Anda di halaman 1dari 6

Praktikum Ilmu Lingkungan

November 2015, Samarinda, Indonesia


Environmental Science

Pola Hubungan Faktor Abiotik dan biotik Terestrial di Lingkungan


Fakultas Teknik, Universitas Mulawarman
FMIPA UNMUL 2015
Aditya Setiawan 1 , Berty Veibrita Sinaga 2, Dhean Pradivta 3 , Evi Maria 4, Feiky Aprila Sari 5,
Karmila Sari 6, Merdi Sahara 7, Miratul Hayat 8, Nurriska Dwi Artie 9, Oktafanie Mega Sari
10
dan Widya Fajariani11
Laboratorium Anatomi dan Sistematika Tumbuhan, Jurusan Biologi
FMIPA Universitas Mulawarman
ABSTRAK
Lingkungan tanah merupakan lingkungan yang terdiri dari lingkungan abiotik dan lingkungan
biotik. Kedua lingkungan ini menghasilkan suatu wilayah yang dapat dijadikan sebagai habitat bagi
beberapa jenis makhluk hidup, salah satunya adalah makrofauna tanahTujuan dari praktikum ini yaitu untuk
praktikum ini dilaksanakan untuk mempelajari struktur komponen penyusun di dalam ekosistem terestrial
dan menganalisa komponen penyusun tanah di Fakultas Teknik, Unmul. Pelaksanaan praktikum pada hari
Minggu, 29 November 2015, pada pukul 08.00-10.00 WITA. Bertempat di Fakultas Teknik, Universitas
Mulawarman, Samarinda. Metode yang digunakan dalam praktikum ini yaitu dengan melakukan pengukuran
pada faktor abiotiknya kemudian pengambilan sampel menggunakan alat untuk mengetahui faktor biotiknya
yang terdiri dari makrofauna dan mikrofauna lalu dianalisis dan dimasukkan ke dalam tabel pengamatan.
Hasil pecobaan yang telah dilakukan pada faktor abiotik dengan melakukan pengukuran pada tanah
sedangakan untuk faktor biotik dilakukan pengamatan adanya makrofauna dan mikrofauna. Kesimpulan dari
kegiatan praktikum yang dilaksanakan diperoleh bahwa pada lingkungan abiotik,pH tanah (pH meter tanah)
sebesar 7.5, pH tanah (kertas lakmus) sebesar 7, suhu tanah (termometer) sebesar 30 oC, suhu kering sebesar
28, suhu basah sebesar 14, suhu udara (termometer) 29 oC, kecerahan sebesar 1, kelembapan tanah sebesar 6,
kelembapan udara (Hygrometer) sebesar 84 C serta tanah tersebut memiliki warna coklat-kehitaman,
memiliki tekstur yang keras (padat) dan struktur yang berpasir. Pada lingkungan biotik yang terdiri dari
makrofauna dan mikrofauna, makrofauna yang didapat yaitu semut, rayap, kupu-kupu, belalang dan capung
sedangkan untuk faktor mikrofauna tanah tidak ditemukan.
Kata kunci: Abiotik, Biotik, Mikrofauna, Makrofauna, Tanah dan Terestrial
Pendahuluan

terdapat penimbunan liat di horison bawah dan


mempunyai kejenuhan basa tinggi yaitu lebih dari
35% pada kedalaman 180 cm dari permukaan
tanah. Tanah yang termasuk ordo Aridisol
merupakan tanah-tanah yang mempunyai
kelembapan tanah arid (sangat kering). Tanah
yang termasuk ordo Entisol merupakan tanahtanah yang masih sangat muda yaitu baru tingkat
permulaan dalam perkembangan. Tanah yang
termasuk ordo Histosol merupakan tanah-tanah
dengan kandungan bahan organik lebih dari 20%
(untuk tanah bertekstur pasir) atau lebih dari 30%
(untuk tanah bertekstur liat). Tanah yang
termasuk ordo Inceptisol merupakan tanah muda,
tetapi lebih berkembang daripada Entisol. Tanah
yang termasuk ordo Mollisol merupakan tanah
dengan tebal epipedon lebih dari 18 cm yang
berwarna hitam (gelap), kandungan bahan
organik lebih dari 1%, kejenuhan basa lebih dari
50%. Agregasi tanah baik, sehingga tanah tidak
keras bila kering. Tanah yang termasuk ordo
Oxisol merupakan tanah tua sehingga mineral
mudah
lapuk
tinggal
sedikit.
Banyak
mengandung oksida-oksida besi. Tanah yang
termasuk ordo Spodosol merupakan tanah dengan
horison bawah terjadi penimbunan Fe dan Al-

