Anda di halaman 1dari 17

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1.

Latar Belakang Masalah

Perkembangan dan pertumbuhan penduduk sangat pesat di Indonesia . Seiring


dengan hal tersebut mengakibatkan peningkatan mobilitas penduduk. Sehingga
muncul banyak kendaraan-kendaraan berat yang melintas di jalan raya. Salah satu
prasarana transportasi adalah jalan yang merupakan kebutuhan pokok dalam
kegiatan masyarakat. Dengan melihat peningkatan mobilitas penduduk yang
sangat tinggi maka diperlukan peningkatan baik kuantitas maupun kualitas jalan
yang memenuhi kebutuhan masyarakat.
Aspal beton sebagai bahan untuk konstruksi jalan sudah lama dikenal dan
digunakan secara luas dalam pembuatan jalan. Hal ini disebabkan aspal beton
mempunyai

beberapa

kelebihan

dibanding

dengan

bahan-bahan

lain,

kemampuannya dalam mendukung beban berat kendaraan yang tinggi dan dapat
dibuat dari bahan-bahan lokal yang tersedia dan mempunyai ketahanan yang baik
terhadap cuaca. Aspal beton atau asphaltic concrete adalah campuran dari agregat
bergradasi menerus dengan bahan bitumen. Kekuatan utama aspal beton ada pada
keadaan butir agregat yang saling mengunci dan sedikit filler sebagai mortar.
Pada tanggal 5 November 2010 terjadi letusan eksplosif Gunung Merapi, yang
mengeluarkan material vulkanik yang berukuran abu ke seluruh penjuru lereng
Merapi mulai dari wilayah Kabupaten Magelang, Sleman, Klaten, dan Boyolali.
Karakteristik abu vulkanik ini, relative berbeda dengan debu tanah kering yang
biasa dijumpai pada musim kemarau. Abu vulkanik terbentuk dari pembekuan
magma yang dierupsikan secara eksplosif. Sebagian butiran dari abu ini
mempunyai bentuk runcing, dan karena kandungan silikanya yang besar, abu ini
mempunyai sifat absorbsi yang tinggi.

Menurut Juffrez dalam blog-nya yang berjudul bahan lapis keras, abu vulkanik
dapat digunakan sebagai alternative bahan tambah dalam perkerasan jalan raya
yang dapat meningkatkan stabilitas campuran perkerasan.
Hal tersebut mendorong penulis untuk memanfaatkan abu vulkanik sebagai
pengganti filler dalam perkerasan Asphalt Concrete. Sehingga dengan
pemanfaatan abu vulkanik sebagai filler ini diharapkan menghasilkan perpaduan
yang baik antara agregat kasar, agregat halus, aspal dan filler yang nantinya akan
diperoleh lapisan permukaan yang lentur dan dapat mendukung beban lalu lintas
dengan baik dan nyaman tanpa mengalami deformasi atau kerusakan yang berarti
dalam jangka waktu tertentu.

1.2. Rumusan Masalah


Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimana pengaruh nilai uji marshall campuran aspal beton dengan atau
tanpa menggunakan filler abu vulkanik Gunung Merapi?
2. Apakah campuran perkerasan AC dengan menggunakan filler abu vulkanik
Gunung Merapi memenuhi persyaratan karakteristik marshall revisi SNI031737-1989?

1.3. Batasan Masalah


Batasan masalah dari skripsi ini adalah :
1. Perubahan kimiawi yang terjadi tidak ditinjau.
2.Tinjauan terhadap karakteristik campuran terbatas pada pengamatan terhadap
hasil pengujian Marshall.
3. Abu vulkanik memenuhi syarat sebagai filler berdasarkan ASTM C 618-78
4. Gradasi agregat berdasarkan standart revisi SNI 03-1737-1989
5. Persyaratan stabilitas, flow, porositas dan densitas berdasarkan revisi SNI 031737-1989

1.4. Tujuan Penelitian


Berdasarkan landasan teori diatas maka tujuan dari penelitian sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh pemanfaatan abu vulkanik
Gunung Merapi terhadap nilai uji marshall campuran AC (asphalt concrete)
2. Untuk mencari dan membandingkan hasil karakteristik marshall perkerasan AC
(asphalt concrete) dengan menggunakan filler abu vulkanik Gunung Merapi
terhadap syarat revisi SNI 03-1737-1989

1.5. Hipotesis
Hipotesis dari penelitian ini adalah penggantian filler abu vulkanik Gunung
Merapi dapat meningkatkan stabilitas pada perkerasan Asphalt Concrete (AC).

1.6. Manfaat Penelitian


1.6.1. Teoritis
a. Menambah pengetahuan sejauh mana filler abu vulkanik Gunung
Merapi dapat digunakan sebagai perkerasan AC
b. Mengembangkan pengetahuan di dunia teknik khususnya
kontruksi lapisan perkerasan jalan yaitu mengenai karakteristik
Marshall.
1.6.2. Praktis
a. Menambah alternatif pilihan penggunaan bahan perkerasan yang
lebih ekonomis dan ramah lingkungan.
b. Mengatasi masalah pemanfaatan abu vulkanik Gunung Merapi
terhadap lingkungan.
c. Untuk mengetahui nilai uji Marshall dengan penggunaan filler
abu vulkanik pada asphalt concrete. Sehingga dapat dijadikan
pertimbangan dalam pemilihan jenis perkerasan.

BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1. Tinjauan Pustaka
Lapis Aspal Beton (Laston) adalah suatu lapisan pada konstruksi jalan
raya, yang terdiri dari campuran aspal keras dan agregat yang bergradasi menerus
dicampur, dihampar dan dipadatkan dalam keadaan panas pada suhu tertentu.
(SNI 03-1737- 1989) Hasil pemadatan yang dilakukan pada campuran aspal yang
menggunakan bahan tambahan belerang menghasilkan nilai stabilitas sisa yang
lebih tinggi yaitu sebesar 85 % dibandingkan dengan nilai stabilitas sisa pada
campuran yang tanpa menggunakan bahan tambahan belerang yaitu sebesar 84,5
%, nilai dari stabilitas sisa tersebut didapat dari perendaman selama 30 menit
dibagi dengan perendaman 24 jam dari hasil tersebut menurut DPU, Bina Marga
tahun 1987 tentang peraturan laston disyaratkan indeks perendaman tersebut
minimal harus mempunyai nilai IP sebesar 75% . Sehingga dari hasil pengamatan
di lab dapat disimpulkan bahwa penggunaan bahan tambahan belerang pada aspal
sebagai bahan pengikat pada campuran aspal beton dapat menghasilkan nilai IP
sedikit lebih tinggi. (Dwinanta Utama, Ir, MSc, DIC.2006.Pengaruh Penggunaan
Belerang Pada Aspal beton Panas Lapis Perkerasan Lentur. Universitas
Brawijaya Malang)

2.2. Dasar Teori


2.2.1. Struktur Perkerasan Jalan
Perkerasan jalan adalah campuran agregat dan bahan ikat (binder) yang
diletakkan di atas tanah dasar dengan pemadatan untuk melayani beban
lalu lintas.
Berdasarkan bahan pengikatnya, konstruksi perkerasan jalan dibedakan
menjadi tiga jenis konstruksi perkerasan, yaitu:

1) Konstruksi perkerasan lentur (flexible pavement), yaitu perkerasan


yang menggunakan aspal sebagai bahan pengikat. Disebut lentur
karena konstruksi ini mengijinkan terjadinya deformasi vertikal akibat
beban lalu lintas.
2) Konstruksi perkerasan kaku (rigid pavement), yaitu perkerasan yang
menggunakan semen (portland cement) sebagai bahan pengikat.
Disebut kaku karena pelat beton tidak terdefleksi akibat beban lalu
lintas dan didesain untuk umur 40 tahun sebelum dilaksanakan
rekonstruksi besarbesaran.
3) Konstruksi perkerasan komposit (composite pavement), yaitu
perkerasan yang mengkombinasikan antara aspal dan semen (PC)
sebagai bahan pengikatnya. Penyusunan lapisan komposit terdiri dari
dua jenis.
2.2.1.1. Lapis Permukaan (Surface Course)
Lapis permukaan adalah lapisan perkerasan yang terletak paling atas,
yang terdiri dari lapis aus (wearing course) dan lapis antara (binder
course).
a. Lapis Aus (Wearing Course)
1) Sebagai lapisan aus, yaitu lapisan yang semakin lama semakin
tipis karena langsung bersentuhan dengan roda-roda kendaraan
lalu lintas, dan dapat diganti lagi dengan yang baru.
2) Menyediakan permukaan jalan yang aman dan kesat (anti
selip).
b. Lapis Antara (Binder Course)
1) Menyediakan drainase yang baik dari permukaan kedap air,
sehingga air hujan yang jatuh di atasnya tidak meresap ke lapisan
di bawahnya dan melemahkan lapisan-lapisan tersebut.
2) Menerima beban langsung dari lalu lintas dan menyebarkannya
untuk mengurangi tegangan pada lapisan bawah struktur jalan.
3) Menyediakan permukaan jalan yang baik dan rata sehingga
nyaman dilalui.

2.2.1.2. Lapis Pondasi Atas (Base Course)


Lapis pondasi atas adalah bagian dari lapisan perkerasan yang
terletak antara lapis permukaan dan lapis pondasi bawah atau dengan tanah
tanah dasar apabila tidak menggunakkan lapis pondasi bawah. Karena
terletak tepat di bawah permukaan perkerasan, maka lapisan ini menerima
pembebanan yang berat dan paling menderita.
2.2.1.3. Lapis Pondasi Bawah (Subbase Course)
Lapis pondasi bawah adalah bagian lapis perkerasan yang terletak
antara lapis pondasi atas dan tanah dasar. Lapisan ini berfungsi sebagai
berikut :
1. Menyebarkan beban roda ke tanah dasar, sehingga lapisan ini
harus cukup kuat (CBR 20% dan Plastisitas Indeks (PI) > 10%).
2. Efisiensi penggunaan material. Material pondasi bawah relatif
lebih murah dibandingkan dengan material lapisan perkerasan di
atasnya.
3. Mengurangi tebal lapisan di atasnya yang lebih mahal.
4. Lapisan peresapan, agar air tanah tidak berkumpul di pondasi.
5. Lapisan pertama, agar pekerjaan dapat berjalan lancar. Hal ini
sehubungan dengan kondisi lapangan yang memaksa harus
segera menutup tanah dasar dari pengaruh cuaca atau lemahnya
daya dukung tanah dasar menahan roda roda alat berat.
6. Lapisan untuk mencegah partikel partikel halus dari tanah
dasar naik ke lapis pondasi atas.
2.2.1.4. Tanah Dasar (Subgrade)
Tanah dasar (Sub Grade) adalah lapisan tanah setebal 50 100 cm
yang di atasnya akan diletakkan lapisan pondasi bawah. Sebelum lapisan
lapisan lain diletakkan, tanah dasar dipadatkan terlebih dahulu sehingga
tercapai kestabilan yang tinggi terhadap perubahan volume, sehingga dapat
dikatakan bahwa kekuatan dan keawetan konstruksi perkerasan jalan

sangat ditentukan oleh sifat sifat daya dukung tanah dasar. Pemadatan
yang baik akan diperoleh jika dilakukan pada kondisi kadar air optimum
dan diusahakan kadar air tersebut konstan selama umur rencana.
2.2.2. Pembebanan pada Perkerasan Jalan
Kendaraan pada posisi berhenti di atas struktur yang diperkeras
akan menimbulkan beban langsung pada arah vertikal (tegangan statis)
yang terkonsentrasi pada bidang kontak yang kecil antara roda dan
perkerasan. Ketika kendaraan bergerak, timbul tambahan tegangan dinamis
pada arah horisontal akibat akselerasi pergerakan kendaraan serta pada
arah vertikal akibat pergerakan kendaraan ke atas dan ke bawah karena
perkerasan yang tidak rata. Intensitas tegangan statis dan dinamis terbesar
terjadi di permukaan perkerasan dan terdistribusi dengan bentuk piramida
dalam arah vertikal pada seluruh ketebalan struktur perkerasan.
Peningkatan distribusi tegangan tersebut mengakibatkan beban atau
tegangan yang terdistribusi semakin ke bawah semakin kecil sampai
permukaan lapis tanah dasar.
Kerusakan pada konstruksi perkerasan jalan salah satunya disebabkan oleh
peningkatan beban dan repetisi beban. Sebagian besar jalan di Indonesia
menggunakan Asphalt Concrete (AC). Asphalt Concrete yang bergradasi
menerus mempunyai ketahanan yang baik terhadap deformasi permanen,
tetapi kurang tahan terhadap retak akibat kelelahan yang sering disebabkan
oleh beban berulang (repetisi beban). Pengulangan beban akan
menyebabkan retak pada lapisan beraspal.
2.3.2. Pengujian Marshall
Pengujian Marshall adalah pengujian terhadap benda uji untuk
menentukan nilai kadar aspal optimum dan karakteristik campuran dengan
cara mengetahui nilai flow, stabilitas, dan Marshall Quotient.

