Anda di halaman 1dari 100

EFEKTIVITAS LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK

DALAM BIDANG BIMBINGAN SOSIAL UNTUK


MENINGKATKAN HUBUNGAN INTERPERSONAL REMAJA
DI PANTI ASUHAN KUMUDA PUTRA PUTRI MAGELANG
TAHUN 2005

SKRIPSI

Diajukan dalam rangka Penyelesaian Studi Strata 1


untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
pada Universitas Negeri Semarang

Oleh
WAHIDAH FRIBASARI
NIM. 1301401023

JURUSAN BIMBINGAN DAN KONSELING


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2006

i
ABSTRAK

Wahidah Fribasari. 2006. Efektivitas Layanan Bimbingan Kelompok Dalam


Bidang Bimbingan Sosial Untuk Meningkatkan Hubungan Interpersonal
Remaja Di Panti Asuhan Kumuda Putra Putri Magelang Tahun 2005.
Skripsi. Jurusan Bimbingan dan Konseling. Fakultas Ilmu Pendidikan.
Universitas Negeri Semarang.

Penelitian ini berdasarkan atas fenomena yang terjadi di lapangan yang


menunjukkan bahwa hubungan interpersonal anak asuh di Panti Asuhan Kumuda
Putra Putri Magelang masih kurang baik. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui efektivitas layanan bimbingan kelompok dalam bidang bimbingan
sosial untuk meningkatkan hubungan interpersonal remaja di Panti Asuhan
Kumuda Putra Putri Magelang Tahun 2005.
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
eksperimen dan desain penelitiannya adalah Pre Experimental Design dengan
menggunakan jenis One Group Pre-test and Post-test. Populasi dalam penelitian
ini adalah remaja yang berumur 15-18 tahun yaitu remaja yang berada pada masa
remaja pertengahan. Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan
teknik simple random sampling. Metode pengumpulan data yang digunakan
adalah skala psikologi dengan instrumen skala hubungan interpersonal sebanyak
40 item. Instrumen tersebut telah diujicobakan untuk digunakan dalam penelitian.
Metode analisis data yang digunakan adalah dengan uji Wilcoxon. Dari
perhitungan diperoleh deskripsi hubungan interpersonal remaja sebelum mendapat
layanan bimbingan kelompok memiliki skor rata-rata 2,92. Sedangkan sesudah
mendapatkan layanan bimbingan kelompok, deskripsi hubungan interpersonal
remaja memiliki skor rata-rata 3,26. Untuk mengetahui efektivitas layanan
bimbingan kelompok dalam meningkatkan hubungan interpersonal remaja,
dilakukan uji Wilcoxon. Dari hasil perhitungan, diperoleh Z hitung sebesar 2,981 dan
nilai Z tabel pada taraf signifikansi 5% dan N=12 diperoleh Z tabel sebesar 1,96. Jadi
disini nilai Z hitung = 2,981 > Z tabel = 1,96. Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa layanan bimbingan kelompok dalam bidang bimbingan sosial efektiv untuk
meningkatkan hubungan interpersonal remaja di Panti Asuhan Kumuda Putra
Putri Magelang Tahun 2005.
Simpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah bahwa layanan
bimbingan kelompok dalam bidang bimbingan sosial efektiv untuk meningkatkan
hubungan interpersonal remaja di Panti Asuhan Kumuda Putra Putri Magelang
Tahun 2005. Dari hasil penelitian tersebut mengarahkan rekomendasi agar
pembimbing di Panti Asuhan hendaknya bisa memberikan berbagai informasi
yang dibutuhkan oleh remaja. Hal itu bisa dilakukan melalui layanan bimbingan
dan konseling dan salah satunya adalah dengan layanan bimbingan kelompok.

ii
HALAMAN PENGESAHAN

Telah dipertahankan di hadapan Sidang Panitia Ujian Skripsi Fakultas


Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Semarang pada :
Hari : Rabu
Tanggal : 8 Februari 2006

Panitian Ujian

Ketua Sekretaris

Drs. Siswanto, M.M Drs. Suharso, M.Pd


NIP. 130515769 NIP. 131754158

Pembimbing I Penguji I

Drs. Suharso, M.Pd Drs. Eko Nusantoro, M.Pd


NIP. 131754158 NIP. 132205934

Pembimbing II Penguji II

Drs. Soeparwoto Drs. Suharso, M.Pd


NIP. 130368009 NIP. 131754158

Penguji III

Drs. Soeparwoto
NIP. 130368009

iii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN

Motto :
1. “Bukankah Dia mendapatimu sebagai seorang yatim, lalu Dia melindungimu. Dan Dia
mendapatimu sebagai seorang yang bingung, lalu Dia memberikan petunjuk. Dan Dia
mendapatimu sebagai seorang yang kekurangan, lalu Dia memberikan kecukupan”.
(Q.S Adh-Dhuha : 6-8)
2. “Orang muslim adalah orang yang jika orang muslim lainnya tidak merasa terganggu oleh
lisan dan tangannya. Sedangkan orang mukmin adalah orang yang membuat orang lain
merasa aman terhadap darah dan hartanya”. (Al-Hadits)

Persembahan :
Skripsi ini aku persembahkan untuk :
1. Bapak dan Ibu tercinta yang selalu mengiringi
hidupku dengan doa dan kasih sayangnya.
2. Mbah Rayi, Mbah Koko, dan adikku Azis,
terimakasih atas dukungan dan doanya.
3. Sahabatku: Tutik, Retno, Rina, Galih, Lia,
Titik A.O, Ima, dan Zaki dengan semangat
yang kalian kirimkan setiap waktu.
4. Adik-adikku di Kos I’djo atas kebersamaannya
dalam setiap suka dan duka.
5. Teman-teman mahasiswa Bimbingan dan
Konseling Angkatan 2001.
6. Almamaterku.

iv
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan

rahmat dan karunia-Nya kepada kita, sehingga penulis dapat menyelesaikan

penyusunan skripsi yang berjudul “Efektivitas Layanan Bimbingan Kelompok

Dalam Bidang Bimbingan Sosial Untuk Meningkatkan Hubungan Interpersonal

Remaja Di Panti Asuhan Kumuda Putra Putri Magelang Tahun 2005” dengan

baik.

Penulisan skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai

pihak yang sangat berguna bagi penulis. Untuk itu dalam kesempatan ini, penulis

menyampaikan ucapan terimakasih yang setulus-tulusnya kepada :

1. Dr. A.T Soegito, S.H, M.M selaku Rektor Universitas Negeri Semarang, yang

telah memberikan ijin dan kesempatan untuk menyelesaikan pendidikan di

Universitas Negeri Semarang.

2. Drs. Siswanto, M.M selaku Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas

Negeri Semarang yang telah memberikan ijin penelitian dan memberikan

kelancaran dalam penyusunan skripsi ini.

3. Drs. Suharso, M.Pd selaku Ketua Jurusan Bimbingan dan Konseling, Fakultas

Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Semarang sekaligus Dosen Pembimbing

I yang telah mengarahkan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Drs. Soeparwoto selaku Dosen Pembimbing II yang telah mengarahkan

penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

v
5. Djoko Suranto, S.H selaku Kepala Panti Asuhan Kumuda Putra Putri

Magelang yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk melaksanakan

penelitian di lembaga yang beliau pimpin.

6. Drs. Supadi, selaku Pembimbing di Panti Asuhan Kumuda Putra Putri

Magelang yang telah membantu penulis dalam melaksanakan penelitian.

7. Staff Pegawai dan Karyawan Panti Asuhan Kumuda Putra Putri Magelang

yang telah membantu penulis dalam melaksanakan penelitian.

8. Anak-anak asuh di Panti Asuhan Kumuda Putra Putri Magelang atas bantuan

dan kerjasama yang telah diberikan.

9. Teman-teman Mahasiswa Jurusan Bimbingan dan Konseling Angkatan 2001

yang senantiasa memberikan dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan

skripsi ini.

10. Pihak-pihak lain yang telah membantu terselesainya skripsi ini yang tidak

dapat penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih jauh dari

sempurna. Untuk itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang

membangun dari pembaca sekalian demi sempurnanya skripsi ini.

Akhirnya penulis berharap, semoga skripsi ini bisa bermanfaat bagi semua

pihak.

Semarang, Januari 2006

Penulis

vi
DAFTAR ISI

Halaman
JUDUL ....................................................................................................... i
ABSTRAK .................................................................................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN..................................................................... iii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN .............................................................. iv
KATA PENGANTAR ................................................................................ v
DAFTAR ISI............................................................................................... vii
DAFTAR TABEL....................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR .................................................................................. x
DAFTAR BAGAN ..................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN............................................................................... xii

BAB I. PENDAHULUAN .......................................................................... 1


A. Latar Belakang Masalah............................................................ 1
B. Permasalahan ............................................................................ 5
C. Penegasan Judul ........................................................................ 5
D. Tujuan Penelitian ...................................................................... 6
E. Manfaat Penelitian .................................................................... 7
F. Garis Besar Sistematika Skripsi ................................................ 8

BAB II. LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS ..................................... 10


A. Hubungan Interpersonal ............................................................ 10
1. Pengertian Hubungan Interpersonal.................................... 11
2. Tahap-tahap Hubungan Interpersonal ................................. 14
3. Teori Hubungan Interpersonal ............................................ 16
4. Faktor-faktor yang menumbuhkan Hubungan Interpersonal
dalam Komunikasi Interpersonal ........................................ 19
5. Komunikasi Yang Efektif ................................................... 26
B. Bimbingan Kelompok ............................................................... 27
1. Pengertian Bimbingan Kelompok ....................................... 27
2. Jenis-jenis Bimbingan Kelompok ....................................... 29
3. Tujuan Layanan Bimbingan Kelompok .............................. 29
4. Tahap-tahap Layanan Bimbingan Kelompok ..................... 32
5. Teknik-teknik Bimbingan Kelompok ................................. 35
6. Materi Layanan Bimbingan Kelompok............................... 43
7. Bidang Bimbingan dan Konseling ...................................... 45
8. Efektivitas Layanan Bimbingan Kelompok ........................ 46
C. Remaja di Panti Asuhan............................................................ 47
D. Efektivitas Layanan Bimbingan Kelompok Dalam Bidang
Bimbingan Sosial Untuk Meningkatkan
Hubungan Interpersonal ........................................................... 50
E. Hipotesis Penelitian................................................................... 53

vii
BAB III. METODE PENELITIAN ............................................................ 54
A. Jenis Penelitian.......................................................................... 54
B. Populasi, Sampel dan Teknik Sampling ................................... 55
1. Populasi ............................................................................... 55
2. Sampel................................................................................. 56
3. Teknik Sampling ................................................................. 57
C. Variabel Penelitian .................................................................... 57
1. Jenis Variabel ...................................................................... 57
2. Definisi Operasional .......................................................... 58
D. Desain Penelitian....................................................................... 59
E. Metode Pengumpulan Data ....................................................... 63
1. Metode Pengumpulan Data ................................................. 63
2. Alat Pengumpul Data .......................................................... 63
F. Uji Instrumen Penelitian ........................................................... 66
1. Validitas Instrumen ............................................................. 66
2. Reliabilitas Instrumen ......................................................... 67
G. Metode Analisis Data................................................................ 68

BAB. IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ........................... 71


A. Hasil Penelitian ......................................................................... 71
B. Pembahasan Penelitian.............................................................. 80

BAB V. PENUTUP..................................................................................... 85
A. Simpulan .................................................................................. 85
B. Saran.......................................................................................... 85

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 87

LAMPIRAN

viii
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman
1. Jadwal Kegiatan Layanan Bimbingan Kelompok .................................. 62
2. Kriteria Penentuan Tingkatan Hubungan Interpersonal.......................... 70
3. Kriteria Penentuan Tingkatan Hubungan Interpersonal.......................... 71
4. Distribusi Frekuensi Nilai Hubungan Interpersonal Remaja 12 Sampel
Sebelum Mendapat Layanan Bimbingan Kelompok .............................. 72
5. Distribusi Frekuensi Nilai Sub Variabel Percaya 12 Sampel
Sebelum Mendapat Layanan Bimbingan Kelompok .............................. 73
6. Distribusi Frekuensi Nilai Sub Variabel Sikap Supportif 12 Sampel
Sebelum Mendapat Layanan Bimbingan Kelompok .............................. 74
7. Distribusi Frekuensi Nilai Sub Variabel Sikap Terbuka 12 Sampel
Sebelum Mendapat Layanan Bimbingan Kelompok .............................. 74
8. Distribusi Frekuensi Nilai Hubungan Interpersonal Remaja 12 Sampel
Sesudah Mendapat Layanan Bimbingan Kelompok ............................... 75
9. Distribusi Frekuensi Nilai Sub Variabel Percaya 12 Sampel
Sebelum Mendapat Layanan Bimbingan Kelompok .............................. 76
10. Distribusi Frekuensi Nilai Sub Variabel Sikap Supportif 12 Sampel
Sebelum Mendapat Layanan Bimbingan Kelompok .............................. 77
11. Distribusi Frekuensi Nilai Sub Variabel Sikap Terbuka 12 Sampel
Sebelum Mendapat Layanan Bimbingan Kelompok .............................. 77
12. Distribusi Frekuensi Hubungan Interpersonal Remaja Sebelum
Dan Sesudah Mendapatkan Layanan Bimbingan Kelompok.................. 78
13. Rekapitulasi Hasil Analisis Deskriptif Pre test dan Post test
Per-Sub Variabel Hubungan Interpersonal Remaja ................................ 79
14. Uji Wilcoxon......................................................................................... 79

ix
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Hubungan Antar Variabel ....................................................................... 58

2. Design One Group Pre test-Post test....................................................... 60

x
DAFTAR BAGAN

Bagan Halaman

1. Prosedur Penyusunan Instrumen ............................................................. 64

xi
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Kisi-kisi dan Instrumen Try Out Penelitian ............................................ 89

2. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Skala Hubungan Interpersonal ....... 96

3. Kisi-kisi dan Instrumen Penelitian .......................................................... 102

4. Daftar Nama Anggota Kelompok Layanan

Bimbingan Kelompok (Sampel Penelitian) ............................................ 108

5. Hasil Analisis Instrumen Penelitian ........................................................ 109

6. Satuan Layanan, Laporan Pelaksanaan Evaluasi dan Tindak Lanjut

serta Materi Layanan Bimbingan Kelompok .......................................... 117

7. Daftar Presensi Layanan Bimbingan Kelompok..................................... 165

8. Surat Ijin Penelitian................................................................................. 175

9. Surat Keterangan Penelitian.................................................................... 178

xii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Secara hakiki, manusia merupakan makhluk sosial yang selalu

membutuhkan orang lain untuk bisa mempertahankan hidupnya. Proses

kehidupan manusia yang dimulai sejak lahir hingga dewasa mengalami masa

pertumbuhan dan perkembangan. Salah satu fase perkembangan manusia

antara lain adalah masa remaja. Masa remaja merupakan masa yang penuh

gejolak dan masa dimana mereka ingin tahu tentang segala sesuatu yang

mereka belum tahu, termasuk didalamnya adalah tentang bagaimana mereka

melakukan hubungan interpersonal yang baik agar mereka bisa diterima oleh

lingkungan mereka.

Kemampuan individu untuk melakukan hubungan interpersonal

ditentukan oleh kemampuan individu untuk bisa mengkomunikasikan secara

jelas apa yang ingin disampaikannya, menciptakan kesan yang diinginkan,

atau mempengaruhi orang lain sesuai kehendaknya.

Hubungan interpersonal adalah bagaimana individu berinteraksi dan

berkomunikasi antara dua orang atau lebih dan dalam kegiatan itu terjadi

suatu proses psikologis yang bisa merubah sikap, pendapat, atau perilaku

orang yang sedang melakukan interaksi tersebut. Hubungan interpersonal bisa

terjadi secara kebetulan di antara peserta yang identitasnya kurang jelas.

Sedangkan pengaruh atau akibat dari hubungan interpersonal tersebut bisa

disengaja dan tidak disengaja.

1
2

Kemampuan melakukan hubungan interpersonal dengan baik

merupakan salah satu hal penting untuk dimiliki seseorang. Hubungan

interpersonal yang baik akan membantu dan mendukung individu dalam

melakukan hubungan dengan orang lain dalam kaitannya untuk membina

kerjasama serta membina persahabatan. Hubungan interpersonal sangat besar

pengaruhnya bagi kehidupan sosial remaja. Remaja yang mempunyai

hubungan interpersonal yang kurang baik, akan mengalami kesulitan dalam

menyesuaikan diri dengan lingkungan tempat mereka tinggal, baik itu di

rumah, sekolah maupun di masyarakat. Mereka bisa mempunyai rasa tidak

percaya diri dalam berkomunikasi dengan orang lain dan sulit membina

hubungan dengan orang lain.

Hubungan interpersonal yang baik bisa tercipta apabila ada komunikasi

yang baik. Untuk menumbuhkan hubungan interpersonal yang baik, kita perlu

bersikap terbuka dan menggantikan sikap dogmatis. Kita perlu juga memiliki

sikap percaya, sikap mendukung, dan terbuka yang mendorong timbulnya

sikap saling memahami, menghargai dan saling mengembangkan kualitas.

Anak-anak asuh yang tinggal di panti asuhan ini adalah anak-anak yang

sudah tidak mempunyai orang tua, baik ayah, ibu ataupun keduanya. Serta

anak-anak yang berlatar belakang ekonomi lemah. Anak-anak asuh tersebut

semuanya berjumlah 140 anak yang masih duduk di bangku sekolah. Yang

masih duduk di bangku Sekolah Dasar sebanyak 25 anak, Sekolah Menengah

Pertama sebanyak 67 anak, Sekolah Menengah Atas sebanyak 47 anak dan 1

orang di Perguruan Tinggi.


3

Fenomena yang terjadi di lapangan menunjukkan bahwa hubungan

interpersonal anak asuh di panti asuhan ini masih kurang baik. Hal ini terlihat

dari hubungan antara anak-anak panti asuhan yang kurang akrab antara yang

satu dengan yang lain. Mereka kurang bersikap terbuka dan jarang

menceritakan masalah yang mereka hadapi dengan pihak panti. Mereka

cenderung lebih bersifat individu, memikirkan diri sendiri dan kurang

mempunyai rasa empati terhadap apa yang dialami oleh teman-teman mereka.

Dalam hubungan pertemanan, kebanyakan dari mereka hanya memiliki

beberapa teman dekat saja dan kurang bisa melakukan hubungan yang baik

dengan anak-anak yang lain. Akibatnya banyak dari remaja yang ada di panti

tersebut sering mengalami rasa minder dan rasa tidak percaya diri dengan latar

belakang kehidupan mereka, sehingga hal tersebut mempengaruhi pergaulan

mereka di sekolah. Apabila keadaan demikian tidak mendapatkan perhatian

secara khusus dan mendapatkan penanganan segera dari pendidik, terutama

dari pembimbing, maka akan menghambat perkembangan mereka, dan

dikhawatirkan akan mengganggu mereka dalam melakukan hubungan dengan

orang lain.

Untuk membantu meningkatkan hubungan interpersonal remaja, dapat

dilakukan melalui layanan bimbingan dan konseling. Layanan bimbingan

konseling yang bisa diberikan untuk remaja di panti asuhan tersebut meliputi

layanan informasi, orientasi, penempatan dan penyaluran, pembelajaran,

bimbingan kelompok, konseling kelompok, dan konseling individu. Dalam

memberikan layanan ada yang bersifat pribadi/individu dan ada juga yang

bersifat kelompok.
4

Layanan bimbingan kelompok dipandang tepat dalam membantu siswa

untuk memahami hubungan interpersonal. Layanan bimbingan kelompok

sebagai media dalam upaya membimbing individu yang memerlukan dengan

memanfaatkan dinamika kelompok untuk mencapai tujuan bersama. Dengan

layanan bimbingan kelompok siswa dapat saling berinteraksi antar anggota

kelompok dengan berbagai pengalaman, pengetahuan, gagasan atau ide-ide

dan diharapkan dapat memberikan pemahaman siswa mengenai hubungan

interpersonal. Selain untuk membantu memecahkan permasalahan secara

bersama, dalam kegiatan bimbingan kelompok ini mereka juga bisa berlatih

cara meningkatkan hubungan interpersonal mereka di hadapan teman-teman

mereka. Mereka juga dapat melatih mengungkapkan maksud dan keinginan

mereka, serta memodifikasi tingkah laku mereka sampai orang lain

mempersepsikannya sebagaimana yang mereka maksud.

Melalui kegiatan layanan bimbingan kelompok, akan terjadi interaksi

antar anggota kelompok dan akan timbul rasa saling percaya untuk

mengungkapkan masalah. Dari hasil pembahasan dalam kelompok itu maka

anggota kelompok (siswa) dapat belajar dari pengalaman baru yang berupa

penilaian ingatan dan pemahaman yang dialami. Saat kegiatan layanan

bimbingan kelompok ini dilaksanakan, akan terjadi suatu hubungan

komunikasi antara pemimpin kelompok dan antara anggota kelompok

sehingga akan tercipta suatu pemahaman malalui diskusi dan tanya jawab

antara anggota kelompok mengenai topik yang sedang dibahas. Masalah yang

dibahas dalam layanan bimbingan kelompok ini tidak bersifat pribadi,

meskipun demikian, asas kerahasiaan tetap dijaga dalam layanan ini.


5

Berdasarkan latar belakang dan fenomena yang ada, maka peneliti ingin

mengadakan eksperimen tentang “Efektivitas Layanan Bimbingan Kelompok

Dalam Bidang Bimbingan Sosial Untuk Meningkatkan Hubungan

Interpersonal Remaja Di Panti Asuhan Kumuda Putra Putri Magelang Tahun

2005”.

B. Permasalahan

Bertolak dari latar belakang tersebut di atas, permasalahan penelitian ini

adalah sebagai berikut : “Apakah layanan bimbingan kelompok dalam bidang

bimbingan sosial efektiv untuk meningkatkan hubungan interpersonal remaja

di Panti Asuhan Kumuda Putra Putri Magelang Tahun 2005 ?”.

C. Penegasan Judul

1. Efektivitas

Efektivitas dapat dipahami sebagai taraf tercapainya suatu tujuan

yang telah ditetapkan sebelumnya, baik secara individual/kelompok. Atau

dapat saja disebut sebagai suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh

tindakan atau usaha mendatangkan hasil/keberhasilan dan dapat mencapai

tujuan. Untuk menentukan efektivitas suatu tindakan perlu diadakan

evaluasi.

2. Hubungan Interpersonal

Hubungan interpersonal adalah bagaimana kita berinteraksi dan

berkomunikasi dengan orang lain, melalui hubungan tatap muka yang

dilakukan oleh dua orang atau lebih dan dalam kegiatan itu terjadi suatu

proses psikologis yang bisa merubah sikap, pendapat atau perilaku orang

yang sedang melakukan interaksi tersebut.


6

3. Bimbingan Kelompok

Layanan bimbingan kelompok merupakan layanan yang diberikan

kepada beberapa individu dengan prosedur kelompok untuk memberikan

informasi yang bersifat personal, vokasional, dan sosial bagi keperluan

anggota kelompok dan dalam kegiatan bimbingan kelompok itu tercipta

suatu dinamika kelompok yang akan mendukung berkembangnya

kehidupan kelompok untuk mencapai tujuan bersama.

4. Bidang Bimbingan Sosial

Pelayanan bidang bimbingan sosial bertujuan membantu siswa

memahami diri dalam kaitannya dengan lingkungan dan etika pergaulan

sosial yang dilandasi oleh budi pekerti yang luhur dan bisa bertanggung

jawab atas apa yang dilakukannya dalam lingkungan sosial.

5. Remaja

Masa remaja dianggap telah mulai ketika individu berumur dua

belas tahun dan berakhir pada saat remaja berusia dua puluh satu tahun.

Masa ini diikuti dengan adanya kematangan remaja yang meliputi

kematangan intelektual, emosional, sosial, dan fisik.

D. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah : “Untuk

mengetahui efektivitas layanan bimbingan kelompok dalam bidang bimbingan

sosial untuk meningkatkan hubungan interpersonal remaja di Panti Asuhan

Kumuda Putra Putri Magelang Tahun 2005”.


7

E. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi

pengembangan teori tentang pelaksanaan layanan bimbingan kelompok

dalam meningkatkan hubungan interpersonal remaja, sehingga dapat

dijadikan sumber informasi pendidikan dalam penerapan layanan

bimbingan dan konseling baik itu dalam setting sekolah maupun

nonpersekolahan (panti asuhan).

2. Manfaat Praktis

a. Bagi panti asuhan, dapat menjadi masukan pada panti asuhan tentang

efektifitas layanan bimbingan kelompok dalam meningkatkan

hubungan interpersonal anak asuhnya, dalam hal ini yang berusia

remaja dan dapat memberikan pengertian serta pemahaman bahwa

layanan bimbingan dan konseling dapat diterapkan dalam setting

nonpersekolahan (panti asuhan).

b. Bagi pembimbing, dapat menjadi masukan bahwa melalui layanan

bimbingan kelompok, pembimbing bisa memberikan informasi yang

dibutuhkan oleh remaja misalnya saja informasi tentang bagaimana

meningkatkan hubungan interpersonal.

c. Bagi siswa, untuk mengenalkan layanan bimbingan kelompok bagi

siswa bahwa dengan kegiatan tersebut dapat membantu siswa untuk

menunjang aktivitas dalam kehidupannya.


8

F. Garis Besar Sistematika Skripsi

Sistematika penulisan skripsi merupakan gambaran mengenai garis

besar keseluruhan isi skripsi ini agar dapat memahami maksud karya

penulisan ini serta merupakan susunan permasalahan-permasalahan yang akan

dikaji dengan langkah-langkah pembahasan yang tersusun dalam bab-bab.

Sistematika skripsi adalah sebagai berikut.

Bagian awal skripsi, bagian ini berisi : halaman judul, abstrak, halaman

pengesahan, motto dan persembahan, kata pengantar, daftar isi, daftar tabel,

daftar gambar, daftar bagan dan daftar lampiran.

Bab I Pendahuluan, bagian ini berisi : Latar Belakang Masalah,

Permasalahan, Penegasan Judul, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, dan

Garis Besar Sistematika Skripsi.

Bab II Landasan Teori dan Hipotesis, yang dijadikan dasar untuk

melangkah secara logis dan ilmiah dalam rangka mencari jawaban dari

permasalahan yang sedang diteliti. Bagian ini berisi : Hubungan Interpersonal,

Bimbingan Kelompok, Remaja di Panti Asuhan, Efektivitas Layanan

Bimbingan Kelompok Dalam Bidang Bimbingan Sosial Untuk Meningkatkan

Hubungan Interpersonal, dan Hipotesis Penelitian.

Bab III Metodologi Penelitian, bagian ini berisi : Jenis Penelitian,

Populasi, sampel dan teknik sampling, Variabel Penelitian, Desain Penelitian,

Metode Pengumpulan Data, Uji Instrumen Penelitian, dan Metode Analisis

Data.
9

Bab IV, bagian ini berisi tentang Hasil Penelitian dan Pembahasan.

Bab V Penutup, bagian ini berisi tentang Simpulan hasil penelitian yang

dilakukan dan Saran-saran yang diberikan penulis berdasarkan hasil penelitian

yang mungkin dapat memberi arti kepada pihak yang terkait.

Bagian akhir skripsi, bagian ini berisi daftar pustaka dan lampiran.
BAB II

LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS

Pada bab ini akan diuraikan tentang beberapa hal penting yang berkaitan

dengan penelitian yang akan dilaksanakan, yaitu mengenai Hubungan

Interpersonal, Bimbingan Kelompok, Remaja di Panti Asuhan, Efektivitas

Layanan Bimbingan Kelompok Dalam Bidang Bimbingan Sosial Untuk

Meningkatkan Hubungan Interpersonal, dan Hipotesis Penelitian.

A. Hubungan Interpersonal

Manusia merupakan makhluk sosial, karena itu kehidupan manusia

selalu ditandai dengan pergaulan antar manusia. Pergaulan itu dapat dilakukan

dalam lingkungan keluarga, masyarakat, sekolah, organisasi sosial dan lain-

lain. Pergaulan manusia merupakan salah satu bentuk komunikasi dalam

masyarakat yang nantinya akan menjadi dasar dalam melakukan hubungan

atau interaksi antar individu, karena komunikasi sangat erat kaitannya dengan

hubungan interpersonal.

Dalam bagian ini perlu diketahui tentang pengertian hubungan

interpersonal, tahap-tahap hubungan interpersonal, faktor-faktor yang

menumbuhkan hubungan interpersonal dalam komunikasi interpersonal,

teori-teori hubungan interpersonal dan ciri-ciri hubungan interpersonal yang

baik.

10
11

1. Pengertian Hubungan Interpersonal.

Untuk mendapatkan pengertian hubungan interpersonal, penulis

mengambil beberapa pengertian dari komunikasi interpersonal, karena

pada hakekatnya kedua istilah itu hampir sama, keduanya sama-sama

dilakukan oleh dua orang atau lebih dan hubungan interpersonal juga

melibatkan adanya komunikasi interpersonal. Komunikasi interpersonal

yang baik, akan menghasilkan hubungan interpersonal yang efektif. Dalam

hubungan interpersonal, terjadi suatu proses pengalihan informasi dari

individu satu ke individu yang lain sama dengan komunikasi interpersonal.

Menurut Miller (Rakhmat, 2005:120) ‘memahami proses

komunikasi interpersonal menuntut pemahaman hubungan simbiotis antara

komunikasi dengan perkembangan relasional : Komunikasi mempengaruhi

perkembangan relasional, dan pada gilirannya (secara serentak),

perkembangan relasional mempengaruhi sifat komunikasi antara pihak-

pihak yang terlibat dalam hubungan tersebut’.

Komunikasi sangat berpengaruh besar dalam melakukan suatu

hubungan interpersonal, begitu pula sebaliknya. Karena apabila seseorang

sudah bisa melakukan suatu komunikasi dengan baik dan efektif, maka

orang tersebut akan semakin mudah dalam melakukan suatu hubungan

interpersonal. Begitu pula sebaliknya, apabila suatu hubungan

interpersonal sudah terjalin dengan baik, maka hal itu akan mempengaruhi

sifat komunikasi yang dilakukan antara pihak yang terlibat dalam

hubungan tersebut. Komunikasi merupakan suatu proses yang sangat

berpengaruh besar bagi manusia dalam melakukan hubungan interpersonal

dengan orang lain. Dengan hubungan interpersonal yang baik, maka


12

seseorang akan semakin bisa bersifat terbuka terhadap orang lain dan

persepsinya akan bisa semakin cermat baik itu mengenai orang lain

maupun mengenai dirinya sendiri.

Menurut Mulyana (Rochmaningsih, 2004:24) bahwa ‘komunikasi

interpersonal (interpersonal comunication) adalah pertemuan antara orang-

orang secara tatap muka yang memungkinkan setiap pesertanya

menangkap reaksi orang lain secara verbal maupun non verbal’.

Komunikasi yang efektif akan menciptakan hubungan interpersonal yang

baik. Karena dalam hubungan interpersonal dilakukan dari mulut ke mulut

yang terjadi dalam interaksi tatap muka antara beberapa pribadi, sehingga

orang yang melakukan interaksi tersebut akan bisa mengetahui reaksi

orang lain baik yang bersifat verbal maupun non verbal.

Sedangkan menurut Effendy (Liliweri, 1997:12) bahwa hakikatnya

‘komunikasi antarpribadi adalah komunikasi antara seorang komunikator

dengan seorang komunikan. Jenis komunikasi tersebut dianggap paling

efektif untuk mengubah sikap, pendapat, atau perilaku manusia berhubung

prosesnya yang dialogis’. Hubungan interpersonal dilakukan secara tatap

muka, maka akan lebih efektif untuk merubah sikap, pendapat atau

perilaku seseorang karena dalam proses hubungan interpersonal itu

dilakukan secara tatap muka dan terjadi secara langsung antara individu

yang berinteraksi. Selain itu, dalam hubungan interpersonal terjadi suatu

proses psikologis, yang akan memungkinkan seseorang bisa berubah

karena adanya proses yang dialogis antara individu.

Sementara itu menurut Dean C. Barnlund (Liliweri, 1997:12)

‘bahwa komunikasi antarpribadi selalu dihubungkan dengan pertemuan


13

antara dua, tiga atau mungkin empat orang yang terjadi secara spontan dan

tidak berstruktur’. Hubungan interpersonal tidak bisa hanya dilakukan oleh

satu orang, karena itu hubungan interpersonal dilakukan oleh dua orang

atau lebih yang saling berinteraksi dengan hubungan yang bebas dan

bervariasi serta ada keterpengaruhan. Hubungan interpersonal terjadi

secara spontan artinya terjadi sambil lalu dengan media utama adalah tatap

muka. Selain itu juga terjadi secara tidak berstruktur yaitu tidak

mempunyai struktur yang teratur atau diatur sehingga tidak mempunyai

tujuan yang ditetapkan terlebih dahulu. Hubungan interpersonal bisa

terjadi secara kebetulan di antara peserta yang identitasnya kurang jelas

sehingga akibatnya dampaknya bisa disengaja dan tidak disengaja.

Menurut Supratiknya (1995:24) “keefektifan kita dalam hubungan

antarpribadi ditentukan oleh kemampuan kita untuk mengkomunikasikan

secara jelas apa yang ingin kita sampaikan, menciptakan kesan yang kita

inginkan, atau mempengaruhi orang lain sesuai kehendak kita”.

Dari beberapa pengertian komunikasi antarpribadi dan hubungan

interpersonal di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa hubungan

interpersonal adalah bagaimana kita berinteraksi dan berkomunikasi

dengan orang lain, melalui hubungan tatap muka yang dilakukan oleh dua

orang atau lebih. Hubungan itu dilakukan secara spontan dan tidak

berstruktur, dalam kegiatan itu terjadi suatu proses psikologis yang bisa

merubah sikap, pendapat atau perilaku orang yang sedang melakukan

interaksi tersebut.
14

2. Tahap-tahap Hubungan Interpersonal

Menurut Rakhmat (2005:125-129) hubungan interpersonal

berlangsung melewati tiga tahap, yaitu pembentukan hubungan,

peneguhan hubungan, dan pemutusan hubungan.

a. Pembentukan Hubungan Interpersonal

Tahap ini sering disebut sebagai tahap perkenalan. Fase pertama

dalam tahap ini adalah “fase kontak yang permulaan” (initial contact

phase) ditandai oleh usaha kedua belah pihak untuk menangkap

informasi dari reaksi kawannya. Apabila di antara keduanya terdapat

kesamaan, kemudian dilakukan proses mengungkapkan diri. Pada

tahap ini, informasi yang dicari dan disampaikan umumnya berkisar

mengenai data demografis, usia, pekerjaan, tempat tinggal, keadaan

keluarga, dan sebagainya.

b. Peneguhan Hubungan Interpersonal

Hubungan interpersonal tidak bersifat statis tetapi selalu

berubah. Untuk memelihara dan memperteguh hubungan interpersonal,

perubahan memerlukan tindakan-tindakan tertentu untuk

mengembalikan keseimbangan. Ada empat faktor yang amat penting

dalam memelihara keseimbangan ini, faktor tersebut adalah :

keakraban, kontrol, respons yang tepat dan nada emosional yang tepat.
15

1). Keakraban

Keakraban merupakan pemenuhan kebutuhan akan kasih

sayang. Hubungan interpersonal akan terpelihara apabila kedua

belah pihak sepakat tentang tingkat keakraban yang diperlukan.

2). Kontrol

Faktor yang kedua adalah kesepakatan tentang siapa yang

akan mengontrol siapa dan bilamana. Jika dua orang mempunyai

pendapat yang berbeda sebelum mengambil kesimpulan, siapakah

yang harus berbicara lebih banyak, siapa yang menentukan,

siapakah yang dominan. Konflik terjadi umumnya bila masing-

masing ingin berkuasa, atau tidak ada pihak yang mau mengalah.

3). Respons yang Tepat

Faktor yang ketiga adalah ketepatan respons. Artinya respons

A harus diikuti oleh respons B yang sesuai. Respons ini bukan

hanya berkenaan dengan pesan-pesan verbal tetapi juga pesan-

pesan nonverbal. Jika pembicaraan serius dijawab dengan main-

main, bisa mengakibatkan hubungan interpersonal mengalami

keretakan. Ini berarti respons yang diberikan tidak tepat.

4). Nada Emosional yang Tepat

Keserasian suasana emosional yang terjadi ketika

berlangsungnya komunikasi merupakan faktor yang memelihara

hubungan interpersonal. Tetapi, bisa saja terjadi dua orang

berinteraksi dengan suasana emosional yang berbeda, tetapi


16

interaksi itu tidak akan stabil. Besar kemungkinan salah satu pihak

mengakhiri interaksi atau mengubah suasana emosi.

c. Pemutusan Hubungan Interpersonal

Menurut analisis R.D Nye (Rakmat, 2005:129) pemutusan

hubungan interpersonal bisa saja terjadi karena terjadi adanya konflik.

Nye menyebutkan lima sumber konflik :

1). Kompetisi, salah satu pihak berusaha memperoleh sesuatu dengan

mengorbankan orang lain : misalnya menunjukkan kelebihan

dalam bidang tertentu dengan merendahkan orang lain.

2). Dominasi, salah satu pihak berusaha mengendalikan pihak lain

sehingga orang itu merasakan hak-haknya dilanggar.

3). Kegagalan, masing-masing berusaha menyalahkan yang lain

apabila tujuan bersama tidak tercapai.

4). Provokasi, salah satu pihak terus-menerus berbuat sesuatu yang ia

ketahui menyinggung perasaan yang lain.

5). Perbedaan nilai, kedua pihak tidak sepakat tentang nilai-nilai yang

mereka anut.

3. Teori Hubungan Interpersonal.

Ada sejumlah model untuk menganalisa hubungan interpersonal

dengan mengikuti ikhtisar dari Coleman dan Hammen (Rakhmat, 2005:

120-124) yaitu : model pertukaran sosial, model peranan, model

permainan, dan model interaksional.


17

a. Model Pertukaran Sosial

Model ini memandang hubungan interpersonal sebagai suatu

transaksi dagang. Orang berhubungan dengan orang lain karena

mengharapkan sesuatu yang memenuhi kebutuhannya. Setiap individu

secara sukarela memasuki dan tinggal dalam hubungan sosial hanya

selama hubungan tersebut cukup memuaskan ditinjau dari segi

ganjaran dan biaya. Ganjaran, biaya, laba, dan tingkat perbandingan

merupakan empat konsep pokok dalam teori ini.

