Anda di halaman 1dari 13

Referat

Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas (GPPH) pada Anak

Oleh :
Hilda Melysa Lumban Batu
11 2015 016

DOKTER PEMBIMBING:
Dr. Elly ingkiriwan, Sp.KJ

KEPANITRAAN KLINIK ILMU KESEHATAN JIWA


PERIODE 01 FEBUARI 2016 05 MARET 2016
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
PANTI SOSIAL BINA INSAN BANGUN DAYA
2016

Pendahuluan
Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas (GPPH), dalam bahasa Inggris disebut
Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) adalah salah satu gangguan otak yang paling
sering terjadi dan dapat berlanjut hingga remaja dan dewasa. Gejala termasuk kesulitan untuk
fokus dan memusatkan perhatian, kesulitan dalam mengatur tingkah laku, dan hiperaktivitas
(over-aktivitas). Gejala-gejala tersebut dapat menyebabkan seorang anak dengan GPPH sulit
mengikuti kegiatan belajar-mengajar, bersosialisasi dengan teman atau orang dewasa, atau
menyelesaikan tugas di rumah
Penelitian dengan menggunakan pencitraan otak (brain imaging) pada anak dengan
GPPH memperlihatkan adanya keterlambatan pertumbuhan otak sekitar 3 tahun. Keterlambatan
pertumbuhan ini terutama terjadi pada daerah otak yang mengatur fungsi pikir, pemusatan
perhatian, dan perencanaan. Beberapa penelitian baru memperlihatkan bahwa korteks cerebri
mengalami keterlambatan maturasi secara umum dan terdapat adanya pola pertumbuhan yang
abnormal pada corpus calosum otak. Keterlambatan dan keabnormalan ini menjadi dasar
penhyebab gejala-gejala GPPH dan dapat membantu menjelaskan bagaimana gangguan ini
berkembang.
Penangangan dapat meringankan gejala GPPH, namun tidak ada obat pasti untuk
penyakit ini. Dengan penatalaksanaan yang baik, penderita GPPH dapat menjalani sekolah dan
kehidupan sehari-sehari dengan sukses.
Epidemiologi
Pervlensinya di seluruh dunia diperkirakan berkisar anatara 2-9,5 % dari anak- anak usia
sekolah. dilaporkan 2-20% pada anak-anak prepubertas pada sekolah dasar di Amerika Serikat
Sekitar 5% pada anak-anak dan remaja, dan 2,5% pada dewasa. Insidens terjadinya ADHD pada
keluarga atau saudara yang menderita ADHD ialah 2-8 kali lipat dibandingkan dengan anak
tanpa relasi ADHD.1 berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ira savitri Tanjung dkk pada
sejumlah sekolah dasar di wilayah Jakarta pusat pada tahun 2000-2001 didapatkan 4.2% dari
sekitar 600 anak sekolah dasar kelas 1-3 yang mengalami GPPH. Saputro D dalam penelitianya
pada anak-anak sekolah dasar dikabupaten sleman DIY menemukan angka prevalensi GPPH
sekitar 9.5%. pada tahun 2003 saha sebanyaj 21 anak dari sekitar 215 anak sekolah dasar
didiagnosis sebagai GPPH di poli jiwa anak dan remaja Rumahn Sakit Cipto Mangunkusumo
2

