PENDAHULUAN
1.1.
beberapa
kelebihan
dibanding
dengan
bahan-bahan
lain,
kemampuannya dalam mendukung beban berat kendaraan yang tinggi dan dapat
dibuat dari bahan-bahan lokal yang tersedia dan mempunyai ketahanan yang baik
terhadap cuaca. Aspal beton atau asphaltic concrete adalah campuran dari agregat
bergradasi menerus dengan bahan bitumen. Kekuatan utama aspal beton ada pada
keadaan butir agregat yang saling mengunci dan sedikit filler sebagai mortar.
Pada tanggal 5 November 2010 terjadi letusan eksplosif Gunung Merapi, yang
mengeluarkan material vulkanik yang berukuran abu ke seluruh penjuru lereng
Merapi mulai dari wilayah Kabupaten Magelang, Sleman, Klaten, dan Boyolali.
Karakteristik abu vulkanik ini, relative berbeda dengan debu tanah kering yang
biasa dijumpai pada musim kemarau. Abu vulkanik terbentuk dari pembekuan
magma yang dierupsikan secara eksplosif. Sebagian butiran dari abu ini
mempunyai bentuk runcing, dan karena kandungan silikanya yang besar, abu ini
mempunyai sifat absorbsi yang tinggi.
Menurut Juffrez dalam blog-nya yang berjudul bahan lapis keras, abu vulkanik
dapat digunakan sebagai alternative bahan tambah dalam perkerasan jalan raya
yang dapat meningkatkan stabilitas campuran perkerasan.
Hal tersebut mendorong penulis untuk memanfaatkan abu vulkanik sebagai
pengganti filler dalam perkerasan Asphalt Concrete. Sehingga dengan
pemanfaatan abu vulkanik sebagai filler ini diharapkan menghasilkan perpaduan
yang baik antara agregat kasar, agregat halus, aspal dan filler yang nantinya akan
diperoleh lapisan permukaan yang lentur dan dapat mendukung beban lalu lintas
dengan baik dan nyaman tanpa mengalami deformasi atau kerusakan yang berarti
dalam jangka waktu tertentu.
1.5. Hipotesis
Hipotesis dari penelitian ini adalah penggantian filler abu vulkanik Gunung
Merapi dapat meningkatkan stabilitas pada perkerasan Asphalt Concrete (AC).
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1. Tinjauan Pustaka
Lapis Aspal Beton (Laston) adalah suatu lapisan pada konstruksi jalan
raya, yang terdiri dari campuran aspal keras dan agregat yang bergradasi menerus
dicampur, dihampar dan dipadatkan dalam keadaan panas pada suhu tertentu.
(SNI 03-1737- 1989) Hasil pemadatan yang dilakukan pada campuran aspal yang
menggunakan bahan tambahan belerang menghasilkan nilai stabilitas sisa yang
lebih tinggi yaitu sebesar 85 % dibandingkan dengan nilai stabilitas sisa pada
campuran yang tanpa menggunakan bahan tambahan belerang yaitu sebesar 84,5
%, nilai dari stabilitas sisa tersebut didapat dari perendaman selama 30 menit
dibagi dengan perendaman 24 jam dari hasil tersebut menurut DPU, Bina Marga
tahun 1987 tentang peraturan laston disyaratkan indeks perendaman tersebut
minimal harus mempunyai nilai IP sebesar 75% . Sehingga dari hasil pengamatan
di lab dapat disimpulkan bahwa penggunaan bahan tambahan belerang pada aspal
sebagai bahan pengikat pada campuran aspal beton dapat menghasilkan nilai IP
sedikit lebih tinggi. (Dwinanta Utama, Ir, MSc, DIC.2006.Pengaruh Penggunaan
Belerang Pada Aspal beton Panas Lapis Perkerasan Lentur. Universitas
Brawijaya Malang)
sangat ditentukan oleh sifat sifat daya dukung tanah dasar. Pemadatan
yang baik akan diperoleh jika dilakukan pada kondisi kadar air optimum
dan diusahakan kadar air tersebut konstan selama umur rencana.
2.2.2. Pembebanan pada Perkerasan Jalan
Kendaraan pada posisi berhenti di atas struktur yang diperkeras
akan menimbulkan beban langsung pada arah vertikal (tegangan statis)
yang terkonsentrasi pada bidang kontak yang kecil antara roda dan
perkerasan. Ketika kendaraan bergerak, timbul tambahan tegangan dinamis
pada arah horisontal akibat akselerasi pergerakan kendaraan serta pada
arah vertikal akibat pergerakan kendaraan ke atas dan ke bawah karena
perkerasan yang tidak rata. Intensitas tegangan statis dan dinamis terbesar
terjadi di permukaan perkerasan dan terdistribusi dengan bentuk piramida
dalam arah vertikal pada seluruh ketebalan struktur perkerasan.
Peningkatan distribusi tegangan tersebut mengakibatkan beban atau
tegangan yang terdistribusi semakin ke bawah semakin kecil sampai
permukaan lapis tanah dasar.
Kerusakan pada konstruksi perkerasan jalan salah satunya disebabkan oleh
peningkatan beban dan repetisi beban. Sebagian besar jalan di Indonesia
menggunakan Asphalt Concrete (AC). Asphalt Concrete yang bergradasi
menerus mempunyai ketahanan yang baik terhadap deformasi permanen,
tetapi kurang tahan terhadap retak akibat kelelahan yang sering disebabkan
oleh beban berulang (repetisi beban). Pengulangan beban akan
menyebabkan retak pada lapisan beraspal.
2.3.2. Pengujian Marshall
Pengujian Marshall adalah pengujian terhadap benda uji untuk
menentukan nilai kadar aspal optimum dan karakteristik campuran dengan
cara mengetahui nilai flow, stabilitas, dan Marshall Quotient.
Tujuan Penelitian
1. Menganalisis dan mengetahui karakteristik abu vulkanik Gunung Merapi
memenuhi syarat atau tidak sebagai filler
2. Untuk mencari dan membandingkan hasil karakteristik marshall perkerasan
AC (asphalt concrete) dengan menggunakan filler abu vulkanik Gunung
Merapi terhadap syarat revisi SNI 03-1737-1989
Penelitian Laboratorium
1. Perencanaan campuran dan pembuatan benda uji
2. Marshall test
Kesimpulan
Gambar2.6.DiagramAlirKerangkaBerpikir
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode desain empiris
secara eksperimen yaitu metode yang dilakukan dengan mengadakan kegiatan
percobaan untuk mendapatkan data. Data tersebut diolah untuk mendapatkan
suatu hasil perbandingan dengan syarat-syarat yang ada. Penyelidikan eksperimen
dapat dilaksanakan didalam ataupun diluar laboratorium. Dalam penelitian ini
dilakukan di laboratorium dengan menggunakan variasi bahan pengisi (filler)
dengan kadar abu vulkanik Gunung Merapi 0 %, 25 %, 50%, 75%, 100%, terhadap
berat total agregat. Hasil pengujian ini adalah nilai Marshall.
Data primer adalah data yang dikumpulkan secara langsung melalui serangkaian
kegiatan percobaan yang dilakukan sendiri dengan mengacu pada petunjuk
manual yang ada, misalnya dengan mengadakan penelitian atau pengujian secara
langsung. Data primer dalam penelitian ini adalah data unsur kimia dan berat jenis
yang terkandung dalam abu vulkanik yang diperoleh dari laboratortium kimia
analitik UGM Yogyakarta, pengujian gradasi abu vulkanik dan hasil uji marshall.
2. Data Sekunder
Data sekunder yaitu data yang diambil dari hasil penelitian sebelumnya atau yang
dilaksanakan yang masih berhubungan dengan penelitian tersebut. Data sekunder
dalam penelitian ini adalah data pemeriksaan agregat yang diperoleh dari PT.
Pancadarma Puspawira dan data hasil pemeriksaan karakteristik aspal dari
Laboratorium Jurusan Teknik Sipil Universitas islam riau.
3.4. Peralatan
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain :
1. Alat pemeriksaan agregat, terdiri dari :
a. Satu set mesin uji Los Angeles yang berada di Laboratorium
Bahan Fakultas Teknik UNS.
b. Satu set alat uji saringan ( sieve ) standar ASTM.
c. Satu set mesin getar untuk saringan ( sieve shacker ).
2. Oven dan pengatur suhu.
3. Timbangan.
4. Termometer.
5. Alat pembuat briket campuran aspal hangat terdiri dari :
a. Satu set cetakan ( mold ) berbentuk silinder dengan diameter
101,45 mm,tinggi 80 mm lengkap dengan plat atas dan leher
sambung.
b. Alat penumbuk (compactor) yang mempunyai permukaan
tumbuk rata berbentuk silinder, dengan berat 4,536 kg (10 lbs),
tinggi jatuh bebas 45,7 cm (18).
c. Satu set alat pengangkat briket ( dongkrak hidrolis ).
3.5. Bahan
Bahan bahan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Agregat
Agregat yang digunakan berasal dari PT. Pancadarma Puspawira. Hasil
pemeriksaan agregat merupakan data sekunder yang diperoleh dari PT.
Pancadarma Puspawira seperti yang disajikan pada tabel 4.1. sampai
dengan tabel 4.4.
2. Aspal
Aspal penetrasi 60 / 70 produksi PERTAMINA yang diperoleh dari Lab.
Fak. Teknik Sipil UNS.
3. Filler
Filler adalah suatu mineral agregat dari fraksi halus yang sebagian besar (+
85 %) lolos saringan nomor 200 (0,075 mm). Penelitian ini menggunakan
filler abu vulkanik Gunung Merapi yang berasal dari Desa Musuk,
Kabupaten Boyolali.
Sebelum pembuatan benda uji diadakan pembuatan rancang campur (mix design).
Perencanaan rancang campur meliputi perencanaan gradasi agregat, penentuan
aspal dan pengukuran komposisi masing-masing fraksi baik agregat, aspal, dan
filler. Gradasi yang digunakan sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI) dengan
menggunakan gradasi rencana campuran spec IV.
Prosedur pembuatan benda uji dibagi menjadi beberapa tahap, yaitu:
1. Tahap I
Merupakan tahap persiapan untuk mempersiapkan bahan dan alat yang
akan digunakan. Menentukan prosentase masing - masing butiran untuk
mempermudah pencampuran dan melakukan penimbangan secara
kumulatif untuk mendapatkan proporsi campuran yang lebih tepat.
2. Tahap II
Menentukan berat aspal penetrasi 60/70, berat filler dan berat agregat yang
akan dicampur berdasarkan variasi kadar aspal. Prosentase ditentukan
berdasarkan berat total campuran, yaitu 1100 gram. Berat filler ditentukan
dengan mengganti abu batu dengan prosentase 25%, 50%, 75%, dan 100%
terhadap berat lolos saringan no.200. dengan asumsi 100% abu batu, 25%
abu vulkanik dan 75% abu batu, 50% abu vulkanik 50% abu batu, 75%
abu vulkanik 25% abu batu, dan 100% abu vulkanik.
3. Tahap III
Aspal Penetrasi 60/70 dituang ke dalam wajan yang berisi agregat yang
diletakkan di atas timbangan sesuai dengan prosentase bitumen content
berdasarkan berat total agregat.
4. Tahap IV
Setelah aspal dituangkan ke dalam agregat, campuran ini diaduk sampai
rata dan kemudian didiamkan hingga mencapai suhu pemadatan.
Selanjutnya campuran dimasukkan ke dalam mould yang telah disiapkan
dengan melapisi bagian bawah dan atas mould dengan kertas pada alat
penumbuk.
5. Tahap V
Campuran dipadatkan dengan alat pemadat sebanyak 75 kali tumbukan
untuk masing - masing sisinya. Selanjutnya benda uji didinginkan pada
suhu ruang selama 2 jam, barulah dikeluarkan dari mould dengan
bantuan dongkrak hidraulis.
6. Tahap VI
DAFTAR PUSTAKA
1. Dwinanta Utama, Ir, MSc, DIC,.2006. Pengaruh Penggunaan Belerang Pada
Aspal beton Panas Lapis Perkerasan Lentur. Universitas Brawijaya Malang