Model ini berpendapat bahwa orang melakukan suatu hubungan

interpersonal karena dia membutuhkan orang lain untuk memenuhi

kebutuhannya, karena pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial

sehingga tidak mungkin dia akan berdiri sendiri tanpa adanya

hubungan dengan orang lain. Seseorang akan secara sukarela

melakukan hubungan sosial, apabila hubungan tersebut cukup

memuaskan dan memberikan manfaat pada dirinya,

b. Model Peranan

Model peranan memandang hubungan interpersonal sebagai

panggung sandiwara, disini setiap orang harus memainkan peranannya

sesuai dengan naskah yang telah dibuat oleh masyarakat. Hubungan

interpersonal berkembang baik bila setiap individu bertindak sesuai

dengan ekspedisi peranan (role expectation) dan tuntutan peranan (role

demands), memiliki keterampilan peranan (role skills) dan terhindar

dari konflik peranan dan kerancuan peranan.


18

Maksud dari model peranan ini adalah, setiap orang harus

melakukan peran dan tugasnya sesuai dengan aturan atau norma yang

dibuat dan ditetapkan oleh masyarakat dimana dia berada. Hubungan

interpersonal akan berkembang dengan baik apabila seseorang bisa

mematuhi apa yang sudah ditetapkan oleh masyarakat dan bertindak

sesuai dengan tuntutan yang ada dalam masyarakat. Selain itu

seseorang akan bisa melakukan suatu hubungan interpersonal yang

baik apabila dia memiliki suatu keterampilan untuk melakukan

hubungan dengan orang lain dan dia juga harus menghindari konflik

dalam masyarakat.

c. Model Permainan

Dalam model ini, orang-orang berhubungan dalam bermacam-

macam permainan. Mendasari permainan ini adalah tiga bagian

kepribadian manusia. Pertama, orang tua adalah aspek kepribadian

yang merupakan asumsi dan perilaku yang kita terima dari orang tua

kita atau orang yang kita anggap orang tua kita. Kedua, orang dewasa

adalah bagian kepribadian yang mengolah informasi secara rasional,

sesuai dengan situasi, dan biasanya berkenaan dengan masalah-

masalah penting yang memerlukan pengambilan keputusan secara

sadar. Ketiga, anak adalah unsur kepribadian yang diambil dari

perasaan dan pengalaman kanak-kanak dan mengandung potensi

intuisi, spontanitas, kreativitas, dan kesenangan.


19

d. Model Interaksional

Model ini memandang hubungan interpersonal sebagai suatu

sistem. Setiap sistem memiliki sifat-sifat struktural, integratif, dan

medan. Semua sistem terdiri dari subsistem-subsistem yang saling

tergantung dan bertindak bersama sebagai satu kesatuan.

Hubungan interpersonal dapat dipandang sebagai sistem dengan

sifat-sifatnya, untuk menganalisanya kita harus melihat pada

karakteristik individu-individu yang terlibat, sifat-sifat kelompok, dan

sifat-sifat lingkungan. Dengan singkat, model interaksional mencoba

menggabungkan model pertukaran, peranan dan permainan.

4. Faktor-faktor yang Menumbuhkan Hubungan Interpersonal dalam

Komunikasi Interpersonal

Untuk menumbuhkan dan meningkatkan hubungan interpersonal,

kita perlu meningkatkan kualitas komunikasi. Beberapa faktor yang

mempengaruhi hubungan interpersonal adalah :

a. Percaya/trust. Bila seseorang punya perasaan bahwa dirinya tidak


akan dirugikan, tidak akan dikhianati, maka orang itu pasti akan
lebih mudah membuka dirinya. Percaya pada orang lain akan
tumbuh bila ada faktor-faktor sebagai berikut :
1). Karakteristik dan maksud orang lain, artinya orang tersebut
memiliki kemampuan, ketrampilan, pengalaman dalam bidang
tertentu. Orang itu memiliki sifat-sifat bisa diduga, diandalkan,
jujur dan konsisten.
2). Hubungan kekuasaan, artinya apabila seseorang mempunyai
kekuasaan terhadap orang lain, maka orang itu patuh dan tunduk.
3). Kualitas komunikasi dan sifatnya menggambarkan adanya
keterbukaan.
b. Perilaku suportif akan meningkatkan komunikasi, beberapa ciri
perilaku suportif yaitu :
20

1). Deskripsi : penyampaian pesan, perasaan dan persepsi tanpa


menilai atau mengecam kelemahan dan kekurangannya.
2). Orientasi masalah : mengkomunikasikan keinginan untuk kerja
sama, mencari pemecahan masalah. Mengajak orang lain
bersama-sama menetapkan tujuan dan menentukan cara mencapai
tujuan.
3). Spontanitas : sikap jujur dan dianggap tidak menyelimuti motif
yang terpendam.
4). Empati : menganggap orang lain sebagai persona.
5). Persamaan : tidak mempertegas perbedaan, komunikasi tidak
melihat perbedaan walaupun status berbeda, penghargaan dan
rasa hormat terhadap perbedaan-perbedaan pandangan dan
keyakinan.
6). Profesionalisme : kesediaan untuk meninjau kembali pendapat
sendiri.
c. Sikap terbuka, kemampuan manilai secara objektif, kamampuan
membedakan dengan mudah, kemampuan melihat nuansa, orientasi
ke isi, pencarian informasi dari berbagai sumber, kesediaan
mengubah keyakinannya, profesional dan lain sebagainya.
(www.sabda.org/www.google.com)

Orang-orang yang bisa dipercaya dalam melakukan hubungan

interpersonal dengan orang lain adalah orang yang mempunyai

kemampuan dan pengalaman serta bisa diandalkan oleh orang lain. Agar

komunikasi interpersonal yang dilakukan bisa menghasilkan hubungan

interpersonal yang efektif dan kerjasama bisa ditingkatkan, kita perlu

bersikap terbuka dan menggantikan sikap tertutup. Kita perlu memiliki

sikap percaya, sikap mendukung, dan terbuka yang mendorong timbulnya

sikap saling memahami, menghargai dan saling mengembangkan kualitas.

Hubungan interpersonal perlu ditumbuhkan dan ditingkatkan dengan

memperbaiki hubungan dan kerjasama antara berbagai pihak.

Dalam melakukan hubungan interpersonal, tidak akan terlepas dari

karakteristik pribadi orang yang melakukan hubungan interpersonal.

Menurut Sears (1988:218) ”individu mempunyai variasi dalam hal-hal


21

yang paling mereka hargai dari diri orang lain. Juga terdapat perbedaan

kultural yang besar dalam kualitas pribadi yang diinginkan secara sosial”.

Karakteristik pribadi orang yang melakukan hubungan interpersonal

akan sangat mempengaruhi keberhasilan mereka dalam melakukan

hubungan interpersonal dengan orang lain.

Norman Anderson (Sears, 1988:219) menyebutkan beberapa

karakteristik kepribadian yang menyenangkan, diantaranya : (a) tulus, (b)

jujur, (c) pengertian, (d) setia, (e) terus terang, (f) terbuka, (g) cerdas, (h)

dapat dipercaya, (i) bijaksana, (j) berbudi, (k) dapat diandalkan. (l) hangat,

(m) baik hati, (n) ramah, (o) gembira, (p) tidak mementingkan diri sendiri,

(q) lucu, (r) bertanggungjawab, (s) periang, (t) meyakinkan.

Agar seseorang bisa menciptakan hubungan interpersonal dengan

baik saat dia berhubungan dengan orang lain, maka individu tersebut harus

memiliki tiga hal yaitu percaya, sikap suportif dan sikap terbuka.

a. Percaya (trust)

Diantara berbagai faktor yang mempengaruhi hubungan

interpersonal, percaya merupakan faktor yang paling penting. Untuk

menumbuhkan atau membangun sebuah hubungan, antara orang yang

melakukan hubungan tersebut harus saling mempercayai. Hal ini bisa

dilakukan dengan cara saling mengungkapkan labih banyak tentang

pikiran, perasaan dan reaksi mereka tehadap situasi yang mereka

hadapi. Atau dengan cara saling menunjukkan penerimaan, dukungan

dan kerjasama. Tanpa adanya rasa saling percaya, tidak akan ada rasa

pengertian. Hal tersebut akan menghambat perkembangan hubungan


22

interpersonal yang akrab. Tingkat kepercayaan dalam melakukan suatu

hubungan akan berubah-ubah sesuai dengan kemampuan individu

untuk mempercayai dan dapat dipercaya.

Menurut Johnson (Supratiknya, 1995:26) ‘kepercayaan mutlak

diperlukan agar suatu relasi tumbuh dan berkembang’. Menurut

Rakhmat (2005:131-132) ada tiga faktor utama yang dapat

menumbuhkan sikap percaya yaitu menerima, empati, dan kejujuran.

1). Menerima.

Menerima adalah kemampuan berhubungan dengan orang

lain tanpa menilai dan tanpa berusaha mengendalikan. Menerima

adalah sikap yang melihat orang lain sebagai manusia, sebagai

individu yang patut dihargai. Apabila individu cenderung menilai

dan sukar menerima, bisa mengakibatkan hubungan interpersonal

tidak berlangsung seperti yang diharapkan. Menerima bukan

berarti individu harus menyetujui semua perilaku orang lain atau

rela menanggung akibat dari perilakunya.

2). Empati.

Orang yang mempunyai rasa empati merupakan orang yang

mampu memahami keadaan orang lain dengan menunjukkan reaksi

secara emosional ketika orang lain mengalami suatu emosi.

Berempati berarti membayangkan diri kita pada kejadian yang

menimpa orang lain, berusaha melihat seperti orang lain melihat,

dan merasakan seperti orang lain merasakannya.


23

3). Kejujuran.

Untuk mendapatkan suatu tanggapan yang sebenarnya,

seorang individu harus jujur mengungkapkan diri kepada orang

lain. Orang lain biasanya menaruh kepercayaan pada orang yang

jujur atau tidak menyembunyikan pikiran dan pendapatnya.

Kejujuran menyebabkan orang lain dapat menduga perilaku yang

dilakukan sehingga akan mendorong orang lain untuk percaya.

b. Sikap Suportif

“Sikap suportif adalah sikap yang mengurangi sikap defensif

dalam komunikasi. Orang yang defensif akan cenderung lebih banyak

melindungi diri dari ancaman yang ditanggapinya dalam situasi

komunikan ketimbang memahami pesan orang lain” (Rakmat, 2005:

133).

Orang yang bersikap defensif biasanya disebabkan oleh faktor-

faktor personal seperti ketakutan, kecemasan, harga diri yang rendah

dan sebagainya. Jack R. Gibb (Rakhmat, 2005:134-135) menyebutkan

beberapa perilaku yang menimbulkan perilaku suportif. Perilaku

tersebut antara lain deskripsi, orientasi masalah, spontanitas,

persamaan, dan provisionalisme.

1). Deskripsi.

Deskripsi adalah penyampaian pesan, perasaan dan persepsi

tanpa menilai atau mengecam kelemahan dan kekurangan orang


24

lain. Deskripsi dapat terjadi ketika seorang individu mengevaluasi

orang lain, tetapi orang tersebut merasa bahwa dia dihargai

(menerima orang lain sebagai individu yang patut dihargai).

2). Orientasi masalah.

Orientasi masalah adalah mengkomunikasikan keinginan

untuk bekerja sama mencari pemecahan masalah. Mengajak orang

lain bersama-sama menetapkan tujuan dan memutuskan bagaimana

mencapainya.

3). Spontanitas.

Spontanitas artinya sikap jujur dan dianggap tidak

menyelimuti motif yang terpendam.

4). Persamaan.

Tidak mempertegas perbedaan, dalam melakukan suatu

hubungan tidak melihat perbedaan walaupun status berbeda,

penghargaan dan rasa hormat terhadap perbedaan-perbedaan

pandangan dan keyakinan. Persamaan merupakan sikap

memperlakukan orang lain secara horizontal dan demokratis.

5). Provisionalisme.

Provosionalisme adalah kesediaan untuk meninjau kembali

pendapat diri sendiri, untuk mengakui bahwa pendapat manusia

adalah tempat kesalahan.


25

c. Sikap Terbuka

‘Membuka diri berarti membagikan kepada orang lain perasaan

kita terhadap sesuatu yang telah dikatakan atau dilakukannya, atau

perasaan kita terhadap kejadian-kejadian yang baru saja disaksikan’.

(Johnson dalam Supratiknya, 1995:14)

Menurut Brooks dan Emmet (Rakhmat (2005:136) karakteristik

orang yang memiliki sikap terbuka antara lain :

1). Menilai pesan secara objektif, dengan menggunakan data dan

ketetapan logika.

2). Mampu membedakan dengan mudah mana yang benar, salah atau

tengah-tengah.

3). Berorientasi pada isi. Orang yang bersikap terbuka akan melihat

apa yang dibicarakan bukan siapa yang berbicara.

4). Mencari informasi dari berbagai sumber. Orang yang terbuka tidak

akan hanya mempercayai sumber informasi mereka sendiri, namun

mereka akan meneliti tentang orang lain dari sumber yang lain.

5). Mencari pengertian pesan yang tidak sesuai dengan rangkaian

kepercayaannya. Orang yang terbuka akan mencari informasi yang

tidak sesuai dengan pendapatnya dan akan mencari kebenaran

informasi tersebut.

Dari beberapa hal yang telah diuraikan diatas, akan dijadikan

sebagai indikator dalam penelitian ini.


26

5. Komunikasi Yang Efektif

Menurut Supratiknya (1995:24) “keefektifan individu dalam

melakukan hubungan antar pribadi ditentukan oleh kemampuan individu

itu untuk mengkomunikasikan secara jelas apa yang disampaikannya”.

Komunikasi disebut efektif dan berhasil apabila penerima

menginterpretasikan pesan yang diterimanya sebagaimana dimaksudkan

oleh pengirim. Kenyataannya, sering kita gagal saling memahami karena

adanya kesalahfahaman dalam komunikasi.

a. Beberapa Sumber Kesalahfahaman

1) Sumber-sumber hambatan yang bersifat emosional dan sosial

kultural.

2) Sering kita mendengarkan dengan maksud sadar maupun tidak sadar

untuk memberikan penilaian dan menghakimi si pembicara.

3) Sering kita gagal menangkap maksud konotatif dibalik ucapan.

4) Kesalahfahaman atau distorsi dalam komunikasi sering terjadi karena

kita tidak saling mempercayai.

b. Mengirimkan Pesan Secara Efektif

Menurut Johnson (Supratiknya, 1995:35) ada tiga syarat yang

harus dipenuhi agar bisa melakukan komunikasi dengan efektif yaitu:

1) Harus bisa mengusahakan agar pesan-pesa yang kita kirimkan

mudah dipahami.

2) Sebagai pengirim, kita harus memiliki kredibilitas di mata

penerima.

3) Kita harus berusaha mendapatkan umpan balik secara optimal

tentang pengaruh pesan kita itu dalam diri penerima.


27

B. Bimbingan Kelompok

Pada bagian ini akan diuraikan tentang pengertian bimbingan kelompok,

jenis-jenis bimbingan kelompok, tujuan layanan bimbingan kelompok, tahap-

tahap layanan bimbingan kelompok, teknik-teknik bimbingan kelompok dan

materi layanan bimbingan kelompok.

1. Pengertian Bimbingan Kelompok

Menurut Gazda (Prayitno, 1999:309) ‘bimbingan kelompok di

sekolah merupakan kegiatan informasi kepada sekelompok siswa untuk

membantu mereka menyusun rencana dan keputusan yang tepat’. Gazda

juga menyebutkan bahwa bimbingan kelompok diselenggarakan untuk

memberikan informasi yang bersifat personal, vokasional, dan sosial. Dari

pengertian tersebut dapat dipahami bahwa layanan bimbingan kelompok

merupakan layanan yang diberikan kepada beberapa individu dengan

prosedur kelompok untuk memberikan informasi untuk keperluan anggota

kelompok.

Menurut Mugiarso dkk (2004:66) :

Dalam layanan bimbingan kelompok, siswa diajak bersama-sama


mengemukakan pendapat tentang topik-topik yang dibicarakan dan
mengembangkan bersama permasalahan yang dibicarakan pada
kelompok. Sehingga terjadi komunikasi antara individu di
kelompoknya kemudian siswa dapat mengembangkan sikap dan
tindakan yang diinginkan dapat terungkap di kelompok.

Menurut Prayitno (1995:65) :

Bimbingan dan konseling kelompok bermaksud memanfaatkan


dinamika kelompok sebagai media dalam upaya membimbing
individu-individu yang memerlukan. Media dinamika kelompok ini
adalah unik dan hanya dapat ditemukan dalam suatu kelompok yang
benar-benar hidup”. Dalam kegiatan bimbingan kelompok, dinamika
28

kelompok sengaja diciptakan dan ditumbuhkan dan dimanfatkan untuk


mencapai tujuan bimbingan dan konseling.

Sedangkan menurut Winkel (1997:543) “bimbingan kelompok

mengupayakan perubahan dalam sikap dan perilaku secara tidak langsung,

melalui penyajian informasi yang menekankan pengolahan kognitif oleh

para peserta sehingga mereka dapat menerapkan sendiri”. Dengan adanya

kegiatan bimbingan kelompok, diharapkan akan terjadi suatu pengolahan

kognitif tentang informasi yang diberikan kepada anggota kelompok,

sehingga akan terjadi suatu perubahan dalam sikap dan tingkah lakunya

secara tidak langsung.

“Bimbingan kelompok adalah proses pemberian bantuan yang

diberikan pada individu dalam situasi kelompok. Bimbingan kelompok

ditujukan untuk mencegah timbulnya masalah pada siswa dan

mengembangkan potensi siswa” (Romlah, 2001:3).

Dari beberapa pengertian bimbingan kelompok di atas, dapat ditarik

simpulan bahwa layanan bimbingan kelompok merupakan layanan yang

diberikan kepada sejumlah individu dengan menggunakan prosedur

kelompok yang memanfaatkan dinamika kelompok dalam rangka

membahas topik-topik tertentu atau memberikan informasi yang berguna

dan bermanfaat bagi anggota kelompok sehingga akan terjadi suatu

perubahan sikap dan perilaku pada anggota kelompok.


29

2. Jenis-jenis Bimbingan Kelompok

Menurut Amti (1992:106) dalam penyelenggaraannya, dikenal dua

jenis bimbingan kelompok yaitu bimbingan kelompok bebas dan

bimbingan kelompok tugas.

a. Bimbingan Kelompok Bebas

Bimbingan kelompok bebas adalah salah satu bentuk

penyelenggaraan bimbingan kelompok. Dalam kegiatannya para

anggota kelompok bebas mengemukakan segala pikiran dan

perasaannya dalam kelompok. Selanjutnya, apa yang disampaikan

mereka dalam kelompok itulah yang menjadi pokok bahasan

kelompok.

b. Bimbingan Kelompok Tugas

Bimbingan kelompok tugas adalah salah satu bentuk

penyelenggaraan bimbingan kelompok di mana arah dan isi kegiatan

kelompok itu tidak ditentukan oleh anggotanya melainkan diarahkan

kepada penyelesaian suatu tugas. Tugas yang dikerjakan kelompok itu

berasal dari pemimpin kelompok. Pemimpin kelompok

mengemukakan suatu tugas pada kelompok untuk selanjutnya dibahas

dan diselesaikan oleh anggota kelompok.

3. Tujuan Layanan Bimbingan Kelompok

Menurut Amti (1992:108), tujuan dari kegiatan bimbingan

kelompok adalah :
30

a. Tujuan Umum Layanan Bimbingan Kelompok


Secara umum, bimbingan kelompok bertujuan untuk
membantu murid-murid yang mengalami masalah melalui prosedur
kelompok. Suasana kelompok yang berkembang dapat merupakan
tempat bagi siswa untuk memanfaatkan semua informasi, tanggapan
dan berbagai reaksi teman-temannya untuk kepentingan pemecahan
masalah.
b. Tujuan Khusus Layanan Bimbingan Kelompok
Secara khusus bimbingan kelompok bertujuan :
1). Melatih murid-murid untuk berani mengemukakan pendapat di
hadapan teman-temannya, yang pada gilirannya dapat
dimanfaatkan untuk ruang lingkup yang lebih besar seperti
berbicara di hadapan orang banyak, di forum-forum resmi dan
sebagainya.
2). Melatih murid-murid untuk dapat bersikap terbuka di dalam
kelompok.
3). Melatih murid-murid untuk dapat membina keakraban bersama
teman-teman dalam kelompok khususnya, dan dengan teman-
teman lain di luar kelompok pada umumnya.
4). Melatih murid-murid untuk dapat mengendalikan diri dalam
kegiatan kelompok.
5). Melatih murid-murid untuk dapat bersikap tenggang rasa dengan
orang lain.
6). Melatih murid-murid untuk memperoleh keterampilan sosial.
7). Membantu murid-murid mengenali dan memahami dirinya
dalam berhubungan dengan orang lain.

Sedangkan tujuan bimbingan kelompok menurut Bennet (Romlah,

2001:14-15) adalah :

a. Memberikan kesempatan-kesempatan pada siswa belajar hal-hal

penting yang berguna bagi pengarahan dirinya yang berkaitan dengan

masalah pendidikan, pekerjaan, pribadi dan sosial.

b. Memberikan layanan-layanan penyembuhan melalui kegiatan

kelompok dengan :

1). Mempelajari masalah-masalah manusia pada umumnya.

2). Menghilangkan ketegangan-ketegangan emosi, menambah

pengertian mengenai dinamika kepribadian, dan mengarahkan


31

kembali energi yang terpakai untuk memecahkan kembali energi

yang terpakai untuk memecahkan masalah-masalah tersebut dalam

suasana yang permisif.

c. Untuk mencapai tujuan-tujuan bimbingan secara lebih ekonomis dan

efektif daripada melalui kegiatan bimbingan individual.

d. Untuk melaksanakan layanan konseling individual secara lebih efektif.

Dengan mempelajari masalah-masalah yang umum dialami oleh

individu dan dengan meredakan atau menghilangkan hambatan-

hambatan emosional melalui kegiatan kelompok, maka pemahaman

terhadap masalah individu menjadi lebih mudah.

Dari berbagai pendapat tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa

tujuan dari kegiatan bimbingan kelompok, selain untuk memecahkan

permasalahan yang dialami anggota kelompok secara bersama-sama

layanan bimbingan kelompok juga dapat sebagai tempat untuk

mengembangkan potensi yang dimiliki oleh anggota kelompok. Melalui

kegiatan ini diharapkan anggota kelompok mampu merencanakan serta

mengarahkan dirinya, memiliki sikap dan pandangan hidup yang tidak

sekedar meniru apa yang dilakukan oleh orang lain serta memiliki

tindakan-tindakan yang diharapkan.


32

4. Tahap-tahap Layanan Bimbingan Kelompok

Layanan bimbingan kelompok yang akan dilaksanakan dalam

penelitian ini adalah layanan bimbingan kelompok dengan kelompok

tugas. Dalam kelompok tugas, topik masalahnya adalah “topik tugas”

yaitu topik atau masalah yang datangnya dari pemimpin kelompok yang

ditugaskan kepada para peserta untuk membahasnya.

Menurut Prayitno (1995:40-60) tahap-tahap layanan bimbingan

kelompok dalam kelompok tugas adalah tahap pembentukan, tahap

peralihan, tahap kegiatan dan tahap pengakhiran.

a. Tahap pembentukan.

Tahap ini merupakan tahap pengenalan, tahap pelibatan diri atau

tahap pemasukan diri ke dalam kehidupan suatu kelompok. Pada tahap

ini, pada umumnya para anggota saling memperkenalkan diri dan juga

mengungkapkan tujuan ataupun harapan-harapan yang ingin dicapai

baik oleh masing-masing, sebagian maupun seluruh anggota

kelompok.

Dalam tahap pembentukan ini, pemimpin kelompok hendaknya

memunculkan dirinya sehingga tertangkap oleh para anggota sebagai

orang yang benar-benar bisa dan bersedia membantu para anggota

kelompok mencapai tujuan mereka. Kegiatan yang dilakukan dalam

tahap pembentukan ini adalah :

1). Mengungkapkan pengertian dan tujuan kegiatan bimbingan

kelompok dalam rangka pelayanan bimbingan dan konseling.

2). Menjelaskan cara-cara dan asas-asas bimbingan kelompok.


33

3). Saling memperkenalkan dan mengungkapkan diri.

4). Teknik khusus.

5). Permainan penghangatan/pengakraban.

b. Tahap Peralihan

Tahap peralihan ini adalah jembatan antara tahap pertama dan

tahap ketiga. Pada tahap ini pemimpin kelompok menjelaskan apa

yang akan dilakukan oleh anggota kelompok pada tahap kegiatan lebih

lanjut yaitu inti dari keseluruhan kegiatan (tahap ketiga). Kegiatan

yang dilakukan dalam tahap peralihan ini adalah :

1). Menjelaskan kegiatan yang akan ditempuh pada tahap berikutnya.

2). Menawarkan atau mengamati apakah para anggota siap menjalani

kegiatan selanjutnya.

3). Membahas suasana yang terjadi.

4). Meningkatkan kemampuan keikutsertaan anggota.

5). Kalau perlu kembali ke beberapa aspek tahap pertama (tahap

pembentukan).

c. Tahap Kegiatan

Tahap ketiga merupakan inti kegiatan kelompok, maka aspek-

aspek yang menjadi isi dan pengiringnya cukup banyak, dan masing-

masing aspek tersebut perlu mendapat perhatian yang seksama dari

pemimpin kelompok. Tahap ini merupakan kehidupan yang

sebenarnya dari kelompok. Namun keberhasilan tahap ini tergantung

pada hasil dari dua tahap sebelumnya.


34

Dalam tahap ini, saling hubungan antaranggota kelompok harus

tumbuh dengan baik. Saling tukar pengalaman dalam bidang suasana

perasaan yang terjadi, pengutaraan, penyajian dan pembukaan diri

berlangsung dengan bebas. Dinamika kelompok dalam tahap kegiatan

ini harus diperhatikan secara seksama oleh pemimpin kelompok.

Kegiatan yang dilakukan dalam tahap kegiatan ini adalah :

1). Pemimpin kelompok mengemukakan suatu masalah atau topik.

Masalah yang diangkat dalam kegiatan bimbingan kelompok ini

adalah masalah yang sifatnya umum.

2). Tanya jawab antara anggota dan pemimpin kelompok tentang hal-

hal yang belum jelas yang menyangkut masalah atau topik yang

dikemukakan pemimpin kelompok.

3). Anggota membahas masalah atau topik tersebut secara mendalam

dan tuntas. Para peserta melakukan pembahasan tanpa secara

khusus menyangkut pautkan isi pembicaraannya itu kepada peserta

tertentu.

4). Kegiatan selingan.

d. Tahap Pengakhiran

Setelah kegiatan kelompok memuncak pada tahap ketiga,

kegiatan kelompok ini kemudian menurun dan selanjutnya kelompok

akan mengakhiri kegiatannya pada saat yang tepat. Pokok perhatian

utama dalam tahap ini adalah bukan pada berapa kali kelompok itu
35

harus bertemu, tetapi pada hasil yang telah dicapai oleh kelompok itu

ketika menghentikan pertemuan.

Ketika kelompok memasuki tahap pengakhiran, kegiatan

kelompok hendaknya dipusatkan pada pembahasan dan penjelajahan

tentang apakah para anggota kelompok akan menerapkan hal-hal yang

telah mereka pelajari pada kehidupan nyata mereka. Kegiatan yang

dilakukan dalam tahap pengakhiran ini adalah :

1). Pemimpin kelompok mengemukakan bahwa kegiatan akan segera

diakhiri.

2). Pemimpin dan anggota kelompok mengemukakan kesan dan hasi-

hasil kegiatan.

3). Membahas kegiatan lanjutan.

4). Mengemukakan pesan dan harapan.

5. Teknik-teknik Bimbingan Kelompok

Menurut Romlah (2001:87-124) ada beberapa teknik yang biasa

digunakan dalam pelaksanaan bimbingan kelompok, antara lain :

pemberian informasi atau ekspositori, diskusi kelompok, pemecahan

masalah (problem solving), penciptaan suasana kekeluargaan (homeroom),

permainan peranan, karyawisata, dan permainan simulasi.

a. Teknik Pemberian Informasi

Teknik pemberian informasi sering disebut juga dengan metode

ceramah, yaitu pemberian penjelasan oleh seorang pembicara kepada


36

sekelompok pendengar. Pelaksanaan teknik pemberian informasi

mencakup tiga hal, yaitu perencanaan, pelaksanaan dan penilaian.

Pada tahap perencanaan ada tiga langkah yang harus

dilaksanakan, yaitu: (a) merumuskan tujuan apa yang hendak dicapai

dengan pemberian informasi itu, (b) menentukan bahan yang akan

diberikan berupa fakta, konsep atau generalisasi, dan (c) menentukan

dan memilih contoh-contoh yang tepat sesuai dengan bahan yang

diberikan.

Pada tahap pelaksanan, penyajian materi disesuaikan dengan

tujuan yang hendak dicapai. Tahap terakhir dari pemberian informasi

adalah mengadakan penilaian apakah tujuan sudah tercapai atau belum.

Penilaian dapat dilakukan secara lisan dengan menanyakan pendapat

siswa mengenai materi yang diterimanya, tetapi juga dapat dilakukan

secara tertulis baik dengan tes subjektif ataupun objektif.

Teknik pemberian informasi mempunyai keuntungan-

keuntungan dan kelemahan-kelemahan tertentu. Beberapa keuntungan

dari teknik pemberian informasi antara lain : (a) dapat melayani

banyak orang, (b) tidak membutuhkan banyak waktu, sehingga efisien,

(c) tidak terlalu banyak memerlukan fasilitas, (d) Mudah dilaksanakan

bila dibanding dengan teknik lain. Sedangkan kelemahannya adalah :

(a) sering dilaksanakan secara monolog, sehingga membosankan, (b)

individu yang mendengarkan kurang aktif, (c) memerlukan

keterampilan berbicara, supaya penjelasan menjadi menarik.


37

b. Diskusi Kelompok

Diskusi kelompok adalah percakapan yang telah direncanakan

antara tiga orang atau lebih dengan tujuan untuk memecahkan masalah

atau untuk memperjelas suatu persoalan, di bawah pimpinan seorang

pemimpin. Di dalam melaksanakan bimbingan kelompok, diskusi

kelompok tidak hanya untuk memecahkan masalah, tetapi juga untuk

mencerahkan persoalan, serta untuk mengembangkan pribadi.

Dinkmeyer dan Muro (Tatiek Romlah, 2001: 89) menyebutkan

tiga macam tujuan diskusi kelompok yaitu : ‘(a) untuk

mengembangkan pengertian terhadap diri sendiri (self), (b) untuk

mengembangkan kesadaran tentang diri, (c) untuk mengembangkan

pandangan baru mengenai hubungan antar manusia’.

Pelaksanaan diskusi meliputi tiga langkah, yaitu perencanaan,

pelaksanaan dan penilaian. Pada tahap perencanaan fasilitator/

pemimpin melaksanakan lima hal, yaitu: (a) merumuskan tujuan

diskusi, (b) menentukan jenis diskusi, (c) melihat pengalaman dan

perkembangan siswa, (d) memperhitungkan waktu yang telah tersedia,

(e) mengemukakan hasil yang diharapkan dari diskusi.

Pada tahap pelaksanaan, fasilitator memberikan tugas yang

harus didiskusikan, waktu yang tersedia untuk mendiskusikan tugas

itu, dan memberi tahu cara melaporkan tugas, serta menunjuk

pengamat diskusi apabila diperlukan. Pada tahap penilaian, pemimpin

kelompok/fasilitator meminta pengamat melaporkan hasil

pengamatannya, memberikan komentar mengenai proses diskusi dan

membicarakannya dengan kelompok.


38

Dalam diskusi kelompok ada beberapa keuntungan dan

kelemahan. Adapun keuntungan diskusi kelompok adalah : (a)

membuat anggota kelompok lebih aktif karena tiap anggota mendapat

kesempatan untuk berbicara, (b) anggota kelompok dapat saling

bertukar pengalaman, (c) anggota kelompok belajar mendengarkan

dengan baik apa yang dikatakan anggota kelompok yang lain, (d) dapat

meningkatkan pengertian terhadap diri sendiri dan orang lain, (e)

memberi kesempatan pada anggota untuk belajar menjadi pemimpin.

Selain keuntungan tersebut, diskusi kelompok juga mempunyai

kelemahan-kelemahan, yaitu : (a) dapat menjadi salah arah apabila

pemimpin kelompok tidak melaksanakan fungsi kepemimpinannya

dengan baik, (b) ada kemungkinan diskusi dikuasai oleh individu-

individu tertentu, (c) membutuhkan banyak waktu dan tempat yang

agak luas.

c. Teknik Pemecahan Masalah (Problem Solving Techniques)

Teknik pemecahan masalah merupakan suatu proses kreatif

dimana individu menilai perubahan yang ada pada dirinya dan

lingkungannya, dan membuat pilihan-pilihan baru, keputusan-

keputusan atau penyesuaian yang selaras dengan tujuan dan nilai

hidupnya.

Teknik pemecahan masalah mengajarkan pada individu

bagaimana memecahkan masalah secara sistematis. Langkah-langkah

pemecahan masalah secara sistematis adalah :


39

1). Mengidentifikasi dan merumuskan masalah.

2). Mencari sumber dan memperkirakan sebab-sebab masalah.

3). Mencari alternatif pemecahan masalah.

4). Menguji masing-masing alternatif.

5). Memilih dan melaksanakan alternatif yang paling menguntungkan.

6). Mengadakan penilaian terhadap hasil yang dicapai.

d. Permainan Peranan (Role Playing)

Menurut Bennett (Romlah, 2001:99) bahwa : ‘permainan

peranan adalah suatu alat belajar yang menggambarkan keterampilan-

keterampilan dan pengertian-pengertian mengenai hubungan antar

manusia dengan jalan memerankan situasi-situasi yang paralel dengan

yang terjadi dalam kehidupan yang sebenarnya’.

Bennett menyebutkan dua macam permainan peranan, yaitu

sosiodrama dan psikodrama.

1). Sosiodrama

Sosiodrama adalah permainan peranan yang ditujukan untuk

memecahkan masalah sosial yang timbul dalam hubungan antar

manusia. Langkah-langkah pelaksanaan sosiodrama adalah sebagai

berikut :

(a) Persiapan. Pemimpin kelompok/fasilitator mengemukakan

masalah dan tema yang akan disosiodramakan, dan tujuan

permainan.

(b) Membuat skenario sosiodrama.


40

(c) Menentukan kelompok penonton dan menjelaskan tugasnya.

Kelompok penonton adalah anggota kelompok lain yang tidak

ikut menjadi pemain, tugasnya adalah untuk mengobservasi

pelaksanaan permainan.

(d) Melaksanakan sosiodrama. Dalam permainan ini diharapkan

terjadi identifikasi antara pemain dan penonton dengan peran-

peran yang dimainkannya.

(e) Evaluasi dan diskusi. Setelah selesai permainan diadakan

diskusi mengenai pelaksanaan permainnan berdasarkan hasil

observasi dan tanggapan-tanggapan penonton.

(f) Ulangan permainan. Dari hasil diskusi dapat ditentukan apakah

perlu diadakan permainan ulang atau tidak.

2). Psikodrama

Menurut Corey (Romlah, 2001:107) bahwa : ‘psikodrama

merupakan permainan yang dimaksudkan agar individu yang

bersangkutan dapat memperoleh pengertian yang lebih baik

tentang dirinya, dapat menemukan konsep dirinya, menyatakan

kebutuhan-kebutuhannya, dan menyatakan reaksi terhadap

tekanan-tekanan terhadap dirinya’.

Langkah pelaksanaan psikodrama terdiri dari tiga tahap,

yaitu persiapan, pelaksanaan dan diskusi atau tahap berbagi

pendapat dan perasaan. Tahap persiapan dilakukan untuk

memotivasi anggota kelompok agar mereka siap berpartisipasi

secara aktif dalam permainan, dan menciptakan perasaan sama dan


41

saling percaya dalam kelompok. Tahap pelaksanaan terdiri dari

kegiatan dimana pemain utama dan pemain pembantu

memperagakan permainannya. Dengan bantuan pemimpin

kelompok dan anggota kelompok lain. Tahap diskusi atau tahap

bertukar pendapat dan kesan, para anggota kelompok diminta

untuk memberikan tanggapan dan sumbangan pikiran terhadap

permainan yang dilakukan pemain utama. Tahap diskusi ini

penting karena merupakan rangkaian proses perubahan perilaku

pemeran utama kearah keseimbangan pribadi.

e. Permainan Simulasi (Simulation Games)

‘Permaianan simulasi adalah permainan yang dimaksudkan

untuk merefleksikan situasi-situasi yang terdapat dalam kehidupan

yang sebenarnya. Permainan simulasi dapat dikatakan merupakan

gabungan antara teknik permainan peranan dan teknik diskusi’.

(Adams dalam Romlah, 2001:118),

Cara melaksanakan permainan simulasi, langkah yang pertama

adalah menentukan peserta pemain yaitu terdiri dari fasilitator, penulis,

pemain, pemegang peran, dan penonton. Setelah peserta pemain

ditentukan, permainan dapat dilaksanakan dengan memperhatikan

langkah-langkah sebagai berikut :

1). Menyediakan alat permaian beserta kelengkapannya.

2). Fasilitator menjelaskan tujuan permainan.

3). Menentukan pemain, pemegang peran, dan penulis.

4). Menjelaskan aturan permainan.


42

5). Bermain dan berdiskusi.

6). Menyimpulkan hasil diskusi.

7). Menutup permainan dan menentukan waktu dan tempat bermain

berikutnya.

f. Karyawisata (Field Trip)

Karyawisata adalah kegiatan yang diprogramkan oleh sekolah

untuk mengunjungi objek-objek yang ada kaitannya dengan bidang

studi yang dipelajari siswa, dan dilaksanakan untuk tujuan belajar

secara khusus. Beberapa keuntungan karyawisata adalah sebagai

berikut :

1). Anak mendapat pengalman pribadi yang nyata dan langsung.

2). Anak dapat belajar berbagai macam hal dalam waktu yang

bersamaan.

3). Anak dapat mengkaji pengetahan yang diperolehnya dari buku

dengan keadaan yang sebenarnya.

g. Teknik Penciptaan Suasana Kekeluargaan (Homeroom)

Menurut Pietrofesa (Romlah, 2001:123), ‘teknik penciptaan

suasana kekeluargaan adalah teknik untuk mengadakan pertemuan

dengan sekelompok siswa diluar jam pelajaran dalam suasana

kekeluargaan dan dipimpin oleh guru atau konselor’. Keuntungan

teknik Homeroom adalah sebagai berikut :

1). Kontinuitas dan kemajuan kegiatan bimbingan dapat direncanakan

dengan baik.
43

2). Memungkinkan untuk membina kepercayaan kelompok.

3). Bila kegiatan Homeroom diorganisasikan sesuai dengan tingkat

kelas, maka dapat diprogramkan kegiatan bimbingan kelompok

sesuai dengan tingkat perkembangan siswa.

4). Apabila struktur kegiatan Homeroom dilaksanakan diseluruh

sekolah, maka program kegiatan bimbingan yang terkoordinasi

dapat dilaksanakan. (Romlah, 2001:87-125)

Beberapa teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik

pemberian informasi, diskusi kelompok, teknik pemecahan masalah dan

teknik sosiodrama.

6. Materi Layanan Bimbingan Kelompok

Menurut Mugiarso dkk (2004:66) materi layanan bimbingan

kelompok dapat dibahas berbagai hal yang amat beragam yang berguna

bagi siswa. Materi layanan bimbingan kelompok secara umum meliputi :

a. Pemahaman dan pemantapan kehidupan beragama dan hidup sehat.


b. Pemahaman dan penerimaan diri sendiri dan orang lain
sebagaimana adanya (termasuk perbedaan individu, sosial, budaya
serta permasalahannya).
c. Pemahaman tentang emosi, prasangka, konflik, dan peristiwa yang
terjadi di masyarakat serta pengendalian/pemecahannya.
d. Pengaturan dan penggunaan waktu secara efektif untuk belajar,
kegiatan sehari-hari, dan waktu senggang.
e. Pemahaman tentang adanya berbagai alternatif pengambilan
keputusan dan berbagai konsekuensinya.
f. Pengembangan sikap kebiasaan belajar, pemahaman hasil belajar,
timbulnya kegagalan belajar, dan cara penanggulangannya.
g. Pengembangan hubungan sosial yang efektif dan produktif.
h. Pemahaman tentang dunia kerja, pilihan dan pengembangan karier
serta perencanaan masa depan.
i. Pemahaman tentang pilihan dan persiapan memasuki jurusan/
program studi dan pendidikan lanjutan.
44

Materi-materi tersebut sifatnya masih umum dan dapat

dikembangkan lagi kedalam beberapa tema yang berhubungan dengan

masalah atau topik yang akan dibahas dalam kegiatan bimbingan

kelompok yang akan dilaksanakan.

Menurut Romlah (2001:152-153) ‘untuk dapat meningkatkan

hubungan interpersonal dengan orang lain, ada beberapa keterampilan-

keterampilan dasar yang harus dipelajari’. Keterampilan-keterampilan itu

secara umum adalah :

a. Mengenal dan mempercayai satu dengan yang lain.

Keterampilan ini mencakup keterbukaan diri, kesadaran diri,

penerimaan diri, dan kepercayaan.

b. Memahami dengan tepat satu sama lain.

Keterampilan ini berarti memusatkan pada kemampuan untuk

mengkomunikasikan pikiran dan perasaan dengan tepat dan tidak

merugikan orang lain. Suatu hubungan interpersonal tidak akan dapat

berkembang dengan baik apabila kedua belah pihak tidak saling

menyukai.

c. Saling mempengaruhi dan saling membantu.

Keterampilan ini berarti saling memperhatikan, memberikan

bantuan, memberikan dorongan dan memberikan penguat.

d. Memecahkan masalah-masalah dan konflik-konflik secara konstruktif.

Keterampilan ini merupakan keterampilan yang perlu dikuasai

untuk meningkatkan hubungan antarpribadi. Apabila suatu masalah

dapat diatasi secara konstruktif maka hasilnya akan meningkatkan

keakraban dan kualitas hubungan interpersonal.


45

7. Bidang Bimbingan dan Konseling

Menurut Hendrarno (2003:44) “sebagai pelayanan yang lengkap

dan menyeluruh, pelayanan bimbingan dan konseling mencakup bidang

bimbingan pribadi, bimbingan sosial, bimbingan belajar, dan bimbingan

karier”.

a. Bidang Bimbingan Pribadi

Pelayanan bimbingan pribadi bertujuan untuk membantu siswa

mengenal, menemukan dan mengembangkan pribadi yang beriman dan

bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, mandiri, serta sehat jasmani

dan rohani.

b. Bidang Bimbingan Sosial

Pelayanan bimbingan sosial bertujuan membantu siswa

memahami diri dalam kaitannya dengan lingkungan dan etika

pergaulan sosial yang dilandasi budi pekerti luhur dan tanggung jawab

sosial.

c. Bidang Bimbingan Belajar

Pelayanan bimbingan belajar bertujuan membantu siswa

mengenal, menumbuhkan dan mengembangkan diri, sikap dan

kebiasaan belajar yang baik untuk menguasai pengetahuan dan

keterampilan, sesuai dengan program belajar di sekolah dalam rangka

menyiapkannya melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi

dan atau berperan serta dalam kehidupan masyarakat.

d. Bidang Bimbingan Karir

Pelayanan bimbingan karir ditujukan untuk mengenal potensi

diri sebagai prasyarat dalam mempersiapkan masa depan karir masing-

masing siswa.
46

8. Efektivitas Layanan Bimbingan Kelompok

Kegiatan bimbingan kelompok merupakan salah satu layanan yang

dapat dijadikan sebagai salah satu wadah penyampaian informasi yang

tepat mengenai masalah pendidikan, pekerjaan, pemahaman pribadi,

penyesuaian diri dan masalah hubungan antarpribadi. Ada beberapa teknik

bimbingan kelompok yang bisa digunakan, diantaranya pemberian

informasi, diskusi kelompok, pemecahan masalah dan teknik sosiodrama.

Teknik pemberian informasi akan digunakan untuk membahas

materi tentang Mengenal Diri Sendiri dan Orang Lain, Dasar-dasar

Persahabatan, Perilaku yang Membantu Bergaul dengan Orang Lain, Cara

Mengatasi Malu Yang Berlebihan dan Bagaimana Memecahkan Konflik

Secara Konstruktif. Dengan teknik ini, anggota kelompok akan

mendapatkan beberapa informasi dalam kaitannya dengan proses

peningkatan hubungan interpersonal. Dan dengan teknik ini anggota

kelompok juga akan memperoleh pemahaman mengenai materi yang

dibahas baik tentang dirinya atau tentang orang lain.

Teknik pemecahan masalah digunakan untuk membahas materi

tentang Dasar-dasar Persahabatan, Cara Mengatasi Malu yang Berlebihan

dan Memecahkan Konflik Secara Konstruktif. Dengan teknik dan materi

ini, individu diajarkan bagaimana memecahkan masalah secara sistematis.

Anggota kelompok bisa menilai perubahan yang ada pada dirinya dan

lingkungannya, membuat pilihan baru atau keputusan yang selaras dengan

tujuan dan nilai hidupnya.


47

Teknik sosiodrama digunakan untuk membahas materi Cara

Melakukan Komunikasi Dengan Baik. Teknik sosiodrama ditujukan untuk

memecahkan masalah sosial yang timbul dalam hubungan antar manusia.

Hal ini sangat penting untuk dilakukan karena komunikasi merupakan

dasar bagi setiap individu dalam melakukan hubungan interpersonal. Jika

individu mengalami masalah dalam komunikasinya, maka hal itu juga

akan menghambat hubungan interpersonal mereka.

Teknik diskusi kelompok digunakan untuk membahas materi

tentang Perlunya Keterampilan Sosial dan Mengenal dan Mempercayai

Orang Lain. Dalam diskusi kelompok, masing-masing anggota kelompok

dapat mengungkapkan pendapatnya dalam kaitannya dengan informasi

yang diberikan. Melalui diskusi kelompok anggota kelompok akan dilatih

untuk menguasai keterampilan sosial dan bagaimana mereka mengenal

dan mempercayai orang lain.

C. Remaja di Panti Asuhan

“Anak remaja sebetulnya tidak mempunyai tempat yang jelas. Ia tidak

termasuk golongan anak, tetapi ia tidak pula termasuk golongan orang dewasa

atau golongan tua. Remaja ada di antara anak dan orang dewasa” (Monks,

1999:259).

“Secara global, masa remaja berlangsung antara umur 12 dan 21 tahun,

dengan pembagian 12-15 tahun: masa remaja awal, 15-18 tahun: masa remaja

pertengahan, 18-21 tahun: masa remaja akhir” (Monks, 1999:262).

Menurut Hurlock (1997:206) “periode masa remaja sering disebut

dengan istilah Adolesence yang mempunyai arti luas mencakup kematangan

intelektual, emosional, sosial, dan fisik”.


48

Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa masa remaja

dianggap telah mulai ketika individu berumur dua belas tahun dan berakhir

pada saat remaja berusia dua puluh satu tahun. Masa ini diikuti dengan adanya

kematangan remaja yang meliputi kematangan intelektual, emosional, sosial,

dan fisik yang membuat remaja lebih aktif menjalani proses perkembangan

dan pertumbuhan untuk menemukan identitas dan eksistensinya sebagai

manusia dewasa. Masa remaja merupakan masa peralihan atau transisi antara

masa anak ke masa dewasa. Masa remaja ini dialami oleh setiap individu

sebagai masa yang paling sulit selama rentang kehidupan. Dengan kata lain

masa remaja merupakan masa pencarian identitas diri yang berjalan untuk

menemukan jati diri seperti yang diinginkan remaja untuk mempersiapkan diri

menuju dewasa.

Remaja yang hidup dan bertempat tinggal di panti asuhan, bisa

dikategorikan sebagai remaja yang tidak beruntung. Mereka kebanyakan

berasal dari keluarga yang berlatar belakang ekonomi lemah ataupun remaja

yang sudah kehilangan orang tua, baik ayah, ibu, ataupun bahkan keduanya.

Kehidupan mereka sangat jauh berbeda bila dibandingkan dengan remaja

yang pada umumnya tinggal dengan orang tua mereka dan remaja yang semua

kebutuhannya bisa terpenuhi. Mereka harus bisa menerima keadaan dan

kondisi mereka apa adanya. Bahkan, dengan kondisi mereka yang seperti itu,

untuk bisa makanpun mereka sudah sangat beruntung, apalagi untuk bisa

sekolah.

Menurut Baldwin (Tri Anni, 1994:24) : Anak yang tidak beruntung

adalah anak yang mempunyai perbedaan kultural -- suatu kondisi rasial, etnik,

bahasa atau perbedaan secara phisik dari kultur yang dominan--, sosial
49

ekonomi yang kurang -- suatu kondisi nyata yang dihubungkan dengan

substandard rumah dan pekerjaan --, letak geografis yang terisoler –

merupakan kondisi yang ada secara geografis yang ditempati oleh masyarakat

pribumi .

Sedangkan pengertian anak tidak beruntung menurut Yelon (Tri Anni,

1994:24) Anak-anak tidak beruntung adalah sebagai anak yang berasal dari

keluarga dengan penghasilan yang rendah, keluarga yang tidak mempunyai

orientasi terhadap bahasa, keluarga yang terlalu sibuk untuk mempertahankan

hidup secara ekonomi mungkin untuk menunjukkan minat dalam pendidikan.

Berdasarkan pengertian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa remaja

atau anak-anak yang tinggal di panti asuhan adalah remaja atau anak-anak

yang kebanyakan tidak beruntung, keadaan ekonomi keluarga mereka lemah

dan orang tua mereka kurang memperhatikan pendidikan mereka disebabkan

terlalu sibuk mempertahankan hidup secara ekonomi.

Karakter remaja di panti asuhan berbeda dengan remaja pada umumnya,

mereka kurang mendapatkan perhatian dari orang tua mereka maupun dari

pihak panti, hal itu disebabkan pengasuh yang ada tidak cukup memadai untuk

memperhatikan mereka secara maksimal. Mereka mengalami kesulitan dalam

melakukan hubungan interpersonal dengan orang lain, hal itu disebabkan

mereka jarang berkomunikasi dengan orang lain selain di lingkungan panti

tersebut, sehingga tidak jarang dari mereka merasa minder saat berhubungan

dengan orang lain. Mereka juga merasa enggan dan malu untuk menceritakan

keadaan mereka dan kesulitan-kesulitan apa yang mereka alami baik di dalam

maupun di luar panti.


50

Keluarga mempunyai fungsi dan peran yang sangat penting bagi

pertumbuhan fisik (seperti pertumbuhan anggota tubuh) maupun untuk

perkembangan psikis seperti pada perkembangan sikap dan perilaku anak.

Keluarga berfungsi memberikan perlindungan dan pemeliharaan kepada anak-

anak seperti kebutuhan kasih sayang keamanan, pendidikan, sosialisasi,

afeksi, reaksi, dan status sosial.

Kurangnya pemenuhan kebutuhan baik secara fisik maupun psikis dari

kedua orang tuanya dapat mengakibatkan perkembangan mereka terganggu.

Hal tersebut mengakibatkan mereka mengalami konflik-konflik seperti sedih,

kurang percaya diri, merasa tidak aman dan kehilangan tempat berlindung.

Remaja yang tinggal di panti asuhan tidak mendapatkan kasih sayang yang

utuh dari kedua orang tuanya.

D. Keefektifan Layanan Bimbingan Kelompok dalam Meningkatkan

Hubungan Interpersonal

Layanan bimbingan kelompok merupakan layanan yang diberikan pada

sejumlah individu dengan memanfaatkan dinamika kelompok. Secara umum,

bimbingan kelompok bertujuan untuk membantu siswa yang mengalami

masalah melalui prosedur kelompok. Bimbingan kelompok terdiri dari dua

macam kelompok yaitu kelompok bebas dan kelompok tugas.

Menurut Amti (1992:105) “bimbingan kelompok disamping berusaha

memecahkan masalah kelompok, bimbingan kelompok juga mengandung

pengertian usaha membantu individu-individu dengan memanfaatkan suasana

yang berkembang dalam kelompok itu”.


51

“Suasana yang berkembang dalam bimbingan kelompok itu dapat

merupakan wahana di mana masing-masing murid dapat memanfaatkan

semua informasi tanggapan dan berbagai reaksi teman-temannya untuk

kepentingan pemecahan masalah-masalah yang dihadapinya” (Amti, 1992:

108).

Melalui kegiatan layanan bimbingan kelompok, anggota kelompok akan

mendapatkan informasi atau pengalaman yang diperoleh melalui kegiatan

bimbingan kelompok tersebut. Dengan layanan bimbingan kelompok, anggota

kelompok juga dapat diajak untuk berinteraksi antar anggota kelompok dalam

mengemukakan gagasan atau pendapatnya mengenai topik yang dibahas,

pengembangan nilai-nilai dan pengembangan langkah-langkah bersama untuk

menangani permasalahan yang dibahas dalam kelompok.

Layanan bimbingan kelompok yang akan dilaksanakan adalah layanan

bimbingan kelompok dengan menggunakan jenis kelompok tugas, yaitu topik

masalah yang akan dibahas berasal dari pemimpin kelompok, dimana topik

yang akan dibahas adalah topik yang sifatnya umum. Selain itu ada beberapa

teknik yang akan digunakan dalam pelaksanaan kegiatan bimbingan kelompok

ini, diantaranya adalah teknik sosiodrama.

Menurut Bennet (Romlah, 2001:99) permainan peranan adalah ‘suatu

alat belajar yang mengembangkan keterampilan-keterampilan dan pengertian-

pengertian mengenai hubungan antar manusia dengan jalan memerankan

situasi-situasi yang paralel dengan yang terjadi dalam kehidupan yang

sebenarnya’.
52

Sedangkan sosiodrama menurut Romlah (2001:101) adalah “permainan

peranan yang ditujukan untuk memecahkan masalah sosial yang timbul dalam

hubungan antar manusia”. Karena teknik sosiodrama dipandang efektif untuk

meningkatkan hubungan antar manusia, maka teknik ini juga relevan jika

diterapkan untuk meningkatkan hubungan interpersonal. Selain sosiodrama,

ada beberapa teknik lain yang akan digunakan. Teknik tersebut antara lain

teknik pemberian informasi, diskusi kelompok dan teknik pemecahan

masalah. Dari pemberian informasi diharapkan anggota kelompok

mendapatkan beberapa informasi dalam kaitannya dengan proses peningkatan

hubungan interpersonal remaja. Sedangkan dengan diskusi kelompok

diharapkan masing-masing anggota kelompok dapat mengungkapkan

pendapatnya, dalam kaitannya dengan informasi yang diberikan. Kemudian

teknik pemecahan masalah dimaksudkan untuk membekali siswa agar mampu

menilai perubahan pada diri dan lingkungannya agar sesuai dengan tujuan dan

nilai hidupnya.

“Penyelenggaraan layanan bimbingan kelompok diselenggarakan dengan

memanfaatkan dinamika kelompok yang terjadi untuk mencapai tujuan

layanan bimbingan” (Mugiarso dkk, 2004:68).

Menurut Winkel (1997:505) :

...tenaga bimbingan memanfaatkan proses kelompok (group process), yaitu


interaksi dan komunikasi yang berlangsung antara anggota peserta
kelompok yang bekerjasama untuk memenuhi suatu kebutuhan yang
dihayati bersama, untuk memecahkan suatu problem yang dihadapi bersama
melalui penukaran pikiran dalam diskusi, atau untuk merencanakan suatu
aksi yang akan dilakukan bersama. Untuk itu, tenaga bimbingan harus
paham akan komponen-komponen yang berperanan dalam suatu proses
kelompok,…
53

Dinamika kelompok yang berkembang dengan baik, akan menjadikan

kegiatan dalam kelompok juga akan berkembang dengan baik pula. Semua

anggota kelompok bisa secara aktif berpartisipasi dalam kegiatan kelompok

sehingga tujuan dari kegiatan kelompok bisa tercapai dengan maksimal.

Dalam kegiatan bimbingan kelompok ini, akan terjadi suatu hubungan

komunikasi antara pemimpin kelompok dan antara anggota kelompok

sehingga akan tercipta suatu pemahaman malalui diskusi dan tanya jawab

antara anggota kelompok mengenai topik yang sedang dibahas.

Informasi yang akan diberikan dalam layanan bimbingan kelompok ini

merupakan informasi yang berhubungan dengan hubungan interpersonal.

Materi yang diberikan, disesuaikan dengan topik yang akan dibahas. Karena

bimbingan kelompok ini merupakan kelompok tugas, maka topik yang akan

dibahas adalah berasal dari pemimipin kelompok. Dengan memanfaatkan

dinamika kelompok yang berkembang, diharapkan dengan layanan bimbingan

kelompok ini, akan memberikan hasil yang positif dalam meningkatkan

hubungan interpersonal anak-anak di panti asuhan tersebut.

E. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan uraian-uraian di atas, maka penulis mengajukan hipotesis

yang akan dibuktikan kebenarannya “Layanan bimbingan kelompok dalam

bidang bimbingan sosial efektiv untuk meningkatkan hubungan interpersonal

remaja di Panti Asuhan Kumuda Putra Putri Magelang Tahun 2005”.


BAB III

METODE PENELITIAN

Keberhasilan suatu kegiatan penelitian yang akan dilakukan, sangat

ditentukan oleh tepatnya metode yang digunakan. “Penelitian adalah suatu proses

mencari sesuatu secara sistematik dalam waktu yang lama dengan menggunakan

metode ilmiah serta aturan-aturan yang berlaku” (Nasir, 1988:99). Agar bisa

menghasilkan suatu penelitian yang baik, seorang peneliti harus mengetahui

aturan dan keterampilan-keterampilan dalam melaksanakan penelitian. Ketepatan

dalam memilih metode penelitian akan mengatur arah gerak serta tujuan

penelitian. Oleh karena itu metode penelitian sangat berpengaruh besar pada

kualitas hasil penelitian.

Dalam metode penelitian ini, ada beberapa hal yang dapat menentukan

langkah-langkah pelaksanaan kegiatan penelitian. Adapun langkah-langkah yang

harus ditentukan adalah jenis penelitian, populasi, sampel dan teknik sampling,

variabel penelitian, desain penelitian, metode pengumpulan data, uji instrumen

penelitian, dan metode analisis data.

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian

eksperimen. Menurut Nasir (1988:74) “penelitian eksperimen adalah

penelitian yang dilakukan dengan mengadakan manipulasi terhadap objek

penelitian serta adanya kontrol”.

54
55

Sedangkan menurut Arikunto (2002:3) “eksperimen adalah suatu cara

untuk mencari hubungan sebab akibat (hubungan kausal) antara dua faktor

yang sengaja ditimbulkan oleh peneliti dengan mengeliminisasi atau

mengurangi atau menyisihkan faktor-faktor lain yang bisa mengganggu”.

Dalam penelitian ini, manipulasi atau perlakuan yang akan diberikan

adalah layanan bimbingan kelompok kepada kelompok eksperimen. Jadi,

peneliti memberikan suatu perlakuan yaitu layanan bimbingan kelompok

kepada kelompok eksperimen. Nantinya akan dilihat apakah layanan

bimbingan kelompok efektif dalam meningkatkan hubungan interpersonal

pada remaja di Panti Asuhan Kumuda Putra Putri Magelang Tahun 2005.

Untuk dapat mengetahui keefektifan dari layanan bimbingan kelompok

tersebut adalah dengan cara membandingkan antara hasil pre test dan post tes

yang telah diberikan kepada kelompok eksperimen.

B. Populasi, Sampel dan Teknik Sampling

1. Populasi

‘Populasi adalah kelompok besar individu yang mempunyai

karakteristik umum yang sama’ (McCall dalam Hadjar, 1999:133).

Menurut Arikunto (2002:108) “populasi adalah keseluruhan subjek

penelitian”. Sedangkan menurut Nasir (1988:325) “populasi adalah

kumpulan dari individu dengan kualitas serta ciri-ciri yang telah

ditetapkan”. Dari beberapa pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa

populasi adalah keseluruhan subjek penelitian yang paling sedikit

mempunyai karakteristik atau ciri-ciri yang sama.


56

“Homogenitas subjek penelitian dapat dicapai dengan membatasi

ciri-ciri populasinya” (Latipun, 2002:30). Dalam penelitian ini, peneliti

membatasi subjek penelitian pada aspek subjek sendiri yaitu pada

tingkatan umur atau usia. Populasinya adalah remaja pertengahan yang

berusia antara 15-18 tahun yang berjumlah 55 remaja. Alasannya, karena

remaja pada usia tersebut sudah memiliki tingkat pemahaman yang cukup

baik sehingga akan mendukung keberhasilan kegiatan bimbingan

kelompok. Selain itu masalah yang mereka hadapi biasanya cukup

kompleks, baik itu masalah pribadi maupun sosial.

2. Sampel

Dalam penelitian, seorang peneliti sering tidak mengambil seluruh

anggota populasi untuk diteliti, namun hanya sebagian dari subjek

penelitian yang diteliti (sampel). Akan tetapi, dalam mengambil sampel

tersebut harus bisa mewakili dari populasi penelitian, sehingga sampel

tersebut bisa menggambarkan keadaan populasi secara keseluruhan dan

objektif.

Menurut Arikunto (2002:109) “sampel adalah sebagian atau wakil

populasi yang diteliti”. Menurut Hadjar (1999:133) “sampel terdiri dari

sekelompok individu yang dipilih dari kelompok yang lebih besar di mana

pemahaman dari hasil penelitian akan diberlakukan”.

Peneliti seringkali berkeinginan agar hasil eksperimennya dapat

digeneralisasikan. “Generalisasi hasil suatu penelitian eksperimen sering

dipermasalahkan, karena dimungkinkan ada perbedaan kondisi subjek dan


57

lingkungan eksperimen dengan kondisi subjek dan lingkungan populasi di

luar eksperimen yang menjadi target generalisasinya” (Latipun, 2002:36).

Sampel yang akan diambil dalam penelitian ini adalah dengan

mengambil 12 remaja Panti Asuhan Kumuda Putra Putri Magelang yang

berusia antara 15-18 tahun (remaja pertengahan). Kegiatan bimbingan

kelompok yang efektif adalah yang beranggotakan 10-15 orang.

3. Teknik Sampling

Teknik yang digunakan untuk pengambilan sampel dalam

penelitian ini adalah “simple random sampling” atau sampling acak

sederhana. Menurut Borg and Gall (Hadjar, 1999:137) ‘sampling acak

sederhana adalah salah satu teknik pemilihan sampel di mana semua

individu anggota populasi mempunyai kemungkinan kesempatan yang

sama dan independen untuk dipilih sebagai anggota sampel’. Setiap subjek

dalam populasi mempunyai kesempatan (chance) yang sama untuk dipilih

menjadi sampel.

C. Variabel Penelitian

1. Jenis Variabel

‘Variabel adalah karakter dari unit observasi yang mempunyai

variasi’ (Glass dan Hopkins dalam Hadjar, 1999:216). Menurut Arikunto

(2002:96) “variabel adalah objek penelitian, atau apa yang menjadi titik

perhatian suatu penelitian”. Dengan mengetahui variabel penelitian, maka

peneliti akan mudah mengumpulkan data yang diperlukan dalam rangka

untuk mencapai tujuan.


58

Dalam penelitian ini terdapat dua variabel yaitu variabel

independen dan variabel dependen :

a. Variabel independen, yaitu variabel bebas yang akan diukur

pengaruhnya atau variabel yang mempengaruhi variabel lainnya. Dalam

hal ini yang menjadi variabel bebas adalah layanan bimbingan

kelompok (X).

b. Variabel dependen, yaitu variabel terikat yang keberadaannya

tergantung pada variabel lainnya (variabel bebas). Dalam penelitian ini

yang berfungsi sebagai variabel terikat adalah hubungan interpersonal

(Y).

Hubungan antar kedua variabel tersebut dapat digambarkan sebagai

berikut :

X Y

Variabel bebas Variabel terikat

Gambar 1. Hubungan antar variabel

2. Definisi Operasional

a. Hubungan Interpersonal

Hubungan interpersonal adalah bagaimana kita berinteraksi dan

berkomunikasi dengan orang lain, melalui hubungan tatap muka yang

dilakukan oleh dua orang atau lebih dan dalam kegiatan itu terjadi suatu

proses psikologis yang bisa merubah sikap, pendapat atau perilaku

orang yang sedang melakukan interaksi tersebut. Dalam hubungan

interpersonal yang baik harus ada : (1) rasa saling percaya (trust) yang

ditandai dengan adanya rasa menerima, empati dan kejujuran, (2) sikap
59

supportif yang ditandai dengan deskripsi, orientasi masalah,

spontanitas, persamaan dan provisionalisme, dan (3) sikap terbuka yang

ditandai dengan adanya kemampuan menilai pesan secara objektif,

kemampuan membedakan dengan mudah mana yang benar dan yang

salah, berorientasi pada isi, pencarian informasi ke berbagai sumber,

dan kemampuan mencari kebenaran informasi yang tidak sesuai dengan

pendapatnya.

b. Bimbingan Kelompok

Layanan bimbingan kelompok merupakan layanan yang

diberikan kepada beberapa individu dengan prosedur kelompok untuk

memberikan informasi yang bersifat personal, vokasional, dan sosial

bagi keperluan anggota kelompok dan dalam kegiatan bimbingan

kelompok itu tercipta suatu dinamika kelompok yang akan mendukung

berkembangnya kehidupan kelompok untuk mencapai tujuan bersama.

Layanan bimbingan kelompok ini dilakukan melalui empat

tahap kegiatan yaitu tahap pembentukan, tahap peralihan, tahap

kegiatan dan tahap pengakhiran.

D. Desain Penelitian

“Desain penelitian adalah semua proses yang diperlukan dalam

perencanaan dan pelaksanaan penelitian” (Nasir, 1988:99). Adapun metode

yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian eksperimen dengan

cara memberikan perlakuan layanan bimbingan kelompok kepada kelompok

eksperimen.
60

‘Ada dua jenis desain penelitian berdasarkan baik buruknya eksperimen

dan sempurna tidaknya eksperimen, yaitu pre experimental design dan true

experimental design’ (Campbell & Stanley dalam Nasir, 1988:77).

1. Pre Experimental Design (eksperimen tidak sebenarnya). Eksperimen ini

sering disebut juga dengan istilah quasi experiment atau eksperimen pura-

pura. Disebut demikian karena eksperimen jenis ini belum memenuhi

syarat seperti cara eksperimen yang dapat dikatakan ilmiah mengikuti

peraturan tertentu. Ada tiga jenis design yang dimasukkan dalam kategori

pre experimental design, yaitu one shot case study, pre test and post test

dan static group comparison.

2. True Experimental Design (eksperimen sebenarnya). Jenis ini sudah

dianggap baik karena sudah memenuhi persyaratan yaitu adanya kelompok

lain yang tidak dikenal eksperimen dan ikut mendapatkan pengamatan.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan Pre Experimental Design

(eksperimen tidak sebenarnya) dengan menggunakan jenis One Group Pre-

test and Post-test. Dalam penelitian ini tidak dilakukan pengontrolan terhadap

variabel yang diikutkan dalam eksperimen.

Desain ini dapat digambarkan sebagai berikut :

Pengukuran Pengukuran

(Pretest) Perlakuan (Posttest)

To X T1

Gambar 2. Design One Group Pretest-Posttest (Nasir, 1988:279)


61

Dalam desain ini observasi dilakukan sebanyak dua kali yaitu sebelum

eksperimen dan sesudah eksperimen. Observasi yang dilakukan sebelum

eksperimen (T0) yaitu pemberian pre-test berupa skala psikologi hubungan

interpersonal untuk mengukur hubungan interpersonal remaja sebelum

diberikan treatment berupa layanan bimbingan kelompok. X adalah perlakuan

(treatment) yaitu layanan bimbingan kelompok. Dan observasi sesudah

eksperimen (T1) adalah pemberian post-test berupa skala psikologi hubungan

interpersonal untuk mengukur hubungan interpersonal remaja pada kondisi

akhir sesudah mendapatkan layanan bimbingan kelompok. Perbedaan antara

T0 dan T1 diasumsikan merupakan efek dari treatment/eksperimen.

Rancangan Penelitian :

Beberapa hal yang dilakukan dalam pelaksanaan ekperimen ini adalah :

1. Memberikan Pre-test

Pre-test ini menggunakan format skala hubungan interpersonal dan

hasil dari pre-test ini akan menjadi data perbandingan pada post-test.

2. Perlakuan/Treatment

Perlakuan yang diberikan adalah berupa layanan bimbingan

kelompok dengan beberapa teknik yang digunakan. Diantaranya adalah

teknik sosiodrama, pemberian informasi, diskusi kelompok dan teknik

pemecahan masalah. Layanan bimbingan kelompok ini bertujuan untuk

meningkatkan hubungan interpersonal remaja di panti asuhan. Pada

kegiatan bimbingan kelompok ini akan diberikan beberapa materi layanan

untuk meningkatkan hubungan interpersonal remaja, diantaranya adalah :


62

Tabel.1.
Jadwal Kegiatan Layanan Bimbingan Kelompok

Tahap Tanggal Kegiatan Teknik Waktu


I 21 November 2005 Pelaksanaan Pre test 45 menit
Pemberian perlakuan
bimbingan kelompok dengan
materi di bawah ini :
22 November 2005 1. Mengenal Diri Sendiri Pemberian Informasi. 45 menit
dan Orang Lain
25 November 2005 2. Dasar-dasar Persahabatan Pemberian Informasi 45 menit
dan Pemecahan
Masalah.
29 November 2005 3. Cara Melakukan Sosiodrama. 45 menit
Komunikasi dengan
Baik.
2 Desember 2005 4. Perilaku yang Membantu Pemberian Informasi. 45 menit
II
Bergaul dengan Orang
Lain
6 Desember 2005 5. Perlunya Ketrampilan Diskusi Kelompok. 45 menit
Sosial
9 Desember 2005 6. Cara Mengatasi Malu Pemberian Informasi 45 menit
yang Berlebihan dan Pemecahan
Masalah.
13 Desember 2005 7. Mengenal dan Diskusi Kelompok. 45 menit
Mempercayai Orang Lain
16 Desember 2005 8. Memecahkan Konflik Pemberian Informasi 45 menit
Secara Konstruktif dan Pemecahan
Masalah.
III 17 Desember 2005 Pelaksanaan Post test 45 menit

Frekuensi dan lama kegiatan layanan bimbingan kelompok ini

rencananya akan dilakukan sebanyak 8 kali dengan durasi waktu 45 menit

untuk satu kali pertemuan.

3. Melakukan Post-test, sesudah pemberian layanan bimbingan kelompok

dengan jeda maksimal 3 hari setelah pertemuan terakhir.

4. Proses analisis data, yaitu dengan menggunakan metode analisis Wilcoxon.


63

E. Metode Pengumpulan Data

1. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini

adalah dengan menggunakan skala psikologi. “Skala psikologi selalu

mengacu kapada alat ukur aspek atau atribut afektif” (Azwar, 2002:3).

Menurut Azwar (2002:3-4) beberapa karakteristik skala sebagai

alat ukur psikologi yaitu :

1. Stimulusnya berupa pertanyaan atau pernyataan yang tidak


langsung mengungkap atribut yang hendak diukur melainkan
mengungkap indikator perilaku dari atribut yang bersangkutan.
Dalam hal ini, meskipun subjek yang diukur memahami
pertanyaan atau pernyataannya namun tidak mengetahui arah
jawaban yang dikehendaki oleh pertanyaan yang diajukan sehingga
jawaban yang diberikan akan tergantung pada interpretasi subjek
terhadap pertanyaan tersebut dan jawabannya lebih bersifat
proyektif, yaitu berupa proyeksi dari perasaan atau kepribadiannya.
2. Dikarenakan atribut psikologis diungkap secara tidak langsung
lewat indikator-indikator perilaku sedangkan indikator perilaku
diterjemahkan dalam bentuk aitem-aitem, maka skala psikologi
selalu berisi banyak aitem. Jawaban subjek terhadap satu aitem
baru merupakan sebagian dari banyak indikasi mengenai atribut
yang diukur, sedangkan kesimpulan akhir sebagai suatu diagnosis
baru dapat dicapai bila semua aitem telah direspons.
3. Respons subjek tidak diklasifikasikan sebagai jawaban “benar”
atau “salah”. Semua jawaban dapat diterima sepanjang diberikan
secara jujur dan sungguh-sungguh. Hanya saja, jawaban yang
berbeda akan diinterpretasikan berbeda pula.

2. Alat Pengumpul Data

Adapun alat pengumpul datanya berupa skala hubungan

interpersonal yang dikembangkan peneliti sendiri berdasarkan teori yang

ada. Skala psikologi yaitu data yang akan diungkap berupa konstruk dan

konsep psikologis yang menggambarkan aspek kepribadian individu. Dan

dalam penelitian ini yang dimaksud untuk menggambarkan hubungan


64

interpersonal remaja di panti asuhan. Pada skala psikologi, pertanyaan atau

pernyataan sebagai stimulus yang tertuju pada indikator untuk memancing

jawaban yang merupakan refleksi dari keadaan diri subjek yang biasanya

tidak disadari oleh responden yang bersangkutan.

Adapun langkah-langkah penyusunan instrumen sampai dengan

instrumen siap jadi adalah sebagai berikut :

Kisi-kisi pengembangan
instrumen penelitian
(1)

Instrumen Uji Coba Revisi


(2) (3) (4)

Instrumen jadi
(5)

Bagan 1. Prosedur penyusunan instrumen

Langkah-langkah dalam menyusun instrumen dilakukan dalam

beberapa tahap, baik dalam pembuatan atau uji coba instrumen. Peneliti

terlebih dahulu membuat atau menyusun kisi-kisi instrumen yang meliputi

variabel, sub variabel, indikator dan nomor soal, membuat pertanyaan atau

pernyataan, kemudian instrumen jadi yang berupa skala kemudian direvisi

dan instrumen jadi.

Skala yang digunakan untuk mengukur hubungan interpersonal remaja

di panti asuhan adalah Skala Likert. “Skala Likert menggunakan hanya aitem
65

yang secara pasti baik dan secara pasti buruk, tidak dimasukkan yang agak

baik, yang agak kurang, yang netral dan ranking lain di antara dua sikap yang

pasti diatas” (Nasir, 1988:397).

Menurut Nasir (1988:397-398) prosedur dalam membuat skala Likert

adalah sebagai berikut :


1. Peneliti mengumpulkan item-item yang cukup banyak, yang relevan
dengan masalah yang sedang diteliti yang terdiri dari item yang cukup
terang disukai dan yang cukup terang tidak disukai.
2. Kemudian item-item tersebut dicoba kepada sekelompok responden
yang cukup representatif dari populasi yang ingin diteliti.
3. Responden di atas diminta untuk mencek tiap item apakah ia
menyenanginya (+) atau tidak menyukainya (-). Responsi tersebut
dikumpulkan dan jawaban yang memberikan indikasi menyenangi
diberikan skor tertinggi. Tidak ada masalah misalnya untuk
memberikan angka lima untuk yang tinggi dan skor satu untuk yang
terendah atau sebaliknya. Yang penting adalah konsistensi dari arah
sikap yang diperlihatkan. Demikian juga, apakah jawaban “setuju” atau
“tidak setuju” yang disebut yang disenangi, tergantung dari isi
pertanyaan dan isi dari item-item yang disusun.
4. Total skor dari masing-masing individu adalah penjumlahan dari skor
masing-masing item dari individu tersebut.
5. Responsi dianalisa untuk mengetahui item-item mana yang sangat nyata
batasan antara skor tinggi dan skor rendah dalam skala total. Misalnya,
responsi responden pada upper 25% dan lower 25% dianalisa untuk
melihat sampai berapa jauh tiap item dalam kelompok ini berbeda.
Item-item yang tidak menunjukkan korelasi dengan total skor dibuang,
atau yang tidak menunjukkan beda yang nyata apakah masuk ke dalam
skor tinggi atau rendah juga dibuang untuk mempertahankan konsistensi
internal dari pertanyaan.

“Skala Likert dapat memperlihatkan item yang dinyatakan dalam


beberapa responsi alternatif (a. sangat setuju, setuju, bimbang, tidak setuju,
sangat tidak setuju) tentang senang tidak senang terhadap suatu item” (Nasir,
1988:398).
Peneliti menganggap ada kelemahan dengan lima alternatif jawaban.
Karena responden cenderung memilih alternatif yang ada di tengah (karena
dirasa aman dan paling gampang dan hampir tidak berpikir), maka peneliti
hanya memakai empat alternatif jawaban yaitu sangat sesuai, sesuai, tidak
sesuai dan sangat tidak sesuai.
66

F. Uji Instrumen Penelitian

1. Validitas Instrumen

“Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat

kevalidan atau kesahihan suatu instrumen” (Arikunto, 2002:144). Dalam

penelitian ini, validitas yang digunakan adalah validitas konstruk. Validitas

konstruk bukan saja mengadakan validasi terhadap alat ukur tetapi juga

mengadakan validasi terhadap teori di belakang alat ukur tersebut. Dengan

kata lain, validitas ini berangkat dari konstruksi teoritis tentang variabel

yang hendak diukur oleh suatu jenis alat ukur. Dalam penelitian ini,

konstruksi teoritis yang dimaksud adalah hubungan interpersonal.

Uji validitas yang digunakan adalah validitas internal. Menurut

Latipun (2002:54)

Validitas internal merupakan validitas penelitian yang berhubungan


dengan pertanyaan: sejauh mana perubahan yang diamati (Y) dalam
suatu eksperimen benar-benar hanya terjadi karena X yaitu perlakuan
yang diberikan (variabel perlakuan) dan bukan karena pengaruh faktor
lain (variabel luar).

Sebuah instrumen dikatakan memiliki validitas internal apabila

setiap bagian instrumen mendukung misi instrumen secara keseluruhan,

yaitu mengungkap data dari variabel yang dimaksud.

Rumus yang digunakan untuk menguji validitas adalah dengan

menggunakan rumus korelasi Product Moment angka kasar yang

dikemukakan oleh Pearson. Rumus tersebut adalah :

NΣXY − (ΣX )(ΣY )


rxy =
{NΣX 2
}{
− (ΣX ) NΣY 2 − (ΣY )
2 2
}
67

Keterangan :

rxy : koefisien korelasi antara skor item dan skor total.

N : jumlah subjek.

ΣX : jumlah skor item X.

ΣY : jumlah skor item Y.

ΣXY : jumlah perkalian skor item X dengan skor item Y.

ΣX 2 : jumlah kwadrat skor item X.

ΣY 2 : jumlah kwadrat skor item Y.

2. Reliabilitas Instrumen

“Reliabilitas menunjukkan pada suatu pengertian bahwa sesuatu

instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul

data karena instrumen tersebut sudah baik” (Arikunto, 2002:154). Suatu

alat ukur mempunyai reliabilitas yang tinggi atau dapat dipercaya bila alat

ukur tersebut mantab dan stabil, dan dapat diandalkan.

Untuk memperoleh dan mengukur reliabilitas instrumen dalam

penelitian ini digunakan rumus Alpha (Arikunto, 2002:171). Alasan

menggunakan rumus ini adalah karena instrumen yang digunakan oleh

peneliti adalah skala psikologis mengenai hubungan interpersonal dengan

skala bertingkat (rating scale).

Rumus alpha tersebut adalah :

⎡ k ⎤ ⎡ Σσ b 2 ⎤
r11 = ⎢ ⎥ ⎢1 − σt 2 ⎥
⎣ (k − 1) ⎦ ⎣ ⎦

Keterangan :

r11 : reliabilitas intrumen.


68

k : banyaknya butir pertanyaan.

Σσb 2 : jumlah varian butir.

Σσ t 2 : varian total.

G. Metode Analisis Data

“Analisa data merupakan bagian yang amat penting dalam metode

ilmiah, karena dengan analisalah data tersebut dapat diberi arti dan makna

yang berguna dalam memecahkan masalah penelitian” (Nasir, 1988:405).

Ada dua metode yang bisa digunakan untuk melakukan analisis data yaitu

analisis statistik parametric dan analisis statistik nonparametric. Dengan

analisis data ini, akan diperoleh hasil pengungkapan data yang telah diungkap

melalui skala psikologis atau intrumen penelitian.

Metode analisis data pada penelitian ini menggunakan analisis statistic

nonparametric. Menurut Siegel (1997:38) “tes statistik nonparametrik adalah

tes yang modelnya tidak menetapkan syarat-syarat mengenai parameter-

parameter populasi yang merupakan induk sampel penelitiannya”.

“Statistik nonparametris digunakan untuk menganalisis data yang

berbentuk nominal dan ordinal dan tidak dilandasi persyaratan data harus

berdistribusi normal” (Sugiyono, 2004:8).

Menurut Sidney Siegel (1997:40-41) statistic nonparametric

mempunyai beberapa keuntungan antara lain :

1. Pernyataan kemungkinan yang diperoleh dari sebagian besar tes statistic

nonparametric adalah kemungkinan-kemungkinan yang eksak.


69

2. Jika sampelnya sekecil N = 6, hanya tes statistic nonparametric yang dapat

digunakan kecuali kalau sifat distribusi populasinya diketahui secara pasti.

3. Terdapat tes-tes statistic nonparametric untuk menggarap sampel-sampel

yang terdiri dari observasi-observasi dari beberapa populasi yang

berlainan.

4. Tes-tes statistic nonparametric dapat untuk menggarap data yang pada

dasarnya merupakan ranking dan juga untuk data yang skor keangkaannya

secara sepintas kelihatan memiliki kekuatan ranking.

5. Metode-metode nonparametric dapat digunakan untuk menggarap data

yang hanya merupakan klasifikasi semata.

6. Tes-tes statistic nonparametric lebih mudah dipelajari dan diterapkan

dibandingkan dengan tes-tes parametric.

Dalam penelitian ini ditujukan untuk menguji hipotesis komparatif 2

sampel yang berpasangan yang berarti menguji ada tidaknya perbedaan yang

signifikan antara nilai variabel dari dua sampel yang berpasangan/berkorelasi

dalam penelitian ini sampel yang berpasangan berupa satu sampel yang

diukur dua kali, yaitu sebelum diberi perlakuan dan sesudah diberi perlakuan.

Karena dalam penelitian ini digunakan untuk menguji signifikansi hipotesis

komparatif dua sampel yang berkorelasi dan datanya berbentuk ordinal

(berjenjang) maka teknik analisis datanya menggunakan Wilcoxon Match

Pairs Test.

“Wilcoxon Match Pairs Test merupakan penyempurnaan dari uji tanda

(Sign Test). Teknik ini digunakan untuk menguji signifikansi hipotesis

komparatif dua sampel yang berkorelasi bila datanya berbentuk ordinal”

(Sugiyono, 2004:44).
70

Adapun rumus Wilcoxon adalah :

n(n + 1)
T−
T − μT 4
Ζ= =
σT n(n + 1)(2n + 1)
24

Keterangan :

n : jumlah sampel.

T : jumlah jenjang yang kecil.

Dari hasil hitung tersebut dikonsultasikan dengan indeks tabel

Wilcoxon. Jika hasil analisis lebih besar dari indeks tabel Wilcoxon, maka

berarti layanan bimbingan kelompok dianggap efektif dalam meningkatkan

hubungan interpersonal.

Agar dapat menentukan tingkat hubungan interpersonal remaja maka

ditentukan kriteria tingkat hubungan interpersonal untuk analisis deskriptif.

Kriterianya adalah :

Nilai maksimal :4

Nilai Minimal :1

Rentang Nilai : 4-1 = 3

Kelas Interval :7

Interval Kelas Persentase : 3:7 = 0,42

Tabel 2
Kriteria Penentuan Tingkatan Hubungan Interpersonal

Interval Nilai Kriteria


1,00 - 1,42 Sangat Rendah (SR)
1,43 - 1,85 Rendah (R)
1,86 - 2,28 Cukup Rendah (CR)
2,29 - 2,71 Sedang (S)
2,72 - 3,14 Cukup Tinggi (CT)
3,15 - 3,57 Tinggi (T)
3,58 - 4,00 Sangat Tinggi (ST)
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini akan diuraikan hasil penelitian dan pembahasan hasil

penelitian yang telah dilaksanakan mengenai “Efektivitas Layanan Bimbingan

Kelompok Dalam Bidang Bimbingan Sosial Untuk Meningkatkan Hubungan

Interpersonal Remaja di Panti Asuhan Kumuda Putra Putri Magelang Tahun

2005”.

A. Hasil Penelitian

Sesuai dengan tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui :

efektivitas layanan bimbingan kelompok dalam bidang sosial untuk

meningkatkan hubungan interpersonal remaja. Berikut ini akan dipaparkan

hasil penelitian berdasarkan tujuan di atas, menurut kriteria penilaian

hubungan interpersonal remaja yang telah dibuat pada tabel di bawah ini :

Tabel 3.
Kriteria Penentuan Tingkatan Hubungan Interpersonal

Interval Nilai Kriteria


1,00 - 1,42 Sangat Rendah (SR)
1,43 - 1,85 Rendah (R)
1,86 - 2,28 Cukup Rendah (CR)
2,29 - 2,71 Sedang (S)
2,72 - 3,14 Cukup Tinggi (CT)
3,15 - 3,57 Tinggi (T)
3,58 - 4,00 Sangat Tinggi (ST)

71
72

1. Deskripsi Hubungan Interpersonal Remaja Sebelum Mendapatkan

Layanan Bimbingan Kelompok.

Kecenderungan hubungan interpersonal remaja di Panti Asuhan

Kumuda Putra Putri Magelang tahun 2005 sebelum mendapatkan layanan

bimbingan kelompok (hasil pre test) sebagian besar berada pada kriteria

Cukup Tinggi (CT). Dari hasil pre test yang telah dilakukan dapat

diketahui bahwa 4 sampel (33,3%) mendapat kriteria Tinggi (T) dengan

skor rata-rata antara 3,15-3,57. Sedangkan 6 sampel (50%) mendapat

kriteria Cukup Tinggi (CT) dengan skor rata-rata antara 2,72-3,14. Dan 2

sampel (16,7%) mendapat kriteria Sedang (S) dengan skor rata-rata antara

2,29-2,71. Secara keseluruhan skor rata-rata Hubungan Interpersonal

remaja sebelum mendapat layanan bimbingan kelompok adalah 2,92

dengan kriteria Cukup Tinggi (CT). Hal ini dapat dilihat pada tabel di

bawah ini :

Tabel 4.
Distribusi Frekuensi Nilai Hubungan Interpersonal Remaja 12 Sampel
Sebelum Mendapat Layanan Bimbingan Kelompok

Interval Nilai Frekuensi Persentase Kriteria


1,00 - 1,42 0 0% Sangat Rendah (SR)
1,43 - 1,85 0 0% Rendah (R)
1,86 - 2,28 0 0% Cukup Rendah (CR)
2,29 - 2,71 2 16,7% Sedang (S)
2,72 - 3,14 6 50% Cukup Tinggi (CT)
3,15 - 3,57 4 33,3% Tinggi (T)
3,58 - 4,00 0 0% Sangat Tinggi (ST)
Jumlah 12 100%
73

Untuk deskripsi per-sub variabel sebelum mendapat layanan

bimbingan kelompok dapat diketahui, dari 3 sub variabel yang ada,

semuanya berada pada kriteria Cukup Tinggi (CT) dengan skor rata-rata

masing-masing adalah : untuk sub variabel Percaya 2,82, Sikap Supportif

2,97 dan Sikap Terbuka 2,93.

Pada sub variabel Percaya, 2 sampel (16,7%) mendapat kriteria

Tinggi (T) dengan skor rata-rata antara 3,15-3,57. 6 sampel (50%)

mendapat kriteria Cukup Tinggi (CT) dengan skor rata-rata antara 2,72-

3,14. 3 sampel (25%) mendapat kriteria Sedang (S) dengan skor rata-rata

antara 2,29-2,71. Dan 1 sampel (8,3%) mendapat kriteria Cukup Rendah

(CR) dengan skor rata-rata antara 1,86-2,28. Untuk lebih jelasnya dapat

dilihat pada tabel di bawah ini :


Tabel 5.
Distribusi Frekuensi Nilai Sub Variabel Percaya 12 Sampel
Sebelum Mendapat Layanan Bimbingan Kelompok

Interval Nilai Frekuensi Persentase Kriteria Hubungan


Interpersonal
1,00 - 1,42 0 0% Sangat Rendah (SR)
1,43 - 1,85 0 0% Rendah (R)
1,86 - 2,28 1 8,3% Cukup Rendah (CR)
2,29 - 2,71 3 25% Sedang (S)
2,72 - 3,14 6 50% Cukup Tinggi (CT)
3,15 - 3,57 2 16,7% Tinggi (T)
3,58 - 4,00 0 0% Sangat Tinggi (ST)
Jumlah 12 100%

Untuk sub variabel Sikap Supportif 1 sampel (8,3%) mendapat

kriteria Sangat Tinggi (ST) dengan skor rata-rata antara 3,58-4,00. 2

sampel (16,7%) mendapat kriteria Tinggi (T) dengan skor rata-rata antara

3,15-3,57. Sedangkan 6 sampel (50%) mendapat kriteria Cukup Tinggi

(CT) dengan skor rata-rata antara 2,72-3,14. Dan 3 sampel (25%)

mendapat kriteria Sedang (S) dengan skor rata-rata antara 2,29-2,71.


74

Tabel 6.
Distribusi Frekuensi Nilai Sub Variabel Sikap Supportif 12 Sampel
Sebelum Mendapat Layanan Bimbingan Kelompok

Interval Nilai Frekuensi Persentase Kriteria Hubungan


Interpersonal
1,00 - 1,42 0 0% Sangat Rendah (SR)
1,43 - 1,85 0 0% Rendah (R)
1,86 - 2,28 0 0% Cukup Rendah (CR)
2,29 - 2,71 3 25% Sedang (S)
2,72 - 3,14 6 50% Cukup Tinggi (CT)
3,15 - 3,57 2 16,7% Tinggi (T)
3,58 - 4,00 1 8,3% Sangat Tinggi (ST)
Jumlah 12 100%

Pada sub variabel Sikap Terbuka, 3 sampel (25%) mendapat kriteria

Tinggi (T) dengan skor rata-rata antara 3,15-3,57. 6 sampel (50%)

mendapat kriteria Cukup Tinggi (CT) dengan skor rata-rata antara 2,72-

3,14. Sedangkan 2 sampel (16,7%) mendapat kriteria Sedang (S) dengan

skor rata-rata antara 2,29-2,71 dan 1 sampel (8,3%) mendapat kriteria

Cukup Rendah (CR) dengan skor rata-rata antara 1,86-2,28. Untuk lebih

jelasnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 7.
Distribusi Frekuensi Nilai Sub Variabel Sikap Terbuka 12 Sampel
Sebelum Mendapat Layanan Bimbingan Kelompok

Interval Nilai Frekuensi Persentase Kriteria Hubungan


Interpersonal
1,00 - 1,42 0 0% Sangat Rendah (SR)
1,43 - 1,85 0 0% Rendah (R)
1,86 - 2,28 1 8,3% Cukup Rendah (CR)
2,29 - 2,71 2 16,7% Sedang (S)
2,72 - 3,14 6 50% Cukup Tinggi (CT)
3,15 - 3,57 3 25% Tinggi (T)
3,58 - 4,00 0 0% Sangat Tinggi (ST)
Jumlah 12 100%

2. Deskripsi Hubungan Interpersonal Remaja Sesudah Mendapatkan Layanan

Bimbingan Kelompok.
75

Sesudah mendapat layanan bimbingan kelompok, kecenderungan

hubungan interpersonal remaja di Panti Asuhan Kumuda Putra Putri

Magelang tahun 2005 mengalami peningkatan. Ini bisa dilihat dari

peningkatan skor rata-rata yang di dapat dimana kebanyakan dari remaja

berada pada kriteria Tinggi (T) dengan skor rata-rata 3,26. Dengan hasil

ini menunjukkan adanya peningkatan skor rata-ratanya sebesar 0,34.

Dari hasil post test, dapat diketahui bahwa 3 dari 12 sampel (25%)

mendapat kriteria Sangat Tinggi (ST) dengan skor rata-rata antara 3,58-

4,00. Sedangkan 5 sampel (41,7%) mendapat kriteria Tinggi (T) dengan

skor rata-rata antara 3,15-3,57. 3 sampel (25%) mendapat kriteria Cukup

Tinggi (CT) dengan skor rata-rata antara 2,72-3,14. Dan 1 sampel (8,3%)

mendapat kriteria Sedang (S) dengan skor rata-rata antara 2,29-2,71.

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 8.
Distribusi Frekuensi Nilai Hubungan Interpersonal Remaja 12 Sampel
Sesudah Mendapat Layanan Bimbingan Kelompok

Interval Nilai Frekuensi Persentase Kriteria


1,00 - 1,42 0 0% Sangat Rendah (SR)
1,43 - 1,85 0 0% Rendah (R)
1,86 - 2,28 0 0% Cukup Rendah (CR)
2,29 - 2,71 1 8,3% Sedang (S)
2,72 - 3,14 3 25% Cukup Tinggi (CT)
3,15 - 3,57 5 41,7% Tinggi (T)
3,58 - 4,00 3 25% Sangat Tinggi (ST)
Jumlah 12 100%

Untuk deskripsi per-sub variabel sesudah mendapat layanan

bimbingan kelompok dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Dimana dari 3

sub variabel, sub variabel Percaya berada pada kriteria Tinggi (T) dengan

skor rata-rata 3,17. Sikap Supportif berada pada kategori Tinggi (T)
76

dengan skor rata-rata 3,29 dan Sikap Terbuka berada pada kategori Tinggi

(T) dengan skor rata-rata 3,30.

Pada sub variabel Percaya, 3 sampel (25%) mendapat kriteria

Sangat Tinggi (ST) dengan skor rata-rata antara 3,58-4,00. 3 sampel

(25%) mendapat kriteria Tinggi (T) dengan skor rata-rata antara 3,15-3,57.

4 sampel (33,3%) mendapat kriteria Cukup Tinggi (CT) dengan skor rata-

rata antara 2,72-3,14. 1 sampel (8,3%) mendapat kriteria Sedang (S)

dengan skor rata-rata antara 2,29-2,71. Dan 1 sampel (8,3%) mendapat

kriteria Cukup Rendah (CR) dengan skor rata-rata antara 1,86-2,28. Untuk

lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 9.
Distribusi Frekuensi Nilai Sub Variabel Percaya 12 Sampel
Sesudah Mendapat Layanan Bimbingan Kelompok

Interval Nilai Frekuensi Persentase Kriteria Hubungan


Interpersonal
1,00 - 1,42 0 0% Sangat Rendah (SR)
1,43 - 1,85 0 0% Rendah (R)
1,86 - 2,28 1 8,3% Cukup Rendah (CR)
2,29 - 2,71 1 8,3% Sedang (S)
2,72 - 3,14 4 33,3% Cukup Tinggi (CT)
3,15 - 3,57 3 25% Tinggi (T)
3,58 - 4,00 3 25% Sangat Tinggi (ST)
Jumlah 12 100%

Untuk sub variabel Sikap Supportif 3 sampel (25%) mendapat


kriteria Sangat Tinggi (ST) dengan skor rata-rata antara 3,58-4,00. 5
sampel (41,7%) mendapat kriteria Tinggi (T) dengan skor rata-rata antara
3,15-3,57. Sedangkan 3 sampel (25%) mendapat kriteria Cukup Tinggi
(CT) dengan skor rata-rata antara 2,72-3,14. Dan 1 sampel (8,3%)
mendapat kriteria Sedang (S) dengan skor rata-rata antara 2,29-2,71.
77

Tabel 10.
Distribusi Frekuensi Nilai Sub Variabel Sikap Supportif 12 Sampel
Sesudah Mendapat Layanan Bimbingan Kelompok

Interval Nilai Frekuensi Persentase Kriteria Hubungan


Interpersonal
1,00 - 1,42 0 0% Sangat Rendah (SR)
1,43 - 1,85 0 0% Rendah (R)
1,86 - 2,28 0 0% Cukup Rendah (CR)
2,29 - 2,71 1 8,3% Sedang (S)
2,72 - 3,14 3 25% Cukup Tinggi (CT)
3,15 - 3,57 5 41,7% Tinggi (T)
3,58 - 4,00 3 25% Sangat Tinggi (ST)
Jumlah 12 100%

Pada sub variabel Sikap Terbuka, 2 sampel (16,7%) mendapat


kriteria Sangat Tinggi dengan skor rata-rata antara 3,58-4,00. 7 sampel
(58,3%) mendapat kriteria Tinggi (T) dengan skor rata-rata antara 3,15-
3,57. Sedangkan 1 sampel (8,3%) mendapat kriteria Cukup Tinggi (CT)
dengan skor rata-rata antara 2,72-3,14. Dan 2 sampel (16,7%) mendapat
kriteria Sedang (S) dengan skor rata-rata antara 2,29-2,71.
Tabel 11.
Distribusi Frekuensi Nilai Sub Variabel Sikap Terbuka 12 Sampel
Sesuah Mendapat Layanan Bimbingan Kelompok

Interval Nilai Frekuensi Persentase Kriteria Hubungan


Interpersonal
1,00 - 1,42 0 0% Sangat Rendah (SR)
1,43 - 1,85 0 0% Rendah (R)
1,86 - 2,28 0 0% Cukup Rendah (CR)
2,29 - 2,71 2 16,7% Sedang (S)
2,72 - 3,14 1 8,3% Cukup Tinggi (CT)
3,15 - 3,57 7 58,3% Tinggi (T)
3,58 - 4,00 2 16,7% Sangat Tinggi (ST)
Jumlah 12 100%
3. Deskripsi Efektivitas Layanan Bimbingan Kelompok Dalam Bidang

Bimbingan Sosial Untuk Meningkatkan Hubungan Interpersonal Remaja.

Deskripsi efektivitas pelaksanaan layanan bimbingan kelompok

dalam bidang bimbingan sosial untuk meningkatkan hubungan

interpersonal remaja di Panti Asuhan Kumuda Putra Putri Magelang dapat


78

digambarkan dari perbandingan hasil pre test dan post testnya. Dimana

bisa dilihat dengan adanya peningkatan skor rata-rata yang diperoleh yaitu

dari 2,92 meningkat menjadi 3,26. hal ini menunjukkan adanya

peningkatan hubungan interpersonal remaja di Panti Asuhan Kumuda

Putra Putri Magelang sesudah mendapatkan layanan bimbingan kelompok

sebesar 0,34. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 12.
Distribusi Frekuensi Hubungan Interpersonal Remaja
Sebelum dan Sesudah Mendapatkan Layanan Bimbingan Kelompok

Pre test Post test


Interval Nilai Kriteria
Frekuensi Persentase Frekuensi Persentase
1,00-1,42 0 0% 0 0% SR
1,43-1,85 0 0% 0 0% R
1,86-2,28 0 0% 0 0% CR
2,29-2,71 2 16,7% 1 8,3% S
2,72-3,14 6 50% 3 25% CT
3,15-3,57 4 33,3% 5 41,7% T
3,58-4,00 0 0% 3 25% ST
Jumlah 12 100% 12 100%

Sedangkan rekapitulasi per-sub variabel hubungan interpersonal

remaja sebelum dan sesudah mendapat layanan bimbingan kelompok

dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 13.
Rekapitulasi Hasil Analisis Deskriptif Pre test dan Post test Per-Sub Variabel
Hubungan Interpersonal Remaja

Pre test Post test


Sub Variabel
Mean Kriteria Mean Kriteria
Percaya 2,82 Cukup Tinggi (CT) 3,17 Tinggi (T)
Sikap Supportif 2,97 Cukup Tinggi (CT) 3,29 Tinggi (T)
Sikap Terbuka 2,93 Cukup Tinggi (CT) 3,30 Tinggi (T)
Skor Rata-rata 2,92 Cukup Tinggi (CT) 3,26 Tinggi (T)
79

Selain itu, berdasarkan hasil analisis data dengan menggunakan uji

Wilcoxon bahwa didapat Z hitung sebesar 2,981 sedangkan apabila dilihat

dari Z tabel dengan taraf signifikansi 5% dan N=12 diperoleh Z tabel sebesar

1,96. Jadi disini nilai Z hitung > Z tabel sehingga bisa dikatakan bahwa ada

perbedaan antara hubungan interpersonal sebelum mendapatkan layanan

bimbingan kelompok dengan sesudah mendapatkan layanan bimbingan

kelompok.

Oleh karena itu, hipotesis pada Bab II yang menyatakan “Layanan

Bimbingan Kelompok dalam bidang bimbingan sosial efektif untuk

meningkatkan hubungan interpersonal pada remaja di Panti Asuhan

Kumuda Putra Putri Magelang Tahun 2005” diterima. Secara lebih jelas,

deskripsi keefektifan layanan bimbingan kelompok dalam meningkatkan

hubungan interpersonal remaja dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 14.
Uji Wilcoxon

Rata-rata Pre test Rata-rata Post test Nilai Z Hitung N=12 Nilai Z Tabel N=12
2,92 3,26 2,981 1,96
Z hitung = 2,981 > Z tabel =1,96

B. Pembahasan

Berdasarkan hasil analisis data, menunjukkan adanya perbedaan tingkat

hubungan interpersonal remaja sebelum mendapatkan layanan bimbingan

kelompok dan sesudah mendapatkan layanan bimbingan kelompok. Dari hasil

analisis data, dapat diketahui bahwa rata-rata tingkat hubungan interpersonal

remaja yang ada di Panti Asuhan Kumuda Putra Putri Magelang tahun 2005
80

sesudah mendapatkan layanan bimbingan kelompok, lebih tinggi bila

dibandingkan dengan sebelum mendapatkan layanan bimbingan kelompok.

Sebelum diberikan layanan bimbingan kelompok (pre test), remaja

mempunyai skor rata-rata hubungan interpersonal sebesar 2,92 atau berada

pada kriteria Cukup Tinggi (CT). Sesudah diberikan layanan bimbingan

kelompok, skor rata-rata hubungan interpersonal remaja naik menjadi 3,26

atau berada pada kriteria Tinggi (T). Dengan demikian dapat disimpulkan

bahwa sesudah mendapatkan layanan bimbingan kelompok remaja mengalami

peningkatan dalam hubungan interpersonalnya. Layanan bimbingan kelompok

tersebut bisa meningkatkan skor rata-rata hubungan interpersonal sebesar

0,34.

Untuk bisa melihat efektivitas layanan bimbingan kelompok dalam

meningkatkan hubungan interpersonal remaja digunakan analisis Wilcoxon.

Analisis Wilcoxon mengenai “Efektivitas Layanan Bimbingan Kelompok

Dalam Bidang Bimbingan Sosial Untuk Meningkatkan Hubungan

Interpersonal Remaja di Panti Asuhan Kumuda Putra Putri Magelang Tahun

2005” ditunjukkan dengan hasil uji Wilcoxon data pre test dan post test yang

diperoleh Z hitung = 2,981 > Z tabel = 1,96 yang berarti ada perbedaan tingkat

hubungan interpersonal yang dimiliki remaja sesudah mendapatkan layanan

bimbingan kelompok. Maka hipotesis yang menyatakan bahwa “Layanan

Bimbingan Kelompok dalam bidang bimbingan sosial efektiv untuk

meningkatkan hubungan interpersonal pada remaja di Panti Asuhan Kumuda

Putra Putri Magelang Tahun 2005” diterima.


81

Dengan demikian bisa disimpulkan bahwa hubungan interpersonal

remaja sebelum mendapat layanan bimbingan kelompok dengan sesudah

mendapat layanan bimbingan kelompok adalah berbeda dan mengalami

peningkatan yang signifikan.

Layanan bimbingan kelompok efektiv dalam meningkatkan hubungan

interpersonal remaja. Karena melalui kegiatan layanan bimbingan kelompok,

anggota kelompok akan mendapatkan informasi atau pengalaman yang

diperoleh melalui kegiatan bimbingan kelompok tersebut. Dengan layanan

bimbingan kelompok, anggota kelompok juga dapat diajak untuk berinteraksi

antar anggota kelompok dalam mengemukakan gagasan atau pendapatnya

mengenai topik yang dibahas, pengembangan nilai-nilai dan pengembangan

langkah-langkah bersama untuk menangani permasalahan yang dibahas dalam

kelompok. Dalam kegiatan bimbingan kelompok akan terjadi suatu proses

pembelajaran. Pembelajaran itu bisa berbentuk sikap maupun perilaku siswa,

seperti yang diungkapkan Bandura (Sarwono, 1998:21) bahwa : ”Dalam

kelompok terjadi suatu interaksi dan peran masing-masing individu yang

saling berinteraksi. Serangkaian ini akan dijadikan tiap individu untuk belajar

suatu perilaku yang baru berupa peniruan, ingatan, pemahaman, yang dialami

kelompok”.

Melalui layanan bimbingan kelompok dengan materi Mengenal Diri

Sendiri dan Orang Lain remaja memperoleh pemahaman tentang siapa dirinya

dan orang lain. Remaja bisa mengetahui kelebihan dan kekurangan yang

dimiliki oleh dirinya dan orang lain serta tahu bagaimana cara menerima dan

mencintai diri sendiri. Hal itu sangat penting untuk dipahami oleh remaja
82

karena dengan mereka paham tentang siapa dirinya dan orang lain akan sangat

membantu mereka dalam berhubungan dengan orang lain.

Melalui layanan bimbingan kelompok dengan materi Dasar-dasar

Persahabatan, remaja mendapatkan pemahaman tentang aturan dalam

persahabatan yang bisa mereka kembangkan. Hal itu sangat penting untuk

bisa dikuasai oleh remaja, karena bagi remaja kemampuan untuk berhubungan

dengan teman sebaya sangat penting dalam proses sosialisasi mereka baik di

rumah, sekolah maupun masyarakat.

Melalui layanan bimbingan kelompok dengan materi Cara Melakukan

Komunikasi dengan Baik, remaja memperoleh pemahaman tentang bagaimana

menguasi ketrampilan berbicara dan mengembangkannya. Karena komunikasi

merupakan dasar bagi setiap individu dalam melakukan hubungan

interpersonal (hubungan dengan orang lain).

Melalui layanan bimbingan kelompok dengan materi Perilaku yang

Membantu Bergaul dengan Orang Lain, remaja dapat memahami dan

mengetahui beberapa perilaku mendasar yang bisa dilakukan untuk membantu

bergaul dengan orang lain baik itu orang dewasa, anak atau seusia mereka

serta bisa menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.

Melalui layanan bimbingan kelompok dengan materi Perlunya

Keterampilan Sosial, remaja dapat mengetahui beberapa keterampilan sosial

dan perlunya keterampilan sosial bagi mereka. Keterampilan sosial juga

diperlukan bagi remaja untuk menghadapi situasi yang sedang dihadapinya.

Melalui layanan bimbingan kelompok dengan materi Cara Mengatasi

Malu yang Berlebihan, remaja memperoleh pemahaman tentang cara


83

mengatasi malu yang merugikan dan bisa menerapkannya dalam kehidupan

sehari-hari apabila mereka mengalaminya. Selain itu mereka juga mengetahui

sumber-sumber malu yang merugikan.

Melalui layanan bimbingan kelompok dengan materi Mengenal dan

Mempercayai Orang Lain, remaja dapat memahami dan mengetahui

bagaimana membangun kepercayaan ketika mereka berhubungan dengan

orang lain. Selain itu, remaja juga bisa menjadi orang yang bisa mempercayai

dan bisa dipercaya oleh orang lain.

Melalui layanan bimbingan kelompok dengan materi Memecahkan

Konflik Secara Konstruktif, remaja dapat mengetahui sisi positif adanya

konflik dan mamahami beberapa strategi yang bisa digunakan untuk

memecahkan konflik secara konstruktif.

Secara keseluruhan, layanan bimbingan kelompok yang telah diberikan

dapat menambah pengetahuan, kesadaran dan pemahaman tentang pentingnya

melakukan hubungan dengan orang lain. Sesudah mendapatkan layanan

bimbingan kelompok, remaja diharapkan bisa meningkatkan kualitas

hubungan interpersonal mereka, karena hal itu sangat penting untuk dikuasai

remaja sebagai proses sosialisasi mereka dengan lingkungan mereka.

Selain materi-materi yang telah disampaikan, beberapa teknik yang

digunakan dalam kegiatan bimbingan kelompok juga bisa menunjang

pencapaian tujuan yang diinginkan. Beberapa teknik yang digunakan antara

lain teknik sosiodrama yang dipandang efektif untuk meningkatkan hubungan

antar manusia, maka teknik ini juga relevan jika diterapkan untuk

meningkatkan hubungan interpersonal.


84

Selain sosiodrama, ada beberapa teknik lain yang juga digunakan yaitu

teknik pemberian informasi, diskusi kelompok dan teknik pemecahan

masalah. Dengan teknik pemberian informasi anggota kelompok akan

mendapatkan informasi dalam kaitannya dengan proses peningkatan

hubungan interpersonal remaja. Sedangkan dengan teknik diskusi kelompok

masing-masing anggota kelompok dapat mengungkapkan pendapatnya di

hadapan anggota kelompok yang lain. Kemudian teknik pemecahan masalah

dimaksudkan untuk membekali siswa agar mampu menilai perubahan pada

diri dan lingkungannya agar sesuai dengan tujuan dan nilai hidupnya.
BAB V

PENUTUP

Pada bab ini akan dikemukakan simpulan dan saran. Berdasarkan hasil

penelitian dan pembahasan sebagai berikut :

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Panti Asuhan Kumuda

Putra Putri Magelang Tahun 2005 maka dapat disimpulkan bahwa layanan

bimbingan kelompok dalam bidang bimbingan sosial efektif untuk

meningkatkan hubungan interpersonal remaja. Hal ini bisa dibuktikan dengan

hasil penelitian di mana sebelum mendapat layanan bimbingan kelompok,

hubungan interpersonal remaja berada pada kategori Tinggi Cukup (CT)

dengan skor rata-rata keseluruhan adalah 2,92. Dan sesudah mendapat layanan

bimbingan kelompok, skor rata-rata hubungan interpersonal remaja meningkat

menjadi 3,26 dengan kriteria Tinggi (T).

B. Saran

Berdasarkan hasil simpulan tersebut di atas, maka dapat diajukan

beberapa saran yang dapat bermanfaat bagi pengembangan pelaksanaan

layanan bimbingan kelompok di Panti Asuhan Kumuda Putra Putri Magelang

adalah :

1. Untuk Panti Asuhan, hendaknya dapat memberikan fasilitas pelayanan

bimbingan dan konseling sebagai salah satu upaya untuk membantu anak

asuhnya dalam memecahkan permasalahan yang dialami oleh mereka.

85
86

2. Untuk Pembimbing, hendaknya pembimbing bisa melaksanakan layanan

bimbingan dan konseling sebagai upaya untuk memberikan bantuan

kepada anak asuhnya. Salah satu layanan yang bisa dilaksanakan adalah

layanan bimbingan kelompok.

3. Bagi remaja, hendaknya mau memanfaatkan layanan bimbingan konseling

yang diberikan seperti layanan bimbingan kelompok sebagai salah satu

upaya untuk membantu memecahkan permasalahan yang sedang dialami.


DAFTAR PUSTAKA

Amti, Erman. 1992. Bimbingan dan Konseling. Jakarta : Dep.Dik.Bud: P.T


Proyek Pembinaan Pendidikan.

Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian. Jakarta: P.T Rineka Cipta.

Azwar, Saefuddin. 2002. Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka


Pelajar.

Hadjar, Ibnu. 1999. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Kuantitatif Dalam


Pendidikan. Jakarta: P.T Raja Grafindo Persada.

Hendrarno, Eddy. dkk. 2003. Bimbingan dan Konseling. Semarang: Percetakan


Swadaya Manunggal.

Hurlock, Elisabeth. 1997. Psikologi Perkembangan. Jakarta: Erlangga.

Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia. 2004. Pedoman Penulisan dan Ujian
Skripsi. Semarang: Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri
Semarang.

Latipun. 2002. Psikologi Eksperimen. Malang: UMM Press.

Liliweri, Alo. 1997. Komunikasi Antar Pribadi. Bandung: P.T Citra Aditya Bakti.

Monks, F.J. 1999. Psikologi Perkembangan. Yogyakarta: Gajah Mada University


Press.

Mugiarso, Heru. dkk. 2004. Bimbingan dan Konseling. Semarang: UPT MKK
Universitas Negeri Semarang.

Nasir, Moh. 1988. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Prayitno. 1999. Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta: P.T Rineka


Cipta.

---------. 1995. Layanan Bimbingan dan Konseling Kelompok (Dasar dan Profil).
Jakarta: Ghalia Indonesia.

Rakhmat, Jalaluddin. 2003. Psikologi Komunikasi. Bandung: P.T Remaja


Rosdakarya Offset.

87
88

Rochmaningsih, Dian. 2004. Hubungan Kecerdasan Emosional dan Perilaku


Interpersonal Siswa Berbakat di Kelas Akselerasi SLTP Negeri 2
Semarang Tahun Pelajaran 2003/2004 (Skripsi). Semarang: Bimbingan
dan Konseling/FIP/ Semarang.

Romlah, Tatiek. 2001. Teori dan Praktek Bimbingan Kelompok. Malang:


Universitas Negeri Malang.

Sarwono, Sarlito Wirawan. 1998. Psikologi Sosial. Jakarta: Rineka Cipta.

Sears, David O. 1988. Psikologi Sosial (Jilid 1). Jakarta: Erlangga.

Siegel, Sidney. 1997. Statistik Nonparametrik Untuk Ilmu-Ilmu Sosial. Jakarta:


P.T Gramedia.

Sugiyono. 2004. Statistik Nonparametris Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.

Supratiknya, A.A. 1995. Hubungan Antarpribadi. Yogyakarta: P.T Kanisius.

Tri Anni, Chatarina. 1994. Kemampuan Akademik dan Hasil Belajar Siswa Tidak
Beruntung Dikaitkan Dengan Latar Belakang Kehidupannya di SMP
Bonifesto Semarang (Tesis). Bandung: Program Studi Bimbingan dan
Konseling, Program Pasca Sarjana IKIP Bandung.

Winkel, W.S. 1997. Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan. Jakarta:


P.T Grasindo.

http://www.sabda.org/publikasi/www.google.com(25 April 2005)

Anda mungkin juga menyukai