Pengertian Pengukuran
Pengukuran adalah bagian dari Keterampilan Proses Sains yang
merupakan pengumpulan informasi baik secara kuantitatif maupun secara
kualitatif. Dengan melakukan pengukuran, dapat diperoleh besarnya atau nilai
suatu besaran atau bukti kualitatif.
Contoh :
Bila seseorang mengukur panjang sebuah balok dengan menggunakan mistar, maka yang
diperoleh adalah besarnya panjang balok itu. Bila dua buah balok didekatkan maka hasil
yang diperoleh mungkin balok yang satu lebih panjang dari balok yang lain, atau mungkin
balok yang satu sama panjangnya dengan balok yang lain. Kegiatan yang pertama
menghasilkan informasi kuantitatif, sedangkan kegiatan kedua menghasilkan informasi
kualitatif. Demikian pula halnya bila seseorang menimbang dengan menggunakan neraca
dapat pula memperoleh informasi kuantitatif maupun informasi kualitatif.
Seorang pendidik dalam pembelajaran sains Fisika, tidak hanya
menyampaikan kumpulan fakta-fakta akan tetapi seharusnya mengajarkan sains
sebagai proses (menggunakan pendekatan proses). Oleh karena itu, melakukan
percobaan atau eksperimen dalam Sains Fisika sangat penting. Melakukan
percobaan dalam laboratorium, berarti sengaja membangkitkan gejala-gejala
alam kemudian melakukan pengukuran. Sebelum melakukan percobaan, maka
setiap orang hendaknya memahami terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan
pengukuran. Tanpa memahami pengukuran, besar kemungkinan dalam
melakukan percobaan akan banyak terjadi kesalahan. Pada contoh yang telah
dikemukakan di atas, panjang meteran disamakan dengan panjang balok.
Artinya, panjang balok berapa kali panjang dari meteran yang digunakan.
Demikian pula balok yang satu dibandingkan dengan balok yang lain. Dengan
demikian, maka dapat dikatakan bahwa melakukan pengukuran adalah
membandingkan antara suatu besaran dengan besaran lain yang sejenis yang
dijadikan acuan. Jadi yang dibandingkan adalah besaran panjang balok dengan
besaran panjang meteran ; kedua besaran ini sejenis yaitu besaran panjang
dengan besaran panjang.
B.
C.
x x
x x
x
(a)
(c)
(b)
Keterangan :
Gambar (a) :
Pengukuran presisi, mengumpul pada daerah tertentu, presisi tapi tidak
akurat,
Gambar (b) :
Pengukuran akurat, menyebar sekitar harga sebenarnya berada di luar
daerah sebenarnya, akurat tapi tidak presisi,
Gambar (c) :
Pengukuran akurat dan presisi sebab menyebar di sekitar harga
sebenarnya dan tiap pengukuran mengumpul pada
daerah harga
sebenarnya.
D.
Pada contoh di atas, angka terakhir merupakan angka taksiran. Oleh karena
itu tidak masuk akal jika di belakang angka terakhir masih ditambah angka lagi
dikarenakan mata kita cuma mampu membagi dua jarak antara 2 goresan dalam
Modul Pengukuran Dasar dan Teori Ketidakpastian
kasus mistar biasa. Ketiga angka yang dapat ditulis dari hasil pengukuran
tersebut disebut angka penting. dua dari angka tersebut pasti, karena ada bagian
skala yang menunjuk angka itu. Dari hasil pengukuran di atas dapat dilihat
bahwa makin kecil NST alat makin banyak angka penting yang dapat dituliskan
dari hasil pengukuran. Bilangan yang menyatakan nilai hasil pengukuran tidak
eksak atau tidak pasti. Jadi hasil pengukuran selalu dihinggapi ketidakpastian.
Penulisan hasil pengukuran mempunyai arti jika ditulis dengan jumlah angka
penting yang tepat. Apabila di antara skala 62 dan 63 terdapat lagi 10 skalaskala kecil, maka NST alat menjadi 0,1 mm. Maka hasil pengukuran yang
diperoleh mungkin 62,4 mm atau 62,5 mm. Berarti angka 4 atau 5 bukan lagi
merupakan angka taksiran melainkan angka pasti, sehingga angka pentingnya
bertambah. Kalau hasil pengukuran menunjukkan 62,4 mm maka dengan NST 0,1
mm, hasil tersebut harus ditulis 62,40 mm. Jadi 62,4 mm tidak sama artinya
dengan 62,40 mm.
