Anda di halaman 1dari 20

KEGAWAT DARURATAN PADA

PSIKIATRI I (KEKERASAN)
AI SUSAN MUNAWAROH (1112040)
DENY SAFITRI
(1112062)
EVA HAFSAH
(1112015)
NISA IKRIMA FADHILAH (1112029)
PUJI CAHYA ASTUTI
(1112042)
RISMA METIARA
(1112007)
WIDA DETRI J
(1112044)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN RAJAWALI
BANDUNG
2015

Landasan Teori
Definisi
Perilaku kekerasan merupakan respon terhadap stresor yang
dihadapi oleh sesorang, yang ditunjukkan dengan prilaku aktual
melakukan kekerasan, baik pada diri sendiri, orang lain, maupun
lingkungan secara verbal maupun non verbal bertujuan untuk
melukai orang lain secara fisik maupun fsikologis. (Berkowiz 2000)
Suatu keadaan dimana seorang individu mengalami prilaku yang
dapat melukai secara fisik baik terhadap diri sendiri atau orang
lain. (Towsend 1998)
Suatu keadaan dimana klien mengalami prilaku yang dapat
membahayakan klien sendiri, lingkungan, termasuk orang lain dan
barang-barang. (Maramis, 2004)

Proses terjadinya perilaku kekerasan

1. Faktor predisposisi :
2. Faktor presipitasi :

Tanda dan gejala


Fisik : Muka merah dan tegang, Mata melotot/pandangan tajam,
Tangan mengepal, Rahang mengantup, wajah memerah dan tegang,
Poster tubuh kaku, Pandangan tajam, Mengatupkan rahang dengan
kuat, Mengepalkan tangan, Jalan mondar mandir
Verbal : Bicara kasar, Suara tinggi, membentak, Mengancam
secara verbal atau fisik, Mengumpat dengan kata kata kotor,
Suara keras, Ketus
Perilaku : Melempar atau memukul benda/ orang lain, Menyerang
orang lain, Melukai diri sendir/oranglain, Merusak lingkUngan,
Amuk/agresif,
Emosi : Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, rasa terganggu,
dendam dan
jengkel, tidak berdaya, bermusuhan, mengamuk,
ingin berkelahi, menyalahkan dan menuntut

Intelektual : Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat,


meremehkan, sarkasme
Spiritual : Berasa diri berkuasa, merasa diri benar, mengkritik
pendapat oranglain, menyinggung persaan oranglain,
tidak peduli dan kasar
Sosial : Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekersan, ejekan,
sindiran
Perhatian
Bolos, mencuri, melarikan diri, penyimpangan seksual

Rentang respon marah

Prilaku kekerasan merupakan suatu rentang emosi dan ungkapan


kemarahan yang dimanisfestasikan dalam bentuk fisik.
Kemarahan tersebut merupakan suatu bentuk komunikasi dan
proses penyampaian pesan dan individu.
Orang yang mengalami kemarahan sebenarnya ingin menymapaikan
pesan bahwa ia tidak setuju, tersinggung, merasa tidak dianggap,
merasa tidak dituruti atau diremehkan.
Rentang respon kemarahan individu dimulai dari proses normal
(asertif) samapai pada respon sangat tidak normal (maladaftip).

Berikut ini digambarkan proses kemarahan :


1. Mengungkapkan secara verbal (konstruktif)
2. Menekan (destruktif)
3. Menantang (akan menimbulkan rasa bermusuhan, dan bila cara ini dipakai terusmenerus, maka kemarahan dapat diekspresikan pada diri sendiri dan lingkungan dan
akan tampak sebagai depresi dan psikomatik atau agresif dan ngamuk)

Gejala-gejala atau perubahan-perubahan yang timbul pada klien dalam


keadaan marah diantaranya adalah :
1.

Perubahan fisiologik : tekanan darah meningkat, denyut nadi dan pernafasan


meningkat, pupil dilatasi, tonus otot meningkat, mual, frekuensi buang
air
besar meningkat, kadang-kadang konstipasi, refleks tendon tinggi.

2.

Perubahan emosional : mudah tersinggung, tidak sabar, frustasi, ekspresi


wajah nampak tegang, bila mengamuk kehilangan kontrol diri.

3.

Perubahan perilaku : agresif pasif, menarik diri, bermusuhan, sinis, curuga,


mengamuk, dan suara keras dan kasar.

Perilaku
Perilaku yang berkaitan dengan perilaku kekerasaan antara lain :
1. Menyerang atau menghindar (Fight of Fligh)
Pada kedaan ini respon fisiologis timbul karena kegiatan sistem saraf
otonom beraksi terhadap sekresi epinephrin yang menyebabkan tekanan darah
meningkat, takikardi, wajah merah, pupilmelebar, sekresi HCL meningkat,
peristaltik gaster menurun, mengeluaran urin dan saliva meningkat, konstipasi,
kewaspadaan juga meningkat disertai ketegangan otot, seperti rahang terkatuk,
tangan dikepal, tubuh menjadi kaku dan disertai reflek yang cepat.
2. menyatakan secara (asssertiveness)
perilaku yang sering ditampilkan individu dalam mengekspresikan
kemarahannya yaitu dengan perilaku pasif, agresif dan asertif.
3. memberontak (ackting out)
perilaku yang muncul biasanya disertai akibat konflik prilaku ackting out
untuk menarik perhatian orang lain.
4. perilaku kekerasan
tindakan kekerasan atau amuk yang ditujukan kepada diri sendiri, orang lain,
maupun lingkungan.

Diagnosa keperawatan
1. Perilaku kekeraan
2. Risiko mencederai diri sendiri, oranglain, dan
lingkungan.
3. perubahan persepsi sensori : halusinasi
4. harga diri rendah kronis
5. isolasi sosial
6. berduka disfungsional
7. inefektif proses terapi
8. koping keluarga inefektif

Pembahasan Hasil
Sasaran
Kekerasan di Indonesia selama ini merupakan masalah sosial dan
kemanusiaan yang perlu mendapat perhatian. Di mana-nama kini
berjatuhan korban tindak kekerasan yang umumnya kalangan
perempuan dan anak-anak.
Perempuan dan anak sebagai korban tindak kekerasan bukan merupakan
fenomena baru, kitab sejarah mengungkapkan praktek-praktek masa
lalu yang mengorbankan perempuan, baik dewasa (pengorban depan
altar) maupun korban anak-anak (pembunuhan bayi berjenis kelamin
perempuan).
Cerita tentang korban tindak kekerasan dikalangan perempuan dan anak
memang sedikit sekali ditemukan di dalam berbagai literatur yang ada,
karena itu jarang terungkap bahwa viktimisasi terhadap perempuan
melalui tindak kekerasan diajukan ke peradilan pidana.
Masalahnya mungkin pada persepsi masyarakat, baik secara
keseluruhan maupun kaum perempuan itu sendiri, bahwa kekerasan
yang dialaminya adalah lebih baik untuk disembunyikan saja. Ini tentu
ada kaitannya dengan nilai-nilai yang berkembang dalam masyarrakat
mengenai kedudukan perempuan selama ini dalam masyarakat.

Kalangan perempuan terkadang menyembunyikan


viktimisasi terhadap dirinya karena berbagai alasan,
namun yang utama adalah karena mereka tidak ingin
dirinya diketahui orang lain atau mungkin akan mencoreng
harga sendiri, terlepas dari ada tidaknya konstribusi
perempuan terhadap tindak kekerasan yang dialaminya.
Ekspose semacam ini setidaknya melahirkan proses
viktimisasi terhadap perempuan dan anak yang pada
umumnya difokuskan pada:
a. Tindak kekerasan seksual.
b. Tindak kekerasan yang menimbulkan luka berat.
c. Tindak kekerasan yang mengakibatkan kematian.
Sering juga muncul persepsi bahwa seorang perempuan
yang menjadi korban akan berpikir bahwa ia mempunyai
andil terhadap suatu kejahatan, walaupun sebenarnya
tidak demikian.

Contohnya perkosaan, seorang perempuan korban perkosaan


cenderung untuk menyimpan dukanya (psikis dan fisik), karena
mungkin ia menganggap bahwa kedatangannya ke lembaga
penegak hukum hanya akan menimbulkan viktimisasi ganda
pada dirinya.
Berbagai tindak kekerasan yang sering terjadi dan menimbulkan
korban dikalangan perempuan seperti:
a. Serangan seksual
b. Kasus pembunuhan terhadap ibu atau nenek baik karena
motif ekonomi maupun karena rasa marah yang tidak terkendali
c. Pornografi
d. Tindak kekerasan oleh majikan terhadap pembantu rumah
tangga yang sering terjadi dan umumnya dilandasi oleh rasa
jengkel bahkan benci, serta beberapa tindak kekerasan lainnya.
Demikian juga korban tindak kekerasan terhadap anak dalam
kasus seksual, di mana posisi anak sering dianggap sebagai
derivat dari orang tua yang sering membuatnya tidak berdaya.

Pembahasan
Anak-anak yang menjadi saksi peristiwa kekerasan dalam lingkup keluarga
dapat mengalami gangguan fisik, mental dan emosional (Bair-Merritt,
Blackstone & Feudtner, 2006).
Ekspos kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) pada anak dapat
menimbulkan berbagai persoalan baik dalam jangka pendek maupun jangka
panjang.
Dalam jangka pendek seperti: ancaman terhadap keselamatan hidup anak,
merusak struktur keluarga, munculnya berbagai gangguan mental.
Sedangkan dalam jangka panjang memunculkan potensi anak terlibat dalam
perilaku kekerasan dan pelecehan di masa depan, baik sebagai pelaku
maupun korbannya.
Pengalaman menyaksikan dan mengalami KDRT adalah suatu peristiwa
traumatis karena kekerasan dilakukan oleh orang-orang yang terdekat bagi
anak, keluarga yang semestinya memberikan rasa aman, justru menampilkan
dan memberikan kekerasan yang menciptakan rasa takut serta kemarahan.
Pengalaman traumatis anak menyaksikan dan mengalami KDRT sering
ditemukan sebagai prediktor munculnya problem psikologis di masa depan,
seperti: penelantaran dan pelecehan secara fisik dan psikologis pada anak
(McGuigan & Pratt, 2001).
Problem perilaku eksternalinternal, serta berbagai perilaku beresiko seperti
merokok, penyalahgunaan zat dan perilaku seks beresiko (Kitzmann, Gaylord,
Holt, & Kenny, 2003; Skopp, McDonald, Jouriles, & Rosenfield, 2007).

Pada jangka panjang, problem-problem ini juga akan


menunjukkan pengaruhnya pada masa dewasa, yaitu
ketidakmampuan mengembangkan kemampuan coping yang
efektif.
Kebanyakan anak-anak ini akan menjadi orang-orang dewasa
yang rentan terhadap depresi dan menunjukkan gejala-gejala
traumatis, hingga akhirnya beresiko tinggi menjadi pelaku KDRT
atau relasi intim yang mereka jalin ketika dewasa (Robinson,
2007).
Pengalaman menyaksikan KDRT pada masa kanak telah diketahui
sebagai salah satu faktor penting yang dapat menjelaskan
terjadinya KDRT atau kekerasan dalam relasi intim di masa
dewasa.
Anak laki-laki yang tumbuh dalam keluarga yang mengalami
kekerasan memiliki resiko tiga kali lipat menjadi pelaku kekerasan
terhadap isteri dan keluarga mereka di masa mendatang;
sedangkan anak perempuan saksi KDRT akan berkembang
menjadi perempuan dewasa yang cenderung bersikap pasif dan
memiliki resiko tinggi menjadi korban kekerasan di keluarga
mereka nantinya (Arrigo, 2005; Holt, Buckley, & Whelan, 2008).

Pengalaman menyaksikan, mendengar, mengalami kekerasan dalam


lingkup keluarga menimbulkan pengaruh-pengaruh negatif pada
keamanan, stabilitas hidup dan kesejahteraan anak (Carlson, 2000).
Pengalaman traumatik KDRT dapat menghasilkan korban langsung
(yang langsung mengalami kekerasan) dan korban tidak langsung
(yang menyaksikan kekerasan).
Keduanya dapat mengalami pengaruh negatif pengalaman kekerasan.
Beberapa penelitiansebelumnya menemukan bahwa anak korban
langsung kekerasan (pelecehan dan pengabaian) dan korban tidak
langsung KDRT sama-sama memiliki kerentanan mengalami trauma
hingga pada akhirnya juga memiliki kemungkinan dapat terlibat dalam
relasi intim yang diliputi kekerasan di masa dewasanya.
Lebih lanjut, penelitian longitudinal oleh Emery (2011) menjelaskan
bahwa hubungan antara trauma menyaksikan KDRT dengan
munculnya problem psikologis melemah seiring meningkatnya usia
anak pada saat menyaksikan KDRT pertama kali.
Atau dengan kata lain kemungkinan munculnya problem perilaku
akibat terekspos KDRT menjadi lebih rendah jika anak menyaksikan
KDRT pada usia yang lebih tua.
Hal ini mengindikasikan bahwa usia dan pemahaman yang lebih
matang dapat menjadi faktor protektif atas efek negatif trauma KDRT.

Pengkajian Perilaku kekerasan


Pengkajian pada perilaku kekerasan di ruang UPIP menggunakan rentang skor 1-30 skala Respon
Umum Fungsi Adaptif (RUFA) dimana pengkajian tersebut terbagi dalam 3 kelompok berdasarkan
skala RUFA yaitu :
Skor 1-10
Perilaku
: Melukai diri sendiri, orang lain, merusak lingkungan, mengamuk, menentang,
mengancam, mata melotot.
Verbal
: Bicara kasar, intonasi tinggi, menghina orang lain, menuntut, berdebat.
Emosi : Labil, mudah tersinggung, ekspresi tegang, marah-marah, dendam, merasa tidak
aman.
Fisik : Muka merah, pandangan tajam, napas pendek, keringat (+), tekanan darah meningkat.
Skor 11-20
Perilaku: Menentang, mengancam, mata melotot
Verbal : bicara kasar, intonasi sedang, menghina orang lain, menuntut, berdebat
Emosi : Labil, mudah tersinggung, dendam, merasa tidak aman
Fisik : Pandangan tajam, tekanan darah meningkat
Skor 21-30
Perilaku : Menentang
Verbal : Intonasi sedang, menghina orang lain, berdebat
Emosi : Labil, mudah tersinggung, ekspresi tegang, merasa tidak aman
Fisik : Pandangan tajam, tekanan darah menurun

Intervensi keperawatan Intensif 1 (24 jam pertama)


Tujuan: Pasien tidak membahayakan dirinya, orang lain, dan
lingkungan
Tindakan :
Komunikasi terapeutik
Bicara dengan tenang
Vokal jelas dan nada suara tegas
Intonasi rendah
Gerakkan tidak tergesa-gesa
Pertahankan posisi tubuh
Jaga jarak 1-3 langkah dari klien
Siapkan lingkungan yang aman
Lingkungan tenang, tidak ada barang-barang yang
berbahaya atau singkirkan semua benda yang
membahayakan.
Kolaborasi
Ukur tanda vital : tekanan darah, nadi, temperatur
Jelaskan secara singkat pada pasien tentang tindakan kolaborasi
yang akan dilakukan

Observasi pasien setiap 15 menit sekali, catat adanya


peningkatan atau penurunan perilaku (yang harus
diperhatikan oleh perawat terkait dengan perilaku, verbal,
emosi, fisik)
Jika perilaku pasien tidak terkendali dan semakin tidak
terkontrol, terus mencoba melukai dirinya sendiri, orang
lain dan merusak lingkungan maka dapat dilakukan
tindakan pembatasan gerak dan segera kolaborasikan
dengan dokter. Jika perilaku masih tidak terkendali dapat
dilakukan pengekangan dan tindakan pengekangan
merupakan tindakan akhir sebelum pasien berespon
terhadap efek obat.
Tindakan pembatasan gerak/pengekangan
Jelaskan tindakan yang akan dilakukan, bukan sebagai hukman tapi
untuk mengamankan klien, orang lain dan lingkungan dari perilaku
klien yang kurang terkontrol.
Siapkan ruang isolasi/ alat pengekang (restrain)

Jika tindakan pengekangan dilakukan :

Lakukan pengikatan pada ekstermitas dengan aman


Lakukan observasi pengekangan dengan skala RUFA setiap 30 menit
Perwatan pada daerah pengikatan :
Pantau kondisi kulit yang diikat yaitu warna, temperatur, sensasi
Lakukan latihan gerak pada tungkai yang diikat secara bergantian
setiap 2 jam
Lakukan perubakan posisi pengikatan.

Libatkan dan latih klien untuk mengontrol perilaku sebelum


ikatan dibuka secara bertahap
Kurangi pengekangan secara bertahap, misalnya ikatan dibuka satu
persatu secara bertahap, jika klien mulai dapat mengontrol
perilakunya, maka klien sudah dapat dicoba untuk bersama-sama
dengan klien lain dengan terlebih dahulu membuat kesepakatan
yaitu jika kembali perilakunya tidak terkontrol maka klien akan
diisolasi atau pengekangan kembali.

Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai