
ventilasi insidentil (yang dapat dibuka tutup) 5%, sehingga totalnya 10%

luas ruangan.
Sumber udara merupakan udara bersih.
Aliran udara diusahakan Cross Ventilation dengan menghadapkan dua

jendela berhadapan
f. Pencahayaan
Pencahayaan alamiah : cahaya matahari yang masuk melalui jendela,

indikator : baik, bila jelas membaca huruf kecil.


Pencahayaan buatan : penerangan terutama

pada

malam

hari,

menggunakan sumber cahaya buatan seperti lampu minyak tanah, listrik


dan sebagainya.
g. Luas Bangunan Rumah
Memenuhi sayarat jika 8 m2 / orang

Parameter Indikator Penilaian Rumah sehat


1. Kelompok komponen rumah
2. Kelompok sarana sanitasi
3. Kelompok prilaku penghuni
3. Bagaiamana cara penularan penyakit TB paru ?
Penyakit TBC biasanya menular melalui udara yang tercemar dengan bakteri
Mikobakterium tuberkulosa yang dilepaskan pada saat penderita TBC batuk, dan pada
8

anak-anak sumber infeksi umumnya berasal dari penderita TBC dewasa. Bakteri ini
bila sering masuk dan terkumpul di dalam paru-paru akan berkembang biak menjadi
banyak (terutama pada orang dengan daya tahan tubuh yang rendah), dan dapat
menyebar melalui pembuluh darah atau kelenjar getah bening. Oleh sebab itulah
infeksi TBC dapat menginfeksi hampir seluruh organ tubuh seperti: paru-paru, otak,
ginjal, saluran pencernaan, tulang, kelenjar getah bening, dan lain-lain, meskipun
demikian organ tubuh yang paling sering terkena yaitu paru-paru.
Saat Mikobakterium tuberkulosa berhasil menginfeksi paru-paru, maka
dengan segera akan tumbuh koloni bakteri yang berbentuk globular (bulat). Biasanya
melalui serangkaian reaksi imunologis bakteri TBC ini akan berusaha dihambat
melalui pembentukan dinding di sekeliling bakteri itu oleh sel-sel paru. Mekanisme
pembentukan dinding itu membuat jaringan di sekitarnya menjadi jaringan parut dan
bakteri TBC akan menjadi dormant (istirahat). Bentuk-bentuk dormant inilah yang
sebenarnya terlihat sebagai tuberkel pada pemeriksaan foto rontgen.
Pada sebagian orang dengan sistem imun yang baik, bentuk ini akan tetap
dormant sepanjang hidupnya. Sedangkan pada orang-orang dengan sistem kekebalan
tubuh yang kurang, bakteri ini akan mengalami perkembangbiakan sehingga tuberkel
bertambah banyak. Tuberkel yang banyak ini membentuk sebuah ruang di dalam
paru-paru. Ruang inilah yang nantinya menjadi sumber produksi sputum (dahak).
Seseorang yang telah memproduksi sputum dapat diperkirakan sedang mengalami
pertumbuhan tuberkel berlebih dan positif terinfeksi TBC.
Meningkatnya penularan infeksi yang telah dilaporkan saat ini, banyak
dihubungkan dengan beberapa keadaan, antara lain memburuknya kondisi sosial
ekonomi, belum optimalnya fasilitas pelayanan kesehatan masyarakat, meningkatnya
jumlah penduduk yang tidak mempunyai tempat tinggal dan adanya epidemi dari
infeksi HIV. Disamping itu daya tahan tubuh yang lemah/menurun, virulensi dan
jumlah kuman merupakan faktor yang memegang peranan penting dalam terjadinya
infeksi TBC.
4. Bagaimana struktur genogram pada skenario ?