(RSCM), angka kejadian GPPH pada anak remaja dan dewasa dikatakan lebih rendah bila
dibandingkan pada anak usia sekolah dasar. Anak laki-laki memiliki insidensi yang tinggi
dibanding dengan anak perempuan, dengan rasio 3-4:1.2
Etiologi
Sampai saat ini belum ditemukan penyebab pasti GPPH. Penelitian menunjukkan adanya
besar genetik, namun GPPH juga disebabkan oleh kombinasi berbagai macam faktor. Selain
faktor genetic, ditemukan juga faktor lingkungan seperti kerusakan otak, nutrisi, dan lingkungan
sosial yang mungkin berkontribusi terhadap GPPH.2
Genetik. Gangguan ini seringkali ditemukan bersamaan pada beberapa anggota keluarga yang
sama. Dari beberapa penelitian genetic didapatkan bahwa saudara andung dari anak dengan
GPPH dempunyai risiko 5-7 kali lebih besar untuk mengalami gangguan serupa jika
dibandingkan dengan anak lain yang tidak mempunyai saudara kandung dengan GPPH. Jika
orangtua yang menderita GPPH, maka kemungkinan diturunkannya kepada anak ialah 50%.
Kemungkinan saudara kembar identic menderita gangguan ini sebesar 55-92%.2
Pengaruh lingkungan. Penelitian menunjukan adanya pengaruh antara merokok dan alcohol
selama kehamilan dengan GPPH pada anak-anak. Anak-anak preschool yang terekspos timbal
dalam jumlah yang tinggi (kadang ditemukan pada cat gedung-gedung tua atau pada
perlengkapan perpipaan) memiliki risiko yang tinggi terhadap GPPH.
Cedera otak. Anak-anak yang pernah menderita cedera otak dapat menunjukkan kelakuan yang
mirip dengan GPPH, namun hanya sedikit anak dengan GPPH yang pernah mengalami trauma
otak.Pada anak dengan GPPH didapatkan pengecilan lobus frontal kanan, nukleus audatus kanan,
globus palidus kanan serta vermis ( bagian dari serebelum) pada anak dengan GPPH jika
dibandingkan dengan anak tanpa GPPH.
Dopamin transpoerter gene adanya peningkatan ambilan kembali dopamin kedalam sel neurin
di daerah sistim limbik dan lobus prefrontal akibat dari perubahan aktivitas dopamin akibat dari
proses mutasi. Kondisi ini mnegakibtkan anak dengan GPPH mengalami kesulitan dalam
menjalankan fungsi eksekutifnya berupa kontrol diri yang buruk dan gangguan dalam menghibisi
prilakunya dibandingkan dengan anak seusianya. Secara teoritis dengan bertambahnya usia maka
seseorang anak seharusnya mampu melakukan kontrol terhadap dirinya dengan baik dan

mengendalikan perilakunya dengan lebih baik terarah sehingga ia mampu melakukan tuntutan
yang datang dari lingkungan sekitarnya.2
Anak GPPH dengan Dopamin transpoerter gene akan mengalami beberap kondisi seperti
1. Gangguan dalam non-verbal working memory dengan gambaran berupa : 2
- kehilangan kesadaran tentang waktu.
- Ketidak mampuan menyimpan informasi didalam otaknya.
- Persepsi yang tidak sesuai dengan suatu objek/kejadian
- Perencanaan dan pertimbagan yang buruk
2. Gangguan dalam internalisation of self dirested speech, berupa: 2
- Kesulitan mengikutin peraturan yang berlaku.
- Tidak disiplin.
- Self guidance dan self questioning yang buruk
Gangguan dalam regulasi, motivasi dan tingkat ambang kesadaran diri yang buruk. Kondisi ini
memberikan gejala seperti :2
-

Kesulitan da,am mensensor semua bentuk reaski emosi, mabang toleransi terhadap

frustaus yang rendah.


Hilangnya regulasi diri dalam bidang motivasi dan dorongan kehendak

Gangguan dalam kemampuan merekonstruksi berbagai perilaku yang sudah diobservasi dalam
usaha untuk membangun suatu bentuk prilaku baru untuk mencapai tujuan daru suatu kegiatan
yang sudah ditargetkan yang ditunjukan dalam bentuk :2
-

Keterbatasan untuk menganalisa perilaku-perilaku.


Ketidak mampuan untukmneyelesaikan persoalan sesuai dengan taraf seusianya

Faktor psikososial faktor pencetus anxieta misalnya peristiwa psikis yang memberikan stres,
gangguan pada keseimbangan keluargafaktorpredisposisi dapat mencakup tempramen anak
faktor familia-genetik dan tuntunan masyarakat untuk patuh dengan cara prilaku atau penampilan
dengan cara yang rutin.1
Komplikasi perinatal, berupa perdarahan antepartum, persalinan lama, nilai APGAR menit
pertama yang rendah, dan bayi dengan berat badan lahir rendah.
Gula. Isu yang beredar di masyarakat bahwa gula akan memperberat gejala GPPH ternyata tidak
benar. Suatu penelitian mencoba membandingkan anak yang makanannya mengandung gula atau
penggangti gula setiap hari. Hasilnya ialah tidak ada perbedaan kelakuan atau kapabilitas
pembelajaran pada kedua anak. Penelitian lain mencoba membandingkan antara anak yang diberi
makan dengan kadar gula lebih tinggi dengan anak yang diberi makan dengan kadar gula lebih
rendah, menunjukkan hasil yang sama.

