Anda di halaman 1dari 6

J. Sains MIPA, Desember 2007, Vol. 13, No. 3, Hal.

: 165 - 170
ISSN 1978-1873

EKSTRAK KULIT JENGKOL (Pithecellobium lobatum): PENGARUHNYA


SEBAGAI ANTI MAKAN DAN TERHADAP EFISIENSI PEMANFAATAN MAKANAN
LARVA INSTAR V Heliothis armigera
Trisnowati B. Ambarningrum*, Arthadi, Hery Pratiknyo, Slamet Priyanto
Fakultas Biologi,Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto
*Alamat untuk surat menyurat e-mail: trisnowatiba@yahoo.com
Diterima 23 Maret 2007, perbaikan 29 Januari 2008, disetujui untuk diterbitkan 31 Januari 2008

ABSTRACT
The effect of Jengkol bark (Pithecellobium lobatum) as antifeedant and their effect on efficiencies of food use of Heliothis
armigera larvae has been investigated. The result showed that jengkol bark extract which were tested on no choice
method had antifeedant activities at all concentrations tested, i.e. 0.55; 1.1; 2.2; and 4.4 %. Efficiencies of food use were
observed by giving fifth-instar larvae one of the four diet, every group of diet was added various concentration of extract,
containing either . 0.55; 1.1; 2.2; or 4.4 %. The result showed that, efficiencies of digested food (ECD) were significantly
higher in the case of treated larvae than that of the control and efficiencies of conversion of ingested food (ECI) were non
significantly than that of the controls. Larvae fed with diet treated jengkol bark extract had significantly lower Approximate
Digestibility (AD) values as compared to the controls.
Keywords: Pithecellobium lobatum bark, antifeedant, efficiencies of food use, Heliothis armigera

1. PENDAHULUAN
Heliothis armigera merupakan serangga yang bersifat
polifag dan mempunyai banyak tanaman inang. Di
samping sifat polifagnya, larva serangga tersebut juga
berukuran relatif besar, perkembangan cukup cepat,
dan fekunditasnya cukup tinggi. Serangga ini dapat
menghasilkan lebih dari dua generasi dalam satu tahun,
sehingga memungkinkan makanan yang dikonsumsinya
menjadi tinggi serta jumlah tanaman yang dirusak juga
cukup banyak1). Usaha pengendalian serangga hama ini
telah lama diupayakan dengan menggunakan
insektisida sintetis. Penggunaan insektisida sintetis
untuk mengendalikan serangga hama H. armigera
mencapai 40% jumlah keseluruhan insektisida yang
digunakan di dunia, namun ternyata penggunaan
insktisida sintetis yang tidak tepat dan berlebihan telah
mengakibatkan terbentuknya resistensi pada serangga
hama tersebut terhadap berbagai jenis insektisida2).
Tumbuhan dipilih sebagai sumber insektisida, karena
insektisida yang dihasilkan bersifat selektif dan mudah
terurai3). Selain itu juga berdasarkan pemikiran bahwa
senyawa metabolit sekunder yang dihasilkan suatu
spesies tumbuhan dapat memberikan pengaruh bagi
serangga yang tidak menggunakan tumbuhan tersebut
sebagai tumbuhan inangnya, karena serangga tersebut
tidak mempunyai mekanisme detoksifikasi terhadap
senyawa yang dihasilkan tumbuhan bukan inang. Jika
insektisida botani yang digunakan berupa crude extract,
maka terjadinya resistensi dapat diperlambat karena
serangga harus mempunyai mekanisme detoksifikasi