5. Bagaimana upaya promotif dan preventif pada skenario ?


Upaya Promotif
Peningkatan pengetahuan pekerjaan tentang penanggulangan TBC di tempat
kerja melalui pendidikan dan pelatihan petugas pemberi pelayanan kesehatan di
tempat kerja, penyuluhan, penyebarluasan informasi, peningkatan kebugaran
jasmani, peningkatan kepuasan kerja, peningkatan gizi kerja.
Upaya Preventif
Adalah upaya untuk mencegah timbulnya penyakit atau kondisi yang memperberat
penyakit TBC.

Pencegahan Primer
Pencegahan primer merupakan upaya yang dilaksanakan untuk mencegah timbulnya
penyakit pada populasi yang sehat.
Pengendalian melalui perundang-undangan
Undang undang No.14 tahun 1969 Tentang ketentuan ketentuan pokok tenaga
kerja
Undang Undang No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
Undang Undang No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan
Peraturan Mentri Kesehatan tentang hygiene dan sanitasi lingkungan Pengendalian
melalui administrasi/organisasi Persyaratan penerimaan tenaaga kerja
Pencatatan pelaporan monitoring dan evaluasi
Pengendalian secara teknis, antara lain :
10

System ventilasi yang baik


Pengendalian lingkungan kerja
Pengendalian melalui jalur kesehatan, antara lain :

Pendidikan kesehatan : kebersihan perorangan, gizi kerja, kebersihan

lingkungan, cara minum obat, dll


Pemeriksaan kesehatan awal, berkala dan khusus (anamnesis, pemeriksaan
fisik, pemeriksaan laboratorium rutin, tuberculin test)
Peningkatan gizi kerja
Penelitian kesehatan
Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder adalah upaya untuk menemukan penyakit TBC sedini mungkin
mencegah meluasnya penyakit, mengurangi bertambah beratnya penyakit, diantaranya :
Pengawasan dan penyuluhan untuk mendorong pasien TBC bertahan pada
pengobatan yang diberikan (tingkat kepatuhan) dilaksanakan oleh seorang
pengawas obat atau juru TBC
Pengamatan langsung mengenai perawatan pasien TBC di tempat kerja
Case finding secara aktif, mencakup identifikasi TBC pada orang yang dicurigai
dan rujukan pemeriksaan dahak dengan mikroskopis secara berkala
Membuat peta TBC sehingga ada gambaran lokasi tempat kerja yang perlu
prioritas penanggulangan TBC bagi pekerja
Pengelolaan logistic
6. Bagaimana peran pemerintah dalam menangani kasusu ini ?
Setiap tanggal 24 Maret senantiasa diperingati sebagai hari Tuberculosis
sedunia. Peringatan ini untuk mengingatkan bahwa TB telah ditemukan lebih dari 100
tahun, obatnya juga telah ditemukan sejak 50 tahun yang lalu, tetapi kasusnya masih
tetap menjadi ancaman dunia. Bahkan, pada tahun 1993 lalu, dunia menyatakan TB
sebagai kedaruratan dunia
Kini, tantangan penanggulangan TB menjadi semakin berat. Terutama dengan
adanya tantangan baru berupa perkembangan HIV dan MDR (Multi Drugs
Resistancy) TB. Tidak hanya itu, krisis ekonomi global, semakin memperberat
langkah mengentaskan TB di dunia yang menjadi salah-satu goal dalam MDGs
Di wilayah-wilayah endemik TB, beban terberat harus ditanggung perempuan
yang masih berada pada usia subur. Tanpa intervensi yang efektif, dalam rentang lima
tahun sejak saat ini, diperkirakan empat juta perempuan akan meninggal akibat TB
11

dan mengakibatkan 50 juta anak-anak menjadi yatim piatu. Dalam rentang waktu
yang sama, setiap tahun 250 ribu anak-anak akan terjangkit TB dan 100 ribu
diantaranya diperkirakan meninggal dunia
Di atas kertas, penderita TByang mana 75% diantaranya masih berusia
produktif (antara 15-54 tahun)dari kalangan miskin, tidak hanya sulit untuk bisa
sembuh dari penyakit yang dideritanya, tetapi juga semakin sulit untuk melepaskan
diri dari jeratan kemiskinan yang menimpanya. Tak ayal, TB adalah wabah yang kini
menghantui 2,7 milyar penduduk bumi yang berpenghasilan kurang dari 2 dollar per
hari
Tantangan
Dalam rentang 10 tahun yang akan datang, tidak kurang dari 1-3 triliun dolar
terpaksa harus dihabiskan untuk menanggulangi wabah TB. Dana sebesar itu tentu
tidak bisa ditanggung sendiri oleh negara-negara berkembang sebagai tempat di mana
terdapat 94% kasus TB dan 98% kematian akibat TB di dunia
Namun kemitraan dengan negara-negara donor di tengah krisis ekonomi yang
belum juga usai seperti sekarang sepertinya tidak akan menjadikan penanggulangan
TB sebagai hal yang prioritas. Sementara itu, meski China dan India mencatat
pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi dan diharapkan bisa mengisi gap yang tidak
mampu dipenuhi negara-negara donor Utara, namun dalam hal TB, kedua negara
tersebut justru menghadapi masalah yang tidak kalah berat. Para pengamat
mengatakan, pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi di China dan India, ternyata
tidak berbanding lurus dengan pengentasan TB di kedua negara tersebut. Kini, China
menduduki urutan kedua sementara India menduduki urutan pertama penyumbang
terbesar penderita TB di dunia. Bagaimana dengan Indonesia? Pemerintah mengklaim
pengendalian TB di Indonesia telah mendekati target MDGs. Pada tahun 2008
prevalensi TB di Indonesia mencapai 253 per 100.000 penduduk, sedangkan target
MDGs pada tahun 2015 adalah 222 per 100.000 penduduk. Angka kematian TB pada
tahun 2008 telah menurun tajam menjadi 38 per 100.000 penduduk dibandingkan
tahun 1990 sebesar 92 per 100.000 penduduk
Keberhasilan ini terutama terjadi sejak 1995 Indonesia menerapkan strategi
Directly Observed Treatment Shortcourse (DOTS) sebagai strategi penanggulangan
TB yang direkomenasikan WHO. Pada tahun 2009 angka cakupan penemuan kasus
12

mencapai 71 % dan angka keberhasilan pengobatan mencapai 90 %. Keberhasilan ini


perlu ditingkatkan agar dapat menurunkan prevalensi, insiden dan kematian akibat TB
Meski demikian, Indonesia menyumbang 5,8% jumlah penderita TB di dunia
atau Indonesia duduk dalam posisi ketiga, setelah India dan China, penyumbang
penderita TB di dunia. Prevalensi TB di Indonesia adalah 100 per 100 ribu penduduk.
Lebih dari 70% penderita TB berada pada usia produktif. Setiap tahun terdapat 528
ribu kasus TB baru dengan kematian mencapai 91 ribu. TB adalah penyumbang
kematian terbesar ketiga setelah jantung dan penyakit pernafasan. Sementara dalam
urutan kematian akibat penyakit menular, TB menduduki peringkat pertama
Singkatnya, baik pada tingkat global maupun nasional, di samping tantangan
yang masih sangat besar, terdapat pula keberhasilan-keberhasilan yang bisa dipelajari.
Di masa yang akan datang, tentunya kita ditantang untuk terus mendorong kemajuan
dalam penanganan TB. Di tengah situasi ekonomi yang tidak menentu seperti
sekarang, mempertahankan pencapaian saat ini sepertinya cukup sulit dan karenanya,
mendorong kemajuan akan jauh lebih sulit. Di samping terus menyempurnakan
metode penanganan TB, tantangan terberat saat ini juga pada aspek pembiayaan.
Meski belanja anggaran pemerintah membiayai penanganan TB memang mengalami
kenaikan, dari Rp 135 milyar pada tahun 2008 menjadi Rp 145 milyar tahun 2009,
namun kemampuan pembiayaan pemerintah nyatanya hanya sebesar 23,4% dari total
kebutuhan dalam negeri
Selebihnya merupakan sumbangan donor yang mencapai Rp 269 milyar
(meningkat 45% dari tahun 2008). Pada tahun 2010, dari total dana yang berhasil
dikumpulkan pemerintah untuk TB, ternyata masih 31% defisit dari total dana yang
dibutuhkan. Kontribusi pemerintah daerah untuk mengisi kesenjangan biaya masih
sangat rendah. Sejauh ini, belum ada suatu daerahbaik tingkat provinsi maupun
kabupaten/kotayang memiliki perda terkait dengan penanggulangan TB untuk
menjadi komitmen sekaligus rujukan kebijakan yang konkret untuk bersama-sama
menanggulangi TB. Tentu saja, selalu terbuka kemungkinan untuk meningkatkan
alokasi pendanaan pemerintah hingga kesenjangan anggaran tersebut bisa dipenuhi.
Namun, fokus utama anggaran pemerintah saat ini cenderung berkutat pada upaya
pembangunan infrastruktur. Itu pun dibiayai dengan cara mengurangi subsidi, seperti
subsidi BBM, untuk dialihkan pada pembangunan infrastruktur
Bahkan, program-program yang bertajuk pengentasan kemiskinan, seperti
PNPM Mandiri, pun lebih banyak dialokasikan kepada infrastruktur. Sementera sektor
13