2.3.2.1. Stabilitas (Stability)


Nilai stabilitas terkoreksi dihitung dengan rumus:
S = q C k 0,454..............................(Rumus 2.9)
dengan :
S = nilai stabilitas terkoreksi (kg)
q = pembacaan stabilitas pada dial alat Marshall (lb)
k = faktor kalibrasi alat
C = angka koreksi ketebalan (dapat dilihat pada lampiran A.5)
0,454 = konversi beban dari lb ke kg
2.3.2.2. Flow
Flow dari pengujian Marshall adalah besarnya deformasi vertikal
sampel yang terjadi mulai saat awal pembebanan sampai kondisi
kestabilan maksimum sehingga sampel sampai batas runtuh dinyatakam
dalam satuan mm atau 0,01.
2.3.2.3. Marshall Quotient
Merupakan perbandingan antara stabilitas dengan kelelahan plastis (flow)
dan
dinyatakan dalam kg/mm. Marshall Quotient besarnya merupakan
indikator dari
kelenturan yang potensial terhadap keretakan. Nilai Marshall Quotient
dihitung
dengan rumus berikut :
F
MQ= S ......................(Rumus
2.10)
dengan :
MQ = Marshall Quotient (kg/mm)
S = nilai stabilitas terkoreksi (kg)
F = nilai flow (mm)

2.5. Kerangka pikir


Latar Belakang Masalah
Ketertarikan pemanfaatan abu vulkanik gunung sebagai filler dalam
campuran AC akibat adanya letusan Gunung Merapi pada tanggal 26
Oktober 2010
Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengaruh nilai uji marshall campuran aspal beton dengan
atau tanpa menggunakan filler abu vulkanik Gunung Merapi?
2. Apakah campuran perkerasan AC dengan menggunakan filler abu
vulkanik Gunung Merapi memenuhi persyaratan karakteristik marshall
revisi SNI03-1737-1989?

Tujuan Penelitian
1. Menganalisis dan mengetahui karakteristik abu vulkanik Gunung Merapi
memenuhi syarat atau tidak sebagai filler
2. Untuk mencari dan membandingkan hasil karakteristik marshall perkerasan
AC (asphalt concrete) dengan menggunakan filler abu vulkanik Gunung
Merapi terhadap syarat revisi SNI 03-1737-1989

Penelitian Laboratorium
1. Perencanaan campuran dan pembuatan benda uji
2. Marshall test

Analisa Data Hasil Pengujian

Kesimpulan

Gambar2.6.DiagramAlirKerangkaBerpikir

BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode desain empiris
secara eksperimen yaitu metode yang dilakukan dengan mengadakan kegiatan
percobaan untuk mendapatkan data. Data tersebut diolah untuk mendapatkan
suatu hasil perbandingan dengan syarat-syarat yang ada. Penyelidikan eksperimen
dapat dilaksanakan didalam ataupun diluar laboratorium. Dalam penelitian ini
dilakukan di laboratorium dengan menggunakan variasi bahan pengisi (filler)
dengan kadar abu vulkanik Gunung Merapi 0 %, 25 %, 50%, 75%, 100%, terhadap
berat total agregat. Hasil pengujian ini adalah nilai Marshall.

3.2. Waktu Penelitian


Penelitian dan uji coba dimulai tanggal 28 Januari 2011 sampai tanggal 15
April 2011. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Fakultas Teknik
Jurusan Sipil Universitas Islam Riau.
Dengan jadwal pelaksanaan penelitian pada tabel 3.1 :
Tabel 3.1 Jadwal Pelaksanaan Penelitian

3.3. Jenis Data


Jenis data dalam penelitian ini terdiri dari:
1. Data Primer

Data primer adalah data yang dikumpulkan secara langsung melalui serangkaian
kegiatan percobaan yang dilakukan sendiri dengan mengacu pada petunjuk
manual yang ada, misalnya dengan mengadakan penelitian atau pengujian secara
langsung. Data primer dalam penelitian ini adalah data unsur kimia dan berat jenis
yang terkandung dalam abu vulkanik yang diperoleh dari laboratortium kimia
analitik UGM Yogyakarta, pengujian gradasi abu vulkanik dan hasil uji marshall.
2. Data Sekunder
Data sekunder yaitu data yang diambil dari hasil penelitian sebelumnya atau yang
dilaksanakan yang masih berhubungan dengan penelitian tersebut. Data sekunder
dalam penelitian ini adalah data pemeriksaan agregat yang diperoleh dari PT.
Pancadarma Puspawira dan data hasil pemeriksaan karakteristik aspal dari
Laboratorium Jurusan Teknik Sipil Universitas islam riau.

3.4. Peralatan
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain :
1. Alat pemeriksaan agregat, terdiri dari :
a. Satu set mesin uji Los Angeles yang berada di Laboratorium
Bahan Fakultas Teknik UNS.
b. Satu set alat uji saringan ( sieve ) standar ASTM.
c. Satu set mesin getar untuk saringan ( sieve shacker ).
2. Oven dan pengatur suhu.
3. Timbangan.
4. Termometer.
5. Alat pembuat briket campuran aspal hangat terdiri dari :
a. Satu set cetakan ( mold ) berbentuk silinder dengan diameter
101,45 mm,tinggi 80 mm lengkap dengan plat atas dan leher
sambung.
b. Alat penumbuk (compactor) yang mempunyai permukaan
tumbuk rata berbentuk silinder, dengan berat 4,536 kg (10 lbs),
tinggi jatuh bebas 45,7 cm (18).
c. Satu set alat pengangkat briket ( dongkrak hidrolis ).

6. Satu set water bath


7. Satu set alat Marshall, terdiri dari :
a. Kepala penekan yang berbentuk lengkung (Breaking Head).
b. Cincin penguji berkapasitas 2500 kg dengan arloji tekan.
c. Arloji penunjuk kelelahan .
8. Alat Penunjang
Panci, kompor, sendok, spatula, sarung tangan, kunci pas, obeng, roll
kabel, wajan.

3.5. Bahan
Bahan bahan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Agregat
Agregat yang digunakan berasal dari PT. Pancadarma Puspawira. Hasil
pemeriksaan agregat merupakan data sekunder yang diperoleh dari PT.
Pancadarma Puspawira seperti yang disajikan pada tabel 4.1. sampai
dengan tabel 4.4.
2. Aspal
Aspal penetrasi 60 / 70 produksi PERTAMINA yang diperoleh dari Lab.
Fak. Teknik Sipil UNS.
3. Filler
Filler adalah suatu mineral agregat dari fraksi halus yang sebagian besar (+
85 %) lolos saringan nomor 200 (0,075 mm). Penelitian ini menggunakan
filler abu vulkanik Gunung Merapi yang berasal dari Desa Musuk,
Kabupaten Boyolali.

3.6. Benda Uji


Penelitian ini menggunakan benda uji sebanyak 75 buah benda uji
Jumlah Total Benda Uji 75 buah

3.7. Prosedur Pelaksanaan


3.7.1 Pembuatan Benda Uji

Sebelum pembuatan benda uji diadakan pembuatan rancang campur (mix design).
Perencanaan rancang campur meliputi perencanaan gradasi agregat, penentuan
aspal dan pengukuran komposisi masing-masing fraksi baik agregat, aspal, dan
filler. Gradasi yang digunakan sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI) dengan
menggunakan gradasi rencana campuran spec IV.
Prosedur pembuatan benda uji dibagi menjadi beberapa tahap, yaitu:
1. Tahap I
Merupakan tahap persiapan untuk mempersiapkan bahan dan alat yang
akan digunakan. Menentukan prosentase masing - masing butiran untuk
mempermudah pencampuran dan melakukan penimbangan secara
kumulatif untuk mendapatkan proporsi campuran yang lebih tepat.
2. Tahap II
Menentukan berat aspal penetrasi 60/70, berat filler dan berat agregat yang
akan dicampur berdasarkan variasi kadar aspal. Prosentase ditentukan
berdasarkan berat total campuran, yaitu 1100 gram. Berat filler ditentukan
dengan mengganti abu batu dengan prosentase 25%, 50%, 75%, dan 100%
terhadap berat lolos saringan no.200. dengan asumsi 100% abu batu, 25%
abu vulkanik dan 75% abu batu, 50% abu vulkanik 50% abu batu, 75%
abu vulkanik 25% abu batu, dan 100% abu vulkanik.
3. Tahap III
Aspal Penetrasi 60/70 dituang ke dalam wajan yang berisi agregat yang
diletakkan di atas timbangan sesuai dengan prosentase bitumen content
berdasarkan berat total agregat.
4. Tahap IV
Setelah aspal dituangkan ke dalam agregat, campuran ini diaduk sampai
rata dan kemudian didiamkan hingga mencapai suhu pemadatan.
Selanjutnya campuran dimasukkan ke dalam mould yang telah disiapkan
dengan melapisi bagian bawah dan atas mould dengan kertas pada alat
penumbuk.
5. Tahap V
Campuran dipadatkan dengan alat pemadat sebanyak 75 kali tumbukan
untuk masing - masing sisinya. Selanjutnya benda uji didinginkan pada
suhu ruang selama 2 jam, barulah dikeluarkan dari mould dengan
bantuan dongkrak hidraulis.
6. Tahap VI

Setelah benda uji dikeluarkan dari mould, kemudian dilakukan pengujian


volumetrik test dan pengujian dengan alat uji Marshall.
3.7.2 Volumetrik Test
Pengujian ini dimaksudkan untuk mengetahui VIM dari masing masing benda
uji. Adapun tahap pengujiannya adalah sebagai berikut :
1. Tahap I
Benda uji yang telah diberi kode diukur ketinggiannya pada empat sisi
yang berbeda beda dengan menggunakan bantuan jangka sorong. Setelah
diukur ketinggiannya, benda uji tersebut ditimbang untuk mendapatkan
berat benda uji.
2. Tahap II
Dari hasil pengukuran tinggi, berat, serta diameter benda uji. Dapat
dihitung volume bulk dan densitas dengan rumus 2.5 dan 2.6.
3. Tahap III
Pada tahap ketiga ini dihitung berat jenis ( Specific Gravity ) masing
masing benda uji dengan menggunakan rumus 2.2, 2.2, 2.3.
4. Tahap IV
Tahap keempat perhitungan penyerapan aspal dengan campuran dengan
menggunakan rumus 2.4
5. Tahap V
Dari perhitungan berat jenis didapatkan nilaii density maks teoritis dan
VIM dengan menggunakan rumus 2.7 dan 2.8
3.7.3 Marshall Test
Langkah dalam pengujian ini adalah sebagai berikut :
1. Benda uji direndam selama kurang lebih 24 jam.
2. Benda uji direndam dalam water bath ( bak perendam ) selama 30 menit
dengan suhu 60 C.
3. Benda uji dikeluarkan kemudian diletakkan pada alat uji Marshall untuk
dilakukan pengujian.
4. Dari hasil pengujian ini didapat nilai stabilitas dan kelelahan ( flow ).
5. Perhitungan nilai stabilitas dan marshall quotient di dapatkan dengan rumus 2.9
dan 2.10

3.8. Tahap Penelitian

DAFTAR PUSTAKA
1. Dwinanta Utama, Ir, MSc, DIC,.2006. Pengaruh Penggunaan Belerang Pada
Aspal beton Panas Lapis Perkerasan Lentur. Universitas Brawijaya Malang

Anda mungkin juga menyukai