Betapapun cepat atau lambatnya perkembangan sosial budaya yang melanda, dan factor apapun
penyebabnya, setiap perubahan yang terjadi akan menimbulkan reaksi pro dan kontra terhadap
masyarakat atau bangsa yang bersangkutan. Besar kecilnya reaksi pro dan kontra itu dapat
mengancam kemapanan dan bahkan dapat pula menimbulkan disintegrasi sosial terutama dalam
masyarakat majemuk dengan multi kultur seperti Indonesia.
PERKEMBANGAN SOSIAL DAN KEBUDAYAAN DEWASA INI
Masyarakat Indonesia dewasa ini sedang mengalami masa pancaroba yang amat dahsyat sebagai
akibat tuntutan reformasi secara menyeluruh. Sedang tuntutan reformasi itu berpangkal pada
kegiatan pembangunan nasional yang menerapkan teknologi maju untuk mempercepat
pelaksanaannya. Di lain pihak, tanpa disadari, penerapan teknologi maju itu menuntut acuan
nilai-nilai budaya, norma-norma sosial dan orientasi baru. Tidaklah mengherankan apabila
masyarakat Indonesia yang majemuk dengan multi kulturalnya itu seolah-olah mengalami
kelimbungan dalam menata kembali tatanan sosial, politik dan kebudayaan dewasa ini.
Penerapan teknologi maju
Penerapan teknologi maju untuk mempercepat pebangunan nasional selama 32 tahun yang lalu
telah menuntut pengembangan perangkat nilai budaya, norma sosial disamping ketrampilan dan
keahlian tenagakerja dengn sikap mental yang mendukungnya. Penerapan teknologi maju yang
mahal biayanya itu memerlukan penanaman modal yang besar (intensive capital investment);
Modal yang besar itu harus dikelola secara professional (management) agar dapat mendatangkan
keuntungan materi seoptimal mungkin; Karena itu juga memerlukan tenagakerja yang
berketrampilan dan professional dengan orientasi senantiasa mengejar keberhasilan (achievement
orientation).
Tanpa disadari, kenyataan tersebut, telah memacu perkembangan tatanan sosial di segenap sector
kehidupan yang pada gilirannya telah menimbulkan berbagai reaksi pro dan kontra di kalangan
masyarakat. Dalam proses perkembangan sosial budaya itu, biasanya hanya mereka yang
mempunyai berbagai keunggulan sosial-politik, ekonomi dan teknologi yang akan keluar sebagai
pemenang dalam persaingan bebas. Akibatnya mereka yang tidak siap akan tergusur dan semakin
terpuruk hidupnya, dan memperlebar serta memperdalam kesenjangan sosial yang pada
gilirannya dapat menimbulkan kecemburuan sosial yang memperbesar potensi konflik
sosial.dalam masyarakat majemuk dengan multi kulturnya.
Keterbatasan lingkungan (environment scarcity)
Penerapan teknologi maju yang mahal biayanya cenderung bersifat exploitative dan expansif
dalam pelaksanaannya. Untuk mengejar keuntungan materi seoptimal mungkin, mesin-mesin
berat yang mahal harganya dan beaya perawatannya, mendorong pengusaha untuk
menggunakannya secara intensif tanpa mengenal waktu. Pembabatan dhutan secara besarbesaran tanpa mengenal waktu siang dan malam, demikian juga mesin pabrik harus bekerja terus
menerus dan mengoah bahan mentah menjadi barang jadi yang siap di lempar ke pasar.
Pemenuhan bahan mentah yang diperlukan telah menimbulkan tekanan pada lingkungan yang
Dengan demikian pendidikan sekolah sebagai unsur kekuatan perubahan yang diperkenalkan dari
luar, pada gilirannya menjadi kekuatan perubahan dari dalam masyarakat yang amat potensial.
Bahkan dalam masyarakat majemuk Indonesia dengan multi kulturnya, pendidikan mempunyai
fungsi ganda sebagai sarana integrasi bangsa yang menanamkan saling pengertian dan
penghormatan terhadap sesama warganegara tanpa membedakan asal-usul dan latar belakang
sosial-budaya, kesukubangsaan, keagamaan, kedaerahan dan rasial. Pendidikan sekolah juga
dapat berfungsi sebagai peredam potensi konflik dalam masyarakat majemuk dengan multi
kulurnya, apabila diselenggarakan dengan benar dan secara berkesinambungan.
Di samping pendidikan, penegakan hukum diperlukan untuk menjain keadilan sosial dan
demokratisasi kehidupan berbangsa dalam era reformasi yang memicu perlembangan sosialbudaya dewasa ini. Kebanyakan orang tidak menyadari dampak sosial reformasi, walaupun
mereka dengan lantangnya menuntut penataan kembali kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Sesungguhnya reformasi mengandung muatan perubahan sosial-budaya yang harus diantisipasi
dengan kesiapan masyarakat untuk menerima pembaharuan yang seringkali menimbulkan
ketidak pastian dalam prosesnya.
Tanpa penegakan hukum secara transparan dan akuntabel, perkembangan sosial-budaya di
Indonesia akan menghasilkan bencana sosial yang lebih parah, karena hilangnya kepercayaan
masyarakat akan mendorong mereka untuk bertindak sendiri sebagaimana nampak gejala
awalnya dewasa ini. Lebih berbahayalagi kalau gerakan sosial itu diwarnai kepercayaan
keagamaan, seperti penatian datangnya ratu adil dan gerakan pensucian (purification) yang
mengharamkan segala pembaharuan yang dianggap sebagai biang kekacauan.
Betapaun masyarakat harus siap menghadapi perubahan sosial budaya yang diniati dan mulai
dilaksanakan dengan reformasi yang mengandung makna perkembangan ke arah perbaikan
tatanan kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
http://paijomania.blogdetik.com/2009/08/24/daftar-kebudayaan-indonesia-yg-diklaimmalaysia/#comment-8401
August 24, 2009 | Tagged daftar budaya diklaim malaysia, klaim kebudayaan atas malaysia, tari
pendet di klaim malaysia |
http://www.maubaca.com/serba-serbi/502-32-daftar-artefak-budaya-indonesia-yang-di-klaimnegara-lain.html
Maubaca.com.- Indonesia sangat kaya akan budaya, fakta ini tidak bisa disangkal lagi oleh
siapapun. Namun dibalik kekayaan tersebut justru Pemerintah dan bangsa Indonesia sangat
lemah mematenkan apa yang seharusnya menjadi hak bangsa Indonesia.
Dalam seminggu terakhir Bangsa Indonesia dikagetkan dengan klaim Malaysia atas tarian
Pendet dari Bali. Dari data yang dikumpul situs http://budaya-indonesia.org setidaknya terdapat
32 daftar artefak budaya Indonesia yang di klaim bangsa lain.
Berikut ini adalah daftar artefak budaya Indonesia yang diduga dicuri, dipatenkan, diklaim, dan
atau dieksploitasi secara komersial oleh korporasi asing, oknum warga negara asing, ataupun
negara lain:
1. Batik dari Jawa oleh Adidas
2. Naskah Kuno dari Riau oleh Pemerintah Malaysia
3. Naskah Kuno dari Sumatera Barat oleh Pemerintah Malaysia
Entah sudah berapa banyak produk budaya dan kesenian negeri ini yang diklaim oleh negara
lain, terutama Malaysia. Sebut saja Reog Ponorogo, kain batik, angklung, rendang, Rasa
Sayange, hingga terakhir, Tari Pendet yang jelas-jelas milik rakyat Bali. Untungnya baru saja
Norman Abdul Halim, produser film dokumenter Malaysia, meminta maaf atas klaim batik dan
tari pendet serta menghentikan iklan Enigmatic Malaysia di Discovery Chanel.
Menurut saya, hal ini sebenarnya bisa dimaklumi mengingat penduduk Malaysia dulunya
adalah orang Indonesia yang kemudian terpisahkan karena imperialisme. Jadi wajar bila
budaya Indonesia diamalkan di Malaysia dan diturunkan ke generasi mereka selanjutnya. Yang
jadi masalah adalah ketika budaya tersebut tidak di-acknowledge dengan jelas sebagai budaya
milik Indonesia. Kedua, budaya tersebut dimanfaatkan hanya untuk kepentingan intern Malaysia.
Ini tentu tidak bisa dibenarkan.
Dilihat dari sejarahnya, selepas masa Soekarno, hubungan Indonesia-Malaysia sebenarnya relatif
mesra. Malaysia juga sangat menyadari bahwa mereka membutuhkan Indonesia. Namun sejak
Mahathir Mohamad mencanangkan slogan Malaysia boleh, orang-orang Malaysia kemudian
menjadi lebih eksklusif dan tidak mau lagi disamakan sebagai rumpun Melayu/Indonesia.
Satu-dua kasus, orang-orang Indonesia di Malaysia pernah membuat masalah, namun hal ini
terlalu dibesar-besarkan. Akibatnya, orang Indonesia kemudian dicap inferior, sampai muncul
istilah ejekan indon.
Media juga sebenarnya berperan dalam membuat urusan bertetangga ini menjadi kian memanas.
Tengok kasus pulau Sipadan-Ligitan. Walaupun dalam sengketa, berdasarkan Undang-undang,
kedua pulau itu bukan milik Indonesia-kendati Indonesia akan diuntungkan seandainya kedua
pulau tersebut jatuh ke tangan Indonesia. Namun yang terjadi, media menulis seolah-olah kedua
pulau tersebut hilang dari genggaman kita. Tentu saja hal ini menimbulkan persepsi yang
berbeda di masyarakat.
Apapun itu, harusnya kasus semacam ini bisa menjadi peringatan. Bangsa ini sepertinya kurang
bersyukur. Sudah diberi Tuhan 17 ribu pulau lebih, namun sampai sekarang masih banyak yang
belum dinamai. Kita punya begitu banyak kesenian dan tarian yang mempesona, namun tak
banyak dari kita yang mau mempelajari dan melestarikan. Papan-papan penunjuk jalan di Jogja
banyak yang dituliskan dalam aksara Jawa, tapi berapa banyak anak muda sekarang yang bisa
membaca hanacaraka itu?
Pemerintah sudah tentu harus bertindak cepat, tegas, namun juga smart. Berbagai produk
kesenian dan budaya kita musti didata dan didaftarkan hak miliknya agar tak perlu lagi
kecolongan di kemudian hari. Kedua, kita juga tidak boleh kalah dalam memasarkan Indonesia
di luar negeri. Harapannya, tentu saja agar orang asing lebih nyantol dengan tarian, masakan,
maupun produk budaya kita lainnya. Kalau tarian ini, atau kesenian itu, sudah dikenal orang
asing, maka sulit bagi bangsa lain untuk mengklaim budaya tersebut sebagai miliknya.
Pemerintah juga tidak boleh merasa inferior, karena sesungguhnya bukan kita yang
membutuhkan bangsa lain melainkan bangsa lain yang membutuhkan Indonesia.
Untungnya, kasus-kasus pencurian budaya semacam ini juga memberikan blessing in disguise
buat kita. Sejak batik diklaim negara sebelah, sekarang banyak instansi yang mewajibkan
penggunaan seragam batik di hari-hari tertentu. Anak muda pun tak lagi canggung mengenakan
batik karena desain dan motifnya terus berkembang menyesuaikan jaman. Teman-teman di luar
negeri pun kian bersemangat dalam mempromosikan budaya Indonesia kepada orang asing.
Banyak orang Indonesia yang sebelumnya cuek dengan budaya Indonesia, kini menjadi lebih
peduli terhadap nasionalisme dan identitas bangsa ini.
Saya sendiri bangga dan bahagia menjadi bangsa Indonesia. Negeri ini memang masih jauh dari
ideal. Namun perjalanan bangsa ini sudah menorehkan sejarah panjang. Kita memperjuangkan
sendiri kemerdekaan kita. Beragam suku dan golongan berhasil disatukan dengan susah payah.
Seperti kata Hillary Clinton, Indonesia adalah model dunia masa depan, dimana demokrasi,
modernitas, dan Islam berada dalam satu wadah yang harmonis. Kita memang masih berkutat
soal korupsi, pengangguran, kemiskinan, dan keamanan. Tapi negeri ini punya potensi untuk
menjadi besar dan superpower di masa depan. Dan banyak bangsa yang iri denggan potensi yang
kita punya.
Sebagai catatan dan renungan akhir, jangan sampai kasus semacam ini justru menjadi maling
teriak maling. Kita mengeluh negara lain membajak kekayaan negeri ini. Sementara di sisi lain
kita lupa bahwa pembajakan di negeri ini sebenarnya masih cukup tinggi. Jangankan produk
software atau musik luar negeri, karya bangsa sendiri saja masih sering dibajak. Bukankah itu
juga sesuatu yang cukup memalukan? Ingat bahwa Indonesia adalah bangsa yang bermartabat
dan berwibawa.