Bell's Palsy
Bell's Palsy
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bells palsy menempati urutan ketiga penyebab terbanyak dari paralysis fasial
akut. Di dunia, insiden tertinggi ditemukan di Seckori, Jepang tahun 1986 dan insiden
terendah ditemukan di Swedia tahun 1997. Di Amerika Serikat, insiden Bells palsy
setiap tahun sekitar 23 kasus per 100.000 orang, 63% mengenai wajah sisi kanan. Insiden
Bells palsy rata-rata 15-30 kasus per 100.000 populasi.
Sedangkan di Indonesia, insiden Bells palsy secara pasti sulit ditentukan. Data
yang dikumpulkan dari 4 buah Rumah sakit di Indonesia didapatkan frekuensi Bells
palsy sebesar 19,55 % dari seluruh kasus neuropati dan terbanyak pada usia 21 30
tahun. Lebih sering terjadi pada wanita daripada pria. Tidak didapati perbedaan insiden
antara iklim panas maupun dingin, tetapi pada beberapa penderita didapatkan adanya
riwayat terpapar udara dingin atau angin berlebihan .
Bells palsy atau prosoplegia adalah kelumpuhan fasialis akibat paralisis nervus
fasial perifer yang terjadi secara akut dan penyebabnya tidak diketahui (idiopatik) di luar
sistem saraf pusat tanpa disertai adanya penyakit neurologis lainnya.
Paralisis fasial idiopatik atau Bells palsy, ditemukan oleh Sir Charles Bell, dokter
dari Skotlandia. Bells palsy sering terjadi setelah infeksi virus ( misalnya herpes
simplex) atau setelah imunisasi. Lokasi cedera nervus fasialis pada Bells palsy adalah di
bagian perifer nukleus nervus VII. Cedera tersebut terjadi di dekat ganglion genikulatum.
Salah satu gejala Bells palsy adalah kelopak mata sulit menutup dan saat penderita
berusaha menutup kelopak matanya, matanya terputar ke atas dan matanya tetap
kelihatan.Gejala ini disebut juga fenomena Bell. Pada observasi dapat dilihat juga bahwa
gerakan kelopak mata yang tidak sehat lebih lambat jika dibandingkan dengan gerakan
bola mata yang sehat (lagoftalmos).
B. Rumusan Masalah
1. Jelaskan anatomi fisiologi saraf ketujuh?
2. Jelaskan definisi bells palsy?
3. Jelaskan etiologi dan faktor presdiposisi bell;s palsy ?
4. Jelaskan patofisiologi bells palsy ?
Askep pada Bells palsy | 1
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Anatomi
Saraf otak ke VII mengandung 4 macam serabut, yaitu :
1. Serabut somato motorik
Serabut somato motorik yang mensarafi otot-otot wajah (kecuali m. levator palpebrae
(nervus III), otot platisma, stilohioid, digastrikus bagian posterior dan stapedius di
telinga tengah).
2. Serabut visero-motorik (parasimpatis)
Serabut visero-motorik yang datang dari nukleus salivatorius superior. Serabut saraf
ini mengurus glandula dan mukosa faring, palatum, rongga hidung, sinus paranasal,
dan glandula submaksilaris serta sublingual dan lakrimalis.
3. Serabut visero-sensorik
Askep pada Bells palsy | 2
Serabut visero-sensorik yang menghantar impuls dari alat pengecap di dua pertiga
bagian depan lidah.
4. Serabut somato-sensorik
Serabut somato-sensorik rasa nyeri (dan mungkin juga rasa suhu dan rasa raba) dari
sebagian daerah kulit dan mukosa yang dipersarafi oleh nervus trigeminus.
Nervus fasialis (Nervus VII) terutama merupakan saraf motorik yang
menginervasi otot-otot ekspresi wajah. Di samping itu saraf ini membawa serabut
parasimpatis ke kelenjar ludah dan air mata dan ke selaput mukosa rongga mulut dan
hidung, dan juga menghantarkan sensasi eksteroseptif dari daerah gendang telinga,
sensasi pengecapan dari 2/3 bagian depan lidah, dan sensasi visceral umum dari kelenjar
ludah, mukosa hidung dan faring, dan sensasi proprioseptif dari otot yang disarafinya.
