Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

KESEJAHTERAAN
WARTAWAN

Oleh:
XII IPA 2

Kata Pengantar
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah swt., karena atas berkat
limpahan
rahmat
serta
karuniaNyalah,
makalah
yang
berjudul
Kesejahteraan Wartawan ini dapat selesai tepat pada waktunya.
Makalah ini membahas tentang seluk-beluk jurnalis dalam menjalankan
profesi kewartawanannya. Dimulai dengan pembahasan mengenai hakikat
wartawan, definisi dan jenis-jenis wartawan, sikap dan watak wartawan,
bekal kerja wartawan, karakteristik wartawan profesional, kompetensi
wartawan, hingga kode etik wartawan Indonesia.
Makalah ini merupakan salah satu bentuk tanggungjawab saya sebagai
siswa .Wartawan bukanlah suatu profesi yang mudah. Wartawan dituntut
untuk bersikap independen, loyal, cepat, dan akurat dalam memberikan
informasi kepada masyarakat. Wartawan merupakan salah satu profesi yang
turut membantu memperluas wawasan masyarakat terhadap banyak hal;
menerangkan informasi yang masih simpang siur, serta menyampaikan fakta
terhadap masalah-masalah sosial, ekonomi, politik, olahraga, dan lain
sebagainya, baik yang terjadi di dalam maupun di luar negeri. Sesungguhnya
tanpa wartawan, kehidupan ini terasa kering.
Tidak penulis pungkiri bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan.
Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun khususnya dari Ustadz Pendidikan Kewarganegaraan Ustadz
Abdurrazak dan para pembaca, umumnya, agar penulisan selanjutnya dapat
lebih baik.
Akhirnya, penulis mengharapkan makalah ini dapat bermanfaat bagi kami
dan siapa pun pembaca yang ingin memperdalam pengetahuannya terhadap
seluk-beluk wartawan.

Daftar Isi
BAB 1 Pendahuluan
A. Latar Belakang
B. Tujuan
C. Rumusan Masalah
BAB 2 ISI
A. UU Kesejahteraan Wartawan
B. Kode Etik Pers
C. Pers dan Saham
BAB 3 Penutup
A. Kesimpulan
B. Saran
C. Daftar Pustaka

BAB 1 Pendahuluan
A. Latar Belakang
Kesejahteraan wartawan seringkali diabaikan seperti pendapatan yang
kurang memadai, padahal kesejahteraan wartawan telah tercantum
dalan UU No. 40 Tahun 1999 Pasal 10 Ayat 1 mengenai Kesejahteraan
pers. Untuk itu dalam Makalah ini akan sedikit menjelaskan tentang
kesejahteraan wartawan sekaligus memenuhi tugas yang diberikan
oleh pengajar Pendidikan Kewarganegaraan, Ustadz Abdurrazak
B. Tujuan
Mengetahui Kode Etik Pers.
Mengetahui Pembagian saham Pers dengan perusahaan
C. Rumusan Masalah
Apa itu Kode Etik Pers?
Bagaimana Pembagian saham wartawan dengan Perusahaan Pers?

BAB 2 ISI
A. UU Kesejahteraan Pers
UU No.40 Tahun 1999 Pasal 10 (1)
Perusahaan pers memberikan kesejahteraan kepada wartawan dan
karyawan pers dalam bentuk kepemilikan saham dan atau pembagian
laba bersih serta bentuk kesejahteraan lainnya.
B. Kode Etik Jurnalistik
Kemerdekaan pers adalah sarana masyarakat untuk memperoleh
informasi dan berkomunikasi, guna memenuhi kebutuhan hakiki dan
meningkatkan kualitas kehidupan manusia. Pers tak kenal lelah untuk
mencari informasi demi kesenangan masyarakat, walaupun mereka
harus mendapatkan banyak resiko tetapi mereka tetap terus berjuang
untuk
mendapatkan
informasi
tersebut.
Untuk
mewujudkan
kemerdekaan pers itu, wartawan Indonesia juga menyadari adanya
kepentingan
bangsa,
tanggung
jawab
sosial,
keberagaman
masyarakat,
dan
norma-norma
agama.
Dalam melaksanakan fungsi, hak, kewajiban dan peranannya, pers
menghormati hak asasi setiap orang, karena itu pers dituntut
profesional dan terbuka untuk dikontrol oleh masyarakat. Untuk

menjamin kemerdekaan pers dan memenuhi hak publik untuk


memperoleh informasi yang benar, wartawan Indonesia memerlukan
landasan moral dan etika profesi sebagai pedoman operasional dalam
menjaga kepercayaan publik dan menegakkan integritas serta
profesionalisme.
Maka dari itu wartawan Indonesia menetapkan dan menaati Kode Etik
Jurnalistik:
Pasal 1
Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang
akurat,
berimbang,
dan
tidak
beritikad
buruk.
Penafsiran:
a. Independen berarti memberitakan peristiwa atau fakta sesuai
dengan suara hati nurani tanpa campur tangan, paksaan, dan
intervensi dari pihak lain termasuk pemilik perusahaan pers.
a. Akurat berarti dipercaya benar sesuai keadaan objektif ketika
peristiwa terjadi.
b. Berimbang berarti semua pihak mendapat kesempatan setara.
c. Tidak beritikad buruk berarti tidak ada niat secara sengaja dan sematamata
untuk
menimbulkan
kerugian
pihak
lain.
Pasal 2
Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam
melaksanakan
tugas
jurnalistik.
Penafsiran:
Cara-cara yang profesional adalah:
a.
b.
c.
d.
e.

menunjukkan identitas diri kepada narasumber


menghormati hak privasi
tidak menyuap
menghasilkan berita yang faktual dan jelas sumbernya;
rekayasa pengambilan dan pemuatan atau penyiaran gambar, foto,
suara dilengkapi dengan keterangan tentang sumber dan
ditampilkan secara berimbang;
f. menghormati pengalaman traumatik narasumber dalam penyajian
gambar, foto, suara;
g. tidak melakukan plagiat, termasuk menyatakan liputan wartawan
lain sebagai karya sendiri;
h. penggunaan cara-cara tertentu dapat dipertimbangkan untuk
peliputan berita investigasi bagi kepentingan publik.
Pasal 3
Wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara
berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi,

serta
menerapkan
asas
praduga
tak
bersalah.
Penafsiran:
a. Menguji informasi berarti melakukan check and recheck tentang
kebenaran informasi itu.
b. Berimbang adalah memberikan ruang atau waktu pemberitaan kepada
masing-masing pihak secara proporsional.
c. Opini yang menghakimi adalah pendapat pribadi wartawan. Hal ini
berbeda dengan opini interpretatif, yaitu pendapat yang berupa
interpretasi wartawan atas fakta.
d. Asas praduga tak bersalah adalah prinsip tidak menghakimi seseorang.
Pasal 4
Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan
cabul.
Penafsiran:
a. Bohong berarti sesuatu yang sudah diketahui sebelumnya oleh wartawan
sebagai hal yang tidak sesuai dengan fakta yang terjadi.
b. Fitnah berarti tuduhan tanpa dasar yang dilakukan secara sengaja dengan
niat buruk.
c. Sadis berarti kejam dan tidak mengenal belas kasihan.
d. Cabul berarti penggambaran tingkah laku secara erotis dengan foto,
gambar, suara, grafis atau tulisan yang semata-mata untuk
membangkitkan nafsu birahi.
e. Dalam penyiaran gambar dan suara dari arsip, wartawan mencantumkan
waktu
pengambilan
gambar
dan
suara.
Pasal 5
Wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban
kejahatan susila dan tidak menyebutkan identitas anak yang menjadi
pelaku
kejahatan.
Penafsiran:
a. Identitas adalah semua data dan informasi yang menyangkut diri
seseorang yang memudahkan orang lain untuk melacak.
b. Anak adalah seorang yang berusia kurang dari 16 tahun dan belum
menikah.
Pasal 6
Wartawan Indonesia tidak menyalahgunakan profesi dan tidak menerima
suap.
Penafsiran:
a. Menyalahgunakan profesi adalah segala tindakan yang mengambil
keuntungan pribadi atas informasi yang diperoleh saat bertugas sebelum
informasi tersebut menjadi pengetahuan umum.
b. Suap adalah segala pemberian dalam bentuk uang, benda atau fasilitas
dari
pihak
lain
yang
mempengaruhi
independensi.
Pasal 7
Wartawan Indonesia memiliki hak tolak untuk melindungi narasumber
yang tidak bersedia diketahui identitas maupun keberadaannya,
menghargai ketentuan embargo, informasi latar belakang, dan off the

a.
b.
c.
d.

a.
b.

a.
b.

a.
b.

a.
b.

record
sesuai
dengan
kesepakatan.
Penafsiran:
Hak tolak adalak hak untuk tidak mengungkapkan identitas dan
keberadaan narasumber demi keamanan narasumber dan keluarganya.
Embargo adalah penundaan pemuatan atau penyiaran berita sesuai
dengan permintaan narasumber.
Informasi latar belakang adalah segala informasi atau data dari
narasumber yang disiarkan atau diberitakan tanpa menyebutkan
narasumbernya.
Off the record adalah segala informasi atau data dari narasumber yang
tidak boleh disiarkan atau diberitakan.
Pasal 8
Wartawan Indonesia tidak menulis atau menyiarkan berita berdasarkan
prasangka atau diskriminasi terhadap seseorang atas dasar perbedaan
suku, ras, warna kulit, agama, jenis kelamin, dan bahasa serta tidak
merendahkan martabat orang lemah, miskin, sakit, cacat jiwa atau cacat
jasmani.
Penafsiran:
Prasangka adalah anggapan yang kurang baik mengenai sesuatu sebelum
mengetahui secara jelas.
Diskriminasi
adalah
pembedaan
perlakuan.
Pasal 9
Wartawan Indonesia menghormati hak narasumber tentang kehidupan
pribadinya,
kecuali
untuk
kepentingan
publik.
Penafsiran:
Menghormati hak narasumber adalah sikap menahan diri dan berhati-hati.
Kehidupan pribadi adalah segala segi kehidupan seseorang dan
keluarganya
selain
yang
terkait
dengan
kepentingan
publik.
Pasal 10
Wartawan Indonesia segera mencabut, meralat, dan memperbaiki berita
yang keliru dan tidak akurat disertai dengan permintaan maaf kepada
pembaca,
pendengar,
dan
atau
pemirsa.
Penafsiran:
Segera berarti tindakan dalam waktu secepat mungkin, baik karena ada
maupun tidak ada teguran dari pihak luar.
Permintaan maaf disampaikan apabila kesalahan terkait dengan substansi
pokok.
Pasal 11
Wartawan Indonesia melayani hak jawab dan hak koreksi secara
proporsional. Penafsiran:
Hak jawab adalah hak seseorang atau sekelompok orang untuk
memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa
fakta yang merugikan nama baiknya.
Hak koreksi adalah hak setiap orang untuk membetulkan kekeliruan
informasi yang diberitakan oleh pers, baik tentang dirinya maupun tentang
orang lain.

c. Proporsional berarti setara dengan bagian berita yang perlu diperbaiki.


C. Pers dan Saham
Bolehkan wartawan bermain saham? Pertanyaan ini belum menjadi
permasalahan di Indonesia. Karena memang keterbatasan kita tentang
pemahaman investasi masih kurang. Namun saya kira, dalam tahuntahun mendatang banyak dari kita memandang suatu investasi, dalam
hal ini adalah kepemilikan saham di perusahaan-perusahaan.
Merupakan salah satu ragam investasi yang baik untuk mengelola jerih
payah kita saat ini.
Saya sangat setuju jika wartawan diperkenankan memiliki saham,
khususnya saham media massa dimana ia bekerja. Dalam hal ini
mungkin penting dirumuskan bahwa redaksi berhak mempunyai
proporsi dalam suatu media massa yang telah go public. Perlu racikan
tertentu untuk bersama-sama mau memikirkan bahwa sudah saatnya
menggusur peran tunggal (keuntungan dan massa depan) dalam
kepemilikan media massa. Redaksi atau awak pers berhak menikmati
jerih payah idealismenya kelak di masa mendatang. Tentu ini akan
memiliki imbal balik terhadap daya juang dan loyalitas awak media
massa mereka sendiri di masa kini dan nanti kan?
Selain itu, siapa yang tak tergiur dengan komersialisasi media massa
di tengah pasang surut industri media (khususnya cetak). Ketakutanketakutan akan tidak bebasnya media massa ketika telah menjadi
badan hukum terbuka tidak akan berlaku selama redaksi suatu media
massa memiliki idealisme kuat. Karena jika idealisme redaksi tidak
kuat, media massa akan kena getahnya sendiri. Percaya deh, dimanamana intervensi berlebihan pemilik modal terhadap medianya akan
berdampak buruk bagi citra media massa itu sendiri di kemudian hari.
Penolakan-penolakan beberapa pemilik media massa seperti Dahlan
Iskan untuk menolak membuat serikat pekerja wartawan di Jawa Pos,
misalnya, bisa jadi karena keengganan Dahlan untuk berbagi
kebahagiaan dengan para pekerjanya. Dalam hal ini, Dahlan masih
enggan untuk membuat perusahaannya go public. Bukan itu masalah
saat ini, tapi apakah Dahlan dan putranya yakin jika nanti setelah
mereka tiada, perusahaan mereka akan tetap ada dan terkontrol sama
baiknya?

Membuka keran bagi keterbukaan kepemilikan media massa


merupakan hal yang penting di era keterbukaan informasi saat ini.
Kepemilikan tunggal suatu media massa tentu menjadi masalah, lebih
masalah lagi soal konsentrasi atau lebih tepatnya konglomerasi media
massa oleh kepemilikan perseorangan atau kelompok tertentu. Di
Indonesia, penelitian Merlyna Lim (2012) menyebutkan jika negeri ini
dikuasai 13 group besar media massa.
Ini tentu menarik, persaingan bisnis media massa di indonesia sangat
sengit. Konsentrasi media massa membuat media massa kehilangan
unsur
kemajemukannya.
Membahayakan
atau
tidak
prihal
konglomerasi ini tentu tergantung dari sudut mana kita melihatnya
melalui beberapa teori-teori pers yang ada.
Tiga belas itu cukup majemuk, tapi kalau tiga belas itu sudah main lirik
sana-sini ya bahaya juga kan? Media Group udah lirik-lirikan dengan
MNC Corporation. Trans Corp sudah mengakusisi TV-7 dan detik.com
untuk konvergensi media mereka. Media massa yang besar semakin
tamak dengan memangsa media-media kecil. Tentu ini semakin
berbahaya jika tidak ada pembatasan. Tapi mari kita bicara ini di lain
waktu. Kita tulis soal saham dulu saja ya.
Intinya, membuat kepemilikan media massa menjadi berbadan hukum
terbuka itu punya sisi baik. Selain mengurangi dampak konsentrasi
media massa yang sudah terlanjur menjamur. Juga sebagai sarana
kontrol sosial masyarakat dan awak media terhadap ekonomi media
massa sendiri. Jadi saya sarankan untuk pemilik media massa yang
belum go public agar segera membuka diri. Jangan sungkan untuk
berbagi keseksian perusahaan Anda dengan yang lain. Toh Anda juga
kan menikmatinya hasilnya tanpa sedikitpun kehilangan kuasa positif
atas masa depan perusahaan Anda.
Tapi saya masih tidak setuju untuk menyerahkan media massa pada
bobroknya mekanisme di pasar saham. Lebih baik tidak usah
didaftarkan di bursa. Repotnya Indonesia ikut-ikutan lebay dengan
membuat mekanisme pasar kita bergantung pada stabilitas
internasional. Efek kupu-kupu membuat rapuh stabilitas ekonomi kita.
Sayangnya pemerintah kita sengaja membutakan diri dengan ikutikutan lebay berbursa-bursa. Untung banyak itu pembuat kebijakan.

Tapi kita bisa buntung kelak. Contohnya, Eropa yang kolaps kok kita
ikut-ikutan jatuh?
Kembali ke saham. Soal saham lain adalah beberapa wartawan yang
sengaja bermain saham di beberapa perusahaan (bukan perusahaan
medianya). Cilaka dua belasnya, ada timbal balik yang bisa jadi
membuat sebuah perusahaan terlihat oke di mata publik lewat
polesan-polesan media massa. Ini yang ditakutkan beberapa pengamat
dan peneliti. Jika wartawan sudah memiliki kedekatan terhadap suatu
perusahaantertentu. Bisa jadi ini akan membuat dia kehilangan kontrol.
Dia akan bias dalam pemberitaannya.
Setelah googling di internet ternyata beberapa media luar sudah
punya kode etik dalam mengatur sejauh mana wartawan boleh
berhubungan dengan bisnis di luar kerja wartawan. Contoh : No staff
member may own stock or have any other financial interest; This
restriction extends beyond the business beat (tak satu pun awak
media diperbolehkan memiliki saham atau produk keuangan lainnya;
Larangan ini mencakup kegiatan usaha (diluar kerja wartawan). The
New York Times Company Policy on Ethics in Journalism (2005).
Journalists who regularly cover business and financial news may not
play the market (wartawan yang secara tetap meliput berita bisnis dan
keuangan dilarang bermain di pasar saham) Newsroom Ethics Policy
on The Boston Globe (2008).
INDUSTRI PERS, termasuk di dalamnya kemerdekaan pers, tidaklah
berdiri sendiri dan terlepas dari lingkungannya. Perkembangan suatu
industri pers, selalu tergantung kepada perkembangan sosial, ekonomi,
dan politik lingkungannya. Sebaliknya, perkembangan pers, tentu saja,
juga mempengaruhi perkembangan sosial, ekonomi, dan politik di
lingkungan pers itu. Saling ketergantungan ini, bukan saja terhadap
jenis dan isi berita pers, tetapi menyangkut pula tingkat kesejahteraan
wartawannya. Di negara-negara yang tingkat ekonominya sudah bagus
dan kebutuhan terhadap informasi tinggi, maka tingkat kesejahteraan
wartawannya pun relatif sudah baik, dilengkapi berbagai penunjangnya
seperti asuransi, bonus dan sebagainya. Sebaliknya, di negara
berkembang, termasuk di Indonesia, yang ekonominya belum maju
dan belum terlalu stabil, dengan masyarakat yang masih bertumpu
pada perjuangan memenuhi kebutuhan primer, tingkat kesejahteraan
wartawannya juga berada pada posisi yang masih serba kekurangan.
Kehadiran buku karya Wina Armada Sukardi ini, melalui penelitiannya
di kota-kota pusat pertumbuhan pers Indonesia, mempertegas hal itu.

Dibandingkan dengan tingkat penghasilan profesi lain, profesi


wartawan Indonesia dari segi finansial sampai saat ini belum
memperlihatkan sebagai profesi yang dapat memberikan kemapanan.
Selain penghasilan yang relatif masih rendah, bekerja sebagai
wartawan
juga
rawan
menghadapi
ketidakpastian
status
kekaryawanannya. Perusahaan pers yang sering jatuh bangun, kalau
tidak mau disebut yang bangkrut, membuat wartawan setiap saat
dapat kehilangan pekerjaannya, sekaligus kehilangan penghasilannya.
Keadaan seperti ini, membawa berbagai dampak ke dalam dunia pers
Indonesia. Salah satunya, muncul gejala wartawan abal-abal,
wartawan amplop sampai wartawan pemeras. Sebenarnya
wartawan jenis ini tidak melaksanakan tugas pers, melainkan lebih
banyak mencari uang tanpa ada kaitannya dengan pekerjaan pers.
Tetapi kehadiran wartawan ini telah merusak citra profesi wartawan
yang sebenarnya. Dalam spektrum yang lebih luas, hal ini dapat
mengganggu
pelaksanaan
kemerdekaan
pers.
Salah satu fungsi Dewan Pers adalah menjaga kemerdekaan pers. Jika
kemerdekaan pers berjalan dengan baik, ke depan dapat sangat
membantu proses demokrasi. Dalam sebuah negara yang demokratis,
ekonomi negara juga dapat tumbuh secara terbuka dan fair. Ini
menciptakan peluang keadaan yang kondusif bagi wartawan yang
benar-benar profesional. Dalam keadaan demikian, tinggi rendahnya
tingkat penghasilan wartawan dalam negara semacam ini kelak
ditentukan oleh prestasi atau profesionalitas wartawan sendiri.
Wartawan yang berkualitas dan profesional akan diterima oleh pasar
secara baik, sehingga memberikan tingkat kesejahteraan yang baik
pula. Sebaliknya wartawan yang tidak profesional atau kurang laku
hanya akan diberi tingkat kesejahteraan yang sesuai dengan tingkat
kemampuannya. Maka para wartawan akan berlomba-lomba menjadi
wartawan yang profesional. Di sinilah kemerdekaan pers akan
menciptakan kondisi yang kondusif bagi para wartawan untuk bersaing
secara sehat dan profesional, termasuk dalam soal kesejahteraan.
Buku ini merupakan salah satu dari upaya Dewan Pers untuk
memperoleh data yang lebih akurat tentang tingkat kesejahteraan
para wartawan Indonesia. Penelitian ini menguak bagaimana fakta
sebenarnya ikhwal rendahnya kesejahteraan wartawan. Selama ini
tingkat gaji wartawan yang rendah masih berupa asumsi-asumsi saja.
Tetapi dengan adanya penelitian ini, asumsi itu diubah menjadi fakta
yang sulit terbantahkan. Adanya data semacam ini akan mempertajam
pisau analisis kita dalam membedah masalah-masalah yang muncul di
dunia pers. Ketajaman pembenahan diperlukan untuk menghasilkan
alternatif-alternatif pemecahan yang jelas. Untuk itu Dewan Pers
mendukung sepenuhnya penerbitan buku semacam ini.

BAB 3 Penutup
Dengan mengucap alhamdulillahirabbil aalamiin, makalah kesejahteraan
wartawan ini telah selesai dikerjakan. Terima kasih atas perhatiannya mohon
maaf bila ada kesalahan.
A. Kesimpulan
Kesimpulan dari makalah ini adalah wartawan sesungguhnya dalam
kesejahteraanya telah diaturdalam undang undang yaitu, wartawan
mendapat bagian di perusahaan pers dalam bentuk saham ataupun bagi
hasil dengan perusahaan pers sesuai dengan yang telah disepakati. Dengan
begitu kesejahteraan pers sudah terjamin.
B. Saran

C. Daftar Pustaka
www.pknkelas12.wordpress.com
www.kewarganegaraanindonesia.com
www.wartawan.com
www.wikipedia.org
www.pknpedia.com
www.persindo.com

Anda mungkin juga menyukai