Tanah merupakan salah satu komponen lahan


yang memiliki fungsi produksi serta berperan
menjaga kelestarian sumberdaya air dan
kelestarian lingkungan hidup secara umum.
Sementara itu yang dimaksud lahan adalah suatu
wilayah daratan yang ciri-cirinya merangkum
semua tanda pengenal biosfer, atmosfer, tanah,
geologi, timbulan (relief), hidrologi, populasi
tumbuhan, dan hewan, serta hasil kegiatan
manusia masa lalu dan masa kini, yang bersifat
mantap atau mendaur [3].
Tanah merupakan suatu bagian dari ekosistem
terrestrial yang di dalamnya dihuni oleh banyak
organisme yang disebut sebagai biodiversitas
tanah. Biodiversitas tanah merupakan diversitas
alpha
yang
sangat
berperan
dalam
mempertahankan sekaligus meningkatkan fungsi
tanah untuk menopang kehidupan di dalam dan di
atasnya [9].
Penyebaran tanah di Indonesia terdiri dari 10
ordo yaitu Histosols, Entisols, Inceptisols,
Vertisols, Andisols, Alfisols, Mollisols, Ultisols,
Oxisols, dan Spodosols. Tanah yang termasuk
ordo Alfisol merupakan tanah-tanah yang

Jurnal Ilmu Lingkungan FMIPA UNMUL 2015


Oktober 2015, Samarinda, Indonesia
oksida dan humus (horison spodik) sedang,
dilapisan atas terdapat horison eluviasi
(pencucian) yang berwarna pucat. Tanah yang
termasuk ordo Ultisol merupakan tanah-tanah
yang terjadi penimbunan liat di horison bawah,
bersifat masam, kejenuhan basa pada kedalaman
180 cm dari permukaan tanah kurang dari 35%.
Tanah yang termasuk ordo Vertisol merupakan
tanah dengan kandungan liat tinggi (lebih dari
30%) di seluruh horison, mempunyai sifat
mengembang dan mengkerut [5].
Tingkat kesuburan tanah di Indonesia
bervariasi dari rendah sampai tinggi. Tanah
Inceptisols memiliki tingkat kesuburan tanah
yang bervariasi mulai dari rendah hingga tinggi.
Sifat tanahnya be-reaksi masam sampai agak
netral, dengan kadar bahan organik rendah dan
kejenuh-an basa tinggi. Kandungan hara P rendah
disebabkan difiksasi oleh liat, Al, Fe dan Ca [11]
Lingkungan tanah merupakan lingkungan
yang terdiri dari lingkungan abiotik dan
lingkungan biotik. Kedua lingkungan ini
menghasilkan suatu wilayah yang dapat dijadikan
sebagai habitat bagi beberapa jenis makhluk
hidup, salah satunya adalah makrofauna tanah.
Tanah dapat didefinisikan sebagai medium alami
untuk pertumbuhan tanaman yang tersusun atas
mineral, bahan organik, dan organisme hidup.
Kegiatan biologis seperti pertumbuhan akar dan
metabolism mikroba dalam tanah berperan dalam
membentuk tekstur dan kesuburannya [12].
Secara ekologis tanah tersusun oleh tiga
kelompok material, yaitu material hidup (faktor
biotik) berupa biota (jasad-jasad hidup), faktor
abiontik berupa bahan organik, dan faktor abiotik
berupa pasir (sand), debu (silt), dan liat (clay).
Umumnya sekitar 5% penyusun tanah merupakan
biomassa (biotik dan abiontik). Meskipun hanya
5% biomassa berperan sangat penting, yaitu: 1)
sebagai bahan koloidal tanah, disamping koloidal
liat, yang mempengaruhi sifat-sifat kimiawi tanah
seperti dalam proses pertukaran kation dan anion,
dan sifat-sifat fisik tanah seperti stuktur dan
erodibilitas tanah; 2) berperan penting sebagai
sumber hara (nutrition) tanah yang akan tersedia
(available) bagi tanaman (juga mikrobia) setelah
bahan organik mengalami perombakan menjadi
senyawa-senyawa sederhana (dekomposisi atau
mineralisasi) [2].
Hewan tanah memiliki peranan yang sangat
penting terutama pada dekomposisi mineral
organik, sehingga sangat menentukan siklus
material tanah, Buchman dan Bradi (1982),
mengatakan bahwa hewan tanah berperan dalam
mempercepat penyediaan hara dan sumber bahan
organik tanah. Perubahan komunitas dan
komposisi vegetasi tertentu pada suatu ekosistem
secara tidak langsung menunjukkan pula adanya
perubahan komunitas hewan dan sebaliknya.

Komunitas hewan tanah dipengaruhi oleh


berbagai faktor abiotik. Kedua faktor ini sangat
menentukan komposisi hewan yang hidup di
suatu habitat [14],[15] dan [16].
Alat pengukur kelembaban secara umum
disebut
hygrometer
sedangkan
yang
menggunakan metode termodinamika disebut
psikrometer. Hygrometer adalah alat untuk
mengukur kelambaban. Biasanya ditempatkan di
dalam
box
penyimpanan
barang
yang
memerlukan kelemababn yang terjaga seperti dry
box penyimpanan kamera. Keadaan ini akan
mencegah pertumbuhan jamur yang menjadi
musuh pada peralatan tersebut. Hygrometer
digunakan untuk mengukur kelembaban udara
relatif. Proses pengukuran hygrometer terdapat
dua skala, yang satu menunjukkan kelembaban
dan yang satunya menunjukkan temperatur. Cara
penggunaannya dengan meletakkan di tempat
yang akan diukur kelembabannya, kemudian
tunggu dan bacalah skalanya [13].
Psikrometer merupakan sebuah alat penunjuk
yang menggunakan dua thermometer yaitu
thermometer bebuli basah dan bebuli kering.
Pada thermometer bebuli basah, bebulinya
ditutup dengan sumbu yang terbuat dari kain
kasa. Jika termometer diangini atau diberi
pengudaraan dengan kipas angina atau diputarputar di udara, kecepatan terjadinya penguapan
dari bebuli basah bergantung pada tingkat
kelemababan udara. Jika udara jenuh atau
kelembaban nisbinya 100%, maka tidak terjadi
penguapan dari sumbu basah pada bebuli basah
dan pada thermometer bebuli basah dan bebuli
kering akan menunjukkan suhu yang sama. Untuk
mendapatkan harga kelembaban nisbi, pengamat
mengacu pada tabel psikrometer yang
menghubungkan suhu udara dan penurunan
bebuli basah dengan kelembaban nisbi [1].
Oleh karena itu, praktikum ini dilaksanakan
untuk mempelajari struktur komponen penyusun
di dalam ekosistem terestrial dan menganalisa
komponen penyusun tanah di Fakultas Teknik,
Unmul.
Metode
Waktu dan Tempat
Pelaksanaan praktikum pada hari Minggu, 29
Novmber 2015, pada pukul 08.00-10.00 WITA.
Bertempat di Fakultas Teknik Universitas
Mulawarman, Samarinda
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada praktikum ini yaitu
alat tulis, thermometer, sling psychrometer, kertas
pH, Hygrometer, GPS, stop watch, pH meter
digital, neraca analitik, kertas klip, soil ring,
kamera, Oven dan tanah

Praktikum Ilmu Lingkungan


November 2015, Samarinda, Indonesia
Environmental Science
Cara kerja
- Dipilih lokasi praktikum yang memiliki
kondisi terestrial tanah yang sesuai
- Dilakukan
pengamatan
pada
kondisi
lingkungan abiotik disetiap lokasi dengan
jalan melakukan pengukuran parameterparameter secara insitu (langsung dilokasi)
untuk suhu udara dan kelembapan
- Dilakukan pengamatan dan identifikasi
komponen-komponen biotik penyusun dalam
ekosistem tersebut dan deskripsikan
- Selanjutnya di amati mikrofauna yang
terdapat pada tanah yang berada dilokasi yang
dituju
- Ditabulasi hasil pengamatan yang diperoleh
dari lingkungan

