Yosephine Dwi Hartati
Yosephine Dwi Hartati
TESIS
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan
Mencapai Derajat S-2
Program Studi
Magister Kenotariatan
Oleh
YOSEPHINE DWI HARTATI, SH
B4B 002 181
ABSTRAK
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan
Mencapai Derajat Sarjana S-2
Magister Kenotariatan
TESIS
Disusun oleh
YOSEPHINE DWI HARTATI, SH
B4B 002 181
Mengetahui:
Pembimbing
Ketua Program
Magister Kenotariatan
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis ini adalah hasil pekerjaan saya
sendiri dan didalamnya tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk
memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan lembaga pendidikan
lainnya.
Pengetahuan yang diperoleh dari hasil penerbitan manapun yang belum
atau tidak diterbitkan, sumbernya dijelaskan dalam tulisan dan daftar pustaka.
Semarang,
Desember 2007
Penulis,
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
kasih sayangnya yang tak terhingga kepada penulis, sehingga penulis mampu
menyelesaikan penulisan tesis ini sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar
Magister Kenotariatan Universitas Diponegoro.
Dalam tesis ini, penulis menyadari keterbatasan yang penulis miliki.
Namun atas izin-Nya, penulis memiliki kekuatan, usaha yang keras serta semangat
untuk membuat mimpi penulis menjadi kenyataan sehingga lahirlah sebuah karya
sederhana yaitu sebuah tesis dengan judul STATUS DAN JUAL BELI TANAH
BEKAS DESA PERDIKAN KADILANGU KABUPATEN DEMAK SETELAH
BERLAKUNYA UUPA.
Karya ini tidak akan terselesaikan, jika Tuhan tidak berkehendak serta
bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini dengan segala
kerendahan hati perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada :
1.
2.
Ibu Hj. Endang Sri Santi, SH, MH, selaku Dosen pembimbing yang
dengan penuh kesabaran membimbing penulis.
3.
Bapak DR. Arief Hidayat, SH, MS, selaku Dosen wali yang telah
memberi arahan dalam kegiatan akademik penulis.
4.
5.
6.
7.
8.
Bapak
R.
Sandioko,
Tokoh/sesepuh
masyarakat
Kelurahan
Kadilangu.
9.
10.
11.
Segenap
karyawan
bagian
Tata
Usaha
Program
Magister
13.
14.
Semarang,
Desember 2007
Penulis,
ABSTRAK
STATUS DAN JUAL BELI TANAH
BEKAS DESA PERDIKAN KADILANGU KABUPATEN DEMAK SETELAH
BERLAKUNYA UUPA
Berdasarkan Undang-undang Nomor 13 Tahun 1946 tanggal 4 September
1946 tentang Penghapusan Desa Perdikan, maka Desa-desa Perdikan hapus dan
beralih menjadi Desa biasa, sehingga hak-hak istimewa yang melekat pada Desa
Perdikan hapus pula.
Dengan lahirnya Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tanggal 24
September 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria sebagai pelaksanaan
dari Pasal 33 ayat 3 UUD 1945, maka tidak dikenal lagi adanya dualisme hukum
dibidang pertanahan yang didasarkan pada Hukum Adat dan Hukum Perdata Barat.
Hal-hal yang bersangkutan dengan tanah selanjutnya diatur menurut ketentuan
Undang-undang Pokok Agraria tersebut beserta peraturan pelaksanaannya. Hak-hak
atas tanah yang ada sebelum berlakunya UUPA yaitu hak-hak yang berasal dari
Hukum Adat maupun Hukum Perdata Barat dikonversi menjadi hak-hak atas tanah
menurut ketentuan UUPA sebagaimana diatur dalam Pasal 16, antara lain : Hak Milik,
Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai dan lain-lain. Selanjutnya atas
dasar hak-hak tersebut segala bentuk peralihan yang terjadi seperti jual beli, hibah,
tukar menukar dan sebagainya dilaksanakan pula menurut ketentuan UUPA (Pasal 26)
beserta peraturan pelaksanaannya (PP Nomor 24 Tahun 1997 Pasal 37).
Permasalahan yang timbul pada masyarakat di Kelurahan Kadilangu, bahwa
status hak atas tanah bekas Desa Perdikan belum jelas dan masih dijumpai adanya
sistem jual beli atas tanah bekas Desa Perdikan dengan sistem jual beli lama sehingga
tidak sesuai dengan sistem jual beli yang diatur dalam UUPA. Oleh karena itu
penyusun ingin mengetahui status dan jual beli atas tanah di Kelurahan Kadilangu
Kabupaten Demak yang merupakan tanah bekas Desa Perdikan yang sampai sekarang
belum tuntas penyelesaiannya.
Penelitian ini menggunakan metode yuridis empiris. Pendekatan yuridis
digunakan sebagai acuan dasar yaitu berupa norma-norma hukum atau peraturanperaturan yang mengatur mengenai hal-hal yang berhubungan dengan perolehan
status dan jual beli tanah bekas Desa Perdikan Kadilangu. Pendekatan empiris
digunakan untuk menganalisis perilaku masyarakat berkaitan dengan peraturanperaturan mengenai status tanah bekas Perdikan Kadilangu.
Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa status tanah bekas Desa Perdikan
seharusnya dapat dikategorikan sebagai tanah swapraja/bekas swapraja yang
selanjutnya beralih pada tanah Negara. Sedangkan pelaksanaan jual beli atas tanah
bekas Desa Perdikan tidak sesuai dengan UUPA karena tidak adanya bukti/status hak
atas tanah bekas Desa Perdikan. Sehingga tidak dapat dipenuhinya persyarakatan bagi
suatu peralihan hak (jual beli) menurut ketentuan UUPA.
ABSTRACT
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ....
HALAMAN PENGESAHAN....
ii
HALAMAN PERNYATAAN....
iii
KATA PENGANTAR...
iv
ABSTRAK.
vii
ABSTRACT
viii
DAFTAR ISI..
ix
BAB I. PENDAHULUAN.
B. Perumusan Masalah...
C. Tujuan Penelitian...
10
D. Manfaat Penelitian
10
12
12
12
15
15
16
20
20
21
22
24
29
A. Metode Pendekatan...........
30
B. Spesifikasi Penelitian
31
32
33
E. Analisis Data......
34
36
36
36
36
37
37
39
39
A.5.2. Penduduk.......