kesehatan, khususnya anggaran untuk penanganan TB? Sepertinya sulit untuk menjadi
prioritas.
Kehendak Politik
TB adalah wabah yang lekat dengan kemiskinan. TB dan kemiskinan ibarat
dua sisi mata uang. Di satu sisi, kemiskinan bisa menjadi penyebab mewabahnya TB.
Seperti misalnya, lingkungan kumuh, padat, dan kotoryang mana menjadi tempat
tinggal milyaran penduduk miskin duniaadalah tempat favorit berkembangbiaknya
wabah TB. Di sisi lain, wabah TB dapat menjadi salah-satu sumber kemiskinan, tidak
hanya bagi si penderita, melainkan juga bagi keluarga dan masyarakatnya. Karenanya,
keberhasilan penanganan TB akan turut menentukan keberhasilan pengentasan
kemiskinan dan pengentasan kemiskinan adalah prasyarat mutlak hilangnya wabah
TB. Agar bisa berkelanjutan, strategi DOTS secara konsisten perlu dibarengi dengan
penguatan seluruh aspek pelayanan kesehatan dasar, artinya DOTS yang berada dalam
area kuratif dan rehabilitasi, harus pula didukung dengan pelayanan promotif dan
preventif. Dan, investasi dalam hal penguatan pelayanan kesehatan dasar harus
terintegrasi dan menjadi strategi utama dalam program-program pengentasan
kemiskinan. Seluruh syarat dan prasyarat di atas, tentunya tidak mungkin bisa
diwujudkan jika tidak dibarengi dengan adanya kepemimpinan dan kehendak politik
yang kuat dari para pemimpin
7. Bagaimana peran puskesmas dalam menangani kasus ini ?
Struktur Program Penanggulangan Tuberkulosis Nasional, Menurut fungsinya,
Puskesmas dibagi menjadi tiga kategori :
1. Puskesmas Rujukan Mikroskopis (PRM)
melatih para staf lab dan melakukan pembacaan sediaan apus dahak
2. Puskesmas Satelit (PS)
tidak memiliki fasilitas lab sendiri, dan hanya membuat sediaan apus dahak dan
difiksasi, kemudian dikirim ke PRM untuk dibaca hasilnya. Setelah mendapatkan
hasil, puskesmas satelit akan menentukan rencana pengobatan
3. Puskesmas Pelaksana Mandiri (PPM)
menyediakan layanan diagnosis dan pengobatan TBC, tanpa bekerja sama dengan
puskesmas satelit
Upaya pengendalian Tb dengan Strategi DOTS (Directly Observed Treatment ShortCourse ), 5 komponen DOTS diantaranya :
1. Komitmen politis, dengan peningkatan dan kesinambungan pendanaan
14

2. Penemuan kasus melalui pemeriksaan dahak mikroskopik yang terjamin mutunya


3. Pengobatan yang standar, dengan supervisi dan dukungan bagi pasien
4. Sistem pengelolaan dan ketersediaan OAT yang efektif
Sistem monitoring pencatatan dan pelaporan yang mampu memberikan penilaian
terhadap hasil pengobatan pasien dan kinerja program

Program Pencegahan dan Penanggulangan Tb ( P2TB) yang dilaksanakan di


Puskesmas, diantaranya :
1. Penemuan dan diagnosis penderita
Kegiatan ini terdiri dari penjaringan suspek, diagnosis, penentuan klasifikasi
penyakit dan tipe penyakit
Strategi penemuan terdiri dari :
a. Penemuan pasien TB yang dilakukan secara pasif dengan promosi aktif,
yaitu penjaringan tersangka dilakukan di unit pelayanan kesehatan, didukung
dengan penyuluhan secara aktif oleh petugas kesehatan maupun masyarakat
untuk meningkatkan cakupan penemuan tersangka pasien TB,
b. Pemeriksaan terhadap kontak pasien TB terutama yang BTAnya positif dan
pada keluarga,anak yang menderita TB yang menunjukan gejala yang sama
harus diperiksa dahaknya.
c. Penemuan secara aktif dari rumah ke rumah.
2. Diagnosis penderita TB
Berdasarkan gejala klinis pasien TB paru adalah:
- batuk berdahak 2-3 minggu atau lebih
-batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk
darah, sesak napas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun,
malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari
satu bulan.
Mengingat prevalensi TB di Indonesia aat ini masih tinggi, maka setiap orang
yang datang ke puskesmas dengan gejala diatas, dianggap sebagai seorang
tersangka (suspek) pasien TB, dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara
mikroskopis langsung.
3. Pemeriksaan dahak secara mikroskopik
-Berfungsi untuk menegakkan diagnosis,menilai keberhasilan pengobatan dan
menentukan potensi penularan.
- mengumpulkan 3 spesimen dahak yang dikumpulkan dalam 2 hari kunjungan
yang berurutan SPS :
15

Sewaktu (S) : dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang berkunjung


pertama kali. Pada saat pulang, suspek membawa sebuah pot dahak untuk

mengumpulkan dahak pagi pada hari kedua


Pagi (P): dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera
setelah bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri pada petugas

puskesmas
Sewaktu (S) : dahak dikumpulkan di puskesmas pada hari kedua, saat

menyerahkan dahak pagi.


4. Pengobatan penderita TB BTA (+) dengan OAT jangka pendek dan diawasi oleh
seorang PMO
Terdiri dari fase awal/intensif dan fase lanjutan /intermitten
No

kategori

OAT

Keterangan

2RHZE/4H3R3

-penderita

baru

BTA (+)
-Penderita

baru

baru BTA (-)/ Ro


(+)

yang

sakit

berat
-penderita ekstra
paru berat
2

II

2RHZES/HRZE/5H3R3E3 -kambuh (relaps )


BTA (+)
Gagal (failure)
BTA (+)

PMO (PENGAWAS MINUM OBAT )


Definisi : orang yang mengawasi secara langsung thdp pasien penderita tb paru pada
saat minum obat setiap harinya dgn menggunakan panduan obat jangka pendek
(depkes 2007 )
Persyaratan
-dikenal tinggal dekat dengan pasien
-bersedia dibantu
-dilatih
16

Tugas
a. Mengetahui tanda2 tersangka tb paru
b. Mengawasi penderita agar minum obat tiap hari
c. Mengambil obat bagi penderita setiap seminggu sekali
d. Mengingatkan penderita untuk periksa ulang dahak
e. Memberikan penyuluhan
f. Memberitahukan apabila terjadi suspek pada keluarga penderita
g. Merujuk kalau ada efek samping dari penggunan obat
Pemantauan hasil pengobatan penderita
Pemeriksaan ulang dahak secara mikroskopik, sebanyak 2x (sewaktu dan
pagi), hasil pemeriksaan dinyatakan negatif bila ke 2 spesimen tsb negatif, dinyatakan
positif jika salah satu atau keduanya positif.
Uji silang sediaan dahak
Mutu kinerja laboratorium mikroskopis tb dilakukan melalui pelaksanaan
pemantauan mutu eksternal dengan melakukan uji silang BTA oleh laboratorium
ruukan uji silang dlm jejaring lab di wilayah
Pencatatan kegiatan pada format TB

8. Bagaimana peran dokter keluarga untuk kasus di skenario ?


Pengertian dan Ruang Lingkup Pelayanan Dokter Keluarga :
Pelayanan Dokter Keluarga melibatkan Dokter Keluarga (DK) sebagai penyaring
di tingkat primer, dokter Spesialis (DSp) di tingkat pelayanan sekunder, rumah sakit
rujukan, dan pihak pendana yang kesemuanya bekerja sama dibawah naungan
peraturan dan perundangan. Pelayanan diselenggarakan secara komprehensif, kontinu,
integratif, holistik,koordinatif, dengan mengutamakan pencegahan, menimbang peran
keluarga dan lingkungan serta pekerjaannya. Pelayanan diberikan kepada semua
pasien tanpa memandang jenis kelamin, usia ataupun jenis penyakitnya.
Tugas Dokter Keluarga
Tugas dokter keluarga diantaranya :
1) Menyelenggarakan pelayanan primer secara paripurna menyuruh, dan bermutu
guna penapisan untuk pelayanan spesialistik yang diperlukan
2) Mendiagnosis secara cepat dan memberikan terapi secara cepat dan tepat,
17

3) Memberikan pelayanan kedokteran secara aktif kepada pasien pada saat sehat dan
sakit,
4) Memberikan pelayanan kedokteran kepada individu dan keluarganya,
5) Membina keluarga pasien untuk berpartisipasi dalam upaya peningkatan taraf
kesehatan, pencegahan penyakit, pengobatan dan rehabilitasi,
6) Menangani penyakit akut dan kronik,
7) Melakukan tindakan tahap awal kasus berat agar siap dikirim ke RS,
8) Tetap bertanggung-jawab atas pasien yang dirujukan ke Dokter Spesialis atau
dirawat di RS,
9) Memantau pasien yang telah dirujuk atau di konsultasikan,
10) Bertindak sebagai mitra, penasihat dan konsultan bagi pasiennya,
11) Mengkordinasikan pelayanan yang diperlukan untuk kepentingan pasien,
12) Menyelenggarakan rekam Medis yang memenuhi standar,
13) Melakukan penelitian untuk mengembang ilmu kedokteran secara umum dan ilmu
kedokteran keluarga secara khusus.

Wewenang Dokter Keluarga


1) Menyelenggarakan Rekam Medis yang memenuhi standar,
2) Melaksanakan pendidikan kesehatan bagi masyarakat,
3) Melaksanakan tindak pencegahan penyakit,
4) Memgobati penyakit akut dan kronik di tingkat primer,
5) Mengatasi keadaan gawat darurat pada tingkat awal,
6) Melakukan tindak prabedah, beda minor, rawat pascabedah di unit pelayanan
primer,
7) Melakukan perawatan sementara,
8) Menerbitkan surat keterangan medis,
9) Memberikan masukan untuk keperluan pasien rawat inap,
10) Memberikan perawatan dirumah untuk keadaan khusus.
Kompetensi Dokter Keluarga
Dokter keluarga harus mempunyai kompetensi khusus yang lebih dari pada
seorang lulusan fakultas kedokteran pada umumnya. Kompetensi khusus inilah yang
perlu dilatihkan melalui program perlatihan ini. Yang dicantumkan disini hanyalah
18

kompetensi yang harus dimiliki oleh setiap Dokter Keluarga secara garis besar.
Rincian memgenai kompetensi ini, yang dijabarkan dalam bentuk tujuan pelatihan,
akan tercantum dibawah judul setiap modul pelatihan yang terpisah dalam berkas
tersendiri karena akan lebih sering disesuaikan dengan perkembangan ilmu dan
teknologi kedokteran.
a) Menguasai dan mampu menerapkan konsep operasional kedokteran keluarga,
b) Menguasai pengetahuan dan mampu menerapkan ketrampilan klinik dalam
pelayanan kedokteran keluarga,
c) Menguasai ketrampilan berkomunikasi, menyelenggarakan hubungan profesional
dokter- pasien untuk :

Secara efektif berkomunikasi dengan pasien dan semua anggota keluarga


dengan perhatian khusus terhadap peran dan risiko kesehatan keluarga,

Secara efektif memanfaatkan kemampuan keluarga untuk berkerjasana


menyelesaikan masalah kesehatan, peningkatan

kesehatan, pencegahan dan

penyembuhan penyakit, serta pengawasan dan pemantauan risiko kesehatan keluarga,

Dapat bekerjasama secara profesional secara harmonis dalam satu tim pada
penyelenggaraan pelayanan kedokteran/kesehatan.
a. Memiliki keterampilan manajemen pelayanan kliniks.
b.Dapat memanfaatkan sumber pelayanan primer dengan memperhitungkan potensi
yang dimiliki pengguna jasa pelayanan untuk menyelesaikan. masalahnya, b)
Menyelenggarakan pelayan kedokteran keluarga yang bermutu sesuai dengan standar
yang ditetapkan.
c. Memberikan pelayanan kedokteran berdasarkan etika moral dan spritual.
d. Memiliki pengetahuan dan ketrampilan di bidang pengelolaan pelayanan kesehatan
termasuk sistem pembiayaan (Asuransi Kesehatan/JPKM).
Sistem Pelayanan Dokter Keluarga ( SPDK )
Untuk menunjang tugas dan wewenang nya diperlukan Sistem Pelayanan Dokter
Keluarga yang terdiri atas komponen :
a) Dokter keluarga yang menyelenggarakan pelayanan primer di klinik Dokter Keluarga
(KDK),
b) Dokter Spesialis yang menyelenggarakan pelayanan sekunder di klinik Dokter Spesialis
(KDSp),
c) Rumah sakit rujukan,
19

d) Asuransi kesehatan/ Sistem Pembiayaan,


e) Seperangkat peraturan penunjang.
Dalam sistem ini kontak pertama pasien dengan dokter akan terjadi di KDK yang
selanjutnya akan menentukan dan mengkoordinasikan keperluan pelayanan sekunder jika
dipandang perlu sesuai dengan SOP standar yang disepakati. Pasca pelayanan sekunder,
pasien segera dirujuk balik ke KDK untuk pemantauan lebih lanjut. Tata selenggarapelayanan
seperti ini akan diperkuat oleh ketentuan yang diberlakukan dalam skema JPKM/asuransi.
Hal-hal yang bisa dilakukan untuk memecahkan permasalahan pada skenario menurut
pendekatan dokter kelurga yaitu :

Menyesuaikan hari pemberian obat sesuai dengan hari pasar

Memberikan Obat lebih

Bergerak aktif dalam memberikan pengobatan TBC

Melakukan promosi kesehatan pada para pembuat kebijakan agar dapat menyediakan
sarana transportasi dan memperbaiki akses

Edukasi Pasien dan keluarga pasien mengenai cara penularan TBC paru

Penyuluhan mengenai TBC dan PHBS pada masyarakat sekitar

Mengadakan promosi kesehatan pada pembuat kebijakan mengenai biaya renovasi


rumah (perbaikan ventilasi, lantai rumah, dan sekat rumah )

9. Bagaimana alur pencatatan dan pelaporan pada kasus TB Paru ?


Berdasarkan pasal 11 ayat 1 dan 2 (UU RI no. 4 tahun 1984
Petugas surveilans melaporkan kepada Kepala Puskesmas bahwa ada peningkatan

kasus TBC.
Kepala Puskesmas dan Kepala Desa bersama-sama melaksanakan Penyelidikan

sambil melakukan Upaya penanggulangan.


Puskesmas membuat laporan untuk diteruskan ke Dinas Kesehatan Kabupaten .

10. Bagaimana hubungan gizi pada perjalanan dan penularan penyakit TB ?


Penyakit TBC biasanya menular melalui udara yang tercemar dengan bakteri
Mikobakterium tuberkulosa yang dilepaskan pada saat penderita TBC batuk, dan pada
anak-anak sumber infeksi umumnya berasal dari penderita TBC dewasa. Bakteri ini bila
sering masuk dan terkumpul di dalam paru-paru akan berkembang biak menjadi banyak
(terutama pada orang dengan daya tahan tubuh yang rendah), dan dapat menyebar melalui
pembuluh darah atau kelenjar getah bening. Oleh sebab itulah infeksi TBC dapat
20

menginfeksi hampir seluruh organ tubuh seperti: paru-paru, otak, ginjal, saluran
pencernaan, tulang, kelenjar getah bening, dan lain-lain, meskipun demikian organ tubuh
yang paling sering terkena yaitu paru-paru.
Saat Mikobakterium tuberkulosa berhasil menginfeksi paru-paru, maka dengan
segera akan tumbuh koloni bakteri yang berbentuk globular (bulat). Biasanya melalui
serangkaian reaksi imunologis bakteri TBC ini akan berusaha dihambat melalui
pembentukan dinding di sekeliling bakteri itu oleh sel-sel paru. Mekanisme pembentukan
dinding itu membuat jaringan di sekitarnya menjadi jaringan parut dan bakteri TBC akan
menjadi dormant (istirahat). Bentuk-bentuk dormant inilah yang sebenarnya terlihat
sebagai tuberkel pada pemeriksaan foto rontgen.
Pada sebagian orang dengan sistem imun yang baik, bentuk ini akan tetap dormant
sepanjang hidupnya. Sedangkan pada orang-orang dengan sistem kekebalan tubuh yang
kurang, bakteri ini akan mengalami perkembangbiakan sehingga tuberkel bertambah
banyak. Tuberkel yang banyak ini membentuk sebuah ruang di dalam paru-paru. Ruang
inilah yang nantinya menjadi sumber produksi sputum (dahak). Seseorang yang telah
memproduksi sputum dapat diperkirakan sedang mengalami pertumbuhan tuberkel
berlebih dan positif terinfeksi TBC.
Secara umum bahwa gizi merupakan salah satu determinan penting respons
imunitas. Penelitian epidemiologis dan klinis menunjukkan bahwa kekurangan gizi
menghambat respons imunitas dan meningkatkan risiko penyakit infeksi. Sanitasi dan
higiene perorangan yang buruk, kepadatan penduduk yang tinggi, kontaminasi pangan
dan air, dan pengetahuan gizi yang tidak memadai berkontribusi terhadap kerentanan
terhadap penyakit infeksi. Berbagai penelitian yang dilakukan selama kurun waktu 35
tahun yang lalu membuktikan bahwa gangguan imunitas adalah suatu faktor antara
(intermediatefactor) kaitan gizi dengan penyakit infeksi (Chandra, 1997).

21

BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Diagnosis holistik pada skenario adalah :
Aspek Personal : Pasien khawatir penyakitnya tidak sembuh karena selalu

terlambat mengambil obat ke puskesmas


Aspek Klinis
: TB Paru
Aspek Internal : Pasien seorang laki-laki berusia 53 tahun dengan keseharian

menggarap sawah.
Aspek Psikososial : Rumah pasien tidak sesuai dengan kriteria rumah sehat, cucu

pasien mengalami gangguan tumbuh kembang


Aspek Fungsional : Skala 1 (Pasien masih bisa melakukan aktivitas sehari-hari)

22

Anda mungkin juga menyukai