Modul 1 Ikakom
Modul 1 Ikakom
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sejak 1978 ketika Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memulai programnya Health
for All in 2000, pelayanan kesehatan primer menjadi salah satu hal yang utama dalam
pengembangan perencanaan pemerintah. Program tersebut menitikberatkan pelayanan
kesehatan yang komprehensif.
Pada Januari 1995 Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO) dan Organisasi Dokter
Keluarga Dunia yaitu World Organization of National Colleges, Academies and
Academic Associatons of General Practitioner or Family Physician (WONCA) telah
merumuskan sebuah visi global dan rencana tindakan (action plan) untuk meningkatkan
kesehatan individu dan masyarakat yang tertuang dalam tulisan Making Medical
Practice and Education More Relevant to Peoples Needs: The Role of Family Doctor.
Dalam acara pembukaan Temu Ilmiah Akbar Kursus Penyegar dan Penambah Ilmu
Kedokteran (TIA-KPPIK) 2002 di Jakarta, Menteri Kesehatan, Achmad Sujudi,
menyatakan bahwa visi dan misi kurikulum pendidikan dokter di Indonesia sepatutnya
diarahkan untuk menghasilkan dokter keluarga, tidak lagi dokter komunitas atau dokter
Puskesmas seperti sekarang. Hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
916/Menkes/Per/VIII/1997 tentang Pelayanan Dokter Umum yang diarahkan menjadi
pelayanan dokter keluarga.
Ilmu Kedokteran Keluarga kemudian masuk dalam Kurikulum Inti Pendidikan Dokter
di Indonesia (KIPDI II) pada tahun 1993, yang merupakan bagian dari Ilmu Kedokteran
Komunitas/Ilmu Kesehatan Masyarakat.
Definisi dokter keluarga (DK) atau dokter praktek umum (DPU) yang dicanangkan oleh
WONCA pada tahun 1991 adalah dokter yang mengutamakan penyediaan pelayanan
komprehensif bagi semua orang yang mencari pelayanan kedokteran dan mengatur
pelayanan oleh provider lain bila diperlukan. Dokter ini adalah seorang generalis yang
menerima semua orang yang membutuhkan pelayanan kedokteran tanpa adanya
pembatasan usia, jenis kelamin ataupun jenis penyakit. Dokter yang mengasuh individu
sebagai bagian dari keluarga dan dalam lingkup komunitas dari individu tersebut tanpa
membedakan ras, budaya dan tingkatan sosial. Secara klinis dokter ini berkompeten untuk
1
SKENARIO 1
Seorang laki-laki 53 th di diagnosis menderita TB Paru oleh dokter puskesmas dari hasil
pemeriksaan fisik, dan dari hasil pemeriksaan sputum yang menunjukkan BTA yang positif.
Saat ini ia menjalani pengobatan TBC gratis di puskesmas yang merupakan program
pemerintah. Petugas puskesmas memberikan obat sekali dalam seminggu, namun ia selalu
terlambat mengambil obat dengan alasan rumah yang jauh dari puskesmas (jarak rumah ke
puskesmas kira-kira 5 km dg jalan kerikil dan transportasi umum hanya 2 kali dalam
seminggu pada hari pasar).
Laki-laki ini bekerja sebagai petani penggarap, tinggal disebuah gubuk kecil berlantai
tanah berukuran 5x7 m2 dg 3 ruangan didalamnya yaitu ruang tamu, ruang tidur dan dapur
yang disekat oleh tripleks dan kain. Ia tinggal bersama 1 orang istri (49 th), 2 org anak
perempuan masing-masing 25 th & 13 th, 1 orang menantu laki-laki umur 27 tahun, dan 1 org
2
cucu perempuan berumur 4 th. Istri, anak dan menantunya juga bekerja sebagai petani
penggarap.
Cucu dari laki-laki tersebut sudah 2 bln tidak mengalami kenaikan BB saat ditimbang di
posyandu dan berada di bawah garis merah (BGM) pada KMSnya.
.
KATA/ KALIMAT SULIT
KATA/ KALIMAT KUNCI
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
LANGKAH 4 ( Hypothesis)
LANGKAH 7 ( Pembahasan )
Kelompok kami telah melakukan diskusi kembali pada hari Senin, 28 April 2014 dan
kami telah menyelesaikan langkah yang belum tercapai pada pertemuan sebelumnya.
Semua anggota kelompok kami memaparkan semua hasil yang telah didapatkan pada saat
belajar mandiri. Pemaparan dari langkah teakhir ini akan kami bahas pada bab II.
BAB II
PEMBAHASAN
A.SKENARIO 2
Seorang laki-laki 53 th di diagnosis menderita TB Paru oleh dokter puskesmas dari
hasil pemeriksaan fisik, dan dari hasil pemeriksaan sputum yang menunjukkan BTA yang
positif. Saat ini ia menjalani pengobatan TBC gratis di puskesmas yang merupakan
program pemerintah. Petugas puskesmas memberikan obat sekali dalam seminggu,
namun ia selalu terlambat mengambil obat dengan alasan rumah yang jauh dari
puskesmas (jarak rumah ke puskesmas kira-kira 5 km dg jalan kerikil dan transportasi
umum hanya 2 kali dalam seminggu pada hari pasar).
Laki-laki ini bekerja sebagai petani penggarap, tinggal disebuah gubuk kecil berlantai
tanah berukuran 5x7 m2 dg 3 ruangan didalamnya yaitu ruang tamu, ruang tidur dan
dapur yang disekat oleh tripleks dan kain. Ia tinggal bersama 1 orang istri (49 th), 2 org
anak perempuan masing-masing 25 th & 13 th, 1 orang menantu laki-laki umur 27 tahun,
5
dan 1 org cucu perempuan berumur 4 th. Istri, anak dan menantunya juga bekerja sebagai
petani penggarap.
Cucu dari laki-laki tersebut sudah 2 bln tidak mengalami kenaikan BB saat ditimbang
di posyandu dan berada di bawah garis merah (BGM) pada KMSnya.
D. PERTANYAAN
1. Bagaimana ciri- ciri perilaku sehat ?
2. Bagaimana kriteria hidup sehat ?
3. Bagaiamana cara penularan penyakit TB paru ?
4. Bagaimana struktur genogram pada skenario ?
5. Bagaimana upaya promotif dan preventif pada skenario ?
6. Bagaimana peran puskesmas dalam menangani kasus ini ?
7. Bagaimana peran pemerintah dalam menangani kasus ini ?
8. Bagaimana peran dokter keluarga untuk kasus di skenario ?
9. Bagaimana alur pencatatan dan pelaporan pada kasus TB Paru ?
10. Bagaimana hubungan gizi dengan perjalanan dan penularan penyakit TB?
E. JAWABAN PERTANYAAN
1. Bagaimana ciri- ciri perilaku sehat ?
Menurut Depkes, 2006, PHBS terdiri dari:
a. PHBS tatanan rumah tangga
Tidak Merokok
Imunisasi
Penimbangan Balita
Gizi Keluarga/Sarapan
Kepesertaan Kartu Keluarga Miskin
Mencuci Tangan Dengan Sabun
Olah Raga Teratur
b. PHBS di institusi kesehatan
c. PHBS di institusi pendidikan / sekolah
d. PHBS di tempat kerja
6
Indikator Lingkungan :
Ada Jamban
Ada Air Bersih
Ada Tempat Sampah
Ventilasi
Kepadatan
Lantai
Membuang Sampah pada tempatnya
2.
dari pondasi oleh lapisan kedap air agar air tanah tidak meresap naik sehingga
dinding tidak lembab dan berlumut.
c. Lantai
Harus kuat menahan beban diatasnya, stabil saat dipijak, tidak licin dan
mudah dibersihkan. Menurut Sanropie (1989), lantai tanah sebaiknya tidak
digunakan, sebab bila musim hujan akan lembab dan menimbulkan penyakit.
Oleh karena itu perlu dilapisi dengan bahan kedap air dan sebaiknya
ditinggikan 20 cm diatas permukaan tanah.
d. Tata Ruang
Ruang istirahat/tidur : Teradapat pemisah yang baik antara kamar orangtua
dengan anak, terutama yang berusia dewasa. Luas kamar sekurang-kurangnya
8 m2 namun untuk satu orang
Ruang dapur : Harus merupakan ruangan tersendiri dan memiliki ventilasi
yang baik.
Kamar mandi : paling sedikit memiliki satu ventilasi .
e. Ventilasi
Luas lubang tetap minimum 5% dari luas lantai ruangan, dan lubang
ventilasi insidentil (yang dapat dibuka tutup) 5%, sehingga totalnya 10%
luas ruangan.
Sumber udara merupakan udara bersih.
Aliran udara diusahakan Cross Ventilation dengan menghadapkan dua
jendela berhadapan
f. Pencahayaan
Pencahayaan alamiah : cahaya matahari yang masuk melalui jendela,
pada
malam
hari,
anak-anak sumber infeksi umumnya berasal dari penderita TBC dewasa. Bakteri ini
bila sering masuk dan terkumpul di dalam paru-paru akan berkembang biak menjadi
banyak (terutama pada orang dengan daya tahan tubuh yang rendah), dan dapat
menyebar melalui pembuluh darah atau kelenjar getah bening. Oleh sebab itulah
infeksi TBC dapat menginfeksi hampir seluruh organ tubuh seperti: paru-paru, otak,
ginjal, saluran pencernaan, tulang, kelenjar getah bening, dan lain-lain, meskipun
demikian organ tubuh yang paling sering terkena yaitu paru-paru.
Saat Mikobakterium tuberkulosa berhasil menginfeksi paru-paru, maka
dengan segera akan tumbuh koloni bakteri yang berbentuk globular (bulat). Biasanya
melalui serangkaian reaksi imunologis bakteri TBC ini akan berusaha dihambat
melalui pembentukan dinding di sekeliling bakteri itu oleh sel-sel paru. Mekanisme
pembentukan dinding itu membuat jaringan di sekitarnya menjadi jaringan parut dan
bakteri TBC akan menjadi dormant (istirahat). Bentuk-bentuk dormant inilah yang
sebenarnya terlihat sebagai tuberkel pada pemeriksaan foto rontgen.
Pada sebagian orang dengan sistem imun yang baik, bentuk ini akan tetap
dormant sepanjang hidupnya. Sedangkan pada orang-orang dengan sistem kekebalan
tubuh yang kurang, bakteri ini akan mengalami perkembangbiakan sehingga tuberkel
bertambah banyak. Tuberkel yang banyak ini membentuk sebuah ruang di dalam
paru-paru. Ruang inilah yang nantinya menjadi sumber produksi sputum (dahak).
Seseorang yang telah memproduksi sputum dapat diperkirakan sedang mengalami
pertumbuhan tuberkel berlebih dan positif terinfeksi TBC.
Meningkatnya penularan infeksi yang telah dilaporkan saat ini, banyak
dihubungkan dengan beberapa keadaan, antara lain memburuknya kondisi sosial
ekonomi, belum optimalnya fasilitas pelayanan kesehatan masyarakat, meningkatnya
jumlah penduduk yang tidak mempunyai tempat tinggal dan adanya epidemi dari
infeksi HIV. Disamping itu daya tahan tubuh yang lemah/menurun, virulensi dan
jumlah kuman merupakan faktor yang memegang peranan penting dalam terjadinya
infeksi TBC.
4. Bagaimana struktur genogram pada skenario ?
Pencegahan Primer
Pencegahan primer merupakan upaya yang dilaksanakan untuk mencegah timbulnya
penyakit pada populasi yang sehat.
Pengendalian melalui perundang-undangan
Undang undang No.14 tahun 1969 Tentang ketentuan ketentuan pokok tenaga
kerja
Undang Undang No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
Undang Undang No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan
Peraturan Mentri Kesehatan tentang hygiene dan sanitasi lingkungan Pengendalian
melalui administrasi/organisasi Persyaratan penerimaan tenaaga kerja
Pencatatan pelaporan monitoring dan evaluasi
Pengendalian secara teknis, antara lain :
10
dan mengakibatkan 50 juta anak-anak menjadi yatim piatu. Dalam rentang waktu
yang sama, setiap tahun 250 ribu anak-anak akan terjangkit TB dan 100 ribu
diantaranya diperkirakan meninggal dunia
Di atas kertas, penderita TByang mana 75% diantaranya masih berusia
produktif (antara 15-54 tahun)dari kalangan miskin, tidak hanya sulit untuk bisa
sembuh dari penyakit yang dideritanya, tetapi juga semakin sulit untuk melepaskan
diri dari jeratan kemiskinan yang menimpanya. Tak ayal, TB adalah wabah yang kini
menghantui 2,7 milyar penduduk bumi yang berpenghasilan kurang dari 2 dollar per
hari
Tantangan
Dalam rentang 10 tahun yang akan datang, tidak kurang dari 1-3 triliun dolar
terpaksa harus dihabiskan untuk menanggulangi wabah TB. Dana sebesar itu tentu
tidak bisa ditanggung sendiri oleh negara-negara berkembang sebagai tempat di mana
terdapat 94% kasus TB dan 98% kematian akibat TB di dunia
Namun kemitraan dengan negara-negara donor di tengah krisis ekonomi yang
belum juga usai seperti sekarang sepertinya tidak akan menjadikan penanggulangan
TB sebagai hal yang prioritas. Sementara itu, meski China dan India mencatat
pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi dan diharapkan bisa mengisi gap yang tidak
mampu dipenuhi negara-negara donor Utara, namun dalam hal TB, kedua negara
tersebut justru menghadapi masalah yang tidak kalah berat. Para pengamat
mengatakan, pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi di China dan India, ternyata
tidak berbanding lurus dengan pengentasan TB di kedua negara tersebut. Kini, China
menduduki urutan kedua sementara India menduduki urutan pertama penyumbang
terbesar penderita TB di dunia. Bagaimana dengan Indonesia? Pemerintah mengklaim
pengendalian TB di Indonesia telah mendekati target MDGs. Pada tahun 2008
prevalensi TB di Indonesia mencapai 253 per 100.000 penduduk, sedangkan target
MDGs pada tahun 2015 adalah 222 per 100.000 penduduk. Angka kematian TB pada
tahun 2008 telah menurun tajam menjadi 38 per 100.000 penduduk dibandingkan
tahun 1990 sebesar 92 per 100.000 penduduk
Keberhasilan ini terutama terjadi sejak 1995 Indonesia menerapkan strategi
Directly Observed Treatment Shortcourse (DOTS) sebagai strategi penanggulangan
TB yang direkomenasikan WHO. Pada tahun 2009 angka cakupan penemuan kasus
12
kesehatan, khususnya anggaran untuk penanganan TB? Sepertinya sulit untuk menjadi
prioritas.
Kehendak Politik
TB adalah wabah yang lekat dengan kemiskinan. TB dan kemiskinan ibarat
dua sisi mata uang. Di satu sisi, kemiskinan bisa menjadi penyebab mewabahnya TB.
Seperti misalnya, lingkungan kumuh, padat, dan kotoryang mana menjadi tempat
tinggal milyaran penduduk miskin duniaadalah tempat favorit berkembangbiaknya
wabah TB. Di sisi lain, wabah TB dapat menjadi salah-satu sumber kemiskinan, tidak
hanya bagi si penderita, melainkan juga bagi keluarga dan masyarakatnya. Karenanya,
keberhasilan penanganan TB akan turut menentukan keberhasilan pengentasan
kemiskinan dan pengentasan kemiskinan adalah prasyarat mutlak hilangnya wabah
TB. Agar bisa berkelanjutan, strategi DOTS secara konsisten perlu dibarengi dengan
penguatan seluruh aspek pelayanan kesehatan dasar, artinya DOTS yang berada dalam