Secara anatomis bagian motorik saraf ini terpisah dari bagian yang menghantar
sensasi dan serabut parasimpatis, yang terakhir ini sering dinamai saraf intermedius atau
pars intermedius Wisberg. Sel sensoriknya terletak di ganglion genikulatum, pada
lekukan saraf fasialis di kanal fasialis. Sensasi pengecapan daru 2/3 bagian depan lidah
dihantar melalui saraf lingual korda timpani dan kemudian ke ganglion genikulatum.
Serabut yang menghantar sensasi ekteroseptif mempunyai badan selnya di ganglion
genikulatum dan berakhir pada akar desenden dan inti akar decenden dari saraf
trigeminus (Nervus V). hubungan sentralnya identik dengan saraf trigeminus.
Inti motorik nervus VII terletak di pons. Serabutnya mengitari nervus VI, dan
keluar di bagian leteral pons. Nervus intermedius keluar di permukaan lateral pons, di
antara nervus V dan nervus VIII. Nervus VII bersama nervus intermedius dan nervus VIII
memasuki meatus akustikus internus. Di sini nervus fasialis bersatu dengan nervus
intermedius dan menjadi satu berkas saraf yang berjalan dalam kanalis fasialis dan
kemudian masuk ke dalam os mastoid. Ia keluar dari tulang tengkorak melalui foramen
stilomastoid, dan bercabang untuk mersarafi otot- otot wajah. (Muttaqin, Arif. 2008.
Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Persyarafan).
B. Definisi Bells Palsy
Bell's Palsy (BP) ialah suatu kelumpuhan akut nervus fasialis perifer yang tidak
diketahui sebabnya. Sir Charles Bell (1821) adalah orang yang pertama meneliti beberapa
penderita dengan wajah asimetrik, sejak itu semua kelumpuhan nervus fasialis perifer
yang tidak diketahui sebabnya disebut Bell's pals. Pengamatan klinik, pemeriksaan
Askep pada Bells palsy | 3
,tetapi
kemungkinan
dapat
3. Reinervasi yang salah dari saraf fasialis. Reinervasi yang salah dari saraf fasialis
dapat menye-babkan:
a. Sinkinesis yaitu gerakan involunter yang mengikuti gerakan volunter, contohnya
timbul gerakan elevasi involunter dari sudut mata, kontraksi platysma, atau
pengerutan dahi saat memejamkan mata.
b. Crocodile tear phenomenon, yang timbul beberapa bulan setelah paresis akibat
regenerasi yang salah dari serabut otonom, contohnya air mata pasien keluar pada
saat mengkonsumsi makanan.
Clonic facial spasm (hemifacial spasm), yaitu timbul kedutan secara tiba-tiba
(shock like)pada wajah yang dapat terjadi pada satu sisi wajah saja pada stadium
awal, kemudian mengenai sisi lainnya (lesi bilateral tidak terjadi bersamaan).
(Artikel. Lowis, Handoko & Maula N Gaharu. 2012)
J. Istilah Kata Sulit Pada Kasus Bells Palsy
Terlampir
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Pengkajian keperawatan klien dengan Bells Palsy
memejamkan kedua matanya, maka pada sisi yang tidak sehat, kelopak mata tidak
dapat menutup bola mata dan berputarnya bola mata keatas dapat disaksikan.
Fenomena tersebut dikenal sebagai tanda Bell.
3. Riwayat penyakit dahulu
Pengkajian penyakit yang pernah dialami klien yang memungkinkan adanya
hubungan atau menjadi presdisposisi keluhan sekarang meliputi pernahkan klien
mengalami penyakit iskemia vaskuler, otitis media, tumor intrakranal, trauma
kapitis, penyakit virus (herpes simpleks, herves zoster ), penyakit autoimun, atau
kombinasi semua factor ini. Pengkajian pemakaian obat-obatan yang sering di
gunakan klien, pengkajian kemana klien sudah meminta pertolongan dapat
mendukung pengkajian dari riwayat penyakit sekarang dan merupakan data besar
untuk mengkaji lebih jauh dan untuk memberikan tindakan selanjutnya.
4. Pengkajian psiko-sosio spiritual
Pengkajian spikologis klien Bells palsy meliputi beberapa penilaian yang
memungkinkan perawat untuk memperoleh persepsi yang jelas mengenai status
emosi, kognitif, dan prilaku klien. Pengkajian mekanisme koping yang digunakan
klien juga penting untuk menilai respon emosi tehadap kelumpuhan otot wajah seisi
dan perubahan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau
pengaruhnya dalam kehidupan sehari-hari baik dalam keluarga atau masyarakat.
Apakah ada dampak yang timbul pada klien, yang timbul ketakutan atau kecacatan,
rasa cemas, ketidakmampuan untuk melakukan aktifitas secara optimal, dan
pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan citra tubuh). Pengkajian mengenai
mekanisme koping yang secara sadar digunakan klien selama masa stress meliputi
kemampuan klien untuk mendiskusikan masalah kesehatan selama ini yang sudah di
ketahui dan perubahan perilaku akibat stres.
Karena klien harus menjalani perawatan rawat inap maka apakah keadaan ini
member dampak pada status ekonomi klien, karena biaya perawatan dan
pengobatan memerlukann dana yang tidak sedikit. Perawat juga memasukan
pengkajian terhadap fungsi neurologis dengan dampak ganguan neurologis yang
akan terjadi pada gaya hidup individu. Perseektif keperawatan dalam mengkaji
terdiri dari dua masalah, yaitu keterbatasan yang diakibatkan oleh defesit neurologi
dalam hubungannya dengan peran social klien dan rencana pelayanan yang akan
mendukung adaptasi pada gangguan neurologis didalam sistem dukungan individu.
Askep pada Bells palsy | 9
5. Pemeriksaan fisik
Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan-keluhan klien,
pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari pengkajian
anamnesis. Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan per sistem (B1-B6) dengan
fokus pemeriksaan fisik
pada
terarah dan
dihubungkan dengan keluhan-keluhan dari klien. Pada klien Balls palsy biasanya di
dapatkan tanda-tanda vital dalam batas normal.
a. B1(breathing)
Bila tidak ada penyakit lain yang menyertai pemeriksaan inspeksi didapatkan
klien tidak batuk, tidak sesak napas, tidak ada penggunaan otot bantu napas,
dan frekuensi pernapasan dalam batas normal. Palpasi biasanya traktil premitus
seimbang kanan dan kiri. perkusi didapatkan resonan pada seluruh lapangan
paru. Askultasi tidak terdengar bunyi napas tambahan.
b. B2(blood)
Bila tidak ada penyakit lain yang menyertai pemeriksaan nadi dengan
frekuensi dan irama yang normal. TD dalam batas normal dan tidak terdengar
bunyi jantung tambahan.
c. B3(brain)
Pengkajian B3 (Brain) merupakan pemeriksaan fokus dan lebih lengkap
dibandingkan pengkaian pada sistem lainnya.
1) Tingkat KesadaranPada Bells palsy biasanya kesadaran klien compos
mentis. Fungsi Serebri
Status mental : observasi penampilan klien dan tingkah lakunya, nilai
gaya bicara klien, observasi ekspresi wajah, dan aktivitas motorik
yang pada klien Bells palsy biasanya status mental klien mengenai
perubahan.
2) Pemeriksaan saraf cranial
a) Saraf I. Biasanya pada klien Bells palsy tidak ada kelainan dan
fungsi penciuman tidak ada kelainan.
b) Saraf II. Tes ketajaman penglihatan pada kondisi normal.
c) Saraf III, IV, dan VI. Penurunan gerakan kelopak mata pada sisi
yang sakit (lagoftalmos ).
d) Saraf V. Kelumpuhan seluruh otot wajah seisi, lipatan nasolabial
pada sisi kelumpuhan mendatar, adanya gerakan sinkinetik.
e) Saraf VII. Berkurangnya ketajaman pengecapan, mungkin sekali
adema nervus fasialis di tingkat faranem stilomastedeus meluas
Askep pada Bells palsy | 10
sampai
bagian
nervus
fasialis,
di
mana
khorda
timpani
Kemampuan
dan
kelumpuhan dan
biasanya
didapatkan berkurangnya
volume haluaran urine, hal ini berhubungan dengan penurunan perfusi dan
penurunan curah jantung ke ginjal.
e. B5 (bowel)
Mual sampai muntah dihubungkan dengan
lambung. Pemenuhan
nutrisi
peningkatan produksi
asam
menurun karena
otot
Dahi
karena
pada wajah
dikerutkan,
saja.
DS : pasien mengatakan
anoreksia
dan Ketidakseimbangan
kelemahan
nafsu makan
mengunyah
kebutuhan tubuh
DS : pasien mengatakan
prognosis penyakit
Ansietas
dan perubahan
yang di derita
DO : pasien terlihat seperti
kesehatan
dan sulit
mengunyah
DO : konjungtiva agak
pucat tubuh terlihat pucat
3.
4.
orang kebingungan
DS : pasien mengatakan
adekuat mengenai
Kurangnya
kesehatan
pengetahuan
pengobatan
C. Diagnosa
1. Gangguaan citra tubuh b.d perubahan bentuk wajah karena kelumpuhan satu sisi pada
wajah
Askep pada Bells palsy | 12
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia dan kelemahan
otot mengunyah
3. Ansietas b.d prognosis penyakit dan perubahan kesehatan
4. Kurangnya pengetahuan kesehatan b.d informasi yang tidak adekuat mengenai proses
penyakit dan pengobatan
D. Perencanaan
DX 1. Gangguan citra tubuh b.d perubahan bentuk wajah karena kelumpuhan satu sisi pada
wajah
Diagnosa
Keperawatan
Gangguaan
citra tubuh
Rencana keperawatan
Tujuan dan
Intervensi
Kriteria Hasil
NOC:
NIC :
v - Body image
Body
v - Self esteem
enhancement
Rasional
image
tindakan
keperawatan selama
terhadap tubuhnya
Setelah dilakukan
. gangguan body
image
-Monitor
frekuensi
pasien teratasi
mengkritik dirinya
dengan
kriteria hasil:
lanjut
terapi
yang
dan
lebih
ketat.
-Jelaskan
tentang -membantu
perawatan, membangun kembali
mengidentifikasi
pengobatan,
kekuatan personal
v - Mendiskripsikan
secara faktual
-Dorong
perubahan fungsi
mengungkapkan
untuk
tubuh
perasaannya
perasaaannya
v - Mempertahankan
klien -membantu
pasien
menyadari
yang
tidak biasa
interaksi sosial
Askep pada Bells palsy | 13
lain
dalam
dalam menumbuhkan
kelompok kecil
rasa
seimbangan
dari
Tujuan dan
Criteria Hasil
NOC:
Ketidak
nutrisi
Rencana keperawatan
Intervensi
NIC:
Nutritional
-untuk
status
Nutritional
kurang
kebutuhan
Rasional
status : food
tubuh
and fluid
-
-Membantu
pasien
meningkatkan protein
nutrien intake
weight
dan vitamin C
dalam
control
vitamin pasien
pemenuhan
-membantu memenuhi
terpilih ( sudah
asupan
adanya
dikonsultasikan dengan
nutrisi
peningkatan
seimbang
BB sesuai
mempercepat
dengan
kandungan kalori
penyembuhan.
tujuan
mampunmen
-Berikan informasi
-Membantu
memahami informasi
Kriteria hasil:
-
intake
Nutritional
status :
menentukan
gidentifikasi
kebutuhan
kebutuhan
yang
tidak
dan
poses
pasien
asupan
kebutuhan
nutrisi
yang
nutrisi
tidak adanya
tanda
malnutrisi,
menunjukan
peningkatan
fungsi
pengecapan
dan menelan
tidak terjadi
penurunan
BB yang
berarti
dibutuhkan.
-Kaji kemampuan pasien
-Mengontrol
untuk mendapatkan
nutrisi pasien
asupan
-Mencegah penurunan
penurunan BB
nafsu makan
-membantu
dalam
menjelaskan
dilakukan
aktifitas
yang
pasien
bisa
dilakukan.
-Monitor lingkungan
membantu
selama makan
memahami
pasien
lingkungan disekitar
-Jadwalkan pengobatan
-Memonitoring
pengobatan pasien
-Penentuan
intake nutrisi
kalori
dan
makanan
memenuhi
jumlah
bahan
yang
stabdar
gizi.
keperwatan
Ansietas
hasil
NOC
-Anxiety self-control
-Anxiety level
Intervensi
NIC
-Gunakan
Rasional
pendekatan
-meningkatkan
yang menenangkan.
Askep pada Bells palsy | 15
-Coping
Kriteria Hasil
-Klien
mampu
mengidentifikasikan
dan mengungkapkan
gejala cemas.
-Mengidentifkasi,
mengungkapkan,
dan
kenyamanan pasien
yang bisa
-Jelaskan
semua meminimalkan
prosedure.
kooperatif dan
-Pahami
menunjukkan
prespektif
-mengetahui apa
-Temani
pasien
batas normal
-Posur
tubuh, memberikan
bahasa
untuk
keamanan
tingkat
berkurangnya
kecemasan.
dan
aktivitas -Identifikasi
menunjukkan
kecemasan dengan
melibatkan pasien
stress.
mengontrol cemas
-Vital sign dalam
ekspresi
mengurangi
tingkat
kecemasan.
-Bantu pasien
-meningkatkan
kenyamanan pasien
kecemasan
-memantau derajat
-Dorong
mengungkapkan
perasaan
-hindarkan pasien
persepsi.
-Instruksikan
pasien
menggunakan
teknik
relaksasi.
-Berikan
dapat menimbulkan
kecemasan yang
berulang
-mengetahui apa
obat
mengurangi kecemasan.
meningkatkan
kenyamanan
dan
mengurangi
kecemasan
-obat membantu agar
pasien lebih nyaman
dan mengurangi rasa
kecemasan yang
dirasakan
DX 4. Kurangnya pengetahuan kesehatan b.d informasi yang tidak adekuat mengenai
proses penyakit dan pengobatan
Diagnosa
keperwatan
hasil
Defisiensi
pengetahuan
NOC
-Knowledge
Intervensi
NIC
: Teaching
Rasional
disease
disease process
process
-Knowledge : health -Berikan tentang tingkat
- Dapat membantu
behavio
penilaian tentang tingkat
Kriteria Hasil
meningkatkan
pengetahuan
tentang
-Pasien dan keluraga
pengetahuan pasien
proses penyakit yang
menyatakan
tentang
masalah
spesifik.
pemahaman tentang
penyakit
yang
penykit,
kondisi, -Jelaskan
patofisiologi
dialami nya.
prognosis,
dan dari
penyakit
dan
- membantu pasien
program pengobatan. bagaimana
hal
ini
mengenal
proses
-Pasien dan keluarga
berhubungan
dengan
jalannya penyakit.
mampu
anatomi dan fisiologi
melaksanakan
denahn cara yang tepat.
prosedure
yang -Gambarkan tanda dan
- membantu pasien
dijelaskan
secara gejala yang biasa muncul
mengenal tanda dan
benar.
pada penyakit, dengan
-Pasien dan keluarga
gejala pada penyakit
cara yang tepat.
mampu menjelaskan
dan
mampu
kembali apa yang
mengatasi
masalah
dijelaskan
tim
lainnya.
dengan
cara -meningkatkan
yang tepat.
pengetahuan pasien
-Sediakan
infomasi
dengan
cara
dan
mengurangi
kecemasan.
- supaya pasien tahu
tingkat
yang tepat.
-Diskusikan
perubahan yang
penyakit
dialami
dan
diperlukan
mencegah
pasien
komplikasi mengenal
atau
pengontrolan penyakit.
dan
tahu
cara
-Instruksikan
pasien
mencegah penyakit.
untuk mengenal tanda
dan
gejala
melaporkan
pemberi
untuk
pada
perwatan
-Membantu pasien
tahu tanda dan gejala
penyakit dan
melaporkan cara
perawatan yang baik
kepada tenaga
kesehatan.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Bell's Palsy (BP) ialah suatu kelumpuhan akut nervus fasialis (VII) tidak diketahui
sebabnya. Walupun belum diketahui ,tetapi kemungkinan dapat berupa,penyakit virus
(herves simpleks ,herpes zoster),penyakit autoimun (infeksi telinga tengah) dan
DAFTAR PUSTAKA
Brunner.2013.Keperawatan Medikal-Bedah.Jakarta: EGC
Dewanto, George. 2010. Praktis diagnosa & tatalaksana penyakit saraf.Jakarta:EGC
Lowis, Handoko & Maula N Gaharu. 2012. Bells Palsy, Diagnosis and Management in Primary
Care. IDI).Artikel
Amin Huda.2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosis Medis dan Nanda Nic
noc.MediaAction
Muttaqin,
Arif.
2008.
Asuhan
Keperawatan
Klien
Dengan
Gangguan
Sistem