E. Aturan-aturan Penulisan Hasil Pengukuran
1.
Semua angka yang bukan nol adalah angka penting.
Contoh
: 265,4 m mengandung 4 angka penting.
25,7 s
mengandung 3 angka penting.
2.
Angka nol yang terletak di antara angka bukan nol termasuk angka
penting.
Contoh
: 25,04 A
mengandung 4 angka penting.
10,3 cm
mengandung 3 angka penting.
3.
Angka nol di sebelah kanan angka bukan nol termasuk angka
penting, kecuali kalau ada penjelasan lain, misalnya berupa garis di bawah
angka terakhir yang masih dianggap penting.
Contoh :
22,30 m
mengandung 4 angka penting.
22,300 m
mengandung 4 angka penting.
1250 mA
mengandung 3 angka penting.
4.
Angka nol yang terletak di sebelah kiri angka bukan nol, baik di
sebelah kanan maupun di sebelah kiri koma desimal tidak termasuk angka
penting.
Contoh :
0,47 cm
mengandung 2 angka penting.
0,025 g
mengandung 2 angka penting.
F.
a x 10n
Di mana besarnya a antara -10 dan -1 atau antara +1 sampai +10. Dan n
bilangan bulat positif atau negatif. Penulisan dalam bentuk seperti di atas dikenal
sebagai notasi ilmiah. Jadi muatan elektron sebaiknya ditulis -1,60 x 10 -19 C.
Contoh :
m/s.
127,74
12,5
115,24 115,2
(2 angka penting)
(3 angka penting)
4. Memangkatkan
Bila suatu bilangan non eksak dipangkatkan, hasilnya memiliki angka
penting sebanyak angka penting bilangan yang dipangkatkan.
Contoh :
(3,25)2 = 10,5625 10,6
Hasilnya 3 angka penting karena 3,25 terdiri dari 3 angka penting.
3252 = 105625 106000
Hasilnya 3 angka penting karena 325 terdiri dari 3 angka penting.
0,53 = 0,125 0,1
Hasilnya 1 angka penting karena 0,5 terdiri dari 1 angka penting.
5. Menarik Akar
Akar pangkat dua atau lebih dari suatu bilangan tidak eksak, hasilnya
memiliki angka penting sebanyak angka penting dari bilangan yang ditarik
akarnya.
Contoh :
3
125 5 , karena 125 memiliki 3 angka penting maka hasilnya
harus memiliki 3 angka penting, yaitu 5,00.
144,0 12 12,00 , karena 144,0 memiliki 4 angka penting.
H. Ketidakpastian Pengukuran
1. Jenis dan Sumber Ketidakpastian
a. Ketidakpastian Bersistem
Ketidakpastian (kesalahan) bersistem akan menyebabkan hasil yang
diperoleh menyimpang dari hasil sebenarnya.
Hasil Pengukuran
XXXX
X0
Hasil Pengukuran
X0
XX
Hasil Pengukuran
XXXX
mA
Nilai arus yang terbaca lebih dari 3,5 mA tetapi kurang dari 3,7 mA.
Maka yang dilaporkan adalah :
I = (3,60 0,05) mA
Penulisan yang dilaporkan ini menunjukkan bahwa nilai sebenarnya kuat
arus itu tidak diketahui. Kita hanya menduga bahwa arus itu sekitar 3,55
dan 3,65 mA. Berapa tepatnya? dengan satu kali pengukuran saja kita
tidak tahu. Arus itu mungkin
3,58 mA, mungkin 3,63 mA, bahkan
mungkin 3,565 mA. Tidak seorang pun yang tahu nilai sebenarnya.
Dengan cara menulis demikian pengamat hanya ingin menyatakan arus
itu dipercaya tidak kurang dari 3,55 mA ataupun lebih dari 3,65 mA.
Pernyataan demikian memang tidak tegas, namun apa yang diharapkan
dari pengukuran satu kali saja ?
Dapat disimpulkan :
Pengukuran tunggal patut diragukan, karenanya harus dilaporkan dengan
ketidakpastian yang cukup besar yaitu : NST
Hal lain yang tersirat dalam penulisan di atas ialah tentang mutu skala alat
ukur yang digunakan. Untuk contoh di atas, miliammeter yang digunakan
hanya mampu mengukur paling kecil sampai 0,1 mA saja. Jadi NST-nya 0,1
mA.
Contoh 2 :
Arus listrik diukur dengan ammeter yang ujung jarum penunjuknya cukup
halus dan goresan skalanya cukup tajam (tipis) seperti pada gambar 3
berikut.
2
mA
Jadi kuat arus listrik I = 3,64 mA adalah lebih tepat daripada I = 3,6 mA.
Artinya I = 3,64 mA lebih mendekati kuat arus yang sebenarnya (Io) yang
tidak diketahui.
(2) Ketidakpastian Relatif dan Ketelitian Pengukuran
Perbandingan antara ketidakpastian mutlak dengan hasil pengukuran
x
x 100 % 1,4 %
I
3,60 mA
x 100 % 0,5 %
I
3,64 mA
x 100 % 1 %
I
5,00 A
Dibandingkan dengan :
0,05 A
I
x 100 % 0,5 %
I
10,00 A
x
1
= x , rata-rata pengkuran
= maksimum,
= rata-rata
x1 x 2 x3
3
x1 x
x2 x
x3 x
Deviasi adalah selisih selisih antara tiap hasil pengukuran dari nilai rata-ratanya
x
adalah yang terbesar di antara 1, 2, dan 3. Disarankan agar
mengambil maks sebagai x oleh karena ketiga nilai x1, x2, dan x3 akan
tercakup dalam interval : (x - x) dan (x + x).
Contoh :
Diperoleh hasil pengukuran :
X1 = 12,1 cm
X2 = 11,7 cm
X3 = 12,2 cm
Berapa (X X) yang harus dilaporkan ?
Jawab :
(12,1 11,7 12,2) cm
X
12,0 cm
3
1 = 12,1 12,0 | = 0,1 cm
2 = 11,7 12,0 | = 0,3 cm
3 = 12,2 12,0 | = 0,2 cm
X = maks = 0,3 cm
Jadi, {X} = [ X X ] = [12,0 0,3] cm
Perhatikan bahwa ketiga nilai X yaitu X1, X2, dan X3 tercakup dalam interval
[12,0 + 0,3] = 12,3 cm sampai dengan [12,0 0,3] = 11,7 cm.
Jika X = rata-rata, maka :
(0,1 0,3 0,2) cm
X
0,2 cm
3
Jadi, {X} = [ X X ] = [12,0 0,2] cm
Ternyata bahwa dengan cara kedua ini tidak sama nilai X dari hasil
pengukuran tercakup dalam interval (x - x) dan (x + x).
Jika kita ingin bersikap hati-hati dan adil terhadap semua hasil pengukuran
yang diperoleh, maka cara pertama yang paling tepat meskipun cara
kedua tidak dapat dikatakan salah. Yang menjadi persoalan sekarang
adalah bagaimana cara menentukan jumlah angka berarti yang harus
digunakan dalam melaporkan hasil suatu pengukuran. Jumlah ini harus
tepat sesuai dengan ketepatan yang tercapai dalam pengukurannya agar
orang lain yang membaca laporan itu tidak mendapat kesan yang keliru
tentang ketelitian pengukuran itu. Jumlah angka berarti ditentukan oleh
Modul Pengukuran Dasar dan Teori Ketidakpastian
(3)
20,10 g
m
0,957 g / ml
V
21,0 ml
10
y
y
a
b
a
b
(6)
Di mana
y
1 dan
a
Jadi,
y
1
b
y a b
y
y
a
b
a
b
Di mana,
y
1
b 1
a
b
dan
y
1
a 2 a b 2
b
b
Jadi :
y
1
a
a 2 b
b
b
a
a b 1 , maka diperoleh :
b
= 10,0 ml
1
a
a 2
b
b
1
a
a 2 b
b
b
a
b
a
b
a
b
25,10 g
m
m
V
m
V
11
m
V
Dimana :
dan
m
V2
1
m
m
V
V
V2
Dengan menggunakan X = x NST (untuk pengukuran tunggal),
maka :
m = x 0,1 g
= 0,05 g
dan V = x 1 ml = 0,5 ml
Sehingga :
25,10 g
1
( 0,05 )
( 0,5 )
10,0 ml
100,00 ml
Dimana
y
a
a2
y
b
y
c
b2
c 2 .....
y y
y
,
,
, ..... merupakan harga mutlak.
a
b
c
a, b, c, ....dapat ditentukan :
(1)
Untuk pengukuran sebanyak 3 kali, dapat diambil
harga maksimum deviasi dari rata-ratanya.
(2)
Untuk pengukuran sebanyak 10 kali atau lebih, dapat
diambil dengan menggunakan standar deviasi yang dirumuskan
sebagai :
i xi
i 1 i 1
n n 1
(7)
atau
n
x
Di mana :
besaran x
(x
i 1
x)2
n n 1
y
a
a2
y
b
b2
(8)
12
y
a
y
b
dan
jadi :
y
a 2 b 2
b 1
a
b
y
1
a 2 a b 2
b
b
dan
1
b
a2
a
b2
b2
a
a b 1 , maka diperoleh :
b
y
a
y
a
(9)
Contoh :
Misalkan suatu percobaan untuk menentukan kecepatan troley
pada suatu jarak tertentu. Dari tiga orang anak diperoleh data
sebagai berikut.
No. Jarak tempuh (cm)
Waktu tempuh (s)
1.
120,50
21,5
2.
120,35
22,0
3.
120,00
22,5
Dengan : NST alat ukur panjang
= 0,1 cm
NST alat ukur waktu
=1s
Kecepatan troley tersebut adalah :
x
v
Rumus kecepatan :
t
Maka : x
x1 x 2 x3
( 120,50 120,35 120,00 ) cm
3
3
= 120,283333 cm(perhitungan)
= 120,28 cm (5 angka penting)
t1 t 2 t 3
( 21,5 22,0 22,5 ) s
3
3
= 22,0 s (3 angka penting)
Jadi,
v
120,28 cm
x
5,467272727 cm / s
t
20,0 s
13
t2 t2 t
22,0 22,0 0 s
t3 t3 t
x
t
v2
t
t2
1
( 0,3)
22,0 s
v
= 0,125 cm/s
(perhitungan)
v
= 0,1 cm/s
(1 angka penting)
Jadi, kecepatan troley yang dilaporkan adalah :
V = | 5,5 ,0,1 | cm/s
Dengan menggunakan persamaan
v
x
v
x
akan
14
K EGIATAN
LABORATORIUM
PENGUKURAN PANJANG
A. MISTAR
Karena anda telah mengenal dan sering menggunakan mistar, maka ikutilah
langkah-langkah kegiatan berikut ini:
1) Siapkan alat-alat berikut:
Mistar
Koin atau benda lain yang dapat diukur dengan menggunakan alat ukur
panjang lainnya (Jangka Sorong, Mikrometer Sekrup)
2) Tentukan Nilai Skala Terkecil (NST) dari mistar yang kamu gunakan, catat
hasilnya pada tabel hasil pengamatan di bawah ini! (minta petunjuk
pembimbing anda)
3) Ukur panjang beberapa benda yang disediakan dengan menggunakan
mistar dan catat hasilnya pada tabel hasil pengamatan!
Hasil Pengamatan
NST Mistar = batas ukur/jumlah skala = ..............................................
Hasil Pengukuran (HP)
HP = NST mistar x Jumlah skala hasil pengukuran
Tabel Hasil Pengamatan
Dimensi yang
Hasil
Kesalahan
No
Nama Benda
diukur
Pengukuran
Mutlak
1
2
Berikan penjelasan apa yang dimaksud dengan NST, dan kemukakan apa
makna dari NST mistar adalah 1 mm/skala?
...........................................................................................................................
...........................................................................................................................
...........................................................................................................................
...........................................................................................................................
...........................................................................................................................
...
B. JANGKA SORONG
Kegiatan ini dilakukan untuk memahami cara mengukur dengan
menggunakan jangka sorong. Alat dan bahan yang digunakan adalah:
Jangka Sorong, 1 buah
Benda yang akan di ukur secukupnya
Alat tulis Menulis
1. Teori Singkat
Setiap jangka sorong memiliki skala utama (SU) dan skala bantu atau skala
nonius (SN). Pada umumnya, nilai skala utama = 1 mm, dan banyaknya skala
nonius tidak selalu sama antara satu jangka sorong dengan jangka sorong
Modul Pengukuran Dasar dan Teori Ketidakpastian
15
lainnya. Ada yang mempunyai 10 skala, 20 skala, dan bahkan ada yang
memiliki skala nonius sebanyak 50 skala.
Hasil pengukuran dengan menggunakan jangka sorong diberikan oleh
persamaan:
Hasil Pengukuran (HP) = Nilai Skala Utama Nilai Stala Nonius
dengan Nilai Skala Utama = Penunjukan skala utama x NST skala utama dan,
Nilai Skala Nonius = Penunjukan skala nonius x NST skala nonius.
atau,
Hasil Pengukuran (HP) (PSU NST SU) + (PSN NST Jangka Sorong)
Contoh :
Perhatikan gambar hasil pengukuran dengan menggunakan jangka sorong di
bawah ini!
7
cm
20
Cara 1:
Dari gambar terlihat bahwa jumlah skala nonius adalah 20 skala. Jika angka
nol skala nonius diimpitkan dengan angka nol skala utamanya maka, angka
20 pada skala nonius akan tepat segaris dengan angka 39 pada skala utama
(dapat dilihat langsung pada alatnya), sehingga:
20Skala Nonius = 39Skala Utama , atau
1 Skala Nonius =
Karena, Nilai Skala Utama
39
Skala Utama
20
= 1 mm/skala, maka:
Cara 2:
Pada gambar di samping, penunjukan nol skala nonius berada antara 30 mm
dan 31 mm, atau 30 mm lebih. Sedangkan skala nonius yang tepat berimpit
atau segaris dengan salah satu skala utama adalah skala ke 15, maka hasil
pengukurannya adalah :
HP = (PSU NST Skala Utama) + (Penunjukan Skala Nonius NST Jangka Sorong)
Modul Pengukuran Dasar dan Teori Ketidakpastian
16
Benda
Diameter Luar
(cm)
.
(cm)
.
(cm)
1. Dl1 3, 20 0, 02
1.
1.
2.
2.
2.
3.
3.
3.
rata rata :
rata rata :
.
. (cm)
.
(cm)
.
(cm)
1.
1.
1.
2.
2.
3.
2.
3.
rata rata :
DLuar
3.
Modul Pengukuran Dasar dan Teori Ketidakpastian
17
No
Benda
rata rata :
rata rata :
rata rata :
Diameter Luar.
..
1 = ..
1 = .
2 = ..
2 =
3 =
.
3 =
max. = ....
max. =
.
Pelaporan Fisika;
Pelaporan Fisika;
PF = x x
PF = x x
PF =
2. Benda
.
1 = ..
..
1 = .
2 = ..
.
2 =
3 =
3 =
max. = ....
max. =
.
Pelaporan Fisika;
Pelaporan Fisika;
PF = x x
PF = x x
18
.. =
3. Benda
1 = ..
..
1 = .
2 = ..
2 =
3 =
.
3 =
max. = ....
max. =
.
Pelaporan Fisika;
PF
= x x
Pelaporan Fisika;
PF = x x
C. MIKROMETER SEKRUP
Kegiatan ini dilakukan untuk memahami cara mengukur dengan
menggunakan Mikrometer Sekrup. Alat dan bahan yang digunakan adalah:
1. Teori Singkat
Mikrometer sekrup memiliki dua bagian skala mendatar (SM) sebagai skala
utama dan skala putar (SP) sebagai skala nonius. NST mikrometer sekrup
dapat ditentukan dengan cara yang sama prinsipnya dengan jangka sorong,
yaitu :
NST Mikrometer
NS Skala Mendatar
Jumlah Skala Putar
35
19
Penunjukan skala mendatar (SU) terhadap ujung skala putar (nonius) pada
gambar di samping adalah 5 skala, atau 5 x 0,5 mm = 2,5 mm. Penunjukan
skala putar terhadap garis horizontal skala utama adalah : 32,5 skala, atau
32,5 x 0,01 mm. Sehingga hasil pengukurannya adalah : 2,5 mm + (32,5 x
0,01 mm) = 2,825 mm
1. Kegiatan Pengukuran
Siapkan alat-alat dan bahan yang akan digunakan (benda dan dimensi
yang akan diukur sama dengan pada pengukuran panjang dengan mistar
dan jangka sorong)
Tentukan NST Mikrometer yang akan anda gunakan!
Lakukan pengukuran terhadap benda yang disediakan dan catat hasilnya
pada tabel hasil pengamatan!
2. Hasil Pengamatan:
NST mikrometer :
NST = 0,5 mm/50 skala
Tabel Pengamatan :
Dimensi yang diukur
N
Benda
o
1
..
(cm)
.. (cm)
1.
1.
1.
2.
2.
2.
3.
3.
3.
..
(cm)
.. (cm)
. (cm)
1.
1.
1.
2.
2.
2.
3.
3.
3.
rata rata :
. (cm)
rata rata :
rata rata :
20
N
o
Benda
rata rata :
rata rata :
rata rata :
..
1 = ..
1 = .
2 = ...
2 = .
3 =
3 =
max. = ....
max.
.
Pelaporan Fisika;
PF
= x x
. =
Pelaporan Fisika;
PF
= x x
2. Benda
..
1 = ..
1 = .
2 = ...
2 = .
3 =
3 =
max. = ....
max.
.
Pelaporan Fisika;
Modul Pengukuran Dasar dan Teori Ketidakpastian
Pelaporan Fisika;
21
PF
= x x
PF = x x
3. Benda
.
..
1 = ..
1 = .
2 = ...
2 = .
3 =
3 =
max. = ....
Pelaporan Fisika;
PF
= x x
max.
Pelaporan Fisika;
PF = x x
. =
Dimensi yang
diukur
1
Diameter luar
Cincin
2
Diameter Dalam
3
Alat Ukur
Hasil Pengukuran
Mistar
Dl =I 1,00 +- 0,05 I cm
Jangka sorong
Mikrometer
Sekrup
Mistar
Jangka sorong
Mikrometer
Sekrup
Dl =I 1,040 +- 0,005 I cm
Dl =I 1,0420 +- 0,0005 I
cm
Mistar
Tebal
Jangka sorong
Mikrometer
Sekrup
Mistar
Jangka sorong
Mikrometer
Sekrup
Mistar
22
No
Dimensi yang
diukur
Alat Ukur
Hasil Pengukuran
Jangka sorong
Mikrometer
Sekrup
Mistar
Jangka sorong
Mikrometer
Sekrup
Berdasarkan tabel rekap di atas, berikan komentar dan kesimpulan tentang hasil
pengukuran yang telah anda peroleh!
23
24
K EGIATAN
LABORATORIUM
PENGUKURAN MASSA
25
C. Hasil Pengamatan/Pengukuran
1. Neraca Ohauss 2610
NS lengan 1 =.....................
NS lengan 2 = ....................
NS lengan 3
= ....................
Massa
beban
Penunjukan
lengan 2
Penunjuk
an lengan
3
gantung
=.....................
NST Neraca Ohauss 2610:
=
Bend
a
Penunjukan
beban gantung
(g)
Penunjukan
lengan 1
Massa
benda (g)
1. m = I
II
1.
1.
1.
+-
2.
2.
2.
2.
3.
1.
3.
1.
3.
1.
3.
1.
2.
2.
2.
2.
3.
3.
3.
3.
NS lengan 3 = ....................
NS lengan 2 = ....................
NS lengan 4 =.....................
II
1.
Penunjuka
n lengan
4
1.
1.
2.
2.
2.
2.
3.
1.
3.
1.
3.
1.
3.
1.
3.
1.
2.
2.
2.
2.
2.
3.
3.
3.
3.
3.
Penunjuka
n lengan 1
Penunjukan
lengan 2
Penunjuka
n lengan 3
1.
1.
2.
Massa
benda (g)
26
NS skala putar
= 10 SN = 19 SU
II
Massa
Benda
(g)
Penunjukan
lengan 1
Penunjuka
n lengan 2
Penunjukan
Skala Putar
Penunjuk
an Nonius
1.
1.
1.
1.
1.
2.
2.
2.
2.
2.
3.
1.
3.
1.
3.
1.
3.
1.
3.
1.
2.
2.
2.
2.
2.
3.
3.
3.
3.
3.
Benda
4. Neraca Pegas
NST Neraca Pegas = ........................
Benda
I
II
Massa (gr)
1.
1.
2.
2.
3.
1.
3.
1.
2.
2.
3.
3.
D. Ketidakpastian Pengukuran
1. Neraca Ohauss 2610
a.
m1
=..
= ...
2 =
.
m1 = max. = ..
Modul Pengukuran Dasar dan Teori Ketidakpastian
27
m1
m1
............
...........%
m1 ................... .......................
b.
m2
=..
= ...
2 =
.
m2 = max. = ..
m 2
m2
............
...........%
m2 .................. ......................
2. Neraca Ohauss 311
a.
m1
1 = .
2 =
.
m1 = max. = ..
m1
m1
............
...........%
m1 ................... .......................
b.
m2 =.
1 = ....
2 = ...
..
.
m2 = max. = ..
m 2
m2
............
...........%
m2 .................. ......................
3. Neraca Ohauss 310 g
Modul Pengukuran Dasar dan Teori Ketidakpastian
28
a.
m1
=.
= .
2 =
.
m1 = max. = ..
m1
m1
............
...........%
m1 ................... .......................
b.
m2
=..
= ..
.
m2 = max. = ..
m 2
m2
............
...........%
m2 .................. ......................
4. Neraca Pegas
a.
m1 =..
1
= ... 2 =
...
w1 = max. = ..
m1
m1
............ ...........%
m1 ................... .......................
b.
m2
=.
= ..
2 = ..
...
Modul Pengukuran Dasar dan Teori Ketidakpastian
29
m2 = max. = ..
m2
m2
............ ...........%
m2 .................. ......................
E.
Massa yang
diukur
II
Alat Ukur
Hasil Pengukuran
Neraca Ohaus
2610
Neraca Ohauss
311
Neraca Ohaus
310
Neraca
Neraca
2610
Neraca
311
Neraca
310
Pegas
Ohaus
Ohauss
Ohaus
Neraca Pegas
Berikanlah komentar dan kesimpulan berdasarkan hasil yang diperoleh pada
tabel rekap di atas!
30
31
K EGIATAN
LABORATORIUM
TEORI SINGKAT
Basicmeter, AVO meter Analog, dan Multimeter Digital adalah alat ukur
besaran listrik yang akan sering kita jumpai dalam kegiatan laboratorium
selanjutnya, untuk itu pengetahuan tentang alat ukur ini sangat dibutuhkan. Alat
ukur ini dapat digunakan untuk mengukur tegangan dan kuat arus listrik dalam
suatu rangkaian listrik. Umumnya basic meter memiliki batas ukur arus dari 100
A sampai dengan 5 A dan batas ukur tegangan dari 100 mV sampai dengan 50
V. Jika alat ini akan digunakan untuk melakukan pengukuran arus, maka terminalterminal untuk tegangan ditutup dan begitu pula sebaliknya. Sebelum
menggunakan alat ini, usahakan agar jarum menunjuk tepat di titik nol dengan
mengatur sekrup yang ada pada bagian atas panel meternya.
Selanjutnya, gunakan batas ukur terbesar lebih dahulu untuk menghindari
kelebihan beban (over load) pada alat yang dapat mengakibatkan kerusakan
yang fatal. Untuk menentukan nilai skala terkecil (NST) dari basicmeter, dapat
dilakukan dengan membagi batas ukur yang digunakan dengan banyaknya skala
pada basicmeter. Untuk alat ukur yang lainnya dapat anda cari sendiri
referensinya, tapi prinsipnya penggunaannya sama.
Contoh :
Jika batas ukur yang digunakan untuk melakukan pengukuran kuat arus listrik
adalah 100 mA dan diketahui banyaknya jumlah skala kecil (goresan) pada
basicmeter adalah 50 skala, maka :
Batas Ukur
100 mA
=
= 2 mA
Jumlah Skala
50skala
Batas Ukur
1A
0, 02 A
NST Ammeter =
=
=
Jumlah Skala
50skala
Skala
NST Ammeter =
Jika jarum menunjukkan 15,5 skala (dengan asumsi bahwa jarak antara dua
goresan terdekat masih dapat diamati dengan jelas dan jarum penunjuk cukup
tipis), maka kuat arus yang terukur adalah : 15,5 x 2 mA = 31,0 mA
32
B.
a.
KEGIATAN PENGUKURAN
Buatlah rangkaian seperti pada gambar dibawah ini
Rakitlah skema percobaan seperti pada gambar berikut.
Rv
b.
c.
HASIL PENGAMATAN
Nilai Resistor yang digunakan
=
Tegangan Sumber
Posisi
Rheost
at
=
Pengukuran Tegangan
Alat Ukur
Batas
Ukur
NST
Teganga
n (volt)
Pengukuran
Kuat Arus Listrik
Batas
Kuat arus
NST
Ukur
(mA)
Basicmete
r
AVO
meter
analog
Multimete
r Digital
II
Basicmete
r
AVO
meter
33
Pengukuran Tegangan
Posisi
Rheost
at
Alat Ukur
Batas
Ukur
NST
Teganga
n (volt)
Pengukuran
Kuat Arus Listrik
Batas
Kuat arus
NST
Ukur
(mA)
Multimete
r Digital
Multimete
r Digital
D.
Alat Ukur
Batas Ukur
NST
V V V
Basicmet
er
AVO
meter
analog
Multimete
r Digital
II
Basicmet
er
AVO
meter
analog
34
Posisi
Rheost
at
Alat Ukur
Batas Ukur
NST
V V V
NST
I I I
Multimete
r Digital
Alat Ukur
Batas Ukur
Basicmet
er
AVO
meter
analog
Multimete
r Digital
Basicmet
er
II
AVO
meter
analog
Multimete
r Digital
E.
35
36
37
K EGIATAN
LABORATORIUM
Termometer
Stopwatch
Gelas ukur
Pembakar Spiritus
Air
A. TEORI SINGKAT
Termometer adalah alat yang digunakan untuk mengukur temperatur suatu
zat. Ada dua jenis termometer yang umum digunakan dalam laboratorium, yaitu
termometer air raksa dan termometer alkohol. Keduanya adalah termometer
jenis batang gelas dengan batas ukur minimum 10 oC dan batas ukur maksimum
+110 oC. Nilai skala terkecil untuk kedua jenis termometer tersebut dapat
ditentukan seperti halnya menentukan nilai skala terkecil sebuah mistar biasa,
yaitu dengan mengambil batas ukur tertentu dan membaginya dengan jumlah
skala dari nol sampai pada ukur yang diambil tersebut.
B. KEGIATAN PENGUKURAN
1.
Siapkan gelas ukur, bunsen pembakar lengkap dengan kaki tiga dan
lapisan asbesnya dan sebuah termometer.
2.
Isi gelas ukur dengan air hingga bagian dan letakkan di atas kaki
tiga tanpa ada pembakar.
3.
Tentukan NST masing-masing alat ukur yang akan digunakan.
4.
Ukur temperatur air dalam gelas ukur. Catat hasil pengukuran ini
sebagai temperatur mula-mula (To).
5.
Nyalakan bunsen pembakar dan tunggu beberapa saat hingga
nyalanya terlihat normal.
6.
Letakkan bunsen pembakar tadi tepat di bawah gelas kimia
bersamaan dengan
menjalankan alat pengukur waktu (jam tangan
misalnya)
7.
Catat temperatur yang terbaca pada termometer tiap selang waktu
1 menit sampai diperoleh 5 atau 6 data pada tabel pengamatan 1.
8.
Ulangi kegiatan 4, 5, dan 6.
9.
Catat waktu yang dibutuhkan setiap kenaikan 10 0 C catat hasilnya
dalam tabel 2!
C. Hasil Pengamatan
NST termometer
= .
NST Stopwatch = .
Temperatur mula-mula (To) = .
Tabel Pengamatan 1:
No
Menit ke Temperatur (Ti)
Perubahan Temperatur (T)
.
Modul Pengukuran Dasar dan Teori Ketidakpastian
38
1.
2.
3.
4.
5.
Tabel Pengamatan 1:
Temperatur mula-mula (To) = .
No
.
1.
Kenaikan
Temperatur
100 C
0
2.
20 C
3.
300 C
4.
400 C
Waktu (s)
3m
6m
39
DAFTAR PUSTAKA
Darmawan, B. 1984. Teori Ketidakpastian Menggunakan satuan SI, edisi kedua.
ITB. Bandung
Tim Dosen Fisika Dasar 1 Jurusan Fisika FMIPA UNM. 2012. Modul Pengukuran
Dasar dan Teori Ketidakpastian Pengukuran. Laboratorium Fisika FMIPA
UNM. Makassar
40