Zat aditif makanan. Sampai saat ini belum ada penelitian yang menunjukkan bahwa pewarna
makanan buatan dapat menyebabkan GPPH.2,3
Patologi
Adanya pengecilan lobus prefontal kanan, nukleus kaudatus kanan, globus palidus kanan,
vermis, dan corpus calosum otak. Semua fungsi otak bagian tersebut untuk meregulasi fungsi
perhatian seseorang. Lobus prefontal dikenal sebagai bagian otak yang terlibat dalam proses
editing perilaku, mengurangi distraktibilitas, membantu kesadaran diri dan waktu seseorang.
Sedangkan nucleus kaudatus dan globus palidus berperan dalam menghambat respons otomatik
yang datang pada bagian otak, sehingga koordinasi rangsangan tersebut tetap optimal.
Sedangkan fungsi serebelum adalah mengatur keseimbangan. Meskipun demikian, apa yang
menyebabkan pengeceilan lobus atau bagian otak teserbut masih belum diketahui secara jelas.
Secara tingkat biomolekular, terjadi adanya peningkatan reuptake dopamine ke dalam sel neuron
di sistim limbikdan lobus prefontal.2
Tanda dan Gejala GPPH serta Diagnosis GPPH
Untuk dpaat disebut memiliki gejala GPPH, haru ada tiga gejala utama yang nampak
dalam

perilaku

seorang

anak,

yaitu

ganguan

pemusatan

perhatian,

overaktivasi,

impulsivitas.anak tidak mampu mempertahankan konsentrasinya terhadap sesuatu sehingga


mudah sekali beralih perhatian dari satu hal ke hal yang lain. Gejala hiperaktif dapat dilihat dari
perilaku anak yang tidak bisa diam, duduk dengan tenang merupakan hal yang tersulit dilakukan.
Ia kan bangkit dan berlari kesan kemari, bahkan memanjat-manjat. Disamping itu cendrung
banyak bicara dan menimbulkan suara berbisik. Gejala impulsif ditandai dengan kesulitan anak
untuk menunda respon. seperti dorongan untuk mengatakan/melakukan sesuatu yang tidak
terkendali. Dorongan tersebut mendesak untuk diekspresikan dengan segera dan tanpa
pertimbangan. Contoh nyata dari gejala impulsif adalah perilaku tidak sabar. Anak tidak akan
sabar untuk menunggu orang menyelesaikan pembicaraan. Anak akan menyela

pembicaraan

atau buru-buru menjawab sebelum pertanyaan selesai diajukan. Anak juga tidak bisa untuk
menunggu giliran, misalnya mengantri. Sisi lain dari impulsivitas adalah anak berpotensi tinggi
untuk melakukan aktivitas yang membahayakan, baik bagi dirinya sendiri maupun orang lain

Semakin muda usia anak, semakin kurang kemampuan anak untuk mengontrol
perilakunya. Anak usia sekolah dengan GPPH akan bergerak lebih aktif dialam ruangan dan
terangsang untuk memegang semua benda, serta memanipulasi objek-objek dengan semaumaunya didalam ruangan tersebut
Berdasarkan DSM IV maka kriteria diagnostic GPPH ialah
A. Salah satu dari (1) atau (2):
(1) Terdapat minimal enam gejala-gejala inatensi berikut, menetap dan telah berlangsung
sekurang-kurangnya enam bulan sampai ke tingkat yang maladatif dan tidak sesuai
dengan tingkat perkembangan anak;
a. Sering gagal memberikan perhatian yang baik terhadap hal-hal rinci atau sering
melakukan kesalahan yang tidak seharusnya/ceroboh terhadap pekerjaan sekolah,
aekerjaan lain, atau aktivitas-aktivitas lainnya.
b. Seringkali mengalami kesulitan untuk mempertahankan perhatian dalam melakukan
tugas tanggung jawabnya atau dalam kegiatan bermain.
c. Seringkali tampak tidak mendengarkan (acuh) pada waktu diajak berbicara.
d. Seringkali tidak mampu mengikuti aturan atau instruksi dan gagal dalam
menyelesaikan tugas-tugas sekolah, kegiatan sehari-hari atau pekerjaan di tempat
kerja (tidak disebabkan oleh karena Gangguan Perilaku Menetang atau kesulitan
untuk memahami instruksi)
e. Seringkali mengalami kesulitan dalam mengorganisasikan tugas tanggung jawabnya
atau aktivitas-aktivitasnya.
f. Seringkali menghindar, tidak suka atau menolak dalam kegiatan-kegiatan yang
memerlukan konsentrasi yang lama seperti dalam mengerjakan tugas-tugas sekolah.
g. Seringkali kehilangan barang-barang yang perlu digunakan untuk kegiatan-kegiatan
atau aktlivitas-aktivitasnya (seperti mainan, pekerjaan sekolah, pensil, buku-buku,
atau peralatan-peralatan lainnya).
h. Mudah teralih perhatiannya oleh stimulus yang datang dari luar.
i. Mudah lupa akan kegiatan yang dilakukan sehari-hari.
(2) Terdapat minimal enam gejala-gejala hiperaktivitas-impulsitas berikut yang menetap dan
telah berlangsung sekurang-kurangnya 6 bulan sampai ke tingkat yang maladatif dan
tidak sesuai dengan tingkat perkembangan anak:
Hiperaktivitas
a. Seringkali tidak bisa duduk diam atau kaki-tangannya bergerak-gerak terus dengan
gelisah.
b. Seringkali tidak mampu duduk diam di kursinya di dalam kelas atau pada situasi
dimana anak diharapkan duduk diam.
6

c. Seringkali berlari-lari atau memanjat-manjat seara berlebihan pada situasi-situasi


yang tidak sesuai atau pada situasi yang tidak seharusnya.
d. Seringkali mengalami kesulitan dalam bermain atau dalam kegiatan menyenangkan
bersama yang memerlukan ketenangan.
e. Seringkali bergerak atau sepertinya digerakkan oleh mesin
f. Seringkali berbicara berlebihan
Impulsivitas
a. Seringkali memberikan jawaban sebelum pertanyaan selesai diajukan.
b. Seringkali mengalami kesulitan dalam menunggu giliran
c. Seringkali menginterupsi atau mengintrusi orang lain (misalnya dalam bermain atau
berbicara dengan orang disekitarnya)
B. Beberapa gejala-gejala hiperaktif-impulsif atau inatensi yang menyebabkan gangguan ini
sudah timbul sebelum anak berusia 7 tahun.
C. Gejala-gejala yang menyebabkan gangguan ini terjadi minimal pada 2 (dua) situasi/tempat
yang berbeda (misalnya di sekolah atau tempat keja dan di rumah)
D. Ada bukti yang jelas bahwa gejala-gejala ini menimbulkan gangguan klinis yang signifikan
di bidang sosial, akademik, dan fungsi pekerjaan lainnya.
E. Gejala-gejala tidak timbul secara eksklusif selama perjalanan penyakit Gangguan
Perkembangan Pervasif, Skizofrenia, atau gangguan psikotik lainnya dan tidak dapat
dijelaskan oleh gangguan mental lainnya (seperti gangguan mood, gangguan cemas,
gangguan disosiatif, atau gangguan kepribadian).2
Penulisan kode berdasarkan pada tipe gangguan seperti :
-

Gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas tipe kombinasi : jika memenuhi

kriteria baik A1 dan A2 dalam 6 bulan terakhir


Gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas , predominam gejala inatensi : jika

memenuhi kriteria gejala A1 dalam 6 bulan terakhir


Gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas, predominan gejala hiperaktivitasimpulsivitas jika memenui kriteria A2 dalam 6 bulan.

Diagnosis Banding
Beberapa gangguan medis yang sering menyerupai GPPH ialah: epilepsy, sindroma Tourette,
gangguan pergerakkan (movement disorder), sekuele dari trauma kepala, gangguan/kerusakan
dari penglihatan atau pendengaran, pola nutrisi yang buruk, kekurangan/gangguan tidur.
Gangguan psikiatri yang sering menyerupai GPPH adalah gangguan penyesuaian, gangguan
cemas, gangguan depresi/distimik, gangguan mood bipolar, serta retardasi mental. Gangguan lain

yang menyeritai GPPH ialah gangguan belajar, gangguan tingkah laku, gangguan perilaku
menentang, serta gangguan obsesif kompulsif. 2,3
Mania dan ADHD memiliki kesamaan gambaran inti seperti verbalitas yang berlebihan,
hiperaktivitas motorik, dan sangat mudah teralihkan perhatianya. Disamping itu pada anak-anak
dengan mania, iritabilitas lebih lazim dibandingkan dengan eforia.
Dampak GPPH terhadap Tumbuh Kembang Anak
Pada usia pra sekolah: terjadi gangguan perilaku.
Pada usia sekolah: terjadi gangguan perilaku, kegagalan akademik, terganggunya hubungan
dengan teman sebaya, dan terdapat problem terhadap citra diri
Pada usia remaja: terdapat kesulitan akademi, sosialisasi buruk, terdapat masalah dengan citra
diri, berurusan dengan hukum, merokok, dan berisiko mendapat trauma atau cedera.
Pada saat di perguruan tinggi: terdapat kegagalan akademik, kesulitan dalam pekerjaan, terdapat
masalah terhadap citra diri, penggunaan zat/obat-obatan, dan terdapatnya risiko mendapat cedera
atau kecelakaan.
Pada usia dewasa: kegagalan dalam pekerjaan, masalah dalam membina hubungan interpersonal,
dan berisiko mendapatkan cedera atau kecelakaan.2

Tata Laksana
Karena GPPH bermanifestasi klnis beragam, maka belum satu jenis terapi yang menjadi
terapi kuratif terhadap penderita GPPH. Berdasarkan penelitian, tatalaksanan GPPH terbaik ilah
dengan Multi Treatment Approach (MTA), yaitu: memberikan terapi obat kepada anak, juga
memberikan terapi psikososial (misalnya terapi perilaku), terapi kognitif-perilaku, latihan
keterampilan sosial, dan pemberian psikoedukasi kepada orangtua, pengasuh, dan guru yang
berhadapan dengan anak GPPH sehari-harinya.
Tujuan tatalaksana MTA ialah memperbaiki pola perilaku dan sikap anak dalam menjalani
fungsinya sehari-hari.
Farmakoterapi

Penatalaksanaan farmakoterapi merupakan lini pertama untuk anak dengan ADHD. Pilihan
utamanya ialah obat golongan psikostimulan. Dikenal 3 macam obat golongan psikostimulan,
yaitu: (1) golongan metilfenidat, (2) golongan deksamfetamin, dan (3) golongan pamolin.
Diantara ketiga golongan tersebut, metilfenidat-lah yang paling sering digunakan.
Metilfenidat. Efektifitas 60-70% dalam mengurangi gejala hiperaktivitas-impulsi dan atensi.
Dosis yang dianjurkapertamn ilalah 0,3-1mg/kgBB 3x/hari maksimum 60mg/hari. Efek samping
yang sering dikeluhkan: penarikan diri dari lingkungan, over fokus, letargi, agitasi, iritabel,
mudah menangis, cemas, sulit tidur, penurunan nafsu makan, sakit kepala, pusing, dan timbul
tics yang tidak ada sebelumnya. Efek samping ini memberi tanda bahwa dosis obat yang
diberikan terlalu tinggi. Efek samping berangsur hilang dalam beberapa jam setelah dosis obat
dihentikan atau diturunkan. Penghentian obat biasanya dilakukan secara bertahap untuk
mencegah rebound phenomena.
Jenis obat
Metilfenidat
(sediaan

Dosis
0.3-

Efek samping
Insomnia,

tablet 0.7mg/kgBB/hari

10mg, 20mg)

dimulai

Lama kerja
intermediate

penurunan nafsu release

dengan makan,

Perhatian
Tidak dianjurkan
(IR), pada

pasien

lama kerja 3-4 dengan

5mg/hari.

penurunan berat jam. Mula kerja kecemasan

Maximal

badan,

60mg/hari

kepala, iritable

sakit obat

ini

cepat tinggi,

(30-60 menit ). riwayat keluarga


Efektif

Dimulai dengan Insomnia,

(slowrelease

dosis 20mg pada penurunan nafsu berguna

20mg)

pagi
dapat

untuk dengan sindrom

70% kasus
Touret.
7 jam terutama Kerja lambat (1-

Metilfenidat

hari

dan makan,

untuk 2

remaja.

badan,

sakit pemakaina

dengan dosis 0.3- kepala, iritable

jam

setelah

pemberian oral)

di penurunan berat Menghindari

tinggkatkan

dan

tidak dianjurkan
obat untuk

pada siang hari

pasien

dengan

0.7 mg/KgBB/hr

kecemasan yang

Dosis maksimal

tinggi

60mg/hr
Dimulai dengan Insomnia,
18mgsatu

Utnuk

kali penurunan nafsu osmotic

jenis Perhatian
release
9

pada pagi hari. makan,

oral

Dosis

penurunan berat (OROS)

ditingkatkan

badan,

system
sekitar

sakit 12 jam.

dnegan dosis 0.3- kepala, iritable


0.7mg/KgBB/hr
Tidak dianjurkan
pada

pasien

dengan
kecemasan
tinggi,

dan

riwayat keluarga
dengan sindrom
Touret.
Untuk memaksimalkan efek target dan meminimlakan efek samping pada pemberian dari
metilfenidat ialah agaen lini kedua untuk beberapa anak dan remaja dengan GPPH mencakup
antidepresan seperti bupiropin (wellbutrin, wellbutrin SR), venlafaksin (effektor) dan angonis
adregenik klonidin (catapres) dan guanfasih (tenex).1
Golongan nonstimulan misalnya Atomoxetine HCl. Atomoxetin HCl bekerja dengan cara
menginhibisi ambilan kembali norepinefrin. Obat ini diberikan pada anak usia minimal 6 tahun.
Obat ini efektif untuk gejala inatensi dan impulsi. Efek samping yang paling sering terjadi ilah
berkurangnya nafsu makan, perasaan tidak nyaman pada perut, pusing, dan iritabel. Efek
samping yang paling ditakutkan pada penggunaan atomoxetine ialah terjadinya pikiran untuk
bunuh diri, oleh sebab itu perilaku anak yang mengkonsumsi atomoxetin harus dipantau secara
ketat.
Obat dari golongan nonstimulan yang lain ialah clonidine HCl dan guanfacin, merupakan
obat yang bekerja pada reseptor alfa, dapat digunakan pada anak-anak berusia minimal 6 tahun.
Dosis yang digunakan pada clonidine ialah 0,1mg 3x/hari (atau 0,1-0,2 mg 2x/hari pada tablet
extended release). Dosis yang digunakan pada guanfacine ialah 0,5mg-1,5mg/hari.1-3
Suplementasi Omega 3

10

Beberapa penelitian menunjukkan adanya perbedaan komposisi asam lemak omega-3 pada
plasma dan membran eritrosit pada pasien dengan GPPH dibandingkan dengan orang yang
normal. Asam lemak omega-3 mempunyai sifat anti-inflamasi dan dapat mengubah
ketidakstabilan membran sel sistim saraf pusat. Ketidakstabilan membran seldapat mengubah
neurotransmiter dopamine dan serotonin. Pada anak dengan GPPH, suplementasi omega-3
sendiri memberikan hasil yang minimal, namun pemberian omega-3 yang disertai dengan
kombinasi metilfenidat dapat menurunkan efek samping yang disebabkan oleh metiflfenidat. 4,5
Pendekatan psikososial
1. Pendekatan psikososial dilakukan agar anak dengan GPPH lebih mengerti mengenai
norma sosial yang berlaku dan berperilaku sesuai norma yang ada sebagaimana diketahui
bahwa anak dengan GPPH sering kali jug adisertai denga prilaku agresif dan
impulsivitas. Terapi perilaku termasuk terapi perilaku kognitif yaitu membantu
anak-anak

melakukan

adaptasi terhadap skill dan memperbaiki kemampuan

pemecahan masalah. Terdapat lima modul materi latihan perilaku yaitu


2. Edukasi bagi orangtua dan guru agar mereka lebih mengerti mengenai GPPH dan
tatalaksana yang dianjurkan.
3. Modifikasi perilaku dengan reward dan punishment dengan tujuan merubah perilaku
yang tadinya kurang adaptif menjadi lebih adaptif dengan lingkungannya. Teknik ini
membutuhkan waktu yang cukup lama dan sebaiknya dijalankan secara konsisten.
4. Edukasi dan pelatihan pada guru serta pendekatan sekolah merupakan hal penting
mengingat bahwa sebagian besar waktu ana dihabiskan disekolah seingg adengan cara ini
tingkat pemaham guru akan anak GPPH ini diharapkan akan meningkatkan kemampuan
guru dalam mengempati sikap, prilaku dan rekasi emosi anak didik mereka sehingga
dapat menghidari terjadinya stigmatisasi pada anak GPPH berupa cap anak nakal, anak
malas.
5. Kelompok dukungan keluarga (family support) atau kelompok antar orangtua untuk
memberikan dukungan emosional dari sesama orangtua lainnya, serta mengurangi
penderitaan yang dialami dan belajar dari pengalaman praktis orangtua lain. Dalam
kelompok ini, orang tua akan merasa lebih nyaman dan secara terbuka dapat
mengemukakan masalah yang dihadapi anak mereka, serta lebih mudah mengekspreiskan
apa yang mereka rasakan.2

11

Prognosis
Gejala GPPH dapat terus berlanjut sampai anak menjadi remaja sebesar 60-85% atau sampai
dewasa 60%. Sisa 40% lainnya berkurang dengan sendirinya saat anak mencapai pubertas
atau dewasa muda.1
Kesimpulan
Anak dengan GPPH merupakananak dengan kebutuhan khusus, sehingga perencanaan dan
tatalaksana yang akan diberikan haruslah diranjang dengan baik sehingga mencakup seluruh
aspek kehidupan anak dan juga keluarganya agar kelak hidup mereka berkualitas.
Penatalaksanaan untuk anak dengan GPPH berupa medikamentosa dan psikoterapi.
Medikamentosa dapat diberikan psikostimulan (misalnya metilfenidat) atau nonstimulan
(atomoxetin HCL). Sebagai tambahan, anak dapat diberikan suplementasi omega-3 yang
telah terbukti mengurangi efek samping dari penggunaan metilfenidat sendiri.

Daftar Pustaka
1. Sadock BJ, Sadock VA, Ruiz V, Pataki CS, Sussman N. Kaplan & Sadocks synopsis of
psychiatry behavioral sciences/ clinical psychiatry. 11th ed. Philadelphia: Wolters Kluwer;
2015. p. 1169-79.
2. Wiguna T. Gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas dalam Buku ajar psikiatri
edisi ke-2. Jakarta: Fakultas Kedokteran UI; 2013. h.483-97.
3. Editors of National Institute of Mental Health. Attention deficit hyperactivity disorder.
Diunduh darihttp://www.nimh.nih.gov/health/publications/attention-deficit-hyperactivitydisorder/index.shtml?rf=71264 tanggal 04 Februari pk.17.00 WIB.
4. Bloch MH, Qawasmi A. Omega-3 fatty acid supplementation for the treatment of
children with attention-deficit/hyperactivity disorder symptomatology: systemic review
and meta-analysis. J Am Acad Child Adolesc Psychiatry. 2011 Oct; 50 (10): 991-1000.
Diunduh dari http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/21961774 tanggal 07 februari 2015
pk 19.00 WIB.
5. Barragan E, Breuer D, Dopfner M. Efficacy and safety of omega-3/6 fatty acids,
methylphenidate, and a combined treatment in children with ADHD. J Atten Disord; 2014

12

(31) pp.69. Diunduh dari http://aapgrandrounds.aappublications.org/content/31/6/69.full


tanggal 07 Februari pk 20.00 WB.

13

Anda mungkin juga menyukai