Mikrofauna

Tidak
ditemukan
pada sampel
tanah yang
diambil

Berdasararkan hasil pengamatan yang


dilakukan didaerah fakultas teknik Unmul
diperoleh data yang terdapat pada tabel diatas
yaitu temperatur tanah 30 (oC), dengan
pengukuran menggunakan sling psycrometer
didapatkan suhu basah sebesar 14 % dan suhu
kering sebesar 28 %, kemudian untuk suhu udara
didapatkan 29 (oC). yang menandakan bahwa
keadaan lokasi cukup panas, tidak ternaungi oleh
pepohonan, sehingga langsung terpapar oleh sinar
matahari.
Menurut literatu [11]. Disini kita dapat
membandingkan dalam suatu ekosistem dimana
suatu lingkungan yang dibentuk oleh faktorfaktor fisik baik faktor lingkungan biotik dan
faktor lingkungan abiotik. Setiap lingkungan di
belahan bumi ini pasti memiliki pengaruh
terhadap faktor-faktor biotik dan abiotik
disekitarnya. Seperti, didaerah kutub suhu
lingkungannya pasti dibawah 0C (suhu rendah)
dan didaerah padang pasir suhu lingkungannya
diatas 20C (suhu tinggi).
Pada pengukuran pH tanah menggunakan dua
cara yaitu pengukuran pH tanah dengan
menggunakan kertas lakmus didaptkan sebesar
7,5 sedangkan untuk pH tanah dengan
menggunakan (pH meter digital) diperoleh pHnya sebesar 7. Yang menandakan bahwa kondisi
tanah di lokasi sangat netral, sehingga dapat
ditumbuhi oleh tumbuhan.
Menurut literatur [3]. kesuburan dan
ketersediaan nutrien mineral di dalam tanah.
Derajat keasaman (pH) tanah pada area penelitain
adalah 4,805,92 yang jika dibandingkan
dengan pH optimum secara ekologis yaitu sekitar
5,07,5 adalah lebih rendah, yang bagi
pertumbuhan herba kurang baik karena kesuburan
dan ketersediaan nutrien mineral rendah
Untuk parameter pengukuran kecerahan
digunakan (pH meter digital) diperoleh
kecerahannya sebesar 1. Diperoleh kecerahanNya sangat rendah yaitu sebesar 1 ini disebabkan
karena pada saat pengukuran kecerahan tidak
bersamaan dengan pengukuran suhu pada kondisi
tanahsehingga hasil yang didapatkan pun
berbeda.
Untuk parameter pengkuran udara digunakan
pengukuran kelembapan dengan menggunakan
Sling psychrometer yaitu 84 dan kelembapan
tanah dengan menggunakan pH meter digital
sebesar 6.
Tanah yang berada di lokasi tersebut memiliki
karakteristik warna sebagai berikut yaitu

Hasil dan Pembahasan


Tabel 1. Identifikasi komponen abiotik dan biotik
penyusun sistem Tanah di Fakultas Teknik, Unmul,
Samarinda.

Nama lokasi
: Fakultas Teknik, Samarinda
Titik koordinat : S00O28. 062E117O09.500
No Lingkungan
Keterangan
1.
ABIOTIK
pH tanah (pH meter - 7,5
tanah)
pH tanah (Kertas
- 7
lakmus
Suhu tanah
- 30
(Termometer)
Suhu kering (sling
- 28
psycometer)
Suhu basah (sling
- 14
psycometer)
Suhu udara
- 29
(termometer)
Kecerahan (ph
- 1
meter digital)
Kelembapan udara
- 6
(Hygrometer)
Warna tanah
- Coklat
kehitama
Tekstur tanah
n
- Keras
Struktur tanah
(padat)
- berpasir
2.
BIOTIK
- Makrofauna
- Semut
- Rayap
- Kupukupu
- Belalang
- Capung

Jurnal Ilmu Lingkungan FMIPA UNMUL 2015


Oktober 2015, Samarinda, Indonesia
berwarna coklat kehitaman, memiliki tekstur
yang keras dan padat kemudian struktur tanah
yang berpasir.
Untuk faktor Biotik dilokasi tersebut yang
terdiri dari makrofauna dan mikrofauna tanah,
untuk makrofauna tanah didapatkan jenis semut,
rayap, kupu-kupu, belalang dan capung.
Berdasarkan literatur [2]. Menjelaskan bahwa
Filum Arthropoda merupakan kelompok hewan
tanah yang pada umumnya menunjukkan
dominansi tertinggi di antara organisme penyusun
komunitas hewan tanah. Sebagian besar spesies
berjumlah 29 spesies dari 46 spesies yang
ditemukan berasal dari kelas Insecta. Hal tersebut
sesuai penyataan bahwa Insecta merupakan
golongan hewan yang dominan di mukabumi.
Makrofauna permukaan tanah dominan yang
diketemukan sebagian besar berasal dari family
Formicidae (semut). Leptomyrmex rufipes dari
subfamily Dolichoderinae dominan sebagai
makrofauna permukaan tanah, merupakan spesies
yang paling banyak ditemukan. Dolichoderinae
sebagian besar merupakan predator dari kumbang
lunak, seperti kutu daun [1].
Allonemobius fasciatus merupakan cengkerik
tanah dari subfamily Nemobiinae. Cengkerik ini
sering ditemukan di padang-padang rumput,
lapangan rumput, sepanjang sisi jalan, dan di
daerah yang berhutan [16].
Makrofauna dalam tanah dominan yang
diketemukan sebagian besar dari ordo
Coleoptera. Phyllophaga sp. adalah salah satu
kumbang dari family Scarabaeidae. Kumbang
dewasa dengan mudah diperoleh di bawah cahaya
pada musim kemarau, atau dapat dikatakan
sangat tertarik oleh cahaya. Kumbang dewasa
tidak menyebabkan kerusakan yang besar,
kerusakan biasa disebabkan oleh larva. Larva
biasa memakan akar rerumputan ataupun
tanaman di areal
pertanian [4].
Microtermes sp. merupakan salah satu spesies
rayap. Rayap memakan sebagian besar bahan
tanaman mati, pada umumnya dalam bentuk
kayu, serasah daun, tanah, atau kotoran hewan.
Rayap adalah detritivor utama, terutama di daerah
subtropis dan tropis. Rayap hidup dalam koloni,
terkadang kadang disebut "semut putih",
meskipun mereka tidak berkaitan erat dengan
semut sesungguhnya [10].
Di dalam tanah terdapat berbagai jenis biota
tanah, antara lain mikroba (bakteri, fungi,
actinomisetes, mikroflora, dan protozoa) serta
fauna tanah. Masing-masing biota tanah
mempunyai fungsi yang khusus. setiap grup
fauna mempunyai fungsi ekologis yang khusus.
Keanekaragaman biota dalam tanah dapat
digunakan sebagai indikator biologis kualitas
tanah [9].

Pada saat pengamatan untuk mikrofauna


tanah, tidak didapatkan jenis spesiesnya, ada
beberapa faktor yang memepengaruhi yaitu
dikarenakan kurang ketelitian pada saat
melakukan pengamatan. Menurut literature [7].
Tidak semua fauna tanah hidup di dalam tanah
secara terus menerus sepanjang hidupnya.
Beberapa fauna seperti larva diptera hidup
didalam tanah hanya pada fase larva dau atau
pupa, sebaliknya beberapa fauna seperti cacing
tanah menggunakan tanah sebagai habitat di
sepanjang waktu.

Kesimpulan
Kesimpulan dari kegiatan praktikum yang
dilaksanakan diperoleh bahwa pada lingkungan
abiotik,pH tanah (pH meter digital) sebesar 7.5,
pH tanah (kertas lakmus) sebesar 7, suhu tanah
(termometer) sebesar 30oC, suhu kering sebesar
28, suhu basah sebesar 14, suhu udara
(termometer) 29oC, kecerahan sebesar 1,
kelembapan tanah sebesar 6, kelembapan udara
(Hygrometer) sebesar 84 C serta tanah tersebut
memiliki warna coklat-kehitaman, memiliki
tekstur yang keras (padat) dan struktur yang
berpasir. Pada lingkungan biotik yang terdiri dari
makrofauna dan mikrofauna, makrofauna yang
didapat yaitu semut, rayap, kupu-kupu, belalang
dan capung sedangkan untuk faktor mikrofauna
tanah tidak ditemukan.
Ucapan Terima Kasih
Kami sebagai penulis mengucapkan terima
kasih pada Laboratorium Anatomi dan
Sistematika Tumbuhan atas fasilitas yang
diberikan untuk melakukan praktikum mengenai
pengenalan alat pengukur lingkungan. Demikian
pula, kami sebagai penulis berterima kasih
kepada pak mintaro selaku koordinator praktikum
ilmu lingkungan, kakak asisten dan pihak-pihak
lain yang telah membantu atas terlaksananya
praktikum ilmu lingkungan ini dengan baik .
Referensi

[1]

Barbour, M.C., J.H. Burk,


and W.D. Pitts. 1987. Terrestrial plant
ecology.
2nd ed. California: The
Benjamin/Cummings Publishing
Company, Inc.
[2]
Borror, D.J., C.A. Triplehorn
dan N.F.
Johnson. 1992. Pengenalan
Pelajaran Serangga. Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta.
[3]
Brisbaneinsects.
2007.
Black-headed
Sugar
Ant.
http://www.brisbaneinsects.com/brisb
4

Praktikum Ilmu Lingkungan


November 2015, Samarinda, Indonesia
Environmental Science
Pengelolaannya. Pusat Penelitian
Tanah dan Agroklimat. Jakarta

ane_ants/SugarAnt.htm. [29
November
2015].
[4]
Febrita, E., Suwondo., Eka,
M. 2008.
Struktur
Komunitas
Arthropoda Dalam Tanah Pada Areal
Perkebunan
Karet
(Hevea
bransilisensis) Di Kec. Inuman Kab.
Kuantan
SingingiRiau.
Laboratorium Zoologi PMIPA FKIP
Universitas Riau, Pekan Baru. J.
Pilar Sains Vol. 7 (1): 1412-5595.
[5]
Ibrahim, wahib. 2012.
http://www.slideshare.net/wahibibrai
m/unsurharatanaman. Himagrotek
Faperta UTM tanggal 22 November
2012. Diakses pada tanggal 29
November 2015.
[6]
Lahuddin. 2007. Aspek
Unsur mikro
dalam kesuburan tanah : Dalam
pidato pengukuhan jabatan guru
besar tetap. Universitas Sumatera
Utara. USU-eRipository.
[7]
Maftuah, E., M. Alwi dan
M. Willis. 2005. Potensi Makrofauna
Tanah
Sebagai
Bioindikator
Kualitas Tanah
Gambut.
Bioscientiae. 2 (1):1-14.
[8]
Prasasti, I., 2005. Pengaruh
Kualitas
Udara Dalam Ruangan BerAC Terhadap Gangguan Kesehatan.
Jurnal Kesehatan Lingkungan Vol. 1
No. 2.
[9]
Rahmawaty. 2004. Studi
Keanekaragaman Mesofauna Tanah
di Kawasan Hutan Wisata Alam
Sibolangit (Desa Sibolangit,
Kecamatan Sibolangit, Kabupaten
Daerah Tingkat II Deli Serdang,
Propinsi Sumatera Utara). e-USU
Repository. Jurusan Kehutanan,
Program Studi Manajemen Hutan,
Fakultas Pertanian Universitas
Sumatera Utara.
[10] Rilatupa, J., 2008. Aspek
Kenyamanan
Termal
Pada
Pengkondisian Ruang Dalam. Jurnal
Sains dan Teknologi Emas, Vol. 18
No. 3.
[11]

[12] Sugiyarto, Efendi, M., Mahajoeno,


E., Sugito, Y., E.Handayanto dan L.
Agustina. 2007.
Preferensi
Berbagai
Jenis Makrofauna
Tanah Terhadap Sisa Bahan Organik
Tanaman pada Intensitas Cahaya
Berbeda.
Biodiversitas. 7(4):
96-100.
[13]

Tan, K.H. 1998. Principles of Soil


Chemistry. 3rd Ed. Marcel Decker,
Inc.
New York.

[14]

Tim Sintesis Kebijakan. 2008.


Pemanfaatan Biota Tanah Untuk
Keberlanjutan
Produktivitas
Pertanian
Lahan
Kering Masam. Pengembangan
Inovasi
Pertanian. 1(2): 157-163.
Thormin, T. 2004. June Beetle
(Phyllophaga
sp.).
http://www.royalalbertamuseum.ca/n
atural/insects/bugsfaq/junebeet.htm.
[29 November 2015].
Winarso, S. 2005. Kesuburan tanah:
dasar-dasar kesehatan dan kualitas
tanah. Gava Media, Yokjakarta.

[15]

[16]

Subagyo, H., Suharta & A.B.


Siswanto. 2000. Tanah-tanah
Pertanian di Indonesia, dalam
Sumberdaya lahan di Indonesia dan

Jurnal Ilmu Lingkungan FMIPA UNMUL 2015


Oktober 2015, Samarinda, Indonesia

LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai