JEMBATAN INDONESIA
I. PENDAHULUAN
Sesuai UU 38 Tahun 2004 tentang jalan, dinyatakan bahwa jembatan sebagai bagian dari sistem
transportasi nasional mempunyai peranan penting terutama dalam mendukung bidang ekonomi,
sosial dan budaya serta lingkungan yang dikembangkan melalui pendekatan pengembangan
wilayah agar tercapai keseimbangan dan pemerataan pembangunan antar daerah. Disamping itu
pembangunan jembatan akan membentuk dan memperkukuh kesatuan nasional untuk
memantapkan pertahanan dan keamanan nasional, serta membentuk struktur ruang dalam
rangka mewujudkan sasaran pembangunan nasional dalam menuju masyarakat yang adil dan
sejahtera. Tidak dapat dipungkiri lagi peran jembatan dalam mewujudkan seperti yang
diamanatkan oleh UU Jalan tersebut adalah sangat penting.
Indonesia sebagai negara tropis yang terdiri dari banyak pulau dan memiliki banyak sungai
besar dan kecil tercatat telah membangun tidak kurang 88.000 buah jembatan atau ekivalen
panjang kurang lebih 1.000 km baik permanen maupun yang masih bersifat lintasan-basah (wetcrossing). Dari jumlah tersebut tidak kurang dari 29.000 buah jembatan berada pada sistem
jaringan jalan utama yang mendukung perekonomian secara langsung yaitu pada ruas jalan
nasional dan provinsi. Ini ekivalen panjang kurang lebih 500 km dan sisanya berada di ruas
jalan kabupaten, desa dan jalan di daerah perkotaan. Pada ruas jalan nasional terdapat kurang
lebih 16.587 buah jembatan dengan ekivalen panjang 316,2km dengan populasi jembatan
rangka baja kurang lebih 1.589 jembatan (10%) dengan ekivalen panjang 100,5km. Dari
jembatan-jembatan yang berada pada ruas jalan nasional dan provinsi, jumlah jembatan yang
melintasi sungai-sungai dengan lebar lebih dari 100 meter kurang dari 2%. Ini menunjukan
bahwa kebijaksanaan penggunaan bangunan atas dengan tipe dan panjang standar menjadi
prioritas, apalagi dikaitkan dengan program percepatan pembangunan nasional.
Sejak awal era Order Baru sampai saat ini, program pembangunan jembatan di Indonesia lebih
didominasi oleh penggunaan teknologi bangunan atas bentang standar. Kebijaksanaan
pemerintah untuk mempercepat program pembangunan prasarana jalan khususnya jembatan
diarahkan pada standarisasi bangunan atas, baik dengan cara menyediakan stok komponen
bentang standar maupun penyediaan standar konstruksi jembatan yang kemudian dapat dibuat
lapangan seperti tipe rangka baja, gelagar komposit dan balok beton pratekan segmental.
Kebijaksanaan di bidang jembatan tersebut pada saat itu merupakan pilihan yang tepat
mengingat kebutuhan akan pembangunan jembatan yang komprehensif sangat mendesak agar
dapat menghubungkan bagian-bagian daerah di Indonesia yang belum terjangkau dengan
prasarana jalan. Tujuan dari standarisasi bangunan atas jembatan ini dimaksudkan untuk
mendapatkan jaminan kualitas produk konstruksi yang memenuhi persyaratan yang ditetapkan
dengan mempermudah pelaksanaannya.
Sejak Pelita I sampai dengan sekarang telah dibangun lebih dari 450.000 meter dengan prioritas
pembangunan ditekankan pada peningkatan kualitas layan jaringan jalan pada ruas jalan
nasional dan jalan provinsi, dan kemudian pada era pelita-pelita terakhir ini diperluas sampai
ruas jalan kabupaten. Pencapaian sasaran pembangunan sampai saat ini untuk ruas jalan
nasional adalah 100% mantap sedangkan pada ruas jalan provinsi dan kabupaten masing-masing
90% dan 50% mantap. Program pembangunan jembatan mulai dari Pelita I sampai Pelita VI
terus meningkat terutama dalam bentuk pengadaan standar superstructure Steel truss, Composite
girder maupun PC-girder dari beberapa sumber yaitu: Belanda, Australia, Austria, Canada, UK,
Spanyol dan dari fabrikator lokal. Pada Pelita I 40.000 meter, Pelita II 30.000 meter, Pelita III
70.000 meter, Pelita IV 70.000 meter, Pelita V 125.000 meter dan pada Pelita VI ini kurang
lebih 54.000 meter.
2% 2%
9%
9%
0-20 m
20-30 m
30-60 m
60-100 m
> 100 m
78%
Panjang Jembatan
Menurut Tipe Bangunan Atas
18%
36%
46%
Beton
Baja
Lain-lain
Jumlah Jembatan
Menurut Tipe Bangunan Atas
18%
57%
25%
Beton
Baja
Lain-lain
Walaupun penggunaan konstruksi bangunan atas standar begitu banyak dalam program
pembangunan prasarana jalan di Indonesia, bukan berarti penggunaan jenis bangunan atas nonstandar ditinggalkan. Perkembangan teknologi pembangunan jembatan di Indonesia dari tahun
ke tahun khususnya untuk melintasi sungai-sungai yang tidak memungkinkan menggunakan
jembatan tipe bangunan atas standar. Beberapa sungai yang ada di Pulau Kalimantan, termasuk
cukup besar di Indonesia, sudah disediakan jembatan seperti jembatan Kapuas Landak,
jembatan Semuntai, jembatan Kapuas Murung, jembatan Mahakam-1 dan jembatan Barito,
jembatan Mahakam-2. Masih di Kalimantan di kota Balikpapan akan juga dibangun jembatan
cable-stayed yang akan menghubungkan lintas kalimantan jalur selatan. Di Surabaya saat ini
juga sedang dibangun jembatan SURAMADU dengan bentang utama cable stayed 818 meter
dengan total panjang jembatan 5400 meter.
Kebutuhan jalur navigasi yang melalui kolong jembatan pada beberapa sungai besar menuntut
adanya opening span yang cukup besar, telah juga mendorong akan pemahaman teknologi
perencanaan bangunan atas alternatif dan pemahaman akan tingkat resiko tertabraknya struktur
jembatan oleh kapal yang lewat kolong jembatan yang lebih baik sangat diperlukan. Untuk
bentangan yang relatif besar dimana konstruksi bangunan atas standar tidak lagi ekonomis,
penggunaan konstruksi gelagar box beton pratekan atau baja menerus, juga telah digunakan di
Indonesia. Dalam pelaksanaannya apabila jembatan cukup tinggi dan kondisi topographi tidak
lagi ekonomis digunakannya sistem perancah, umumnya pelaksanaannya menggunakan metode
konstruksi sistem cantilever. Di samping itu kemajuan dalam pemakaian piranti lunak analisa
struktur serta kemampuan sumber daya manusia mampu menghasilkan desain struktur jembatan
yang lebih optimum sehingga dapat mengoptimasi biaya pelaksanaan.
Gambar dibawah menunjukan skematik berbagai jenis bangunan atas jembatan sebagai fungsi
dari panjang bentang maksimum yang dapat dicapai dilihat dari segi teknis perencanaan dan
pelaksanaan maupun dari segi efisiensi. Untuk bentangan jembatan lebih besar 200 meter
terlihat jembatan yang didukung dengan sistem kabel lebih ekonomis. Lebih lanjut, untuk
jembatan dengan sistem kabel pada bentangan yang lebih dari 1000 meter, tipe cable stayed
tidak lagi ekonomis dan tipe gantung akan menjadi pilihan.
Economic span
A. BENTANG MAKSIMUM
Berapa panjang bentang jembatan yang maksimum dapat dipakai untuk melintasi teluk ataupun
selat adalah sangat tergantung pada tingkat penguasaan teknologi jembatan dari perencana.
Penguasaan teknologi tersebut yang harus dikuasai oleh para perencana meliputi:
Teknologi Jembatan berkembang terus dari tahun ke tahun yang tercerminkan oleh semakin
panjangnya bentang jembatan yang berhasil dibangun. Perkembangan ini terlihat semakin
mencolok menjelang akhir abad ke-20 ini. Untuk mengetahui trend tersebut, mari kita amati
perkembangan panjang bentang tengah jembatan gantung sejak pembangunan jembatan gantung
modern pertama di Menai (Wales, Inggris) pada tahun 1826. Setelah ditemukan piranti lunak,
kemampuan menganalisis struktur yang lebih kompleks semakin mudah dilakukan, sehingga
perencanaan jembatan bentang panjang semakin mungkin diwujudkan. Perkembangan
pengetahuan bahan dan kemajuan sistem manajemen proyek juga mendorong pengendalian dan
pengawasan pelaksanaan pembangunan yang rumit semakin mudah.
Jembatan Golden Gate di San Francisco adalah jembatan bentang panjang pertama dibangun
pada tahun 1937di dunia dengan bentang lebih dari 1000 meter, disusul jembatan Messina
dengan bentang 3300 meter pada tahun 1994. Jembatan Akashi Kaikyo dengan bentangan 1991
meter merupakan jembatan terpanjang. Jika diamati hubungan antara tahun pembuatan dan
panjang bentang adalah fungsi eksponensial positif.
J. Cindaga, Jateng
Jembatan Bajulmati
J. Kahayan, Kalteng
J. Rumpiang, Kalsel
J. Martadipura, Kaltim
J. Mahkota 2, Samarinda
J. Pasupati, Jabar
J. Barito, Kalsel
No.
1
Provinsi
Bentang
Utama (m)
Total
Bentang (m)
Tahun
Bangun
Rantau Berangin
Riau
121
200
1972 - 1974
Rajamandala
Jabar
132
222
1972 - 1979
Serayu Kesugihan
Jateng
128
274
1978 - 1985
Mojokerto
Jatim
62
230
1975 1977
Arakundo
Aceh
96
210
1987 - 1990
Tonton-Nipah
Riau
160
420
1995- 1998
Setoko-Rempang
Riau
145
365
1994 - 1997
Sumbar
76
156
1995-2002
Bali
120
240
2006
Sumsel
104
208
2006
Sumsel
75
354
19621965
Riau
120
200
1968 1970
Riau
245
385
1995-1998
Serayu Cindaga
Jateng
90
90
1993-1998
Besok Koboan
Jatim
80
125
2000
Bajulmati
Jatim
60
90
2007
Sumbar
90
945
Construction
Kahayan
Kalteng
150
150
1995 - 2000
Martadipura
Kaltim
200
560
2004
Rumbai Jaya
Riau
150
780
2003
Rumpiang
Kalsel
200
754
2008
Batang Hari I
Jambi
150
804
Dec 2008
Teluk Mesjid
Riau
250
1500
Dec 2008
Siak III
Riau
120
520
Construction
Nama Jembatan
Box Beton Menerus
Siti Nurbaya
Tukat Bangkung
Teluk Efil
2
Pelengkung Beton
Rempang-Galang
Kelok-9
4
Pelengkung Baja
Suspension/Cablestayed
Memberamo
Papua
235
1996
Barito
Kalsel
240
1997
Batam-Tonton
Kepri
350
1998
Pasupati
Jabar
106
161
1999
Mahakam II
Kaltim
270
710
2001
Mahkota II
Kaltim
370
1388
Construction
Suramadu
Jatim
434
5380
Apr 2009
Mengenai teknologi jembatannya sendiri, pada saat ini sudah tersedia teknologi
jembatan gantung generasi ke tiga yang dapat membentangi jarak-jarak ultra
panjang dan ini dapat dipertimbangkan dalam merencanakan penyeberangan selat
dewasa ini. Diperkirakan jembatan ini memiliki panjang total kurang lebih 27,4 km
dan waktu pembangunan kurang lebih 13 tahun.
P. Jawa
P.Panjurit
P. Sangiang
P.Ular
P. Sumatera
P.Jawa
P.Sumatra
P.Sangiang
P.Panjurit
P.Ular
10
11
12
13
14
Studi Kelayakan
0,5 - 1,0 tahun (0,5 - 1,0%)
Final Engineering
1 tahun (4,0 6,0%)
15
Metode yang digunakan adalah Geoelektrik untuk daratan, georadar untuk daerah
pantai dan sub bottom profiling untuk lautan.
e. Soil Investigation
f.
Melakukan analisis dan evaluasi tentang jenis pondasi dan daya dukung
Menyediakan data bagi studi teknis lain seperti Seismic Hazzard dan lain-lain
Mendapatkan parameter gempa berupa percepatan tanah dasar dan respo spectra di
batuan dasar dan di dasar laut
h. Pergerakan kapal
untuk mendapatkan penempatan pilar-pilar jembatan yang paling optimum untuk
menghindarkan tabrakan-tabrakan kapal terhadap pilar-pilar jembatan serta ruang bebas
vertikal dan horizontal agar kapal-kapal leluasa melakukan manuver.
i.
16
17