40
41
A.5.4. Agama.......
43
44
49
49
49
Perdikan Kadilangu..........
51
52
53
54
57
57
60
C.3.2.1. Pengertian.......
60
61
65
66
72
85
BAB V. PENUTUP........
93
A. Kesimpulan....
93
B. Saran
96
DAFTAR PUSTAKA.
97
LAMPIRAN
103
BAB I
PENDAHULUAN
tunduk pada hukum adat maupun yang tunduk pada hukum Perdata Barat dapat
dikonversi menjadi bermacam-macam hak atas tanah sebagaimana dalam Pasal
16 ayat 1 UUPA, antara lain:
a. Hak Milik;
b. Hak Guna Usaha.
c. Hak Guna Bangunan.
d. Hak Pakai.
e. Hak Sewa.
f. Hak Membuka Tanah.
g. Hak Memungut Hasil Hutan.
Disamping hak-hak atas tanah tersebut diatas masih terdapat hak-hak lain
yang sifatnya sementara sebagaimana tercantum dalam Pasal 53 UUPA,
yaitu:
a. Hak Gadai.
b. Hak Usaha Bagi Hasil.
c. Hak Menumpang.
d. Hak Sewa Tanah Pertanian.
Jika kita perhatikan dalam Diktum Kedua UUPA tentang ketentuanketentuan konversi, mengenai konversi tanah adat antara lain telah diatur
Pasal II ayat 1 yang menyebutkan:
Hak-hak atas tanah yang memberi wewenang sebagaimana atau
mirip dengan hak yang dimaksud dalam Pasal 20 ayat 1 seperti
yang disebut dengan nama sebagai dibawah, yang ada pada mulai
berlakunya Undang-undang ini, yaitu hak agrarisch eigendom,
milik, yasan, andarbeni, hak atas druwe, hak atas druwe desa,
pesini, grant Sultan, landerijenbezitrecht altijddurence erfpacht, hak
usaha atas bekas tanah partikulir dan hak-hak lain dengan nama
apapun juga yang akan ditegaskan lebih lanjut oleh Menteri
Agraria, sejak mulai berlakunya Undang-undang ini menjadi hak
milik tersebut dalam Pasal 20 ayat 1, kecuali jika yang mempunyai
tidak memenuhi syarat sebagai yang tersebut dalam Pasal 21.
Kemudian dalam Diktum Keempat diatur pula:
A. Hak-hak dan wewenang-wewenang atas bumi dan air dari
swapraja atau bekas swapraja yang masih ada pada waktu mulai
berlakunya Undang-undang ini hapus dan beralih kepada Negara.
B. Hak-hak yang bersangkutan dengan ketentuan-ketentuan dalam
huruf A diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Tetapi pada kenyataannya di Kabupaten Demak masih ada tanah
yang belum dikonversi menjadi hak-hak seperti tersebut di atas. Hal tersebut
karena belum adanya peraturan yang mengatur secara khusus bagi tanah yang
bersangkutan. Tanah tersebut adalah bekas Desa Perdikan di Kelurahan
Kadilangu, Kecamatan Demak, Kabupaten Demak. Karena keistimewaan Desa
Perdikan tersebut maka hukum yang mengatur tentang tanahnya mempunyai
keistimewaan pula, akibatnya tanah bekas Desa Perdikan tersebut tidak dapat
dikonversi. Sehingga sistem transaksi/mutasi/ pemindahan hak tanah bekas
Desa Perdikan yang berlaku belum bisa diterapkan sesuai ketentuan Pasal 26
UUPA Nomor 5 Tahun 1960 maupun Pasal 37 Peraturan Pemerintah Nomor
24 Tahun 1997. Untuk itu diperlukan peraturan khusus yang mengatur
mengenai tanah bekas Desa Perdikan.
Berhubung status tanah bekas Desa Perdikan belum kuat seperti
status hak atas tanah yang tercantum dalam Pasal 16 dan Pasal 53 dari UUPA
Nomor 5 Tahun 1960 maka sistem transaksinya tidak dapat diterapkan pada
Pasal 26 UUPA Nomor 5 Tahun 1960 maupun Pasal 37 Peraturan Pemerintah
Nomor 24 Tahun 1997. Demi pentingnya hak atas tanah serta kepastian hukum
atas tanah bekas Desa Perdikan, maka diperlukan peraturan khusus yang
mengatur mengenai bekas tanah Desa Perdikan.
Yang dimaksud dengan Desa Perdikan adalah:
Desa yang didalamnya mempunyai hak-hak istimewa berupa
pembebasan dari pajak tanah pada Negara dan Kepala Perdikan
dibebaskan pula dari pajak pemotongan hewan kerbau, kuda dan
kambing. Tanah Perdikan diberikan oleh Raja atau Sultan yang
berkuasa sebelum atau semasa awal penjajahan kepada pendirinya
karena jasa-jasa tertentu. Desa Perdikan dapat dijumpai di daerah
Banyumas, Madiun, Kediri dan Demak. 1)
Tanah bekas Desa Perdikan Kadilangu semula berasal dari
pemberian Raden Patah dalam kedudukannya sebagai Sultan Demak yang
diberikan kepada Sunan Kalijaga sebagai hadiah karena jasa-jasanya dalam
mengembangkan
agama
Islam, khususnya
di pulau
Jawa
dan
mendirikan
__________________________
1) Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan Undang-undang Pokok Agraria, Isi Dan
Pelaksanaannya, Jakarta, Djambatan, 2005, hal 89-90.
Masjid Agung Demak. Tanah Desa Perdikan tersebut semula berupa hutan
belukar yang kemudian dirubah menjadi tempat pemukiman dan desa
pertanian. Seiring dengan perkembangan jaman tanah Desa Perdikan
Kadilangu sekarang ini dikenal sebagai Kelurahan Kadilangu.
Pada zaman Hindia Belanda keberadaan Desa Perdikan Kadilangu
diakui dalam Tata Negara Belanda yang dinamakan Vrije
Dessa
1912 Nomor 25 Bijblad 7847. Yang semula Desa Perdikan Kadilangu meliputi
wilayah 33 Desa dipersempit menjadi 10 Desa. Usaha untuk mempersempit
wilayah dilanjutkan berdasarkan Goverments Besluit tertanggal 25 Januari
1915 Nomor 10. Yang dulunya 10 Desa dikurangi menjadi 1 Desa saja, yaitu
Desa Kauman yang kemudian menjadi wilayah kekuasaan Desa Perdikan
Kadilangu.
Seperti dengan Desa Perdikan yang lain maka Desa Perdikan
Kadilangu inipun mempunyai hak istimewa, berupa pembebasan pajak tanah,
pemotongan hewan, kerbau, kuda dan kambing.
Sedangkan
sistem
penguasaan
tanah
menggunakan
sistem
yaitu tentang
B. PERUMUSAN MASALAH
C. TUJUAN PENELITIAN
Setiap penelitian yang dilakukan seseorang adalah untuk mencapai
suatu tujuan tertentu sesuai dengan apa yang diharapkan dan ditentukan
sebelumnya. Oleh karena itu tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui status tanah bekas Desa Perdikan di Kelurahan
Kadilangu, kabupaten Demak setelah berlakunya UUPA.
2. Untuk mengetahui pelaksanaan jual beli tanah bekas Desa Perdikan
Kadilangu Kabupaten Demak menurut ketentuan UUPA.
D. MANFAAT PENELITIAN
ini
diharapkan
mempunyai
manfaat
teoritis
bagi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
13
TAHUN
1946
DAN
UNDANG-UNDANG
POKOK
____________________________
2) Direktorat Landreform, Direktorat Jenderal Agraria, Departemen Dalam Negeri, Diktat Asas-asas
Hukum Adat Tanah, hal 6.
___________________________________
4) Imam Sudiyat, Hukum Adat Sketsa Adat, Yogyakarta, Liberty, 1981, hal 18.
Dari
pendapat
kedua
sarjana
tersebut
diatas
dapatlah
sebagai
konkret/nyata
atau
dibuat
secara
kongkrit/nyata. 5)
Dengan demikian perjanjian yang dibuat dengan persetujuan
saja atau pertemuan kehendak yang diucapkan dengan mulut, tanpa
disertai perbuatan dan konkret dianggap belum ada perjanjian. Hal ini
dikatakan pula oleh Van Vollenhoven sebagai berikut:
pertemuan kehendak saja yang oleh para pihak telah
dinyatakan,
belum
sekali-kali
telah
melahirkan
suatu
panjer dan
apabila
terjadi
pengingkaran
___________________________
6) Ibid hal 14.
7) Otje Salman Soemadiningrat, Rekonseptualisasi Hukum Adat Kontemporer, Bandung, Alumni, 2002,
Hal 118.
rakyat
juga
bisa
mengadaikan
Dari hal tersebut diatas berarti bahwa tanah Perdikan dapat dijualbelikan atau digadaikan, namun yang dijual-belikan maupun digadaikan
adalah hak memakainya saja, sebab hak milik masih ada pada Raja.
13
TAHUN
1946
DAN
UNDANG-UNDANG
POKOK
yang
dulunya
terdapat
dualisme
sistem
_____________________________
10) H.A.K. Pringgodigdo, Tiga Undang-Undang Dasar, Jakarta, PT.Pembangunan, 1981, hal 120
bahwa
tanah
Perdikan
Kadilangu
dulunya
B.3. Sistem Jual Beli Yang Berlaku Atas Tanah Bekas Desa Perdikan
Kadilangu.
Telah kita ketahui bahwa tanah Kadilangu semula merupakan
Desa Perdikan yang dikuasai oleh Sunan Kalijaga yang kemudian secara
turun temurun beralih dikuasai oleh para ahli waris Kadilangu.
Sifat turun temurun ini menurut pihak ahli waris Kadilangu
adalah adanya kenyataan bahwa selama ini tanah Kadilangu tersebut
selalu berada di tangan anak cucu Sunan Kalijaga dari generasi ke
generasi.
Proses timbulnya hak diawali dari peristiwa pemberian tanah
oleh Raja Demak kepada Sunan Kalijaga. Walaupun istilah pemberian itu
merupakan suatu perbuatan hukum yang bertujuan mengalihkan sesuatu
hak atau benda kepada pihak lain, namun karena tanah sebagai obyek dari
pemberian itu belum siap pakai bahkan masih berupa hutan belukar dan
rawa-rawa, maka pemberian tanah tersebut dapat diartikan sebagai
pemberian ijin untuk membuka tanah.
Dengan diberikannya ijin membuka tanah itu kepada Sunan
Kalijaga, timbullah hubungan hukum antara Sunan Kalijaga dengan tanah
itu walaupun masih dalam bentuk hubungan hukum yang abstrak. Setelah
tanah itu benar-benar dibuka, pohon-pohon ditebang, belukar dibersihkan
dan rawa dikeringkan barulah hubungan hukum yang abstrak tadi
menjadi konkret yaitu hak atas tanah tersebut. Kemudian tanah tersebut
ditanami, timbullah hak yang disebut hak memetik hasil dan setelah hasil
perkembangan
selanjutnya
dengan
adanya
perkembangan jaman dan kebutuhan dari para pemegang hak atas tanah
Kadilangu,
telah
banyak
terjadi
peralihan
terhadap
untuk mencukupi kebutuhan hidup para ahli waris juga untuk biaya
pemeliharaan Masjid Kadilangu.
Jual beli atas tanah Kadilangu dilakukan secara :
a. Tunai, ini ditandai dengan adanya pembayaran harganya oleh pembeli
kepada penjual secara penuh dalam arti tidak diangsur. Dengan
pembayaran tersebut, penjual telah menyerahkan hak atas tanah
kepada pembeli dan pada saat itu pembeli telah menjadi pemegang
hak atas tanah tersebut.
b. Riil, dilakukan dengan pembuatan/penulisan perjanjian jual beli serta
penerimaan harga tanah oleh Penjual. Dan adanya kata sepakat antara
kedua belah pihak yang mengadakan perjanjian tidak diikat dengan
panjer.
c. Terang, dengan dilakukannya jual beli yang bersangkutan dihadapan
Kepala Kelurahan beserta saksi-saksi, sehingga menunjukkan bahwa
perbuatan hukum yang mereka lakukan bukanlah jual beli yang gelap.
Pelaksanaan jual beli dinyatakan dengan pembuatan segel jual
beli (akta bawah tangan) dihadapan Kepala Kelurahan serta dua orang
sarekat Kelurahan sebagai saksi yang kemudian ditandatangni oleh pihakpihak yang berkepentingan serta diikuti dengan pembayaran harganya
yang telah disepakti bersama.
Surat perjanjian (segel) jual beli tanah yang telah dibuat
dihadapan Kepala Kelurahan tersebut berfungsi sebagai alat bukti bahwa
benar telah dilakukan jual beli tanah yang bersangkutan. Dengan
demikian pembeli sebagai pemegang haknya yang baru berhak atas tanah
yang bersangkutan dan tidak dapat disangkal pemilik yang lama maupun
ahli warisnya.
Untuk selanjutnya terjadinya jual beli tersebut dicatat di Kantor
Kelurahan mengenai subyek pemilik/penguasaan tanahnya atas nama
pemegang hak yang baru guna kepentingan kewajiban pembayaran pajak
(PBB).
BAB III
METODE PENELITIAN
______________________________
11) Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 1997, hal 28.
12) Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta, Ghalia Indonesia, 1983, hal 20.
13) Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta, UI Press, 1984, hal 43.
A. METODE PENDEKATAN
Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
pendekatan Yuridis Empiris yaitu dengan melakukan penelitian secara timbal
balik antara hukum dengan lembaga indoktrinal yang bersifat empiris dalam
menelaah kaidah-kaidah yang berlaku dalam masyarakat. 14)
Mengingat permasalahan yang akan diteliti menyangkut keterkaitan
antara faktor yuridis perolehan status dan jual beli tanah bekas Desa Perdikan
Kadilangu dan perilaku masyarakat adanya kewajiban pendaftaran hak atas
tanah untuk memperoleh sertipikat demi terjaminnya kepastian hukum.
Adapun faktor yuridisnya adalah norma-norma hukum atau
peraturan-peraturan lain yang mengatur mengenai hal-hal yang berhubungan
dengan perolehan status dan jual beli tanah bekas Desa Perdikan Kadilangu.
___________________________
14) Ronny Hanitijo Soemitro, Metologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Jakarta, Ghalia Indonesia, Cetakan
Kelima, 1990, hal 34.
B. SPESIFIKASI PENELITIAN
dengan menentukan populasi, sample dan wilayah penelitian yang akan diteliti
terlebih dahulu.
Populasi adalah seluruh obyek yang terdiri atas seluruh individu,
seluruh gejala dan seluruh unit yang akan diteliti.
17)
populasi dari penelitian ini adalah semua unit yang ada sangkut pautnya
dengan masalah perolehan status dan jual beli tanah bekas Desa Perdikan
Kadilangu.
Sampel adalah merupakan bagian dari populasi yang merupakan
sumber data yang akan diteliti
mewakili
E. ANALISIS DATA
Metode analisis data yang dipakai dalam penelitian ini adalah
metode analisa kualitatif untuk mengetahui bagaimana perolehan status dan
jual beli tanah bekas Desa Perdikan Kadilangu, apakah sesuai dengan peraturan
yang berlaku atau tidak.
Metode analisa kualitatif merupakan suatu cara penelitian yang
menghasilkan data diskriptif, yaitu apa yang dinyatakan responden secara
tertulis atau lisan dan juga perilaku nyata yang diteliti dan dipelajari sebagai
sesuatu yang utuh.
Data yang diperoleh dari hasil penelitian diklasifikasikan kemudian
dianalisis secara kualitatif yang selanjutnya akan disajikan dalam bentuk
deskriptif dengan menuturkan dan menggambarkan apa adanya sesuai dengan
permasalahan yang diteliti dalam bentuk tesis.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
: 110 27 58 110 48 47
Sebelah Timur
Sebelah Selatan
Sebelah Barat
: Kota Semarang.
Kecamatan Mranggen
2.
Kecamatan Karangawen
3.
Kecamatan Guntur
4.
Kecamatan Sayung
5.
Kecamatan Karangtengah
6.
Kecamatan Bonang
7.
Kecamatan Demak
8.
Kecamatan Wonosalam
_________________________
19) Ibid
9.
Kecamatan Dempet
10.
Kecamatan Gajah
11.
Kecamatan Karanganyar
12.
Kecamatan Mijen
13.
Kecamatan Wedung
14.
61.175 Hektar.
39.100 Hektar adalah tanah sawah dan 22.030 Hektar adalah tanah
kering. Terdapat 19 Desa/Kelurahan di Kecamatan Demak antara lain:
1. Desa Kalikondang
2. Desa Donorejo
3. Desa Katonsari
4. Kelurahan Mangunjiwan
5. Kelurahan Bintoro
6. Kelurahan Kadilangu
7. Kelurahan Betokan
8. Desa Cabean
9. Desa Bango
10. Desa Bolo
_________________________
20) Ibid, hal 19.
___________________________________
: Desa Botorejo
Sebelah Timur
: Desa Botorejo
Sebelah Selatan
: Desa Kendaldoyong
Sebelah Barat
__________________________
22) Ibid, hal 3-25.
23) Ibid.
Tabel 1.
JUMLAH PENDUDUK MENURUT UMUR DAN
JENIS KELAMIN KELURAHAN KADILANGU
No.
Umur
Laki-laki
Perempuan
Jumlah
1.
0 - 4
175
238
413
2.
5 - 14
363
343
706
3.
15 - 24
263
249
512
25 - 34
199
167
366
5.
35 - 44
191
188
379
6.
45 - 54
165
170
335
7.
55 - 64
170
188
358
8.
65 >
174
183
357
Jumlah
1.700
1.726
3.426
Jumlah
1. Petani
367
2. Buruh Tani
486
139
4. Pengusaha
5. Pedagang
261
335
7. Pensiunan
241
102
Lain-lain
Dasar
Negeri
dan 1
Sekolah
Diniyah. Sedangkan
sarana
Jenis Agama
1. Islam
Jumlah Penganut
3.385
2. Katholik
3. Kristen
34
4. Hindu
5. Budha
Tabel 4.
SARANA IBADAH
KELURAHAN KADILANGU
No.
Jenis Agama
Jumlah Penganut
1. Masjid
2. Musholla
19
3. Gereja
4. Kuil
5. Klenteng
mempunyai hak atas tanah bekas Desa Perdikan diberikan jalan keluar untuk
proses pensertipikatan tanah melalui permohonan hak kepada Negara.
Sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan
Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1999 junto Nomor 9 Tahun 1999 tanggal
14 Oktober 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas
Tanah Negara dan Hak Pengelolaan. Peraturan ini sebagai pengganti dari
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 5 Tahun 1973 tentang Ketentuanketentuan Mengenai Tata Cara Pemberian Hak Atas Tanah.
Bagi warga yang ingin mempunyai sertipikat hak milik atas tanah bekas
Desa Perdikan dapat mengajukan permohonan yang ditujukan kepada Menteri
sebagaimana diatur dalam PMA/KBPN Nomor 9 Tahun 1999 Pasal 11 yang
menyebutkan :
Permohonan Hak Milik atas tanah Negara diajukan secara tertulis yang
ditujukan kepada Menteri melalui Kepala Kantor Pertanahan yang
daerah kerjanya meliputi letak tanah yang bersangkutan.
Permohonan hak milik tersebut memuat sebagaimana diatur dalam
PMA/KBPN Nomor 9 Tahun 1999 Pasal 9 ayat 2 yang menyebutkan :
1. Keterangan mengenai pemohon :
a. apabila perorangan : nama, umur, kewarganegaraan, tempat
tinggal dan pekerjaannya serta keterangan mengenai isteri/suami
dan anaknya yang masih menjadi tanggungannya;
b. apabila badan hukum : nama, tempat kedudukan, akta atau
peraturan pendiriannya, tanggal dan nomor surat keputusan
pengesahannya oleh pejabat yang berwenang tentang
penunjukannya sebagai badan hukum yang dapat mempunyai
hak milik berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
2. Keterangan mengenai tanahnya yang meliputi data yuridis dan data
fisik:
a. dasar penguasaan atau alas haknya dapat berupa sertipikat, girik,
surat kapling, surat-surat bukti pelepasan hak dan pelunasan
tanah dan rumah dan atau tanah yang telah dibeli dari
Pemerintah, putusan pengadilan, akta PPAT, akta pelepasan
hak, dan surat-surat bukti perolehan tanah lainnya;
b. letak, batas-batas dan luasnya (jika ada Surat Ukur atau Gambar
Situasi sebutkan tanggal dan nomornya);
c. jenis tanah (pertanian/non pertanian);
d. rencana penggunaan tanah;
e. status tanahnya (tanah hak atau tanah Negara);
3. Lain-lain:
a. keterangan mengenai jumlah bidang, luas dan status tanah-tanah
yang dimiliki oleh pemohon, termasuk bidang tanah yang
dimohon;
b. keterangan lain yang dianggap perlu.
Setelah berkas permohonan diterima dan diperiksa kelengkapan
data yuridis dan data fisik oleh Kepala Kantor Pertanahan setempat
kemudian diadakan sidang panitia A yang fungsinya mengadakan
dengan adanya sanggahan dari para ahli waris Sunan Kalijaga. Dan sampai
sekarang proses tersebut belum bisa diselesaikan. 27)
Berikut ini adalah bagan yang menggambarkan proses atau tata
cara memperoleh sertipikat tanah pada Kantor Badan Pertanahan Nasional,
dari awal pengajuan berkas sampai dengan keluarnya sertipikat tanah yang
berasal dari tanah Negara maupun tanah milik adat.
________________________
26) Sunarso, Wawancara, Kepala Sub Seksi Penetapan Hak Tanah Kantor Pertanahan Kabupaten Demak,
2 Nopember 2007.
27) Sudaryono, Wawancara, Kepala Seksi Hak Tanah Dan Pendaftaran Tanah Kantor Pertanahan
Kabupaten
Demak, 2 Nopember 2007.
Pemohon
Loket
Penerimaan
Berkas
Penelitian
Berkas
Gambar Situasi
Pengukuran
Panitia A
Tanah
Negara
Pengumuman
Tanah
Surat
Keputusan
Hak
Surat
Perintah
Setor
Loket
Pembayaran
Pendaftaran
Loket
Pembayaran
Sertipikat
Sertipikat
Keterangan : Proses tanah milik adat selama 6 bulan, sedangkan proses tanah
Negara selama 4 bulan.
Kelurahan
Demak,
Kadilangu
Kabupaten
yang
Demak,
Propinsi
Jawa
Tengah,
sebelum
Kloso
Gumelar
yaitu
bahwa
tanah
boleh
Tanah yang
dikuasai penduduk sekarang ini banyak yang berasal dari jual beli
antara pihak ahli waris dengan penduduk setempat atau dengan
kata lain ahli waris telah menjual tanah kepada penduduk bukan
ahli waris. 28)
C.1.2. Subyek Hak Atas Tanah Bekas Desa Perdikan Kadilangu
Dimuka telah disebutkan bahwa pada awal mulanya
subyek Desa Perdikan adalah Sunan Kalijaga. Tanah Bekas Desa
Perdikan tersebut diperoleh Sunan Kalijaga dari pemberian Raden
Patah dalam kedudukannya sebagai Sultan Demak. Karena Sunan
Kalijaga dianggap telah berjasa dalam mengembangkan agama
Islam di Pulau Jawa. Tanah bekas Desa Perdikan Kadilangu yang
diberikan tersebut dulunya berupa hutan belukar dan rawa-rawa.
______________________________
28) Krisnaedi, Wawancara, Kepala Kelurahan Kadilangu, Kabupaten Demak, 6 Nopember 2007
Sunan
pengamatan
penulis dan
berdasarkan
kepercayaan
masyarakat
Kelurahan
tidak
Kadilangu.
Hal
31)
Kelurahan
Kadilangu
dan
___________________________
30) Krisnaedi, Op. cit.
31) Ibit.
pada
waktu
pembangunan
_____________________
32) Krisnaedi, Op. cit.
hidup
para
perawatan/pemeliharaan
ahli
waris
makam
dan
Sunan
juga
Kalijaga
untuk
biaya
serta
biaya
Jenis
Tanah sawah
Luas (Ha)
73,64
di
Kadilangu.
2
Tanah
21,55
Dikuasai oleh:
Kelurahan
pekarangan
Lain-lain
12,32
Digunakan
untuk
jalan,
mengidentifikasikan
tanah
di
Kelurahan
kediaman
Raja-raja
dan
kaum
bangsawan
________________________
33) Imam Sudiyat, Op. cit, hal 28.
Hanya
persekutuan
itu
sendiri
beserta
para
_______________________
34) Sajuti Talib, Hubungan Tanah Adat Dengan Hukum Agraria, Jakarta, Bina Aneka, 1985, hal. 23.
Hak
Ulayat
dengan
restriksi,
jika
Hak
Ulayat
dengan
izin
Kepala
(recognitie,
restribusi)
kepada
Kepala
persekutuan hukum.
d. Persekutuan hukum bertanggung jawab atas segala
hal yang terdiri dalam wilayahnya, terutama yang
berupa tindakan melawan hukum yang merupakan
delik.
e. Hak Ulayat tidak dapat dilepaskan, dipindahkan,
diasingkan untuk selamanya.
f. Hak Ulayat meliputi juga tanah yang sudah
digarap, tanah dusun, sawah, dan lain-lain yang
dikuasai oleh sesepuh Kadilangu. 35)
antara
Hak
Ulayat
dan
hak
mendesak, batas
membatasi,
mulur
___________________________________
35) Imam Sudiyat, Op. cit, Hal. 2-3.
b.
c.
kerabat,
telah
dijelaskan
pada
bagian
pekarangan,
yang
dipergunakan
untuk
perumahan merupakan tempat menetapnya keluargakeluarga. Tanah ini penggunaan dan pemanfaatannya
sepenuhnya ditangani keluarga tidak akan diganggu
oleh siapapun. Haknya merupakan hak perorangan
yang
mempunyai
karakteristik
kewenangan
mengatur
dari
dan
menyelenggarakan
bercocok
tanam,
berkebun
dan
pemukiman warga.
b. Pemberian
hak-hak
yang
sesuai
untuk
menjual
tanah
_____________________________________
37) Krisnaedi, Op. cit
para
ahli
waris
Kadilangu
berkurang,
karena
semakin
berlakunya
disebutkan
UUPA,
yang
pada
pemindahan
hak
yang
maka
Hak
____________________________________
38) R. Sandioko, Op. cit
akan
pemerintah
atau
kemakmuran
pembangunan
yang
bukan
tanahnya
dilaksanakan
diatas
tetapi
tanah
tersebut.
3. Tidak Bertentangan Dengan Peraturan Perundangundangan.
Dalam pelaksanaannya Hak Ulayat oleh
masyarakat hukum adat tidak boleh bertentangan
dengan perundang-undangan yang lebih tinggi.
Berdasarkan
ketentuan
tersebut
Hak
Ulayat
suku
keuntungan
saja.
dan
bertujuan
Maka
hal
untuk
cari
tersebut
jelas
a. Hak Milik
Dalam Pasal 20 UUPA disebutkan bahwa :
1. Hak Milik adalah hak turun temurun, terkuat dan terpenuh
yang dapat dipunyai orang atas tanah, dengan mengingat
ketentuan dalam Pasal 6.
2. Hak Milik dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain.
Dalam Pasal 21 UUPA disebutkan tentang subyek
yang dapat mempunyai Hak Milik, yaitu :
1. Hanya Warga Negara Indonesia yang dapat mempunyai
Hak Milik.
2. Oleh Pemerintah ditetapkan badan-badan hukum yang
dapat mempunyai Hak Milik dan syarat-syaratnya
(Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 1963 tentang
Penunjukan Badan-badan Hukum Yang dapat Mempunyai
Hak Milik Atas Tanah).
3. Orang asing yang sesudah berlakunya Undang-undang ini
memperoleh Hak Milik karena pewarisan tanpa wasiat
atau percampuran harta karena perkawinan, demikian pula
Warga Negara Indonesia yang mempunyai Hak Milik dan
setelah berlakunya Undang-undang ini kehilangan
kewarganegaraan wajib melepaskan hak itu dalam jangka
waktu satu tahun sejak diperolehnya hak tersebut atau
hilangnya kewarganegaraan itu. Jika sesudah jangka waktu
tersebut lampau Hak Milik itu tidak dilepaskan, maka hak
tersebut hapus karena hukum dan tanahnya jatuh kepada
negara, dengan ketentuan bahwa hak-hak lain yang
membebaninya tetap berlangsung.
4. Selama
seseorang
disamping
kewarganegaraan
Indonesianya mempunyai kewarganegaraan asing maka ia
tidak dapat mempunyai tanah dengan Hak Milik dan
baginya berlaku ketentuan dalam ayat 3 Pasal ini.
Tentang bagaimana terjadinya Hak Milik disebutkan
dalam Pasal 22 UUPA, bahwa :
1. Terjadinya Hak Milik menurut Hukum Adat diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
2. Selain memuat cara sebagai yang dimaksud dalam ayat 1
Pasal ini, Hak Milik terjadi karena :
a. Penetapan Pemerintah menurut cara dan syaratsyarat yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah
(Permenagria/KBPN Nomor 9 Tahun 1999 tentang
Tata Cara Pemberian Dan Pembatalan Hak Atas
Tanah Negara Dan Hak Pengelolaan).
b. Ketentuan Undang-undang.
Selanjutnya dalam Pasal 23 UUPA disebutkan
bahwa:
1. Hak Milik, demikian pula setiap peralihan, hapusnya dan
pembebanannya dengan hak-hak lain harus didaftarkan
menurut ketentuan-ketentuan yang dimaksud dalam Pasal
19.
2. Pendaftaran termaksud dalam ayat 1 merupakan alat
pembuktian yang kuat mengenai hapusnya Hak Milik
serta sahnya peralihan dan pembebanan hak tersebut.
Dalam Pasal 24 UUPA disebutkan bahwa :
Penggunaan tanah Hak Milik oleh bukan pemiliknya
dibatasi dan diatur dengan peraturan perundang-undangan
(UU Nomor 4 Tahun 1996). Hak Milik dapat dijadikan
jaminan utang dengan dibebani Hak Tanggungan (Pasal 25
UUPA).
Dalam Pasal 26 UUPA disebutkan bahwa :
1. Jual beli, penukaran, penghibahan, pemberian dengan
wasiat, pemberian menurut adat dan perbuatanperbuatan lain yang dimaksudkan untuk memindahkan
Hak Milik serta pengawasannya diatur dengan
Peraturan Pemerintah (PP Nomor 24 Tahun 1997).
2. Setiap jual beli, penukaran, penghibahan, pemberian
dengan wasiat dan perbuatan-perbuatan lain yang
dimaksudkan untuk langsung atau tidak langsung
memindahkan Hak Milik kepada orang asing, kepada
seorang
warga
Negara
yang
disamping
kewarganegaraan
Indonesianya
mempunyai
kewarganegaraan asing atau kepada suatu badan
hukum, kecuali yang ditetapkan oleh Pemerintah
termaksud dalam Pasal 21 ayat 2, adalah batal karena
hukum dan tanahnya jatuh kepada Negara, dengan
ketentuan bahwa hak-hak pihak lain yang
membebaninya tetap berlangsung serta semua
pembayaran yang telah diterima oleh pemilik tidak
dapat dituntut kembali.
pemberian
dengan
wasiat dan lain-lain. 41)
______________________
39) Sudargo Gautama, Tafsiran Undang-undang Pokok Agraria, Bandung, PT. Citra Adiyta Bakti, 1991,
hal 112.
40) Parlindungan A.P, Komentar Atas Undang-undag Pokok Agraria, Bandung , PT. Mandar Maju, Cetakan
VI, 1990, hal 124.
41) Boedi Harsono, Op. cit, hal 332-333.
___________
42) Parlindungan A.P, Op. cit, hal 126.
43) Krisnaedi, Op. cit
44) Sudaryono, Op. cit.
3. Subyek
Dalam UUPA Pasal 21 ayat 1, dikatakan bahwa hanya
Warga Negara Indonesia yang
ahli waris Sunan Kalijaga saja tetapi bisa dikuasai oleh semua
Warga Negara Indonesia.
___________________________
45) Krisnaedi, Op. cit.
Dari data sistem jual beli tanah tersebut diatas, maka terlihat adanya
beberapa penyimpangan sistem jual beli tanah bekas Desa Perdikan terhadap
UUPA. Adapun faktor-faktor terjadinya penyimpangan sistem jual beli
tersebut, diuraikan sebagai berikut:
1. Sifat tunai, terang dan riil.
Bahwa sifat jual beli atas tanah bekas Desa Perdikan Kadilangu
adalah sebagaimana Hukum Adat pada umumnya yaitu tunai, terang dan
riil.
Jika dibandingkan dengan jual beli menurut UUPA, maka jual
beli dalam UUPA juga bersifat tunai, terang dan riil. Hal ini karena jual
beli menurut UUPA didasarkan pada hukum adat. Hanya mengenai
pengertian terang dan riil yaitu menyangkut pejabat dan surat perjanjian
jual belinya menurut UUPA sudah mengalami perkembangan dan
perubahan sesuai dengan perkembangan jaman.
Perbedaan tersebut diatas dikarenakan menyangkut status
hak
dari tanah bekas Desa Perdikan yang sampai saat ini belum jelas statusnya.
2. Tidak dilakukan dengan panjar
Dalam jual beli menurut Hukum Adat dapat dilakukan dengan
panjar. Tetapi tidak demikian dengan jual beli atas tanah bekas Desa
Perdikan Kadilangu tidak dilakukan dengan panjar melainkan secara
langsung antara penjual dan pembeli. Hal tersebut dilakukan karena dalam
jual beli tersebut masyarakat Kadilangu menghendaki sesuatu yang praktis
dalam arti tidak banyak prosedur.
hak
atas
tanah
yang belum jelas sehingga tidak dimungkinkan dilakukan jual beli dengan
menggunakan akta PPAT yang dimaksudkan.
1. Dicatat di Kantor Kelurahan
Sebagai adanya jual beli atau peralihan hak atas tanah bekas Desa
Perdikan dicatat di Kantor Kelurahan setempat, berbeda dengan ketentuan
UUPA bahwa jual beli atau peralihan hak atas tanah harus didaftarkan di
Kantor Pertanahan guna mendapatkan sertipikat hak atas tanah.
Jual beli atau peralihan hak atas tanah bekas Desa Perdikan hanya
dicatat di Kantor Kelurahan setempat karena tidak dipenuhinya syaratsyarat sebagaimana tercantum dalam UUPA maupun Peraturan Pemerintah
yang berlaku. Mengingat status hak atas tanah bekas Desa Perdikan sampai
sekarang belum jelas. Sehingga PPATpun belum bisa membuatkan akta
jual beli tanah bekas Desa Perdikan.
2. Bukti peralihan
Sebagai bukti jual beli tanah bekas Desa Perdikan Kadilangu
adalah segel dan girik pajak. Sehingga tidak bisa didaftarkan di Kantor
Pertanahan. Hal ini berbeda dengan bukti jual beli menurut UUPA yaitu
berupa sertipikat hak atas tanah.
Dari uraian sebagaimana tersebut diatas bahwa penguasaan atas
tanah bekas Desa Perdikan Kadilangu apabila dikaitkan dengan tertib
administrasi pertanahan belum dapat tercapai. Tertib administrasi
pertanahan yang dimaksud bahwa data-data setiap bidang tanah tercatat dan
dapat diketahui dengan mudah mengenai antara lain:
a. riwayat tanah,
b. luas tanah,
c.
status tanah,
d. letak bangunan,
e. nama pemilik, dan
f. sejarah peralihan tanah.
Bahwa untuk mencapai sasaran tertib administrasi pertanahan
yang diinginkan dalam Pasal 19 ayat 2 UUPA disebutkan:
Pendaftaran tersebut dalam ayat 1 pasal ini meliputi :
1. pengukuran, perpetaan dan pembukuan tanah;
2. pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak
tersebut;
3. pemberian surat-surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai
alat pembuktian yang kuat.
Ketentuan-ketentuan tersebut diatas belum dapat dilaksanakan di
Kelurahan Kadilangu dalam pengaturan penguasaan tanahnya.
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Berdasarkan pada hasil penelitian dan pembahasan yang dilakukan
penulis terhadap status dan jual beli tanah bekas Desa Perdikan di Kelurahan
Kadilangu, Kecamatan Demak, Kabupaten Demak, dengan permasalahan yang
dikemukakan di dalam Bab I Pendahuluan, maka dapat disimpulkan hal-hal
sebagai berikut :
berlakunya
Undang-undang
dan
Peraturan
Pemerintah
tersebut
peralihan hak dengan jual beli dilakukan dihadapan Kepala Desa hasil
pemilihan.
b. Peralihan hak atas tanah melalui jual beli dapat didaftarkan apabila
dibuktikan dengan akta yang dibuat dihadapan Pejabat Pembuat Akta
Tanah (PPAT) sebagaimana disebutkan dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 24 Tahun 1997 Pasal 37 ayat 1. Tetapi PPAT berhak menolak
membuatkan akta, apabila tidak memenuhi syarat-syarat sebagaimana
disebutkan dalam Pasal 39 PP Nomor 24 Tahun 1997. Dengan
demikian maka PPAT tidak bisa membuatkan akta atas tanah bekas
Desa Perdikan Kadilangu karena :
1. Tanah bekas Desa Perdikan belum dibukukan.
2. Tanah bekas Desa Perdikan belum pernah didaftarkan.
3. Tanah bekas Desa Perdikan masih dalam sanggahan.
4. Tanah bekas Desa Perdikan belum bersertipikat.
c. Sebagai bukti peralihan hak atas tanah bekas Desa Perdikan Kadilangu
karena jual beli adalah segel jual beli dan girik pajak. Sehingga atas
tanah bekas Desa Perdikan Kadilangu apabila dikaitkan dengan tertib
administrasi pertanahan belum tercapai. Karena untuk mencapai sasaran
tertib administrasi pertanahan disebutkan dalam Pasal 19 ayat 2 UUPA
sebagai berikut :
1. pengukuran, perpetaan dan pembukuan tanah;
2. pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut;
B. SARAN
1. Pemerintah harus terus mengupayakan diterbitkannya peraturan-peraturan
pelaksana dari UUPA mengenai pengaturan secara tegas tentang status
tanah bekas Desa Perdikan Kadilangu, Kabupaten Demak yang
dikategorikan sebagai tanah swapraja/bekas swapraja agar menjadi jelas
pelaksanaannya.
2. Agar pelaksanaan jual beli tanah bekas Desa Perdikan Kadilangu
Kabupaten Demak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan maupun
peraturan-peraturan yang berlaku harus sesegera mungkin mendapatkan
tindak lanjut dari instansi-instansi yang terkait dalam hal ini antara lain
Pejabat Pembuat Akta Tanah, Badan Pertanahan Nasional Kabupaten
Demak, Pemerintah Daerah Kabupaten Demak, Kepala Kelurahan
Kadilangu dan dinas-dinas yang terkait, agar dilakukan upaya-upaya untuk
mengatasinya.
DAFTAR PUSTAKA
A. BUKU
Abdurrachman, Kedudukan Hukum Adat Dalam Rangka Pembangunan
Nasional, Alumni, Bandung, 1978.
______________, Kedudukan Hukum Adat Dalam Perundang-undangan
Agraria Indonesia, Akademika Pressindo, Jakarta, 1994.
Abdurrachman, M. Thoha, Pembahasan Waris Dan Wasiat Menurut Hukum
Islam, Sumbangsih, Yogyakarta, 1976.
Adiwinata, Saleh, Pengertian Hukum Adat Menurut Undang-undang Pokok
Agraria, Ulumni, Bandung, 1983.
Al Rashid, Harun, Sekilas Tentang Jual Beli Tanah, Ghalia, Jakarta Indonesia,
1987.
Afandi, Ali, Hukum Waris, Hukum Keluarga, Hukum Pembuktian Menurut
Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Bina Aksara, Jakarta, 1984.
B, Waluyo, Penelitian Hukum Dalam Praktek, Sinar Grafika, Jakarta, 1991.
Bzn, Ter Haar, Asas-asas Dan Susunan Hukum Adat, Pradnya Paramita,
Jakarta, 1976.
Cahyono, Bambang Tri, Ekonomi Pertanahan, Liberty, Yogyakarta, 1983.
Chulaemi, Achmad, Hukum Agraria, Perkembangan, Macam-macam Hak Atas
Tanah Dan Pemindahannya, FH Undip, Semarang, 1993.
Direktorat Landreform, Direktorat Jenderal Agraria, Departemen Dalam
Negeri, Azas-azas Hukum Adat, Tidak diterbitkan,1981.
Effendi, H.A.M, Pokok-pokok Hukum Adat II, Duta Grafika, Semarang, 1990.
Effendie, Bachtiar, Pendaftaran Tanah di Indonesia dan Peraturan
Pelaksanaannya, Alumni, Bandung, 1993.
Gautama, Sudargo, Tafsiran Undang-undang Pokok Agraria, Alumni,
Bandung, 1981.
Harsono, Boedi, Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Penyusunan, Isi, Dan
Pelaksanaan Hukum Agraria Indonesia, Djambatan, Jakarta, 2005.
_____________, Hukum Agraria Indonesia, Himpunan Peraturan-peraturan
Hukum Tanah, Djambatan, Jakarta, 2002.
Kartasapoetra dan Setiady, Hukum Tanah Jaminan UUPA Bagi Keberhasilan
Pendayagunaan Tanah, Melton Putra, Jakarta, 1991.
Komarudin, Metode Penulisan Skripsi Dan Thesis, Bandung, 1974.
Muljana, Slamet, Perundang-undangan Madjapahit, Bhratara, Jakarta, 1967.
Notonegoro, Politik Hukum Dan Pembangunan Agraria di Indonesia,
Pancuran Tujuh, Jakarta, 1974.
Beberapa
Masalah
Penguasaan
tanah
Di
Berbagai
B. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Undang-undang Dasar 1945.
Undang-undang Nomor 13 Tahun 1946 tentang Penghapusan Desa-desa
Perdikan.
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok
Agraria (UUPA).
Peraturan Menteri Pemerintah Umum Dan Otonomi Daerah Nomor 12 Tahun
1962 tentang Penghapusan Desa Perdikan Kadilangu Di Daerah
Demak Jawa Tengah.
Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah.
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.
Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat
Pembuat Akta Tanah.
Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor
3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah
Nomor 24 Tahun 1997.