1 Definisi SJS
Sindrom Steven-Johnson (SSJ) merupakan suatu kumpulan gejala klinis erupsimukokutaneus
yang ditandai oleh trias kelainan pada kulit vesikulobulosa, mukosa orifisium serta mata disertai
gejala umum berat. Sinonimnya antara lain : sindrom de Friessinger- Rendu, eritema
eksudativum multiform mayor, eritema poliform bulosa, sindrom mukokutaneo- okular,
dermatostomatitis, dll. Sindrom Stevens-Johnson pertama diketahui pada 1922 oleh dua dokter,
dr. Stevens dan dr. Johnson, pada dua pasien anak laki-laki. Namun dokter tersebut tidak dapat
menentukan penyebabnya (Adithan,2006).
Steven-Johnson Syndrome (SJS) merupakan reaksi hipersensitivitas yang diperantarai kompleks
imun yang merupakan bentuk yang berat dari eritema multiformis. SJS dikenal pula sebagai
eritem multiformis mayor. SJS umumnya melibatkan kulit dan membran mukosa. Ketika bentuk
minor terjadi, keterlibatan yang signifikan dari mulut, hidung, mata, vagina, uretra, saluran
pencernaan, dan membran mukosa saluran pernafasan bawah dapat berkembang menjadi suatu
penyakit. Keterlibatan saluran pencernaan dan saluran pernafasan dapat berlanjut menjadi
nekrosis. SJS merupakan penyakit sistemik serius yang sangat potensial menjadi penyakit yang
sangat berat dan bahkan menjadi sebuah kematian.
Stevens-Johnson Syndrome (SJS) dan Toxic Epidermal Necrolysis (TEN) sejak dahulu dianggap
sebagai bentuk eritem multiformis yang berat. Baru-baru ini diajukan bahwa eritema
multiformis mayor berbeda dari SJS dan TEN pada dasar penentuan kriteria klinis. Konsep yang
diajukan tersebut adalah untuk memisahkan spectrum eritem multiformis dari spectrum
SJS/TEN. Eritem multiformis, ditandai oleh lesi target yang umum, terjadi pasca infeksi, sering
rekuren namun morbiditasnya rendah. Sedangkan SJS/TEN ditandai oleh blister yang luas dan
makulopapular, biasanya terjadi karena reaksi yang diinduksi oleh obat dengan angka morbiditas
yang tinggi dan prognosisnya buruk.
1.
Infeksi (biasanya merupakan lanjutan dari infeksi seperti virus herpes simpleks,
influenza, gondongan/mumps, histoplasmosis, virus Epstein-Barr, atau sejenisnya),
2.
3.
4.
Sindrom Stevens Johnson juga dilaporkan secara konsisten sebagai efek samping yang jarang
dari suplemen herbal yang mengandung ginseng. Sindrom Steven Johnson juga mungkin
disebabkan oleh karena penggunaan kokain.
Walaupun SJS dapat disebabkan oleh infeksi viral, keganasan atau reaksi alergi berat terhadap
pengobatan, penyebab utama nampaknya karena penggunaan antibiotic dan sulfametoksazole.
Pengobatan yang secara turun menurun diketahui menyebabkan SJS, eritem multiformis,
sindrom Lyell, dan nekrolisis epidermal toksik diantaranya sulfonamide (antibiotik), penisilin
(antibiotic), barbiturate (sedative), lamotrigin (antikonvulsan), fenitoin dilantin
(antikonvulsan). Kombinasi lamotrigin dengan asam valproat meningkatkan resiko dari
terjadinya SJS.
2.
3.
Kegagalan termoregulasi
4.
5.
Infeksi
Perjalanan penyakit termasuk keluhan utama dan keluhan tambahan yang dapat berupa
didahului panas tinggi, dan nyeri kontinyu. Erupsi timbul mendadak, gejala bermula di mukosa
mulut berupa lesi bulosa atau erosi, eritema, disusul mukosa mata, genitalia sehingga terbentuk
trias (stomatitis, konjunctivitis, dan uretritis). Gejala prodormal tidak spesifik, dapat
berlangsung hingga 2 minggu. Keadaan ini dapat menyembuh dalam 3-4 minggu tanpa sisa,
beberapa penderita mengalami kerusakan mata permanen. Kelainan pada selaput lendir, mulut
dan bibir selalu ditemukan. Dapat meluas ke faring sehingga pada kasus yang berat penderita tak
dapat makan dan minum. Pada bibir sering dijumpai krusta hemoragik (Ilyas, 2004).
Kelainan kulit
2.
3.
Kelainan mata
1.
Kelainan kulit
Kelainan kulit terdiri atas eritema, vesikel dan bula. Vesikel dan bula kemudian memecah
sehingga terjadi erosi yang luas. Disamping itu dapat juga terjadi purpura. Pada bentuk yang
berat kelainannya generalisata.
2.
Kelainan selaput lendir yang tersering adalah pada mukosa mulut (100%), kemudian disusul oleh
kelainan di lubang alat genital (50%), sedangkan dilubang hidung dan anus jarang (masingmasing 8% dan 4%)
Kelainannya berupa vesikel dan bula yang cepat memecah hingga menjadi erosi dan ekskoriasi
dan krusta kehitaman. Juga dapat terbentuk pseudomembran. Di bibir kelainan yang sering
tampak adalah krusta berwarna hitam dan tebal.
Kelainan di mukosa dapat juga terdapat difaring, traktus respiratorius bagian atas, dan
esophagus. Stomatitis ini dapat menyebabkan penderita sukar/ tidak dapat menelan. Adanya
pseudomembran di faring dapat menyebabkan keluhan sukar bernafas.
3.
Kelainan mata
Kelainan mata merupakan 80% diantara semua kasus; yang tersering adalah konjungtivitis
kataralis. Selain itu juga dapat berupa konjungtivitis purulen, perdarahan, simblefaron, ulkus
kornea, iritis, dan iridosiklitis.
Mengenal gejala awal SJS dan segera periksa ke dokter adalah cara terbaik untuk mengurangi
efek jangka panjang yang dapat sangat mempengaruhi orang yang mengalaminya. Gejala awal
termasuk (Mansjoer, 2002) :
Ruam
Kulit berupa eritema, papel, vesikel, atau bula secara simetris pada hampir seluruh
tubuh.
Mukosa berupa vesikel, bula, erosi, ekskoriasi, perdarahan dan kusta berwarna merah.
Bula terjadi mendadak dalam 1-14 hari gejala prodormal, muncul pada membran mukosa,
membran hidung, mulut, anorektal, daerah vulvovaginal, dan meatus uretra. Stomatitis
Pada mata terjadi: konjungtivitis (radang selaput yang melapisi permukaan dalam
Toxic Epidermolysis Necroticans. Sindroma steven johnson sangat dekat dengan TEN.
SJS dengan bula lebih dari 30% disebut TEN.
2.
Staphylococcal Scalded Skin Syndrome (Ritter disease). Pada penyakit ini lesi kulit
ditandai dengan krusta yang mengelupas pada kulit. Biasanya mukosa terkena (Siregar,
2004).
3.
Konjungtivitis membranosa, ditandai dengan adanya massa putih atau kekuningan yang
menutupi konjungtiva palpebra bahkan sampai konjungtiva bulbi dan bila diangkat
timbul perdarahan (Wijana, 1993).