area kuratif dan rehabilitasi, harus pula didukung dengan pelayanan promotif dan
preventif. Dan, investasi dalam hal penguatan pelayanan kesehatan dasar harus
terintegrasi dan menjadi strategi utama dalam program-program pengentasan
kemiskinan. Seluruh syarat dan prasyarat di atas, tentunya tidak mungkin bisa
diwujudkan jika tidak dibarengi dengan adanya kepemimpinan dan kehendak politik
yang kuat dari para pemimpin
7. Bagaimana peran puskesmas dalam menangani kasus ini ?
Struktur Program Penanggulangan Tuberkulosis Nasional, Menurut fungsinya,
Puskesmas dibagi menjadi tiga kategori :
1. Puskesmas Rujukan Mikroskopis (PRM)
melatih para staf lab dan melakukan pembacaan sediaan apus dahak
2. Puskesmas Satelit (PS)
tidak memiliki fasilitas lab sendiri, dan hanya membuat sediaan apus dahak dan
difiksasi, kemudian dikirim ke PRM untuk dibaca hasilnya. Setelah mendapatkan
hasil, puskesmas satelit akan menentukan rencana pengobatan
3. Puskesmas Pelaksana Mandiri (PPM)
menyediakan layanan diagnosis dan pengobatan TBC, tanpa bekerja sama dengan
puskesmas satelit
Upaya pengendalian Tb dengan Strategi DOTS (Directly Observed Treatment ShortCourse ), 5 komponen DOTS diantaranya :
1. Komitmen politis, dengan peningkatan dan kesinambungan pendanaan
14
puskesmas
Sewaktu (S) : dahak dikumpulkan di puskesmas pada hari kedua, saat
kategori
OAT
Keterangan
2RHZE/4H3R3
-penderita
baru
BTA (+)
-Penderita
baru
yang
sakit
berat
-penderita ekstra
paru berat
2
II
Tugas
a. Mengetahui tanda2 tersangka tb paru
b. Mengawasi penderita agar minum obat tiap hari
c. Mengambil obat bagi penderita setiap seminggu sekali
d. Mengingatkan penderita untuk periksa ulang dahak
e. Memberikan penyuluhan
f. Memberitahukan apabila terjadi suspek pada keluarga penderita
g. Merujuk kalau ada efek samping dari penggunan obat
Pemantauan hasil pengobatan penderita
Pemeriksaan ulang dahak secara mikroskopik, sebanyak 2x (sewaktu dan
pagi), hasil pemeriksaan dinyatakan negatif bila ke 2 spesimen tsb negatif, dinyatakan
positif jika salah satu atau keduanya positif.
Uji silang sediaan dahak
Mutu kinerja laboratorium mikroskopis tb dilakukan melalui pelaksanaan
pemantauan mutu eksternal dengan melakukan uji silang BTA oleh laboratorium
ruukan uji silang dlm jejaring lab di wilayah
Pencatatan kegiatan pada format TB
3) Memberikan pelayanan kedokteran secara aktif kepada pasien pada saat sehat dan
sakit,
4) Memberikan pelayanan kedokteran kepada individu dan keluarganya,
5) Membina keluarga pasien untuk berpartisipasi dalam upaya peningkatan taraf
kesehatan, pencegahan penyakit, pengobatan dan rehabilitasi,
6) Menangani penyakit akut dan kronik,
7) Melakukan tindakan tahap awal kasus berat agar siap dikirim ke RS,
8) Tetap bertanggung-jawab atas pasien yang dirujukan ke Dokter Spesialis atau
dirawat di RS,
9) Memantau pasien yang telah dirujuk atau di konsultasikan,
10) Bertindak sebagai mitra, penasihat dan konsultan bagi pasiennya,
11) Mengkordinasikan pelayanan yang diperlukan untuk kepentingan pasien,
12) Menyelenggarakan rekam Medis yang memenuhi standar,
13) Melakukan penelitian untuk mengembang ilmu kedokteran secara umum dan ilmu
kedokteran keluarga secara khusus.
kompetensi yang harus dimiliki oleh setiap Dokter Keluarga secara garis besar.
Rincian memgenai kompetensi ini, yang dijabarkan dalam bentuk tujuan pelatihan,
akan tercantum dibawah judul setiap modul pelatihan yang terpisah dalam berkas
tersendiri karena akan lebih sering disesuaikan dengan perkembangan ilmu dan
teknologi kedokteran.
a) Menguasai dan mampu menerapkan konsep operasional kedokteran keluarga,
b) Menguasai pengetahuan dan mampu menerapkan ketrampilan klinik dalam
pelayanan kedokteran keluarga,
c) Menguasai ketrampilan berkomunikasi, menyelenggarakan hubungan profesional
dokter- pasien untuk :
Dapat bekerjasama secara profesional secara harmonis dalam satu tim pada
penyelenggaraan pelayanan kedokteran/kesehatan.
a. Memiliki keterampilan manajemen pelayanan kliniks.
b.Dapat memanfaatkan sumber pelayanan primer dengan memperhitungkan potensi
yang dimiliki pengguna jasa pelayanan untuk menyelesaikan. masalahnya, b)
Menyelenggarakan pelayan kedokteran keluarga yang bermutu sesuai dengan standar
yang ditetapkan.
c. Memberikan pelayanan kedokteran berdasarkan etika moral dan spritual.
d. Memiliki pengetahuan dan ketrampilan di bidang pengelolaan pelayanan kesehatan
termasuk sistem pembiayaan (Asuransi Kesehatan/JPKM).
Sistem Pelayanan Dokter Keluarga ( SPDK )
Untuk menunjang tugas dan wewenang nya diperlukan Sistem Pelayanan Dokter
Keluarga yang terdiri atas komponen :
a) Dokter keluarga yang menyelenggarakan pelayanan primer di klinik Dokter Keluarga
(KDK),
b) Dokter Spesialis yang menyelenggarakan pelayanan sekunder di klinik Dokter Spesialis
(KDSp),
c) Rumah sakit rujukan,
19
Melakukan promosi kesehatan pada para pembuat kebijakan agar dapat menyediakan
sarana transportasi dan memperbaiki akses
Edukasi Pasien dan keluarga pasien mengenai cara penularan TBC paru
kasus TBC.
Kepala Puskesmas dan Kepala Desa bersama-sama melaksanakan Penyelidikan
menginfeksi hampir seluruh organ tubuh seperti: paru-paru, otak, ginjal, saluran
pencernaan, tulang, kelenjar getah bening, dan lain-lain, meskipun demikian organ tubuh
yang paling sering terkena yaitu paru-paru.
Saat Mikobakterium tuberkulosa berhasil menginfeksi paru-paru, maka dengan
segera akan tumbuh koloni bakteri yang berbentuk globular (bulat). Biasanya melalui
serangkaian reaksi imunologis bakteri TBC ini akan berusaha dihambat melalui
pembentukan dinding di sekeliling bakteri itu oleh sel-sel paru. Mekanisme pembentukan
dinding itu membuat jaringan di sekitarnya menjadi jaringan parut dan bakteri TBC akan
menjadi dormant (istirahat). Bentuk-bentuk dormant inilah yang sebenarnya terlihat
sebagai tuberkel pada pemeriksaan foto rontgen.
Pada sebagian orang dengan sistem imun yang baik, bentuk ini akan tetap dormant
sepanjang hidupnya. Sedangkan pada orang-orang dengan sistem kekebalan tubuh yang
kurang, bakteri ini akan mengalami perkembangbiakan sehingga tuberkel bertambah
banyak. Tuberkel yang banyak ini membentuk sebuah ruang di dalam paru-paru. Ruang
inilah yang nantinya menjadi sumber produksi sputum (dahak). Seseorang yang telah
memproduksi sputum dapat diperkirakan sedang mengalami pertumbuhan tuberkel
berlebih dan positif terinfeksi TBC.
Secara umum bahwa gizi merupakan salah satu determinan penting respons
imunitas. Penelitian epidemiologis dan klinis menunjukkan bahwa kekurangan gizi
menghambat respons imunitas dan meningkatkan risiko penyakit infeksi. Sanitasi dan
higiene perorangan yang buruk, kepadatan penduduk yang tinggi, kontaminasi pangan
dan air, dan pengetahuan gizi yang tidak memadai berkontribusi terhadap kerentanan
terhadap penyakit infeksi. Berbagai penelitian yang dilakukan selama kurun waktu 35
tahun yang lalu membuktikan bahwa gangguan imunitas adalah suatu faktor antara
(intermediatefactor) kaitan gizi dengan penyakit infeksi (Chandra, 1997).
21
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Diagnosis holistik pada skenario adalah :
Aspek Personal : Pasien khawatir penyakitnya tidak sembuh karena selalu
menggarap sawah.
Aspek Psikososial : Rumah pasien tidak sesuai dengan kriteria rumah sehat, cucu
22