2007 FMIPA Universitas Lampung

untuk semua jenis senyawa yang menyusun crude


extract4).
Sejak tahun 1993 dikembangkan organic farming yang
lebih ramah lingkungan, karena tidak menggunakan
bahan-bahan kimia sintetis5). Salah satu prospek yang
bisa dikembangkan adalah pemanfaatan limbah,
khususnya limbah nabati. Pemanfaatan limbah nabati
memberi keuntungan yaitu mudah mencari bahan
mentahnya, murah, dan juga membantu dalam
penanggulangan sampah6). Buah jengkol sudah lama
dikenal oleh masyarakat sebagai bahan konsumsi. Kulit
keras buah jengkol sampai saat ini masih merupakan
limbah yang tidak termanfaatkan dan tidak mempunyai
nilai ekonomi. Padahal kulit jengkol disinyalir
mengandung beberapa senyawa allelokimia dan
berpeluang untuk dapat digunakan sebagai insektisida
botani. Senyawa kimia yang khas dalam tanaman
jengkol adalah asam jengkolat. Senyawa ini merupakan
asam amino alifatik yang mengandung sulfur dan
bersifat toksik. Selain asam jengkolat di dalam tanaman
jengkol terdapat minyak atsiri, saponin, alkaloid,
terpenoid, steroid, tannin, glikosida, protein, karbohidrat,
kalsium, fosfor, serta vitamin A dan B17). Petani di
daerah Ciwidey Jawa Barat pernah menggunakan
ekstrak air buah jengkol didorong rasa frustasi dalam
menghadapi serangan wereng. Ekstrak etanol kulit
jengkol mengakibatkan kematian pada tikus bila
diberikan secara oral dengan dosis 2 g/kg berat badan.
Ekstrak kulit jengkol juga bersifat toksik terhadap larva
Plutella xylostella dan pada nimfa Nilaparvata lugens,
namun belum diketahui bagaimana cara kerja (mode of

165

Trisnowati B. Ambarningrum dkk Ekstrak Kulit Jengkol (Pithecellobium lobatum): Pengaruhnya

action) dari ekstrak kulit jengkol 6). Mode of action dari


suatu senyawa penting untuk diketahui, karena sifat
serangga yang berbeda-beda, sehingga senyawa aktif
akan bekerja selektif. Dalam penelitian ini dilakukan uji
hayati untuk melihat mode of action dari ekstak kulit
jengkol, selain itu juga melihat bagaimana kemampuan
pencernaan larva instar V H.armigera yang diberi
pakan mengandung ekstrak kulit jengkol.

2. METODE PENELITIAN
Penelitian dilakukan di laboratorium EntomologiParasitologi Fakultas Biologi Universitas Jenderal
Soedirman Purwokerto dari bulan Agustus hingga
November 2006.
Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini
meliputi ekstrak air kulit jengkol, larva H. armigera, serta
pakan buatan. Kulit jengkol diperoleh dari daerah sekitar
Kabupaten Banyumas, yang kemudian dibuat ekstrak
dengan pelarut air. Larva H. armigera diperoleh dari
kebun jagung di Kecamatan Sumbang Kabupaten
Banyumas. Larva yang diperoleh dari lapangan
kemudian dipelihara dalam kondidi laboratorium sampai
beberapa generasi sebagai stok hewan uji. Pakan
buatan yang digunakan mengacu pada resep 8) yang
telah dimodifikasi. Secara garis besar penelitian ini
dibagi dalam tiga tahap, yaitu uji toksisitas, uji anti
makan, dan pengukuran efisiensi pemanfaatan
makanan larva instar V H. armigera.
2.1. Uji Toksisitas
Konsentrasi yang digunakan adalah 0,5 ; 1; 2,5; 5; 10;
dan 0%. Sebanyak sepuluh ekor larva instar V
dimasukkan masing-masing ke dalam vial yang telah
berisi pakan mengandung ekstrak kulit jengkol dengan
berbagai konsentrasi. Pengamatan jumlah larva yang
mati dilakukan setiap 24 jam sekali. Nilai LC50 dapat
ditentukan berdasarkan analisis probit9). Nilai LC50 ini
akan digunakan untuk menentukan konsentrasi yang
akan dipakai dalam uji anti makan dan pengukuran
efisiensi pemanfaatan makanan serangga uji.
2.2. Uji Anti Makan
Uji anti makan dilakukan untuk melihat kemungkinan
adanya senyawa anti makan dalam ekstrak kulit jengkol
yang bersifat sebagai anti makan. Uji anti makan
dilakukan dengan metode tanpa pilihan (no choice
method) menggunakan pakan buatan 10). Pada awal
penelitian disiapkan pakan buatan dengan lima macam
konsentrasi termasuk control. Konsentrasi tersebut
adalah 0; 0,55; 1,1; 2,2; dan 4,0 %. Setiap konsentrasi
terdiri dari sepuluh ekor larva instar V yang baru ganti
kulit dan belum makan.
Perlakuan diawali dengan menimbang larva untuk
mengetahui berat basah awal, kemudian larva

166

ditempatkan secara individual dalam vial plastic dengan


satu potong pakan buatan yang mengandung ekstrak
dengan konsentrasi tertentu dan telah diketahui berat
basah awalnya. Pengamatan dilakukan setiap 24 jam
sekali dan perlakuan diakhiri pada saat larva mancapai
instar V akhir, yang ditandai dengan berhentinya
aktivitas makan. Besarnya hambatan makan larva dapat
dicari dengan rumus pada Persamaan (1) berikut :
Hambatan Makan = C T x 100% (1)
C
Keterangan :
C = Berat pakan yang dikonsumsi pada kontrol
T = Berat pakan yang dikonsumsi pada perlakuan

2.3. Pengukuran efisiensi pemanfaatan makanan


larva instar V H. armigera
Metode yang digunakan mengacu pada metode
gravimetri11). Pada awal pengujian disiapkan pakan
buatan dengan lima macam konsentrasi perlakuan
termasuk control. Konsentrasi yang digunakan adalah 0;
0,55; 1,10; 2,2,; dan 4,40%. Setiap konsentrasi
perlakuan terdiri dari sepuluh ekor larva instar V yang
baru ganti kulit dan belum makan.
Perlakuan diawali dengan menimbang larva tersebut
untuk mengetahui berat basah awal, kemudian larva
ditempatkan secara individual dalam vial, dengan satu
potong pakan buatan yang mengandung ekstrak
dengan konsentrasi tertentu dan yang telah diketahui
berat basah awalnya. Pengamatan dilakukan setiap 24
jam sekali dan perlakuan dikhiri pada saat larva
mencapai tahap instar V akhir, yang ditandai dengan
berhantinya aktivitas makan. Selanjutnya larva, sisa
pakan, dan feses dari masing-masing vial dibungkus
kertas aluminium, untuk dikeringkan dalam oven
bersuhu 60oC sampai mencapai berat kering yang
konstan.
Respon larva uji terhadap adanya ekstrak kulit jengkol
dalam pakan buatan berupa nilai efisiensi pemanfaatan
makanan dapat dihitung dengan metode gravimetri 19),
dengan rumus sebagai berikut:
Efisiensi konversi makanan yang dicerna (Efficiency of
Conversion of Digested food / ECD) (Persamaan 2)
ECD = G / (F-f) x 100%
(2)
Efisiensi konversi makanan yang dimakan (Efficiency of
Conversion of Ingested food / ECI) (Persamaan 3)
ECI = G / F x 100%
(3)
Perkiraan makanan yang dicerna (Approximate
Digestibility/ AD) (Persamaan 4)
AD = (F-f)/F x 100%
(4)
Keterangan:
G : Pertambahan berat larva selama periode makan, diperoleh
dari pengurangan berat kering akhir larva dengan berat kering
awal larva.
F : Jumlah makanan yang dikonsumsi, diperoleh dari
pengurangan berat kering awal pakan dengan berat kering
akhir pakan.
f : Berat kering feses.

2007 FMIPA Universitas Lampung

J. Sains MIPA, Desember 2007, Vol. 13, No. 3

2.4. Rancangan Percobaan dan Analisis Data


Rancangan percobaan yang digunakan adalah
Rancangan Acak Lengkap (RAL). Data yang diperoleh
dari uji anti makan dan pengukuran efisiensi
pemanfaatan makanan larva instar V H. armigera
dianalisis dengan analisis ragam, dilanjutkan dengan uji
Duncan.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN


3.1. Uji Toksisitas
Uji toksisitas ini dilakukan untuk menentukan nilai LC50
ekstrak kulit jengkol terhadap larva uji. Persentase
mortalitas larva uji akibat pemberian ekstrak kulit jengkol
dan hasil analisis probit dapat dilihat pada Tabel 1 dan
Tabel 2 berikuit ini.
Tabel 1. Persentase mortalitas larva instar V H.
armigera setelah 168 jam perlakuan
Konsentrasi (%)
0
0,5
1
2,5
5
10

Tingkat mortalitas (%)


0
20
0
50
40
70

Tabel 2. Hasil analisis probit pada pengujian ekstrak


kulit jengkol terhadap larva instar V H. armigera
Nilai LC50 (%)
4,4

Slope
1,03

Fiducial Limit
1,7 11, 41

Keterangan:
Slope = kemiringan
Fiducial Limit = Batas bawah dan batas atas nilai LC50

Hasil analisis probit seperti yang tertera pada Tabel 2


menunjukkan bahwa nilai LC50 pada pengamatan 168
jam adalah sebesar 4,4%. Hal ini menunjukkan bahwa
pada konsentrasi ekstrak 4,4 % mengakibatkan

kematian larva uji sebesar 50% dalam waktu 168 jam.


Lamanya waktu yang dibutuhkan untuk membunuh 50%
larva uji menunjukkan bahwa ekstrak kulit jengkol
dengan menggunakan pelarut air kurang toksik. Dari
pengamatan secara visual selama penelitian terlihat
bahwa mortalitas larva uji akibat larva tidak makan,
sehingga larva mati dalam kondisi lemas. Hal tersebut
menimbulkan dugaan bahwa senyawa-senyawa
allelokimia dalam kulit jengkol yang bersifat toksik
kemungkinan tidak larut dengan pelarut air.
Kemungkinan lain adalah konsentrasi yang digunakan
terlalu rendah. Kematian larva uji yang terlihat lemas
karena tidak makan juga menimbulkan dugaan bahwa
efek anti makan pada ekstrak kulit jengkol lebih kuat
dibandingkan efek toksiknya.
3.2. Uji Anti Makan
Hasil pengujian anti makan ekstrak kulit jengkol
terhadap larva instar V H. armigera dengan metode
tanpa pilihan (no choice method) dapat dilihat pada
Tabel 3.
Hasil uji anti makan dengan metode tanpa pilihan
terhadap larva instar V H. armigera seperti terlihat pada
Tabel 3 menunjukkan bahwa mulai konsentrasi 5,55 %
sudah menunjukkan aktivitasnya sebagai anti makan
terhadap larva uji, demikian pula untuk konsentrasikonsentrasi yang lain. Hambatan makan ekstrak kulit
jengkol dari konsentrasi 0,55 sampai 4,4% berturut-turut
adalah 74,79; 69,23; 75,64; dan 70,94%. Suatu
senyawa allelokimia dikatakan mempunyai aktivitas
sebagai anti makan bila dapat menghambat makan
hingga 50% 12).
Penolakan larva uji terhadap pakan yang mengandung
ekstrak kulit jengkol mungkin disebabkan kandungan
terpenoid, alkaloid, dan tannin. Hasil analisis fitokimia
menunjukkan bahwa ekstrak air kulit jengkol positif
mengandung alkaloid, terpenoid, saponin, tannin,
flavonoid, dan glikosida. Senyawa allelokimia yang
berfungsi sebagai anti makan umumnya berupa alkaloid
dan terpenoid 12).

Tabel 3. Rata-rata berat pakan yang dikonsumsi dan persentase hambatan makan larva instar V H. armigera yang
diperlakukan dengan ekstrak kulit jengkol
Konsentrasi
(%)
0
0,55
1,1
2,2
4,4

n
10
10
10
10
10

Rata-rata berat pakan yang


dikonsumsi (g)
0.47 a 0,09
0,12 b 0,02
0,14 b 0,04
0,11 b 0,03
0,14 b 0,06

Hambatan Makanan larva


(%)
0
74,79
69,23
75,64
70,94

Keterangan : Semua nilai rata-rata SD. Nilai rata-rata dalam satu kolom yang diikuti oleh huruf kecil
yang sama, tidak berbeda nyata (ANOVA, dilanjutkan uji jarak berganda Duncan, pada
p<0,05)

2007 FMIPA Universitas Lampung

167

Trisnowati B. Ambarningrum dkk Ekstrak Kulit Jengkol (Pithecellobium lobatum): Pengaruhnya

Tabel 4. Nilai AD, ECD, dan ECI larva instar V H. armigera akibat pemberian ekstrak kulit jengkol

Konsentrasi
(%)
0
0.55
1.1
2.2
4.4

n
10
10
10
10
10

AD
(%)
67,87 a 5,62
49,03 b 8,75
46,65 bc 9,26
39,25 c 9,93
38,10 c 14,79

ECD
(%)
22,20 a 3,56
41,34 b 16,32
41,92 b 5,22
41,75 b 8,59
41,91 b 8,35

ECI
(%)
21,05 a 2,99
29,55 a 12,73
28,85 a 5,95
24,03 a 5,31
22,86 a 7,60

Keterangan : Semua nilai rata-rata SD. Nilai rata-rata dalam satu kolom yang diikuti oleh huruf kecil yang sama, tidak berbeda
nyata (ANOVA, dilanjutkan uji jarak berganda Duncan, pada p<0,05)

3.3. Pengaruh ekstrak kulit jengkol terhadap


efisiensi pemanfaatan makanan larva instar V H.
armigera
Hasil penelitian pengaruh ekstrak kulit jengkol terhadap
efisiensi pemanfaatan makanan larva instar V H.
armigera yang meliputi nilai AD (perkiraan jumlah pakan
yang dicerna), ECD (efisiensi konversi pakan yang
dicerna), dan ECI (efisiensi konversi pakan yang
dimakan) tersaji dalam Tabel 4.
Data pada Tabel 4 menunjukkan bahwa semua
perlakuan ekstrak kulit jengkol memberi pengaruh
terhadap nilai AD. Terlihat pada Tabel 4 penurunan nilai
AD larva telah terjadi pada konsentrasi yang terendah
(0,55%) dengan nilai AD sebesar 49,03. Terlihat bahwa
semakin tinggi konsentrasi ekstrak kulit jengkol, maka
nilai AD juga semakin menurun. Persentase penurunan
nilai AD mulai konsentrasi 0,55 sampai 4,4% berturutturut sebesar 27,76; 4,85; 15,86; dan 2,93%. Hal
tersebut menunjukkan bahwa ekstrak kulit jengkol pada
konsentrasi 0,55% telah mampu menurunkan
kemampuan pencernaan larva uji. Beberapa senyawa
allelokimia mempunyai peran sebagai inhibitor
kompetitif bagi enzim pencernaan13). Senyawa
allelokimia
juga
mampu
berikatan
dengan
protein/polisakarida yang terdapat dalam makanan,
sehingga menyebabkan molekul makanan menjadi lebih
besar, akibatnya menjadi lebih sukar untuk dicerna 14).
Peningkatan nilai AD merupakan respon kompensasi
untuk konsumsi yang turun seperti terlihat pada Tabel4,
yang dilakukan untuk mempertahankan laju
pertumbuhan. Senyawa allelokimia yang juga mampu
menurunkan AD adalah azadirachtin yang diberikan
terhadap larva Peridroma saucia15). Ekstrak daun
Lantana camara yang diberikan terhadap larva instar V
H. armigera juga menurunkan AD16), namun penelitian
dengan menggunakan ekstrak biji
Annona muricata
meningkatkan nilai AD larva H. armigera 17).
Ekstrak kulit jengkol juga terlihat berpengaruh terhadap
nilai ECD larva uji. Terlihat pada Tabel 4 bahwa ekstrak
kulit jengkol mampu meningkatkan nilai ECD larva uji.
Nilai ECD larva uji pada pemberian ekstrak dengan
konsentrasi 0,55 sampai 4,4 % berturut-turut adalah

168

sebesar 41,36; 41,92; 41,75; dan 41,91%. Terlihat dari


data pada Tabel 4 bahwa nilai AD berlawanan dengan
nilai ECD. Peningkatan nilai ECD diduga merupakan
kompensasi terhadap penurunan daya cerna larva uji.
Hal yang sama juga terjadi pada larva H. armigera yang
diberi ekstrak daun L. camara dengan konsentrasi 2%
mampu menaikkan nilai ECD sebesar 81,6%
dibandingkan kontrol16). Demikian pula pada larva
Phryganidia californica yang mengkompensasi
penurunan daya cerna (AD) akibat makan daun yang
tua dengan meningkatkan nilai ECDnya 13).
Nilai ECI larva uji akibat pemberian ekstrak kulit jengkol
dengan konsentrasi 0,55 sampai 4,4% berturut-turut
adalah 29,55; 28,85; 24,03, dan 22,86%. Berdasarkan
analisis statistik nilai ECI larva uji tidak berbeda nyata
antara control dengan perlakuan, walaupun demikian
nilai ECI mengalami sedikit peningkatan. Peningkatan
nilai ECD merupakan respon kompensasi terhadap
penurunan daya cerna (AD) larva uji. Tiap perubahan
nilai AD akan diikuti juga dengan perubahan nilai ECD
11), dalam arti setiap penurunan nilai AD dikompensasi
dengan peningkatan ECD dan sebaliknya peningkatan
nilai AD dikompensasi dengan penurunan nilai ECD,
sehingga nilai ECI relatif konstan karena nilai ECI
dipengaruhi oleh nilai AD dan ECD.
Selain mempunyai aktivitas anti makan, ekstrak kulit
jengkol juga mampu menurunkan daya cerna larva uji.
Penurunan tersebut mungkin disebabkan ekstrak
menghambat kerja enzim pencernaan. Untuk
mengantisipasi turunnya energi yang dihasilkan karena
terganggunya proses pencernaan, maka larva uji
berusaha melakukan kompensasi untuk memperoleh
energi yang dibutuhkan dengan meningkatkan ECDnya.
Hasil analisis fitokimia menunjukkan bahwa ekstrak kulit
jengkol positif mengandung senyawa saponin, alkaloid,
terpenoid, tannin, flavonoid, serta glikosida. Alkaloid,
terpenoid, flavonoid, dan tannin mempunyai aktivitas
menghambat makan serangga 18). Senyawa alkaloid
mempunyai sifat anti makan dan beberapa ada yang
bersifat toksik 19). Sifat toksik alkaloid terutama
mengganggu system syaraf. Senyawa terpenoid
mempunyai aktivitas sebagai racun syaraf, penghambat
makan, dan penghambat oviposisi, sedangkan aktivitas

2007 FMIPA Universitas Lampung

J. Sains MIPA, Desember 2007, Vol. 13, No. 3

dari saponin yang merupakan kelompok triterpenoid


adalah menurunkan enzim protease dalam saluran
makanan serangga serta mengganggu penyerapan
makanan. Aktivitas saponin yang lain adalah mengikat
sterol bebas dalam saluran pencernaan makanan 20).
Seperti diketahui sterol merupakan prekursor dari
hormon ekdison, sehingga dengan menurunnya
persediaan sterol akan mengganggu proses pergantian
kulit pada serangga. Senyawa tanin juga menurunkan
kemampuan pencernaan makanan pada serangga,
yaitu dengan menurunkan aktivitas enzim protease dan
amilase 18). Tanin mampu menghambat aktivitas enzim
protease usu tengan larva H. armigera, sehingga protein
yang dicerna menjadi rendah 21). Hal tersebut diduga
mengakibatkan laju pertumbuhan serangga tersebut
menurun.

4. KESIMPULAN
Dari hasil penelitian diperoleh kesimpulan sebagai
berikut : (1) Ekstrak kulit jengkol kurang toksik terhadap
larva instar V H. armigera, dengan nilai LC50-168 jam
sebesar 4,4%; (2) Ekstrak kulit jengkol mempunyai
aktivitas sebagai anti makan. Efek anti makan lebih kuat
dibandingkan efek toksiknya; (3) Ekstrak kulit jengkol
berpengaruh terhadap nilai AD dan ECD, namun tidak
mempengaruhi nilai ECI larva uji.

UCAPAN TERIMAKASIH
Terimakasih disampaikan kepada Dekan Fakultas
Biologi Unsoed atas dana DIPA tahun anggaran 2006
yang diberikan untuk mendukung penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA
1.

Kalshoven, L.G.E. 1981. Pest of Crop in Indonesia.


Van Hoove, Jakarta.

2.

Miranti, M. dan Safitri, R. 2002. Pemanfaatan NPV


Sebagai Biopestisida untuk Mengendalikan
Populasi Larva Helicoverpa armigera (Hubner). J.
Biotika 2:1-10.

3.

4.

5.

Rejesus, B.M. and Tantengco, G.B. 1985. Survey


of Philippines Plants for Insectisidal Activity.2.
Biological Activity of Flower and Leaf Extracts from
Six Species of Plants on Insects. Coll. Laguna
(Philippines).36.
Hsiao, T.H. 1985. 1985. Feeding behavior. Pp.
471-505. In: Comprehensive Insect Physiology,
Biochemistry, and Pharmacology. Eds. G.A. Kerkut
and L.I. Gilbert. Pergamon Press, Oxford.
Kardinan, A. 2001. Pestisida nabati, ramuan, dan
aplikasi. PT Penebar Swadaya, Jakarta.

2007 FMIPA Universitas Lampung

6.

Tjokronegoro, R.K., Sofjatin, T., Supatmijati, J.


1998. Pemanfaatan Kulit Jengkol Sebagai
Insektisida : isolasi dan Identifikasi Pemula dari
Senyawa-senyawa Aktif. Laporan Penelitian (tidak
dipublikasikan). FMIPA Universitas Padjadjaran,
Bandung.

7.

Pitojo, S. 1995. Jengkol, Budidaya, dan


Pemanfaatannya. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.

8.

Waldbauer, G.P., Cohen, R.W. and Friedman, S.


1984. An Improved Procedure for Laboratory
Rearing of the Corn Earworm Heliothis zea
(Lepidoptera : Noctuidae). The Great Lakes
Entomologist. 17(2):113-118.

9.

Koestoni, T.M. 1985. Analisis Probit. Balai


Penelitian Hortikultur, Lembang.

10. Kubo, I. 1991. Screening Techniques for PlantInsect Interaction. J. Methods in Plant Biochemistr.
6:179-193.
11. Waldbauer, G.P. 1968. The Consumption and
Utilization of Food by Insect. Pp. 229-288. In:
Advances Insect Physiology. Eds. J.W.L. Beament,
J.E. Treherne, and V.B. Wigglesworth. Academic
Press, London.
12. Scoonhoven, L.M. 1982. Biological Aspects of
Antifeedant. Ent. Exp. & Appl. 31: 57-69.
13. Simpson, S.J. and Simpson, C.L. 1990.The
Mechanism of Nutritional Compensation by
Phytophagus Insect. Pp. 111-160. In: Insect-plant
Interaction. Vol 2. CRC Press, Florida.
14. Cates, R.G., Redok, R.A., Henderson, C.B. 1983.
Patterns in Defensive Natural Product Chemistry:
Douglas Fir and Western Spruce Budworm
Interaction. Pp. 4. In: Plant Rexistance to Insect.
Eds. P.A. Hedin. ACS Series.
15. Koul, O. and Isman, M.B. 1991. Effect of
Azadirachtin on the Dietary Utilization and
Development of the Variegated cutworm Peridroma
saucia. J. Insect Physiol. 37(8): 591-598.
16. Madyawati, A. 1996. Pengaruh Ekstrak Daun
Lantana camara L. Terhadap Indeks Nutrisi dan
Indeks Pertumbuhan Larva Heliothis armigera
Hubner (Lepidoptera:Noctuidae). Thesis Magister
Sains (Tidak dipublikasikan). ITB.
17. Yus, Y. 1996. Pengaruh Ekstrak Biji Annona
muricata
L.
Terhadap
Indeks
Nutrisi,
Kelulushidupan, Pertumbuhan, dan Perkembangan
Larva Heliothis (Helicoverpa) armigera Hubner.
Tesis Magister Sains (Tidak dipublikasikan). ITB.

169

Trisnowati B. Ambarningrum dkk Ekstrak Kulit Jengkol (Pithecellobium lobatum): Pengaruhnya

18. Harborne, J.B. 1988. Introduction to Ecological


Biochemistry. 3th edition. Academic Press, London.
19. Hartmann, T. 1991. Alkaloid. Pp. 79-116.
In:Herbivores: Their Interaction with Secondary
Plant Metabolites. 2nd edition. Eds. G.A. Rosenthal
and m.R. Barenbaum. Academic Press, New York.

Secondary Plant Metabolites. 2nd edition. Eds. G.A.


Rosenthal and m.R. Barenbaum. Academic Press,
New York.
21. Xu, G. and Qin, J. 1994. Extraction and
Characterization of Midgut Proteases from Heliothis
armigera and H. assulta (Lepidoptera:noctuidae)
and their Inhibition by Tannic acid. J. Econom.
Entomol. 87 (2):334-338.

20. Gershenzon, J. and Croteau, R. 1991. Terpenoid.


Pp. 165-209. In:Herbivores: Their Interaction with

170

2007 FMIPA Universitas Lampung

Anda mungkin juga menyukai