Anda di halaman 1dari 21

BAB II

TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT

A. Pengertian Hukum Jaminan Kredit


Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling,
zekerheidsrechten atau security of law. Dalam Keputusan Seminar Hukum
Jaminan yang diselenggarakan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional
Departemen Kehakiman bekerja sama dengan Fakultas Hukum Universitas
Gadjah Mada tanggal 9 sampai dengan 11 Oktober 1978 di Yogyakarta
menyimpulkan, bahwa istilah hukum jaminan itu meliputi pengertian baik
jaminan kebendaan maupun perorangan. Berdasarkan kesimpulan tersebut,
pengertian hukum jaminan, melainkan memberikan bentang lingkup dari istilah
hukum jaminan itu, yaitu meliputi jaminan kebendaan dan jaminan perseorangan.
Sehubungan dengan pengertian hukum jaminan, tidak banyak literatur yang
merumuskan pengertian hukum jaminan. Menurut J. Satrio, hukum jaminan itu
diartikan peraturan hukum yang mengatur tentang jaminan-jaminan piutang
seorang kreditur terhadap seorang debitur. Ringkasnya hukum jaminan adalah
hukum yang mengatur tentang jaminan piutang seseorang. 14 Definisi ini
difokuskan pada pengaturan pada hak-hak kreditur semata-mata, tetapi juga erat
kaitannya dengan debitur. Sedangkan yang menjadi objek kajiannya adalah benda
jaminan.

14

J. Satrio, Hukum Jaminan Hak Jaminan Kebendaan, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti,
2007, hal. 3

Universitas Sumatera Utara

Menurut M. Bahsan, hukum jaminan merupakan himpunan ketentuan yang


mengatur atau berkaitan dengan penjaminan dalam rangka utang piutang
(pinjaman uang) yang terdapat dalam berbagai peraturan perundang-undangan
yang berlaku saat ini. 15
Sementara itu, Salim HS memberikan perumusan hukum jaminan adalah
keseluruhan kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan antara pemberi dan
penerima jaminan dalam kaitannya dengan pembebanan jaminan untuk
mendapatkan fasilitas kredit.16
Unsur-unsur yang tercantum di dalam definisi ini adalah : 17
1. Adanya kaidah hukum
Kaidah hukum dalam bidang jaminan, dapat dibedakan menjadi 2
macam, yaitu kaidah hukum jaminan tertulis dan kaidah hukum jaminan
tidak tertulis. Kaidah hukum jaminan tertulis adalah kaidah-kaidah
hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan, traktat, dan
yurisprudensi. Sedangkan kaidah hukum jaminan tidak tertulis adalah
kaidah-kaidah hukum jaminan yang tumbuh, hidup, dan berkembang
dalam masyarakat. Hal ini terlihat pada gadai tanah dalam masyarakat
yang dilakukan secara lisan.
2. Adanya pemberi dan penerima jaminan
Pemberi jaminan adalah orang-orang atau badan hukum yang
menyerahkan barang jaminan kepada penerima jaminan. Yang bertindak
15

M. Bahsan, Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia, Jakarta: PT.
RajaGrafindo Persada, 2008, hal. 3.
16
Salim HS, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, Jakarta: PT. RajaGrafindo
Persada, 2008, hal. 6.
17
Ibid, hal. 7-8.

Universitas Sumatera Utara

sebagai pemberi jaminan ini adalah orang atau badan hukum yang
membutuhkan fasilitas kredit. Orang ini lazim disebut dengan debitur.
Penerima jaminan adalah orang atau badan hukum yang menerima
barang jaminan dari pemberi jaminan. Yang bertindak sebagai penerima
jaminan ini adalah orang atau badan hukum. Badan hukum adalah
lembaga yang memberikan fasilitas kredit, dapat berupa lembaga
perbankan dan atau lembaga keuangan nonbank.
3. Adanya jaminan
Pada dasarnya, jaminan yang diserahkan kepada kreditur adalah
jaminan materiil dan imateriil. Jaminan materiil merupakan jaminan
yang berupa hak-hak kebendaan, seperti jaminan atas benda bergerak
dan benda tidak bergerak. Jaminan imateriil merupakan jaminan
nonkebendaan.
4. Adanya fasilitas kredit
Pembebanan jaminan yang dilakukan oleh pemberi jaminan
bertujuan untuk mendapatkan fasilitas kredit dari bank atau lembaga
keuangan nonbank. Pemberian kredit merupakan pemberian uang
berdasarkan kepercayaan, dalam arti bank atau lembaga keuangan
nonbank percaya bahwa debitur sanggup untuk mengembalikan pokok
pinjaman dan bunganya. Begitu juga debitur percaya bahwa bank atau
lembaga keuangan nonbank dapat memberikan kredit kepadanya.
Jaminan merupakan kebutuhan kreditur untuk memperkecil risiko apabila
debitur tidak mampu menyelesaikan segala kewajiban yang berkenaan dengan

Universitas Sumatera Utara

kredit yang telah dikucurkan. Dengan adanya jaminan apabila debitur tidak
mampu membayar maka debitur dapat memaksakan pembayaran atas kredit yang
telah diberikannya. 18
Jaminan secara umum diatur dalam Pasal 1131 KUHPerdata yang
menetapkan bahwa segala hak kebendaan debitur baik yang bergerak maupun
yang tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang akan ada di kemudian hari
menjadi tanggungan untuk segala perikatannya. Dengan demikian, segala harta
kekayaan debitur secara otomatis menjadi jaminan manakala orang tersebut
membuat perjanjian utang meskipun tidak dinyatakan secara tegas sebagai
jaminan.
Terhadap jaminan ini akan timbul masalah manakala seorang debitur
memiliki lebih dari seorang kreditur di mana masing-masing kreditur
menginginkan haknya didahulukan.
Hukum mengantisipasi keadaan demikian dengan membuat jaminan yang
secara khusus diperjanjikan dengan hak-hak istimewa seperti hak tanggungan,
fiducia, gadai, maupun cessie piutang. Kreditur yang memegang hak tersebut
memiliki hak utama untuk mendapatkan pembayaran kredit seluruhnya dari hasil
penjualan benda jaminan. Apabila terdapat kelebihan dalam penjualan benda
jaminan terebut dapat diberikan kepada kreditur lain.
Eksistensi adanya perjanjian penjaminan tergantung pada perjanjian pokok.
Perjanjian pokok biasanya berupa perjanjian kredit. Perjanjian penjaminan tidak

18

Badriyah Harun, Penyelesaian Sengketa Kredit Bermasalah, Yogyakarta: Pustaka


Yustisia, 2010, hal. 67.

Universitas Sumatera Utara

mungkin ada tanpa perjanjian kredit. Apabila perjanjian pokoknya berakhir, maka
perjanjian penjaminan akan berakhir pula.
Dasar hukum jaminan dalam pemberian kredit adalah Pasal 8 ayat (1) UU
Perbankan yang menyatakan bahwa :
Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah,
Bank Umum wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang
mendalam atas itikad dan kemampuan serta kesanggupan Nasabah Debitur
untuk melunasi utangnya atau mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai
dengan yang diperjanjikan.
Jaminan pemberian kredit menurut Pasal 8 ayat (1) adalah bahwa keyakinan
atas kemampuan dan kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi kewajibannya
sesuai dengan yang diperjanjikan. Untuk memperoleh keyakinan tersebut,
sebelum memberikan kredit, bank harus melakukan penilaian yang seksama
terhadap watak, kemampuan, modal, agunan dan prospek usaha dari nasabah
debitur.
Dengan demikian, hal ini menegaskan bahwa jaminan hendaklah
mempertimbangkan dua faktor, yaitu :
1.

Secured, artinya jaminan kredit mengikat secara yuridis formal


sehingga apabila suatu hari nanti nasabah debitur melakukan
wanprestasi (cedera janji), maka bank memiliki kekuatan yuridis untuk
melakukan tindakan eksekusi.

2.

Marketable, artinya bila jaminan tersebut hendak dieksekusi, dapat


segera dijual atau diuangkan untuk melunasi seluruh kewajiban debitur.

Universitas Sumatera Utara

B. Kerangka Hukum Jaminan menurut KUHPerdata


Dalam hukum positif di Indonesia terdapat peraturan perundang-undangan
yang sepenuhnya mengatur tentang hal-hal yang berkaitan dengan penjaminan
utang. Materi atau isi peraturan perundang-undangan tersebut memuat ketentuanketentuan yang secara khusus mengatur tentang hal-hal yang berkaitan dengan
penjaminan utang, antara lain mengenai prinsip-prinsip hukum jaminan, lembagalembaga jaminan, objek jaminan utang, penanggungan utang dan sebagainya.
Di dalam KUHPerdata tercantum beberapa ketentuan yang dapat
digolongkan sebagai hukum jaminan. Hukum jaminan dalam ketentuan hukum
KUHPerdata adalah sebagaimana yang terdapat pada Buku Kedua yang mengatur
tentang prinsip-prinsip hukum jaminan, lembaga-lembaga jaminan (Gadai dan
Hipotek) dan pada Buku Ketiga yang mengatur tentang penanggungan utang
adalah sebagai berikut :19
1. Prinsip-prinsip Hukum Jaminan
Beberapa prinsip hukum jaminan sebagaimana yang diatur oleh ketentuanketentuan KUHPerdata adalah sebagai berikut.
a. Kedudukan Harta Pihak Peminjam
Pasal 1131 KUHPerdata mengatur tentang kedudukan harta pihak
peminjam, yaitu bahwa harta pihak peminjam adalah sepenuhnya
merupakan jaminan (tanggungan) atas utangnya.
Pasal 1131 KUHPerdata menetapkan bahwa semua harta pihak
peminjam, baik yang berupa harta bergerak maupun yang tidak bergerak,

19

M. Bahsan, Op. Cit, hal. 9.

Universitas Sumatera Utara

baik yang sudah ada maupun yang akan ada di kemudian hari merupakan
jaminan atas perikatan utang pihak peminjam.
Ketentuan Pasal 1131 KUHPerdata merupakan salah satu ketentuan
pokok dalam hukum jaminan, yaitu mengatur tentang kedudukan harta
pihak yang berutang (pihak peminjam) atas perikatan utangnya.
Berdasarkan ketentuan Pasal 1131 KUHPerdata pihak pemberi pinjaman
akan dapat menuntut pelunasan utang pihak peminjam dari semua harta
yang bersangkutan, termasuk harta yang masih akan dimilikinya di
kemudian hari. Pihak pemberi pinjaman mempunyai hak untuk menuntut
pelunasan utang dari harta yang akan diperoleh oleh pihak peminjam di
kemudian hari.
Dalam praktik sehari-hari yang dapat disebut sebagai harta yang
akan ada di kemudian hari adalah misalnya berupa warisan, penghasilan,
gaji, atau tagihan yang akan diterima pihak peminjam.
Ketentuan Pasal 1131 KUHPerdata sering pula dicantumkan
sebagai salah satu klausul dalam perjanjian kredit perbankan. Ketentuan
Pasal 1131 KUHPerdata yang dicantumkan sebagai klausul dalam
perjanjian kredit bila ditinjau dari isi (materi) perjanjian disebut sebagai
isi yang naturalia. Klausul perjanjian yang tergolong sebagai isi yang
naturalia merupakan klausul fakultatif, artinya bila dicantumkan sebagai
isi perjanjian akan lebih baik, tetapi bila tidak dicantumkan, tidak
menjadi masalah kecacatan perjanjian karena hal (klausul) yang seperti
demikian sudah diatur oleh ketentuan hukum yang berlaku.

Universitas Sumatera Utara

Dengan

memperhatikan

kedudukan

ketentuan

Pasal

1131

KUHPerdata bila dikaitkan dengan suatu perjanjian pinjaman uang, akan


lebih baik ketentuan tersebut dimasukkan sebagai klausul dalam
perjanjian pinjaman uang, termasuk dalam perjanjian kredit.
b. Kedudukan Pihak Pemberi Pinjaman
Bagaimana kedudukan pihak pemberi piinjaman terhadap harta
pihak peminjam dapat diperhatikan dari ketentuan Pasal 1132
KUHPerdata.
Berdasarkan ketentuan Pasal 1132 KUHPerdata dapat disimpulkan
bahwa kedudukan pihak pemberi pinjaman dapat dibedakan atas dua
golongan, yaitu :
1) Yang mempunyai kedudukan berimbang sesuai dengan piutang
masing-masing; dan
2) Yang mempunyai kedudukan didahulukan dari pihak pemberi
pinjaman yang lain berdasarkan suatu peraturan perundang-undangan.
Pasal 1132 KUHPerdata menetapkan bahwa harta pihak peminjam
menjadi jaminan bersama bagi semua pihak pemberi pinjaman, hasil
penjualan harta tersebut dibagi-bagi menurut keseimbangan, yaitu
menurut besar kecilnya piutang masing-masing, kecuali apabila di antara
pihak pemberi pinjaman itu mempunyai alasan yang sah untuk
didahulukan.
Dalam praktik perbankan pihak pemberi pinjaman disebut kreditur
dan pihak peminjam disebut nasabah debitur atau debitur. Pihak pemberi

Universitas Sumatera Utara

pinjaman yang mempunyai kedudukan didahulukan lazim disebut


sebagai kreditur preferen dan pihak pemberi pinjaman yang mempunyai
hak berimbang disebut sebagai kreditur konkuren.
Mengenai alasan yang sah untuk didahulukan sebagaimana yang
tercantum pada bagian akhir ketentuan Pasal 1132 KUHPerdata adalah
berdasarkan ketentuan dari peraturan perundang-undangan, antara lain
berdasarkan ketentuan yang ditetapkan oleh Pasal 1133 KUHPerdata,
yaitu dalam hal jaminan utang diikat melalui gadai atau hipotek.
c. Larangan memperjanjikan pemilikan objek jaminan utang oleh pihak
pemberi pinjaman.
Pihak pemberi pinjaman dilarang memperjanjikan akan memiliki
objek jaminan utang bila pihak peminjam ingkar janji (wanprestasi).
Ketentuan yang demikian diatur oleh Pasal 1154 KUHPerdata tentang
Gadai, Pasal 1178 KUHPerdata tentang Hipotek.
Larangan bagi pihak pemberi pinjaman untuk memperjanjikan akan
memiliki objek jaminan utang sebagaimana yang ditetapkan dalam
ketentuan-ketentuan lembaga jaminan tersebut tentunya akan melindungi
kepentingan pihak peminjam dan pihak pemberi pinjaman lainnya,
terutama bila nilai objek jaminan melebihi besarnya nilai utang yang
dijamin. Pihak pemberi pinjaman yang mempunyai hak berdasarkan
ketentuan lembaga jaminan dilarang serta-merta menjadi pemilik objek
jaminan utang bila pihak peminjam ingkar janji. Ketentuan-ketentuan
seperti tersebut di atas tentunya akan dapat mencegah tindakan

Universitas Sumatera Utara

sewenang-wenang pihak pemberi pinjaman yang akan merugikan pihak


peminjam.
2. Gadai
Gadai adalah salah satu lembaga jaminan yang akan dapat digunakan untuk
mengikat objek jaminan utang yang berupa barang bergerak. Gadai diatur oleh
ketentuan-ketentuan Pasal 1150 KUHPerdata sampai dengan Pasal 1160
KUHPerdata. Beberapa di antara ketentuan gadai sebagaimana yang tercantum
dalam KUHPerdata adalah sebagai berikut :
a. Gadai adalah suatu hak yang diperoleh seorang berpiutang atas suatu
barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh seorang berutang atau
seorang lain atas namanya, dan yang memberikan kekuasaan kepada si
berpiutang itu untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara
didahulukan dari pada orang-orang berpiutang

lainnya, dengan

mengecualikan biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya yang


telah

dikeluarkan

untuk

menyelamatkannya

setelah

barang

itu

digadaikan, biaya-biaya tersebut harus didahulukan (Pasal 1150


KUHPerdata).
b. Persetujuan gadai dibukt ikan dengan segala alat yang diperbolehkan bagi
pembuktian persetujuan pokok. (Pasal 1151 KUHPerdata)
Perjanjian Gadai dalam kehidupan sehari-hari dapat berupa akta autentik
atau akta di bawah tangan.
c. Hak gadai atas benda-benda bergerak dan atas piutang bawa diletakkan
dengan membawa barang yang dijadikan objek gadai di bawah

Universitas Sumatera Utara

kekuasaan si berpiutang ataupun di bawah kekuasaan seorang pihak


ketiga, tentang siapa telah disetujui oleh kedua belah pihak. (Pasal 1152
ayat pertama).
d. Tidak sah hak gadai atas segala benda yang dibiarkan tetap dalam
kekuasaan si berutang atau si pemberi gadai, ataupun yang kembali atas
kemauan si berpiutang (Pasal 1152 ayat kedua).
e. Hak gadai hapus apabila barang yang dijadikan objek gadai keluar dari
kekuasaan si penerima gadai. Apabila barang tersebut hilang dari tangan
penerima gadai atau dicuri darinya, ia berhak menuntutnya kembali
sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1977 ayat kedua, sedangkan apabila
barang tersebut kembali diperolehnya, hak gadai dianggap tidak pernah
hilang (Pasal 1152 ayat ketiga).
f. Hal tidak berkuasanya si pemberi gadai untuk bertindak bebas dengan
barang yang dijadikan objek gadai tidak dapat dipertanggungjawabkan
kepada si berpiutang yang telah menerima barang tersebut dalam gadai,
dengan tidak mengurangi hak pihak yang kehilangan atau kecurian
barang itu, untuk menuntutnya kembali (Pasal 1152 ayat keempat).
Ketentuan yang mengatur tentang keharusan objek jaminan utang di
bawah kekuasaan pihak pemberi pinjaman pperlu dipatuhi karena bila
objek jaminan utang yang diikat dengan gadai tersebut tetap berada pada
pihak peminjam, pengikatan melalui gadai tersebut batal demi hukum.
Bila hal seperti demikian terjadi dalam pemberian kredit perbankan,
dapat dikatakan bahwa pemberian kredit yang bersangkutan adalah tanpa

Universitas Sumatera Utara

jaminan kredit dan mempunyai akibat terhadap penilaian tingkat


kesehatan bank sebagai pemberi kredit. 20
g. Apabila si berutang atau pemberi gadai tidak memenuhi kewajibankewajibannya, maka tidak diperkenankan si berpiutang memiliki barang
yang dijadikan objek gadai (Pasal 1154 ayat kesatu). Segala janji yang
bertentangan dengan ketentuan tersebut adalah batal (Pasal 1154 ayat
kedua).
Ketentuan gadai yang melarang pihak pemberi pinjaman memiliki objek
gadai tersebut termasuk sebagai salah satu prinsip hukum jaminan
sebagaimana telah dikemukakan pada uraian terdahulu mengenai prinsipprinsip hukum jaminan. 21
Di samping beberapa ketentuan tersebut di atas, terdapat pula ketentuanketentuan yang mengatur tentang hak gadai atas surat-surat tunjuk (Pasal 1152
bis), hak gadai atas benda bergerak yang tak bertubuh (Pasal 1153), tata cara
pencairan objek gadai (Pasal 1155 dan Pasal 1156), tanggung jawab si berpiutang
dan si berutang (Pasal 1157), piutang yang digadaikan (Pasal 1158), pelepasan
gadai (Pasal 1159), dan objek gadai dan ahli waris (Pasal 1160).
3. Hipotek
Lembaga jaminan yang diatur oleh ketentuan KUHPerdata, Pasal 1162
sampai dengan Pasal 1232 adalah hipotek. Akan tetapi, dengan berlakunya UU
No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan, objek jaminan utang berupa tanah
sudah tidak dapat diikat dengan hipotek. Hipotek pada saat ini hanya digunakan
20
21

Ibid, hal. 14.


Ibid

Universitas Sumatera Utara

untuk mengikat objek jaminan utang yang ditunjuk oleh ketentuan peraturan
perundang-undangan lain.
4. Penanggungan Utang
Penanggungan utang diatur oleh Pasal 1820 sampai dengan Pasal 1850
KUHPerdata. Penanggungan utang merupakan jaminan utang yang bersifat
perorangan. Akan tetapi, dalam hal ini diartikan pula dapat diberikan oleh suatu
badan di samping oleh perorangan sebagaimana yang terdapat dalam praktik
sehari-hari dan lazim disebut dengan sebutan borgtocht. Beberapa bentuk
penanggungan utang yang banyak ditemukan adalah berupa jaminan pribadi dan
jaminan perusahaan.
Beberapa di antara ketentuan KUHPerdata tentang penanggungan utang
adalah sebagai berikut.
a. Penanggungan utang adalah suatu persetujuan yang dibuat oleh seorang
pihak ketiga untuk kepentingan pihak pemberi pinjaman dengan
mengikatkan dirinya guna memenuhi perikatan pihak peminjam bila
pihak peminjam wanprestasi terhadap pihak pemberi pinjaman (Pasal
1820 KUHPerdata).
Penanggungan utang adalah suatu perjanjian penjaminan utang yang
sangat terkait kepada perorangan (individu atau badan hukum) yang
mengikatkan dirinya sebagai jaminan atas utang dari pihak peminjam dan
pihak yang mengikatkan dirinya disebut penanggung atau penjamin). 22

22

Ibid

Universitas Sumatera Utara

b. Penanggungan utang sangat berkaitan dengan perjanjian pokok yang sah


(Pasal 1821 KUHPerdata).
Ketentuan ini menunjukkan tidak ada suatu penanggungan utang bila
sebelumnya tidak ada suatu perjanjian pokok. Perjanjian pokok misalnya
berupa perjanjian pinjaman yang disepakati oleh pihak peminjam dengan
pihak pemberi pinjaman. Perjanjian penanggungan utang bukan suatu
perjanjian pokok. Sehubungan dengan itu dalam hukum perikatan
sebagaimana yang dikemukakan menurut doktrin (pendapat ahli hukum)
dikatakan tentang adanya perikatan pokok dan perikatan accessoir
(perikatan turutan). Perjanjian penanggungan utang adalah perjanjian
accessoir. Sebagai contoh yang lain adalah perjanjian kredit disebut
sebagai perjanjian pokok dan perjanjian pengikatan jaminan kredit
disebut sebagai perjanjian accessoir. 23
c. Perikatan penanggungan utang para penanggung berpindah kepada ahli
warisnya (Pasal 1826 KUHPerdata).
d. Peminjam yang diwajibkan memberikan seorang penanggung harus
mengajukan seseorang yang mempunyai kecakapan hukum untuk
mengikatkan dirinya, cukup mampu untuk memenuhi perikatannya dan
berdiam di Indonesia (Pasal 1827 KUHPerdata).
e. Penanggung tidak diwajibkan membayar kepada pemberi pinjaman
selainnya jika pihak peminjam lalai, sedangkan harta pihak peminjam

23

Ibid

Universitas Sumatera Utara

adalah yang terlebih dahulu disita dan dijual untuk melunasi utangnya
(Pasal 1831 KUHPerdata).
f. Penanggung tidak dapat menuntut supaya harta pihak peminjam lebih
dauhulu disita dan dijual untuk melunasi utangnya :
1) Apabila ia telah melepaskan hak istimewanya untuk menuntut supaya
harta pihak peminjam lebih dahulu disita dan dijual.
2) Apabila ia telah mengikatkan dirinya bersama-sama dengan pihak
peminjam utama secara tanggung-menanggung, yang akibat-akibat
perikatannya diatur menurut asas-asas yang ditetapkan untuk utang
tanggung-menanggung.
3) Jika pihak peminjam dapat mengajukan suatu tangkisan yang hanya
mengenai dirinya sendiri secara pribadi.
4) Jika pihak peminjam berada di didalam keadaan pailit.
5) Dalam halnya penanggungan yang diperintahkan oleh hakim.
g. Penanggung yang telah membayar utang pihak peminjam, menggantikan
demi hukum segala hak pihak pemberi pinjaman terhadap pihak
peminjam (Pasal 1840 KUHPerdata).
h. Perikatan yang diterbitkan dari penanggungan hapus karena sebab-sebab
yang sama, sebagaimana yang menyebabkan berakhirnya perikatan.
Demikian antara lain beberapa ketentuan tentang penanggungan utang
sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1820 sampai dengan Pasal 1850
KUHPerdata. Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya, penanggungan utang
lazim disebut dengan sebutan borgtocht. Mengingat ketentuan-ketentuan tentang

Universitas Sumatera Utara

penanggungan utang yang tercantum dalam KUHPerdata tersebut bersifat umum,


dapat ditemukan adanya pengaturan lebih lanjut yang bersifat khusus yang
dikeluarkan oleh pihak-pihak tertentu sesuai dengan kewenangannya.
Salah satu penanggungan utang yang berupa jaminan perusahaan yang
diatur lebih lanjut dengan suatu peraturan perundang-undangan di Indonesia
adalah garansi bank (bank garansi) yang diterbitkan oleh Bank Umum.
Garansi bank tersebut wajib memenuhi ketentuan-ketentuan yang ditetapkan
oleh peraturan perundang-undangan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia, yaitu
SK Direksi BI No. 23/88/KEP/DIR dan SEBI No. 23/7/UKU.
Garansi bank sebagai salah satu produk bank selain tunduk kepada
ketentuan-ketentuan KUHPerdata mengenai penanggungan utang, juga tunduk
kepada peraturan perundang-undangan Bank Indonesia tersebut di atas.
Demikian secara umum beberapa ketentuan hukum jaminan yang berkaitan
dengan prinsip-prinsip hukum jaminan, lembaga jaminan dan penanggungan
utang sebagaimana yang tercantum dalam KUHPerdata, Buku Kedua dan Buku
Ketiga.

C. Penggolongan Jaminan Kredit Bank dalam Pemberian Kredit Perbankan


Jaminan kredit yang diatur secara khusus dalam praktik dunia perbankan
terdiri dari : 24
1. Jaminan perorangan
2. Jaminan kebendaan
24

Badriyah Harun, Op. Cit, hal. 68.

Universitas Sumatera Utara

Penjabaran jaminan tersebut adalah sebagai berikut :


1. Jaminan Perorangan
Jaminan perorangan dalam Pasal 1820 KUHPerdata disebut sebagai
penanggungan utang. Dalam pasal tersebut disebutkan bahwa jaminan perorangan
adalah suatu perjanjian dengan mana pihak ketiga, guna kepentingan pihak si
berpiutang (kreditur), mengikatkan diri untuk memenuhi perikatan si berutang
manakala orang tersebut tidak memenuhinya. Pelaksanaan perjanjian selalu dibuat
oleh pihak ketiga yang menjamin terpenuhnya kewajiban membayar kredit
tersebut, baik diketahui maupun tidak diketahui oleh debitur.
Dengan adanya pihak ketiga sebagai penjamin, apabila debitur tidak dapat
melaksanakan kewajibannya, maka pihak ketiga inilah yang akan melaksanakan
kewajibannya. Perlindungan hak terhadap pihak ketiga dalam menjalankan
kewajibannya. Perlindungan hak terhadap pihak ketiga dalam menjalankan
kewajibannya tidak terlepas dari ketentuan Pasal 1831 yang berbunyi :
Si penanggung (pihak ketiga) tidaklah wajib membayar kepada si
berpiutang selain jika si berutang lalai, sedangkan benda-benda si berutang
ini harus lebih dulu disita dan dijual untuk melunasi utangnya.
Dalam praktiknya, bank tetap meminta pihak ketiga untuk melepas hak
tersebut. Sehingga apabila debitur wanprestasi, bank dapat segera melakukan
penagihan langsung kepada pihak ketiga. Tujuan pelepasan hak tersebut agar
pihak bank lebih mudah mendapatkan hak pembayaran kreditnya. Bank juga
mengantisipasi kendala penarikan pembayaran yang bisa jadi karena harta benda
yang dimiliki debitur tidak marketable seperti yang diharapkan.

Universitas Sumatera Utara

2. Jaminan Kebendaan
Mengingat Pasal 8 UU Perbankan, yang berbunyi :
a. Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah,
Bank Umum wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang
mendalam atas itikad dan kemampuan serta kesanggupan Nasabah
Debitur untuk melunasi utangnya atau mengembalikan pembiayaan
dimaksud sesuai dengan yang diperjanjikan.
b. Bank umum wajib memiliki dan menerapkan pedoman perkreditan dan
pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, sesuai dengan ketentuan yang
ditetapkan Bank Indonesia.
Keyakinan menurut pasal tersebut sudah merupakan jaminan bagi bank
untuk memberikan kredit kepada nasabah debiturnya. Namun, pada peraturan
kredit perbankan, jaminan kebendaan merupakan berupa jaminan tambahan yang
disebut sebagai agunan.
Jadi sebenarnya menurut UU Perbankan, jaminan dan agunan merupakan
dua unsur yang berbeda. Jaminan pokok merupakan keyakinan, sedangkan
jaminan tambahan adalah sesuatu yang dapat menguatkan keyakinan bank, yaitu
agunan. Mengenai agunan sebagai jaminan tambahan, secara tegas diungkapkan
dalam Pasal 1 angka 23, yang berbunyi :
Agunan adalah jaminan tambahan yang diserahkan Nasabah Debitur
kepada bank dalam rangka pemberian fasilitas kredit atau pembiayaan
berdasarkan Prinsip Syariah.

Universitas Sumatera Utara

Dengan demikian jelas bahwa yang dimaksud dengan agunan atau jaminan
kebendaan

merupakan

jaminan

tambahan.

Jaminan

tambahan

tersebut

sebagaimana dimuat dalam penjelasan Pasal 8 UU Perbankan diebutkan bahwa


agunan dapat hanya berupa barang, proyek, atau hak tagih yang dibiayai dengan
kredit yang bersangkutan. Tanah yang kepemilikannya didasarkan pada hukum
adat yaitu tanah yang bukti kepemilikannya berupa girik, petuk, dan lain-lain yang
sejenis dapat juga digunakan sebagai agunan. Bank tidak wajib meminta agunan
barang yang berkaitan langsung dengan objek yang dibiayai, yang lazim dikenal
dengan agunan tambahan.

D. Hubungan Perjanjian Kredit dengan Jaminan


Perjanjian adalah suatu hubungan hukum mengenai kekayaan harta benda)
antara dua orang, yang member hak pada yang satu untuk menuntut barang
sesuatu dari yang lainnya, sedangkan orang yng lainnya ini diwajibkan memenuhi
tuntutan itu.25 Salah satu kegiatan usaha perbankan adalah berupa perjanjian
kredit. Perjanjian kredit merupakan perjanjian antara pihak bank dengan pihak
nasabah. Dengan melihat bentuk perjanjiannya, maka sebenarnya perjanjian kredit
merupakan perjanjian yang tergolong dalam jenis perjanjian pinjam pengganti.
Meskipun demikian adanya, namun perjanjian kredit tetap merupakan perjanjian
khusus karena di dalamnya terdapat kekhususan, dimana pihak kreditur adalah
pihak bank sedangkan objek perjanjian adalah uang. Perjanjian kredit ini dibuat

25

Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Jakarta : PT. Intermasa, 2003, hal. 122.

Universitas Sumatera Utara

secara tertulis, tujuannya ialah untuk bukti lengkap mengenai apa yang mereka
perjanjikan. 26
Sebelum mengajukan kredit, seorang calon debitur haruslah terlebih dahulu
mengajukan surat permohonan kredit. Setelah permohonan kredit calon debitur
dianggap layak untuk disetujui, bank akan memberikan tanda persetujuannya yang
disebutnya Sebagai Surat Persetujuan Prinsip, yaitu surat kepada pemohon yang
memberitahukan setuju secara prinsip pemberian kredit. 27
Pemberian Kredit merupakan pemberian pinjaman uang oleh bank kepada
anggota masyarakat yang umumnya disertai dengan penyerahan jaminan kredit
oleh debitur (peminjam). Terhadap penerimaan jaminan kredit tersebut terkait
dengan berbagai ketentuan hukum jaminan. 28
Banyak hal mengenai perjanjian kredit yang dapat dikaitkan dengan
ketentuan hukum jaminan. Salah satu contoh adalah tentang penerapan ketentuan
Pasal 1131 KUHPerdata yang mengatur tentang kedudukan harta seorang yang
berutang untuk menjamin utangnya. Bank pemberi kredit hendaknya sepenuhnya
memahami dan mematuhi ketentuan Pasal 1131 KUHPerdata tersebut untuk
mengamankan kepentingannya sebagai pihak yang berpiutang. Ketentuan Pasal
1131 KUHPerdata seharusnya dipatuhi pada waktu bank melakukan penilaian
calon nasabah dan ketika melakukan penanganan kredit bermasalah debitur. Pada
waktu melakukan penilaian calon debitur yang mengajukan permohonan
kepadanya, bank seharusnya berdasarkan kepada ketentuan Pasal 1131
26

Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, Bandung : PT. Citra Aditya Bakti,
2000, hal. 226.
27
H. R. Daeng Naja, Hukum Kredit dan Bank Garansi, Bandung : PT. Citra Aditya Bakti,
2005, hal. 133.
28
M. Bahsan, Op. Cit, hal. 70.

Universitas Sumatera Utara

KUHPerdata dapat meyakini harta yang dimiliki oleh calon debitur untuk
menjamin pelunasan kredit di kemudian hari. Harta calon debitur adalah semua
hartanya yang berupa barang bergerak dan barang tidak bergerak, baik yang sudah
ada maupun yang akan ada di kemudian hari, sepenuhnya merupakan jaminan atas
kredit yang bersangkutan. Dengan demikian, berdasarkan ketentuan Pasal 1131
KUHPerdata tersebut, jaminan atas kredit yang diterima debitur tidak terbatas pada
harta debitur yang telah dikuasai bank atau yang diikat melalui sesuatu lembaga
jaminan. Semua harta debitur adalah jaminan atas kredit yang diterimanya dari
bank, dan dalam praktik perbankan mengenai harta debitur sebagaimana yang
dimaksud oleh ketentuan KUHPerdata tersebut sering dicantumkan dengan
ketentuan perjanjian kredit.
Sehubungan dengan itu hukum jaminan sangat berkaitan dengan kegiatan
perbankan, terutama dalam perjanjian kredit yang dilakukannya. Secara umum
dapat disimpulkan bahwa dalam kegiatan perekonomian saat ini penerapan hukum
jaminan lebih banyak ditemukan dalam kegiatan perjanjian kredit perbankan.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai